You are on page 1of 151

STRATIGRAFI AKUIFER DAN KETERSEDIAAN AIRTANAH

BEBAS DI DATARAN FLUVIO VOLKANIK MERAPI MUDA,


WILAYAH SEDAYU, KABUPATEN BANTUL, DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar kesarjanaan S1 pada
Fakultas Geografi UGM










oleh:
DIAH SABATINI SITININGRUM
NIM : 06/198364/GE/06104


KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS GEOGRAFI
YOGYAKARTA
2011
ii

STRATIGRAFI AKUIFER DAN KETERSEDIAAN AIRTANAH BEBAS DI
DATARAN FLUVIO VOLKANIK MERAPI MUDA, WILAYAH SEDAYU,
KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh :

Diah Sabatini Sitiningrum
06/198364/GE/06104

INTISARI

Stratigrafi adalah susunan pengendapan lapisan sepanjang waktu yang akan
memberikan informasi mengenai perlapisan dan jenis material batuan.
Berdasarkan jenis material batuan maka akan diketahui bagaimana karakteristik
akuifer di daerah penelitian. Karakteristik akuifer meliputi jenis material, tebal
akuifer, kesarangan (porositas), hasil jenis (specific yield), dan hydraulic
conductivity atau sering disebut juga permeabilitas (kelolosan). Lokasi penelitian
terletak di Dataran Fluvio Volkanik Merapi Muda, Wilayah Sedayu, Kabupaten
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui
kondisi stratigrafi dan karakteristik akuifer, serta menganalisis ketersediaan
airtanah bebas di daerah penelitian.
Stratigrafi akuifer diperoleh berdasarkan interpretasi data pendugaan
geolistrik dengan metode Schlumberger, sehingga diperoleh nilai tahanan jenis
batuan, perlapisan batuan penyusun akuifer dan tebal akuifernya. Untuk
menghitung ketersediaan airtanah digunakan metode debit statis dan hasil aman,
serta metode debit dinamis berdasarkan Hukum Darcy.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penampang stratigrafi di daerah
penelitian terdiri atas lapisan material lempung napalan, material lempung
berpasir, serta material pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari endapan
Gunungapi Merapi Muda, dan kembali lagi pada material lempung napalan.
Zonasi karakteristik airtanah potensi tinggi memiliki nilai debit statis sebesar
311.686.307,10 m
3
, hasil aman sebesar 11.279.388,74 m
3
/tahun, serta nila debit
dinamis sebesar 1222,44 m
3
/hari atau 14,15 liter/detik. Zonasi karakteristik
potensi airtanah sedang memiliki nilai debit statis sebesar 16.259.846,23 m
3
, hasil
aman sebesar 487.429,15 m
3
/tahun, serta nilai debit dinamis sebesar 518,20
m
3
/hari atau 5,99 liter/detik. Zonasi karakteristik airtanah potensi rendah memiliki
nilai debit statis sebesar 5.021.201,34 m
3
, hasil aman sebesar 154.742,49
m
3
/tahun, serta nilai debit dinamis sebesar 76,32 m
3

/hari atau 0,88 liter/detik.

Kata kunci : Stratigrafi, akuifer, ketersediaan airtanah.
iii

AQUIFER STRATIGRAPHY AND UNCONFINED GROUNDWATER
AVAILABILITY IN FLUVIO VOLCANIC PLAIN OF YOUNG MERAPI,
SEDAYU REGION, BANTUL DISTRICT,
YOGYAKARTA SPECIAL REGION

By

Diah Sabatini Sitiningrum
06/198364/GE/06104

ABSTRACT

Stratigraphy is the composition of the deposition layer over time that will
provide information about the bedding and the type of rock material. Based on the
type of rock material, it would show how the characteristics of the aquifer in the
study area. Aquifer characteristics include type of material, thickness of aquifer,
porosity, specific yield, and hydraulic conductivity or permeability. The research
location is in Fluvio Volcanic Plain of Young Merapi, Sedayu Region, Bantul
District, Yogyakarta Special Region. The purposes of this research are to know
the condition of aquifer stratigraphy and aquifer characteristics, and to analyze
the unconfined groundwater availability in the study area
Stratigraphy aquifer is based on the electrical resistivity using
Schlumberger method, in order to obtain the value of rock resistivity, to know the
rock stratigraphy and thickness of aquifers. To calculate the availability of
groundwater, it would be using static discharge calculation method and safe
yield, as well as dynamic flow method based on Darcy's Law.
.
The result showed that the stratigraphy section in the study area consists
of a layer of marly clay material, sandy clay material, and material of sand,
gravel, breccia, alluvium deposition of Young Merapi Volcano, and the last layer
is consist of marly clay material. Zonation of high potential groundwater for
static discharge, the values is 311,686,307.10 m
3
, for safe yield is 11,279,388.74
m
3
/year, and for dynamic discharge is 1222.44 m
3
/day or 14.15 liters/sec.
Zonation of medium potential groundwater for static discharge, the values is
16,259,846.23 m
3
, is 487,429.15 m
3
/year, and for dynamic discharge showed is
518.20 m
3
/day or 5.99 liters/sec. Zonation of low potential groundwater for static
discharge, the values is 5021201.34 m
3
, for safe yield showed is 154,742.49
m
3
/year, for dynamic discharge is 76.32 m
3

/day or 0.88 liters/sec.



Keywords : Stratigraphy, aquifer, groundwater availability.
iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Stratigrafi Akuifer dan Ketersediaan Airtanah Bebas di Dataran
Fluvio Volkanik Merapi Muda, Wilayah Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh
gelar sarjana di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada Dr. Ig. L. Setyawan P., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Utama. Dengan
segala kerendahan hati penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan kepada :
1. Prof. Dr. H. Suratman, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada.
2. Dr. Eko Haryono M.Si. selaku Ketua Program Studi Geografi dan Ilmu
Lingkungan Fakultas Geografi.
3. Dra. M. Widyastuti, M.T. selaku dosen penguji atas segala saran dan
masukannya.
4. Drs. Retnadi Heru Jatmiko, M.Sc. selaku dosen penguji atas segala saran
dan masukannya.
5. Dr. Langgeng Wahyu Santosa, M.Si. atas segala saran dan masukannya.
6. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
7. Laboratorium Geohidrologi, Kualitas Air, dan Geomorfologi beserta para staf
dan karyawan Fakultas Geografi yang telah membantu dalam peminjaman
alat dan pengurusan administrasi.
8. Pemerintah Kabupaten Bantul dan Kecamatan Sedayu, serta segenap instansi
pemerintahan yang terkait dalam penelitian ini, atas kerjasama dan perijinan
dan kesediaan dalam pemberian data sekunder.
9. Keluarga tercinta, papa, mama, serta kedua adik saya, Ryan Muhammad
Fathoni dan Tubagus Maulana Zainur, atas doa dan dukungannya selama
v

ini, serta kepada Prahasita Sekar Wikansuasti dan Danastri Kusuma
Wikansuasti yang telah memberikan dukungan.
10. Arifin Jati Sukma yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis selama ini.
11. Sahabat-sahabat penulis (Anggraini Arumsari, Widyana Riasasi, Danti
Khrismilawati, Rica Julia Surbakti, Yuliani, Made Yudha Lesmana, Eka
Nurachmah, Paramita Lalitya Sidopekso, Annisa Juwita, Resni Soviana,
Dias Widiyastuti, Reza Afri, Resna Astuti, Agung Syahreza, Ryantoni
Amaldi, Pramanda Sekar, Annova Eko Setiaji, Meita Khairunnisa, Rachel
Putri, dan Alzaena Ulya Rusdimi) atas bantuan, dukungan dan semangat
yang telah diberikan.
12. Arviana Khrisma Indriani, Sanjiwana Arjasa Kusuma, Wisnu Bima
Samudra, Alva Kurniawan, Lilik Ismangil yang bersedia membantu dalam
memberikan pendapat, saran, peminjaman alat, pengambilan data
lapangan, serta pengolahan data.
13. Rekan-rekan KKN Sub Unit Plarangan (Gita Harmony, Kamaludin Basri,
Gemma Fatahillah, Dana Hasibuan), atas doa dan dukungannya selama ini.
14. Rekan-rekan angkatan 2006 atas bantuannya, semoga pertemanan kita
tidak terhalang ruang dan waktu.
15. Warga Kecamatan Sedayu yang telah membantu dalam kelancaran
penyusunan skripsi ini.
16. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
mendukung dalam penulisan skripsi ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 30 Maret 2011
Penulis


Diah Sabatini Sitiningrum
vi

DAFTAR ISI

INTISARI ..................................................................................................... ii
ABSTRACT .................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ......................................................................................... 1
1.2. Perumusan masalah ................................................................................. 3
1.3. Tujuan penelitian ..................................................................................... 3
1.4. Kegunaan penelitian ................................................................................ 3
1.5. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 4
1.5.1. Tinjauan Teoritis........................................................................... 4
A. Akuifer dan Airtanah ............................................................... 4
B. Stratigrafi ................................................................................. 6
C. Ketersediaan Airtanah Bebas ................................................... 10
D. Bentuklahan ............................................................................. 12
1.5.2. Penelitian Sebelumnya ................................................................. 15
1.6. Kerangka Teori........................................................................................ 17

BAB II METODE PENELITIAN
2.1. Bahan dan Alat Penelitian ....................................................................... 20
2.2. Cara Penelitian ........................................................................................ 20
2.2.1. Pemilihan Daerah Penelitian ......................................................... 20
2.2.2. Data yang Dikumpulkan ............................................................... 21
A. Data Primer .............................................................................. 21
B. Data Sekunder .......................................................................... 21
vii

2.2.3. Cara Pengumpulan Data ................................................................ 21
A. Penentuan Lokasi Pengukuran Kedalaman Muka Airtanah
Bebas ...................................................................................... 22
B. Penentuan Titik Pendugaan Geolistrik..................................... 22
C. Penentuan Lokasi Sumur untuk Uji Pompa (Pumping Test) ... 24
2.2.4. Cara Analisis Data......................................................................... 25
A. Hidrostratigrafi dan Karakteristik Akuifer .............................. 25
B. Ketersediaan Airtanah Bebas ................................................... 27
2.3. Tahapan Penelitian .................................................................................. 34
2.4. Batasan Operasional ................................................................................ 37

BAB III DESKRIPSI WILAYAH
3.1. Letak, Luas dan Batas Daerah Penelitian ................................................ 39
3.2. Kondisi iklim ........................................................................................... 39
3.3. Geologi Daerah Penelitian ...................................................................... 41
3.3.1. Endapan Gunungapi Merapi Muda (Qmi) .................................... 41
3.3.2. Formasi Sentolo (Tmps) ................................................................ 44
3.3.3. Endapan Aluvium (Qa) ................................................................. 44
3.4. Geomorfologi Daerah Penelitian ............................................................. 45
3.4.1. Dataran Fluvio Volkanik (Dataran Fluvio Merapi Muda) ............ 45
3.4.2. Perbukitan Struktural Formasi Sentolo ......................................... 45
3.5. Penggunaan Lahan Daerah Penelitian ..................................................... 47
3.6. Hidrologi di daerah Penelitian ................................................................. 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Stratigrafi Akuifer ................................................................................... 51
4.1.1. Penampang Stratigrafi Akuifer I ................................................... 56
4.1.2. Penampang Stratigrafi Akuifer II ................................................. 72
4.1.3. Penampang Stratigrafi Akuifer III ................................................ 77
4.2. Karakteristik Akuifer ............................................................................... 87
4.2.1. Pola Aliran Airtanah ...................................................................... 87
viii

4.2.2. Kedalaman Muka Airtanah ........................................................... 91
4.2.3. Fluktuasi Muka Airtanah ............................................................... 93
4.2.4. Permeabilitas ................................................................................. 96
4.2.4. Zona Karakteristik Airtanah .......................................................... 97
4.3 Debit dan Ketersediaan Airtanah ............................................................. 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 102
5.2. Saran ........................................................................................................ 103

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 104
LAMPIRAN



















ix

DAFTAR TABEL

No Tabel
1.1 Nilai resistivitas sebagian material-material bumi ............................... 9
1.2 Nilai Kisaran tahanan Jenis pada Beberapa Kondisi Batuan ............... 10
1.3 Kecepatan Airtanah .............................................................................. 12
1.4 Penelitian Sebelumnya ......................................................................... 15
2.1 Kedalaman Muka Airtanah .................................................................. 27
2.2 Fluktuasi Muka Airtanah...................................................................... 27
2.3 Klasifikasi Nilai Permeabilitas Berbagai Jenis Batuan ........................ 31
2.4 Klasifikasi Permeabilitas Akuifer ........................................................ 31
2.5 Nilai specific yield dari Beberapa Jenis Mineral .................................. 32
2.6 Klasifikasi NIlai Debit Dinamis ........................................................... 34
3.1 Tipe Hujan di Indonesia Menurut Scmidt dan ferguson ...................... 40
3.2 Hasil Perhitungan Bulan Basah dan Bulan Kering
di Kecamatan Sedayu. ......................................................................... 40
3.3 Data Penggunaan Lahan di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta ............................................................... 47
4.1 Hasil Perumusan Nilai Tahanan Jenis dan Jenis Material di Daerah
Penelitian .............................................................................................. 51
4.2 Lokasi Pendugaan Geolistrik di Kecamatan Sedayu,
Kabupaten Bantul ................................................................................. 56
4.3 Perlapisan Batuan Berdasarkan Hasil Cross Section
di Daerah Penelitian ............................................................................. 84
4.4 Zonasi Persebaran Kedalaman Muka Airtanah
di daerah Penelitian .............................................................................. 93
4.5 Kriteria Zonasi Karakteristik Airtanah................................................. 97




x

DAFTAR GAMBAR

No Gambar
1.1 Akuifer bebas dan akuifer tertekan ...................................................... 6
1.2 Pola Aliran Arus Pada Elektroda Arus dan Elektroda Potensial.......... 8
1.3 Porositas pada Batuan .......................................................................... 11
1.4 Diagram Alir Kerangka Pemikiran ...................................................... 19
2.1 Susunan Elektroda pada pendugaan geolistrik ..................................... 24
2.2 Konfigurasi Metode Schlumberger ...................................................... 24
2.3 Penentuan arah aliran airtanah dengan menggunakan metode Three
Point Problems ..................................................................................... 28
2.4 Grafik Hubungan antara d/rw dengan nilai A dan B............................ 30
2.5 Grafik untuk Menentukan Nilai t dan St .............................................. 30
2.7 Diagram Alir Penelitian ....................................................................... 36
3.1 Peta Daerah Penelitian ......................................................................... 42
3.2 Peta Geologi Daerah Penelitian ........................................................... 43
3.3 Peta Bentuklahan Utama Daerah Penelitian ........................................ 46
3.4 Grafik Penggunaan Lahan di Kecamatan Sedayu ................................ 47
3.5 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta ............................................................... 48
4.1 Perlapisan Material dari Hasil Pengeboran di Dusun Pereng .............. 52
4.2 Perlapisan Material dari Hasil Pengeboran di Dusun Pedes ................ 54
4.3 Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-2 ............................................... 57
4.4 Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan Titik G-2 ........ 57
4.5 Rekonstruksi sayatan vertikal titik pendugaan geolistrik G-2 ............. 59
4.6 Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada
Titik Pendugaan Geolistrik G-1 ........................................................... 60
4.7 Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-1 ............................................... 60
4.8 Rekonstruksi sayatan vertikal pada titik pendugaan geolistrik G-1 ..... 62
4.9 Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada
Titik Pendugaan Geolistrik G-4 ........................................................... 62
xi

4.10 Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-4 ............................................... 63
4.11 Rekonstruksi sayatan vertikal pada titik pendugaan geolistrik G-4 ..... 64
4.12 Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-7 ............................................... 65
4.13 Rekonstruksi sayatan vertikal pada titik pendugaan geolistrik G-7 ..... 65
4.14 Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada
Titik Pendugaan Geolistrik G-7 ........................................................... 66
4.15 Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-9 ............................................... 67
4.16 Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada
Titik Pendugaan Geolistrik G-9 ........................................................... 67
4.17 Rekonstruksi Sayatan Vertikal pada Titik Pendugaan Geolistrik G-9 . 68
4.18 Interpretasi Model Penampang Stratigrafi G-2, G-1, G-4, G-7
dan G-9 ................................................................................................. 70
4.19 Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-5 ............................................... 72
4.20 Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada
Titik Pendugaan Geolistrik G-5 ........................................................... 72
4.21 Rekonstruksi sayatan vertikal titik pendugaan geolistrik G-5 ............. 74
4.22 Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada
Titik Pendugaan Geolistrik G-6 ........................................................... 74
4.23 Rekonstruksi Sayatan Vertikal Titik Pendugaan Geolistrik G-6 ......... 75
4.24 Interpretasi Model Penampang Stratigrafi G-2, G-5, dan G-6 ............. 77
4.25 Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-3 ............................................... 78
4.26 Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada
Titik Pendugaan Geolistrik G-3 ........................................................... 78
4.27 Rekonstruksi sayatan vertikal pada titik pendugaan geolistrik G-3 ..... 78
4.28 Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-8 ............................................... 80
4.29 Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada
Titik Pendugaan Geolistrik G-8 ........................................................... 80
4.30 Rekonstruksi sayatan vertikal pada titik pendugaan geolistrik G-8 ..... 81
4.31 Interpretasi Model Penampang Stratigrafi G-3, G-9, dan G-8 ............. 82
4.32 Peta Titik Pendugaan Geolistrik, Lokasi Uji Pompa, dan
Sumur Bor Daerah Penelitian .............................................................. 85
xii

4.33 Peta Jalur Pendugaan Geolistrik (Cross Section) Daerah Penelitian ... 86
4.34 Keberadaan Rembesan pada Dinding Sungai Progo ............................ 88
4.35 Peta Persebaran Tinggi Muka Airtanah di Daerah Penelitian .............. 89
4.36 Peta Pola Aliran Airtanah di Daerah Penelitian ................................... 90
4.37 Peta Zonasi Kedalaman Muka Airtanah di Daerah Penelitian ............. 92
4.38 Peta Zonasi Fluktuasi Airtanah di Daerah Penelitian .......................... 95
4.39 Peta Zonasi Karakteristik Airtanah di Daerah Penelitian .................... 98
























xiii

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran
3.1 Data Curah Hujan di Kecamatan Sedayu .......................................... L-1
4.1 Data Pengukuran Uji Pompa Titik P1 ............................................... L-2
4.2 Data Pengukuran Uji Pompa Titik P2 ............................................... L-6
4.3 Lokasi Pengukuran Uji Pompa Titik P1 dan P2................................ L-10
4.4 Data Pendugaan Geolistrik Metode Schlumberger ........................... L-11
4.5 Data Lokasi Pengukuran Sumur Gali di Daerah Penelitian .............. L-20
4.6 Perhitungan Ketersediaan Airtanah................................................... L-23
1



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Menurut Bintarto (1981) geografi merupakan ilmu yang mempelajari
gejala-gejala di permukaan bumi, baik yang berasal dari proses fisik maupun yang
berkaitan dengan makhluk hidup dan permasalahan-permasalahan yang dapat
terjadi. Geografi memiliki tiga pendekatan yaitu, pendekatan keruangan,
ekologikal dan regional. Selain itu ilmu geografi juga memiliki dua macam objek
yaitu objek material dan objek spasial. Objek material meliputi geosfer, litosfer,
atmosfer, hidrosfer, biosfer, pedosfer,dan antroposfer. Objek formal meliputi tiga
pendekatan geografi. Airtanah merupakan salah satu aspek fisik dari objek
material dari geografi.
Air sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Tanpa air manusia tidak
dapat hidup. Airtanah merupakan sumberdaya air yang sangat potensial serta
merupakan sumber air untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik kebutuhan
rumah tangga, kebutuhan irigasi, maupun untuk kebutuhan industri (Darmanto,
1984).
Airtanah (groundwater) adalah air yang mengisi rongga-rongga batuan
pada zona jenuh air, dengan tekanan hidrostatis sama atau lebih besar daripada
tekanan udara. Sehingga pada zona jenuh air tersebut air mengisi semua celah
batuan (Todd, 1980). Sumber utama airtanah adalah air hujan yang jatuh ke
permukaan bumi, dimana sebagian air hujan akan terinfiltrasi ke dalam tanah.
Dari keseluruhan air tawar yang berada di bumi, lebih dari 97 % terdiri atas
airtanah (Asdak, 1995).
Ketersediaan airtanah di suatu daerah dapat dilihat berdasarkan perlapisan
batuan yang menyusun akuifer. Akuifer adalah suatu formasi batuan dengan
material yang permeabel sehingga dapat menyimpan dan meloloskan air dalam
jumlah yang cukup (Todd, 1980). Perlapisan akuifer tidak dapat dilihat dari
permukaan namun dapat dilakukan dengan pendugaan geofisika. Metode
geofisika merupakan suatu metode yang digunakan untuk mempelajari tentang
2



bumi yang berada pada permukaan atau di atas permukaan bumi dengan
menggunakan parameter-parameter fisika (Dobrin dan Savit, 1988 dalam Broto
dan Afifah, 2008). Salah satu metode geofisika tersebut adalah geolistrik. Metode
geolistrik memanfaatkan arus listrik yang dihantarkan ke dalam tanah (Santosa
dan Adji, 2004). Metode geolistrik yang digunakan berdasarkan aturan
Schlumberger. Berdasarkan hasil geolistrik maka akan diperoleh nilai hambat
jenis (resistivity) dari tiap material yang dialiri oleh arus listrik. Nilai tahanan jenis
batuan dapat diartikan sebagai suatu hambatan dalam satuan ohm-meter (Todd,
1980).
Berdasarkan nilai resistivity batuannya dapat ditentukan material tersebut
dapat menyimpan air atau tidak berdasarkan stratigrafinya. Berdasarkan stratigrafi
dari batuan maka dapat memberikan informasi mengenai susunan akuifer dan
jenis materialnya, sehingga dapat dianalisis juga bagaimana karakteristik
akuifernya.
Dataran Fluvio Volkanik Merapi Muda merupakan suatu daerah deposit
matrial letusan Gunungapi Merapi. Materialnya berupa material lepas dari hasil
rombakan material piroklastik dari Gunungapi Merapi Muda, dengan ukuran pasir
sedang sampai halus pada bagian atas dan material agak kasar pada lapisan
bawah. Sehingga daerah dengan material seperti ini memiliki memiliki
kemampuan dalam menyimpan air dalam jumlah besar (Santosa dan Adji, 2006).
Wilayah Sedayu yang berada di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dipilih sebagai daerah penelitian karena memiliki
karakteristik proses geomorfologi yang unik. Kecamatan ini tersusun dari empat
proses bentuklahan utama yaitu proses struktural, denudasional, fluvial, dan fluvio
volkanik (Handoyoputro, 1999). Berdasarkan Peta Geologi lembar Yogyakarta
skala 1:100.000 Tahun 1995 Kecamatan Sedayu terdiri atas Formasi Sentolo,
Formasi Endapan Gunungapi Merapi Muda, dan Aluvium. Daerah penelitian
berada pada bentuklahan Dataran Fluvio Volkanik Wilayah Sedayu. Hal tersebut
dikarenakan dataran Fluvio Volkanik di Wilayah Sedayu Tersebut berdekatan
dengan Perbukitan Gamping Formasi Sentolo sehingga akan berpengaruh
terhadap karakteristik akuifernya.
3



1.2 Perumusan Masalah
Bentuklahan Dataran Fluvio Volkanik yang berada di Wilayah Sedayu
bagian dari Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta letaknya berdekatan dengan Perbukitan Batugamping Formasi
Sentolo. Hal tersebut akan mempengaruhi karakteristik akuifernya. Berdasarkan
kondisi tersebut, dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1) Bagaimana kondisi stratigrafi akuifer dan karakteristik akuifer di
daerah penelitian?
2) Bagaimana ketersediaan airtanah bebas di daerah penelitian?
Berdasarkan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya informasi
kondisi akuifer, karakteristik akuifer, serta ketersediaan airtanah yang terdapat di
daerah penelitian, dicoba untuk mengetahui hidrostratigrafi dan ketersediaan airtanah
di Kecamatan Sedayu dengan penelitian yang berjudul: Stratigrafi Akuifer dan
Ketersediaan Airtanah Bebas di dataran Fluvio Volkanik Merapi Muda
Wilayah Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :
1) Mengetahui kondisi stratigrafi akuifer dan karakteristik akuifer di
daerah penelitian.
2) Menganalisis ketersediaan airtanah bebas di daerah penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan. Khususnya pada ilmu pengetahuan geografi lingkungan, tentang
stratigrafi akuifer dan ketersediaan airtanah. Selain itu, hasil penelitian ini dapat
digunakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai airtanah serta dapat
sebagai masukan dan pertimbangan rencana penyusunan pemanfaatan airtanah.
Pertimbangan tersebut dapat diajukan pada instansi pemerintah setempat yang terkait
dalam upaya pengelolaan dan pengembangan sumberdaya airtanah di daerah
penelitian.

4



1.5. Tinjauan Pustaka
1.5.1 Tinjauan Teoritis
A. Akuifer dan Airtanah
Akuifer berkaitan dengan beberapa parameter. Hal yang berkaitan dengan
parameter akuifer yaitu meliputi airtanah, gerakan airtanah, fluktuasi muka
airtanah, specific yield, tebal akuifer, luas penampang akuifer, peta kontur
airtanah, dan arah aliran airtanah (Purnama, 2000).
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1977) airtanah adalah air yang
bergerak dalam tanah yang terdapat dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah
yang membentuk itu dan di dalam retak-retak atau celah-celah dari batuan,
dimana sebagian besar dari celah-celah batuan tersebut terisi oleh air dan sebagian
kecilnya terisi oleh udara. Airtanah tidak dijumpai di semua tempat karena pada
tempat satu dengan tempat yang lain memiliki kondisi batuan yang berbeda
sehingga keberadaan airtanah tergantung dari lapisan batuan yang dapat
menyimpan air yaitu akuifer. Akuifer merupakan suatu formasi batuan yang dapat
menyimpan dan melalukan air dalam jumlah yang banyak, seperti misalnya pasir
dan kerikil lepas yang dapat menyimpan dan melalukan air (Seyhan, 1990).
Pergerakan airtanah dapat dilihat berdasarkan gradien hidroliknyanya
sehingga airtanah akan mengalir kearah gradien tersebut. Gradien hidrolik arah
pergerakan airtanah dapat dilihat berdasarkan peta tinggi muka airtanah yang
memuat peta kontur muka airtanah (Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Menurut
Lange, Ivanova, dan Lebedeva (1991) airtanah mengalir dengan pergerakan jauh
lebih lambat dibandingkan dengan air permukaan karena airtanah mengalir dalam
rongga-rongga batuan, dimana kecepatan gerakan airtanah rata-rata sebesar 0,5 -
1 m per hari.
Menurut Suyono (2004), berdasarkan kemampuan batuan dalam
menyimpan dan meloloskan air, dikenal adanya empat jenis formasi batuan yaitu:
1) Akuifer (aquifer)
Akuifer adalah lapisan batuan yang dapat menyimpan atau membawa air
serta dapat mengalirkannya dalam jumlah yang cukup berarti. Batuan dari
akuifer ini bersifat permeabel sehingga dapat ditembus oleh air, Contoh dari
5



akuifer adalah pasir, kerikil, batupasir yang retak-retak dan batu gamping
yang berlubang-lubang, lava yang retak-retak.
2) Akuiklud (aquiclude)
Akuiklud adalah lapisan batuan yang dapat menyimpan air, meskipun dapat
menyimpan air akan tetapi lapisan batuan ini tidak dapat meloloskan air
dalam jumlah yang berarti. Batuan ini bersifat impermeabel. Contohnya yaitu
lempung, serpih, tuf halus, dan lanau.
3) Akuitard (aquitard)
Akuitard adalah lapisan atau formasi batuan yang dapat menyimpan air tetapi
hanya dapat meloloskan air dalam jumlah terbatas. Contohnya yaitu pasir
lempungan, batupasir lempungan, lempung pasiran, juga tampak pada
rembesan atau kebocoran.
4) Akuifug (aquifuge)
Akuifug adalah lapisan atau formasi batuan yang tidak dapat menyimpan
maupun meloloskan air. Sifat batuan ini adalah impermeabel sehingga tidak
dapat ditembus oleh air. Contohnya adalah granit dan batuan yang kompak
dan padat.
Berdasarkan muka airtanahnya akuifer dibedakan menjadi dua yaitu
akuifer bebas (unconfined aquifer) dan akuifer tertekan (confined aquifer).
Akuifer bebas adalah akuifer yang terbentuk apabila tinggi muka airtanah (water
table) menjadi batas atas yang terletak pada lapisan tanah jenuh. Akuifer tertekan
atau biasa disebut dengan akuifer artesis. Akuifer artesis adalah akuifer yang
terbentuk apabila airtanah dibatasi oleh lapisan kedap air di bagian atas dan dan
mempunyai tekanan lebih besar dibandingkan dengan tekanan udara. Ilustrasi
mengenai akuifer bebas dan akuifer tertekan dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar tersebut juga menunjukan apabila dilakukan pengeboran sumur sampai
menembus akuifer tertekan, maka air akan memancar ke permukaan tanah.
(Asdak, 1995). Akuifer bebas biasanya memiliki kedalaman airtanah yang
dangkal yaitu kurang dari 40 meter. Tinggi permukaan aitanah dan kemiringannya
bervariasi, sedangkan fluktuasi muka airtanah berhubungan erat dengan volume
air dalam akuifer, sehingga apabila terjadi penurunan atau penambahan volume
6



airtanah maka akan terjadi fluktuasi. Pada akuifer bebas dapat ditemukan adanya
akuifer menggantung (perched aquifer), akuifer menggantung ini terjadi akibat
terpisahnya airtanah dari tubuh airtanah utama oleh suatu formasi batuan yang
kedap air (lapisan impermeabel) seperti pada batuan-bartuan endapan (Kodoatie,
1996).


Gambar 1.1. Akuifer bebas dan akuifer tertekan ( Soetrisno, 1999).

B. Stratigrafi
Menurut Katili (1959) stratigrafi adalah susunan pengendapan lapisan
sepanjang waktu. Batuan beku akan terpengaruh oleh kondisi lingkungan fisik
seperti iklim, selanjutnya batuan beku menjadi lapuk dan hancur dan sebagian
dapat larut dalam air. Prosesnya terdiri dari pelapukan, pengikisan, pengangkutan
dan pengendapan. Selama proses tersebut bahan yang lebih kasar dan lebih berat
akan diendapkan lebih dekat dengan tempat asalnya dibandingkan dengan bahan
yang lebih halus dan ringan. Perlapisan batuan dapat disebabkan oleh beberapa
sebab, yaitu:
1) Perubahan-perubahan dalam keadaan iklim (curah hujan akan
mempengaruhi proses pengendapan, pengikisan, dan pengangkutan).
2) Perubahan dalam daya angkut air (berhubungan dengan curah hujan, arus
pasang, dan aliran angin), yang berpengaruh terhadap persebaran antara
endapan kasar dan yang lebih halus.
7



3) Perubahan tinggi muka airlaut. Jika tinggi muka airlaut naik, maka
keadaan seimbang tidak akan terjadi, sehingga pengendapan akan terjadi
lagi.
4) Pengaruh-pengaruh unsur-unsur kimia. Garam-garam dan suspensi koloid
akan menyebabkan perlapisan.
5) Gerak naik (pengangkatan) di daerah yang terdapat erosi. Pengangkatan
akan mempengaruhi pengikisan (erosi), daya angkut sungai-sungai yang
mengikis dan sifat batuan yang diendapkan.
6) Perlapisan karena jasad organik (Katili, 1959).
Cara yang digunakan untuk mengetahui perlapisan batuan yaitu dengan
metode geofisika. Salah satu dari metode geofisika yang digunakan untuk
mengetahui perlapisan batuan secara vertikal yang tidak dapat dilihat dari
permukaan bumi adalah geolistrik. Metode ini memanfaatkan sifat konduktivitas
listrik yang dimiliki oleh batuan sehingga berdasdarkan nilai hambat jenis yang
dimiliki oleh batuan maka dapat diketahui perbedaan lapisan batuannya (Zohdy,
1989 dalam Santosa dan Adji, 2006). Survei geolistrik adalah suatu metode
geofisika yang dapat digunakan untuk menduga kondisi di bawah permukaan pada
suatu wilayah. Dasar analisisnya yaitu dengan menginterpretasi nilai resistivity
(tanahan jenis) tiap perlapisan batuan setelah dengan alat geolistrik dialirkan arus
listrik menembus perlapisan bumi sampai pada kedalaman yang diinginkan.
Pengukuran akan dilakukan dengan konfigurasi Schlumberger. Konfigurasi
Schlumberger menggunakan 4 elektroda, masing-masing 2 elektroda arus dan 2
elektroda potensial (Zubaidah dan Kanata 2008). Pola aliran arus pada pendugaan
geolistrik dapat dilihat pada Gambar 1.2. Pendugaan geolistrik konfigurasi
Schlumberger ini dilakukan untuk mengetahui lapisan-lapisan batuan kearah
vertikal. Kedalaman pendugaan mempunyai korelasi positif dengan jarak rentang
elektrodanya, sehingga semakin panjang rentangan elektrodanya maka akan
semakin dalam (secara vertikal) hasil perlapisan batuan yang akan diperoleh
(Santosa, 2008).
Berdasarkan perolehan nilai resistivity dari perlapisan batuan pada
pendugaan geolistrik maka akan dapat dibuat model penampang stratigrafi
8



batuannya. Berdasarkan stratigrafi batuannya maka akan diketahui material batuan
yang dapat menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang besar (akuifer),
sehingga akan diketahui juga karakteristik akuifer berdasarkan jenis materialnya.
Karakteristik akuifer tersebut diantaranya jenis material, tebal akuifer, kesarangan
(porositas), hasil jenis (specific yield), dan hydraulic conductivity atau sering
disebut juga permeabilitas (kelolosan) (Todd, 1980).


Gambar 1.2 Pola Aliran Arus Pada Elektroda Arus dan Elektroda Potensial
(Bahri, 2005 dalam Zubaidah dan Kanata, 2008)

Menurut Santosa dan Adji (2006) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi nilai tahanan jenis batuan atau formasi batuan, yaitu:
1) Kandungan elektrolit air dalam pori-pori batuan. Suatu batuan akan
memiliki nilai tahanan jenis yang kecil apabila mampu menghantarkan
arus listrik, demikian pula sebaliknya.
2) Prosentase kandungan air pada pori-pori batuan. Kandungan air akan
memperkecil nilai tahanan jenis, hal tersebut karena arus listrik akan
mudah dihantarkan pada media air. Pada perlapisan batuan yang
menyimpan air, nilai tahanan jenisnya akan lebih kecil dibandingkan
dengan formasi batuan yang tidak jenuh air.
3) Keadaan penyebaran air dalam batuan. Semakin besar pori-pori ataupun
ruang antar butir batuan, maka nilai tahanan jenis akan semakin besar.

9



Setiap material batuan memiliki nilai tahanan jenis (resistivity) yang
berbeda-beda. Seperti batu pasir (sandstone) memiliki nilai resistivity sebesar 200
- 8.000 ohm-meter. Pasir memiliki nilai resistivity sebesar 1 - 1.000 ohm-meter.
Lempung memiliki nilai resistivitas 1 - 100 ohm-meter. Airtanah memiliki nilai
resistivitas 0,5 - 300 ohm-meter. Air asin memiliki nilai resistivitas 0,2 ohm-
meter. Kerikil kering memiliki nilai resistivitas 600 - 10.000 ohm-meter. Aluvium
memiliki nilai resistivitas 10 - 800 ohm-meter. Dan kerikil memiliki nilai
resistivitas sebesar 100 - 600 ohm-meter. Nilai resistivitas material berdasarkan
Telford dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Nilai resistivitas sebagian material-material bumi
Material Resistivity (Ohm-meter)
Air (Udara) 0
Sandstone (batu Pasir) 200 8.000
Sand (Pasir) 1 1.000
Clay (Lempung) 1 100
Groundwater (Airtanah) 0,5 300
Sea Water (Air Asin) 0,2
Dry Gravel (Kerikil Kering) 600 10.000
Alluvium (Aluvium) 10 800
Gravel (Kerikil) 100 600
Sumber : Telford, 1990 dalam Zubaidah dan Kanata 2008

Batuan beku dan metamorfik seperti granit, basalt, slate, marbel, dan
kuarsit memiliki nilai resistivity berbeda. Granit memiliki nilai resistivity sebesar
5 x 10
3
- 10
6
ohm-meter, basalt memiliki nilai resistivity sebesar

10
3
- 10
6
ohm-
meter, slate memiliki nilai resistivity sebesar 6 x 10
2
- 4 x 10
7
ohm-meter, marbel
memiliki nilai resistivity sebesar 10
2
- 2.5 x 10
8
ohm-meter, dan kuarsit memiliki
nilai resistivity sebesar 10
2
- 2 x 10
8

ohm-meter. Perbedaan nilai resistivitas
batuan dapat dilihat pada Tabel 1.2.


10



Tabel 1.2. Nilai Kisaran tahanan Jenis pada Beberapa Kondisi Batuan
Material batuan Nilai Resistivity (Ohm-meter)
Batuan Beku dan Metamorfik
- Granit
- Basalt
- Slate
- Marbel
- Kuarsit

Batuan Sedimen
- Batu pasir
- Serpih
- Batu gamping

Tanah dan Air
- Lempung
- Aluvium
- Airtawar
- Air laut

Kandungan Kimia
- Iron
- 0.01 M Potasium Chloride
- 0.01 M Sodium Chloride
- 0.01 M Acetic Acid
- Xylene

5 x 10
3
- 10
10
6
3
- 10
6 x 10
6
2
- 4 x 10
10
7
2
- 2,5 x 10
10
8
2
- 2 x 10

8

8 - 4 x 10
20 - 2 x 10
3
50 - 4 x 10
3

2

1 - 100
10 - 800
10 - 100
0,2


9,074 x 10
0,708
-8
0,843
6,13
6,998 x 10
6
Sumber : Loke, 2000

C. Ketersediaan Airtanah Bebas
Hal-hal yang mempengaruhi ketersediaan airtanah, diantaranya yaitu besar
kecilnya curah hujan, banyak sedikitnya vegetasi, kemiringan lereng serta derajat
porositas dan permeabilitas batuan penyusunnya. Selain oleh faktor-faktor alami,
besar kecilnya ketersediaan airtanah juga sangat tergantung dari aktivitas manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang memerlukan air (Purnama,
Kurniawan dan Sudaryatno, 2006). Besarnya airtanah yang dapat disimpan dalam
suatu akuifer dapat diketahui berdasarkan karakteristik akuifernya, yang meliputi
tebal akuifer, kesarangan (porositas), hasil jenis (specific yield), dan hydraulic
conductivity atau sering disebut juga permeabilitas (kelolosan) (Todd, 1980).
Hasil jenis (specific yield) atau kesarangan efektif adalah rasio antara air yang
dapat dipompa dengan volume tanah atau batuan (Adji, 2008).
11



Porositas tanah atau batuan yang lebih besar tidak selalu sebanding dengan
permeabilitas yang lebih baik. Pada material lempung, meskipun memiliki
porositas yang sangat besar akan tetapi memiliki permeabilitas yang sangat sangat
kecil karena ruang-ruang antar butirnya sangat kecil. Porositas adalah kadar ruang
antara butir-butir tanah atau batuan yang membentuk lapisan-lapisan
(Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Untuk mengetahui bagaimana perbandingan
antara ukuran butir dengan kecepatan aliran dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Menurut Todd (1980) berdasarkan proses terbentuknya porositas
dibedakan menjadi dua tipe yaitu porositas primer dan sekunder. Porositas primer
terbentuk berdasarkan bentuk asli dari proses geologi yang membentuk batuan,
seperti pada batuan beku dan batuan sedimen. Sedangkan porositas sekunder
merupakan porositas yang terbentuk setelah batuan terbentuk, seperti rekahan
pada batuan dan proses solusional. Porositas pada batuan dapat dilihat pada
Gambar 1.3.








Gambar 1.3. Porositas pada Batuan (Todd, 1980).

Menurut Lange, Ivanova, dan Lebedeva (1991) permeabilitas merupakan
kemampuan lapisan tanah atau batuan untuk menyerap air. Jika pori-pori dan
lubang yang terdapat dalam batuan saling berhubungan, dan apabila terdapat
Keterangan :
a. Sedimen sortasi bagus, porositas besar
b. Sortasi tidak bagus, porositas kecil
c. Sortasi sedimen bagus, terisi oleh endapan yang porus, secara keseluruhan
porositas bagus
d. Sortasi sedimen bagus tetapi porositas berkurang karena deposit mineral yang
tidak porus pada pori-pori
e. Porositas tinggi karena proses solusional
f. Porositas karena rekahan
12



kemiringan atau hydrostatic head, air dapat bergerak dalam lapisan tanah dan batu
dari suatu pori atau lubang lainnya sehingga airtanah akan mengalir.

Tabel 1.3. Kecepatan Airtanah
Karakteristik tanah
dalam akuifer
Ukuran Butir
(mm)
Kecepatan rata-rata aliran
(m/hari)
Gradien hidrolik
1%
Gradien hidrolik
100%
Silt, pasir halus 0,005 0,25 0,02 2,0
Pasir sedang 0,25 0,5 0,35 35,0
Pasir kasar, kerikil
halus
0,5 2,0 1,92 192,0
Kerikil 2,0 10,0 9,09 909,0
Kecepatan
maksimum dalam
kerilil
18,5
(ukuran butir
efektif)
33,33 3.333,0
Sumber : Sosrodarsono dan Takeda, 1977
Menurut Santosa dan Adji (2006) keterdapatan airtanah sangat berkaitan
dengan karakteristik akuifer penyusunnya. Untuk mengetahui keterdapatan
airtanah disuatu wilayah perlu diketahui terlebih dahulu arah aliran airtanahnya
(flownet) yang menuju ke cekungan airtanah (groundwater basin). Pada daerah
tersebut ketersediaan airtanahnya tinggi, walaupun terkadang muka airtanah
(water table) lebih dalam dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Sehingga
merupakan suatu ledokan yang tersusun atas material aluvium atau koluvium dan
berasosiasi dengan daerah genangan air.

D. Bentuklahan
Ketersediaan airtanah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik seperti
geologi, geomorfologi, tanah, topografi, vegetasi dan lain-lain, disamping
ditentukan oleh kondisi klimatologi khususnya curah hujan. Ketersediaan
airtanah, sifat dan distribusi air di suatu wilayah akan mengikuti daur hidrologi,
yaitu gambaran proses perjalanan air, air di alam mengadakan sirkulasi dan
transportasi. Lintasan ini memasuki 3 komponen sistem bumi yaitu atmosfer,
hidrosfer, dan litosfer, bahkan mempengaruhi dan dipengaruhi biosfer dan
perjalanan air tersebut akan terus berlangsung (Martopo, 2000).
13



Bentuklahan merupakan suatu objek dari geomorfologi. Geomorfologi
sendiri merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan baik yang berada di atas
permukaan atau yang berada di bawah permukaan laut, berdasarkan genesa dan
bagaimana perkembangannya serta kaitannya dengan konsep kelingkungan dan
material penyusunnya (Verstapen, 1977). Bentuklahan (landform) adalah
bentukan pada permukaan bumi yang terbentuk oleh proses-proses geomorfologis.
Proses-proses geomorfologis tersebut menyangkut semua perubahan fisis maupun
khemis yang terjadi di permukaan bumi, oleh tenaga-tenaga geomorfologis yaitu
tenaga yang ditimbulkan oleh tenaga-tenaga endogen (Sunardi, 1985).
Menurut Zuidam (1983) dalam Riesdiyanto (2009) terdapat empat aspek
utama dalam geomorfologi. Keempat aspek tersebut yaitu, morfologi,
morfogenesa, morfokronologi, dan morfoasosiasi. Morfologi merupakan aspek
geomorfologi mengenai kondisi bentuklahan. Morfologi meliputi morfografi yaitu
bentuklahan berdasarkan reliefnya secara umum seperti dataran, perbukitan, dan
pegunungan, serta morfometri yaitu aspek yang menyatakan deskripsi dari
bentuklahan seperti morfometri lereng (kecuraman). Morfogenesa merupakan
aspek geomorfologi mengenai proses yang menyebabkan terjadinya bentuklahan
dan proses yang menyebabkan terjadinya perubahan pada bentuklahan. Aspek
morfogenesa meliputi morfokronologi dan morfoasosiasi (morfoaransemen).
Morfokronologi merupakan aspek geomorfologi yang mendeskripsikan mengenai
evolusi atau perkembangan dari bentuklahan serta mengetahui hubungan antara
umur relatif dan absolut pada suatu bentuklahan dengan proses pembentuknya.
Morfoasosiasi (morfoaransemen) merupakan aspek geomorfologi yang
menjelaskan tentang hubungan antara bentuklahan satu dengan yang lainnya
dalam konteks keruangan serta memberikan gambaran mengenai asal mula
terjadinya bentuklahan dan struktur perlapisan bawah permukaannya. Secara
umum pada daerah penelitian terdapat tiga proses bentuklahan utama yaitu
bentuklahan struktural, denudasional, dan fluvial.
Bentuklahan asal proses struktural adalah bentuklahan yang berhubungan
dengan perlapisan batuan sedimen yang berbeda ketahanannya terhadap erosi
(Handoyoputro, 1999). Bentuk-bentuk struktural dipengaruhi oleh proses-proses
14



eksogen dari berbagai tipe. Selanjutnya apabila bentuk-bentuk strukturalnya tidak
dapat bertahan lebih lama maka akan membentuk bentuklahan denudasional
(Sunardi, 1985).
Menurut Haryono (2003) bentuklahan denudasional biasanya terdapat
pada daerah yang sangat luas terutama pada daerah-daerah berbatuan lunak
dengan kondisi iklim basah. Bentuklahan asal proses denudasional adalah
bentuklahan yang prosesnya akan menurunkan bagian permukaan bumi yang
positif hingga mencapai bentuk permukaan bumi yang hampir menjadi dataran
nyaris. Proses bentuklahan denudasi meliputi dua proses utama yaitu pelapukan
dan perpindahan material yang berasal dari lereng atas ke lereng bawah yang
diakibatkan oleh proses erosi dan gerak massa batuan.
Bentuklahan asal proses fluvial adalah semua bentuklahan yang terjadi
akibat adanya proses aliran air baik yang terkonsentrasi berupa aliran sungai,
maupun yang tidak terkonsentrasi seperti pada aliran permukaan (Widiyanto dan
Hadmoko, 2003). Akibat adanya aliran air tersebut maka terjadi proses erosi,
transportasi, dan sedimentasi. Bentuklahan terakhir yaitu bentuklahan fluvio-
volkanik. Bentuklahan fluvio-volkanik merupakan bentuklahan yang berasal dari
proses volkanik dengan volkan-volkan aktif pada daerah tropis dengan curah
hujan yang tinggi, dimana deposit material dari gunungapi mengendap di
sepanjang aliran sungai dan dataran banjir (Sunardi, 1985).
Kondisi geomorfologis akan menentukan struktur dan ukuran batuan hasil
proses sedimentasi yang akan membentuk stratigrafi akuifer tertentu yang akan
menentukan keterdapatan dan karakteristik airtanahnya. Sehingga terdapat
pengaruh kuat antara genesis dan bentuklahan terhadap proses pembentukan
akuifer (hidrostratigrafi) pada suatu daerah (Santosa, 2009).
Karakteristik dan agihan airtanah dapat dipelajari berdasarkan formasi dan
stratigrafi batuan. Atas dasar formasi dan stratigrafi batuan, maka dapat diketahui
variasi litologi penyusun pada masing-masing stratigrafi, struktur dan arah
perlapisan batuan (Todd, 1980 dan Sutikno, 1992 dalam Santosa, 2009).
Aspek-aspek penting penyusun bentuklahan akan berpengaruh terhadap
karakteristik airtanah, dimana relief yang titunjukan oleh permukaan bumi yang
15



dikontrol oleh struktur di bawahnya akan berpengaruh terhadap tipe dan ketebalan
akuifer, serta arah pergerakan airtanahnya khususnya airtanah bebas
(Sutikno,1992).
Menurut Santosa (2009), genesis dan dinamika bentuklahan akan
berpengaruh terhadap pembentukan akuifer, dinamika dan perubahan karakteristik
airtanah ditunjukan oleh hidrostratigrafi. genesis menunjukan sejarah
pembentukan bentanglahan di suatu daerah karena tenaga endogen yang bersifat
konstruksional. Dinamika bentuklahan dalam waktu yang sangat lama akan
berpengaruh terhadap proses pembentukan akuifer yang ditentukan berdasarkan
hidrostratigrafi.

1.5.2 Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penulis yang dapat
dipakai sebagai pembanding dengan rencana penelitian, dapat disajikan dalam
Tabel 1.4.
Tabel 1.4. Penelitian Sebelumnya
Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
1. Sucahya, 1999. Judul : Hidrostratigrafi dan Sebaran Akuifer di Kabupaten Rembang Jawa
Tengah
- Mempelajari
hidrostratigrafi dan
sebaran akuifer di
daerah penelitian
- membuat peta
keterdapatan airtanah
yang baik untuk di
konsumsi di daerah
penelitian.
- Penentuan sumur
dilakukan secara
acak dari barat ke
timur dilihat
berdasarkan garis
pantainya.
- Analisa stratistik
yang digunakan
adalah analisa
distribusiGauss/Nor
mal. Sehingga data
keadaan lapisan
batuan yang
mengandung
airtanah dapat
diketahui.
- Model hidrostratigrafi yang dibuat
menggunakan hasil
analisakedalaman sumur, litilogi
regional, dan hidrogeokimia
airtanah yang menunjukan dataran
alluvial pantai terdapat beberapa
kelompok akuifer yaitu : akuifer
bebas pada kedalaman 20 m, dan
kelompok akuifer tertekan pada
kedalaman di bawah 100 m.
- Airtanah bebas kebanyakan
disadab melalui sumur gali dan
sumur pantek dangkal.
- Airtanah yang baik untuk
dikonsumsi, kecuali pada daerah
Rembang kota, Kaliori, dan
Lasem.
2. Yuhdiyanto, 2007. Judul : Ketersediaan Airtanah Bebas untuk Kebutuhan Domestik dan Irigasi
di Dataran Kaki Volkan Merapi Muda dan Lereng kaki Perbukitan Baturagung Kecamatan
Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
- Menganalisis
karakteristik akuifer
- Menghitung
- Metode
Schlumberger
analisa model
- Ketersediaan airtanah 242.025893
m3/ tahun.
- Kebutuhan irigasi sebesar
16



ketersediaan airtanah
dan hasil aman
penurapan airtanah
- Menganalisis
kebutuhan airtanah
untuk kebutuhan
domestik dan irigasi
hidrostratigrafi
resistivity penyusun
batuan akuifer.
- Metode anlisis
kuantitatif spesific
yield
- Metode model 2
dimensi three point
problem dalam
pembuatan flownets.
445.465,66 m3/ tahun, sedangkan
kebutuhan domestik sebesar
6.628451,76 m3/ tahun.
Muhdiya, 2008. Judul : Stratigrafi Akuifer di Antara Sungai Progo dan Sungai Kayangan,
Kabupaten Kulon Progo, dengan Menggunakan Metode Geolistrik.
- Mengetahui stratigrafi
akuifer pada daerah
penelitian, secara
vertical dan horizontal
- Mengetahui distribusi
airtanah yang baik pada
daerah penelitian
berdasarkan kondisi
akuifernya.

- Penentuan lokasi
sumur dilakukan
dengan cara
systematic sampling,
melalui pembuatan
grid pada peta
daerah penelitian.
- Penentuan titik
pendugaan geolistrik
dilakukan dengan
metode purposive
sampling,
berdasarkan
pertimbangan-
pertimbangan
tertentu.
- Penentuan
responden dilakukan
dengan metode
purposive sampling.
- Daerah penelitian memiliki
stratigrafi akuifer yang secara
umum tersusun atas material
alluvium seperti lempung, pasir,
dan sedikit kerikil.
- Daerah penelitian memiliki
ketebalan akuifer antara 80-100
meter, dengan nilai resistivity
potensial airtanah sekitr 9-13 m
- Daerah penelitian yang memiliki
airtanah dengan potensi yang baik
terdapat pada Desa Kembang
bagian Barat, Utara dan Timur,
Desa Jatisarono bagian tengah, dan
Desa Wijimulyo secara
keseluruhan.
Santosa dan Adji, 2006. Judul : Survey Geolistrik untuk Penentuan Lokasi Sumur Produksi di
Kelurahan Bener Kecamatan Tegalrejo Yogyakarta
- Memperoleh informasi
tentang sistem dan
karakteristik akuifer di
wilayah kajian
- Mengetahui potensi
relatif airtanahnya
sebagai sumber air
bersih di wilayah kajian
- Survei data primer
dengan cara
systematic maupun
purposive sampling,
antara lain pada
kegiatan pengukuran
sifat fisik airtanah,
plotting posisi titik
pengukuran, dan
pendugaan geolistrik
- Survei data
sekunder tentang
penelitian-penelitian
terdahulu, serta
uraian keadaan
wilayahpada
berbagai instansi
terkait seperti :
PDAM, Dinas
Pertambangan,
Badan Pengendalian
- terdapat satu sistem akuifer bebas
di wilayah kajian, yang merupakan
bagian dari Sistem Akuifer
Merapi, berupa akuifer produktif
dengan kandungan airtanah tawar
dan penyebaran luas, dijumpai
rata-rata mulai kedalaman 15
meter hingga >100 meter.
- Di wilayah kajian, sistem akuifer
tersusun atas 3 sistem perlapisan,
yaitu lapisan tanah atas atau tanah
olahan dengan pori-pori berisi
lengas tanah (soil moisture),
lapisan kedua menunjukan variasi
venomena antara daerah yang jauh
dari sungai dengan yang dekat
sungai, lapisan ketiga berupa
lapisan yang jenuh airtanah
(saturated zone) dengan
produktivitas tinggi.
- Kondisi akuifer di wilayah kajian
17



Dampak
Lingkungan, dan
sebagainya.
memiliki beberapa karakteristik
yaitu, material penyusun akuifer
barupa material piroklastik, nilai
rerata permeabilitas (K) sebesar
8,5 meter/hari, beda kemiringan
muka airtanah (I) yang dihuitung
berdasarkan kerapatan kontur
sejauh 50 meter yaitu sebesar
0,302. luas penampang akuifer
efektif (A) sebesar 2500 m
2
, dan
debit aliran airtanahnya sebesar
6417,5 m
3
- Kualitas airtanah pada sumur-
sumur penduduk di lokasi rencana
sumur produksi baik.
/hari.
Santosa dan Adji, 2006. Judul : Penyidikan Potensi Airtanah Cekungan Airtanah Sleman -
Yogyakarta di Kabupaten Bantul
- Memperoleh informasi
mengenai karakteristik
akuifer dan potensi
airtanah di daerah
penelitian
- Sebagai acuan atau
pedoman bagi
pengelolaan dan
optimalisasi
pengambilan airtanah
melalui penatagunaan
airtanah yang
berasaskan pada
kemanfaatan,
kesinambungan, dan
pelestarian airtanah.
- Pengukuran dan
pengumpulan data
primer dilakukan
secara systematic
sampling maupun
purposive sampling,
yaitu dengan
mempertimbangkan
variasi dan luasan
area satuan
geomorfologi,
geologi, dan
karakteristik
airtanah di wilayah
kajian.
- Secara fisiografis, wilayah kajian
dapat dikelompokan dalam 7
satuan geomorfologi utama, yaitu :
dataran Kaki Gunungapi Merapi
Muda, Dataran Fluvio Gunungapi
Merapi Muda, dataran
Fluviomarin, Kompleks Beting
Gisik dan Gumuk Pasir,
Perbukitan Struktural Baturagung,
Perbukitan Karst Wonosari, dan
Perbukitan Struktural Sentolo.
- Berdasarkan hidrostratigrafi pada
Graben Bantul didominasi oleh
tipe akuifer bebas (unconfined
aquifer) dengan ketebalan
mencapai 150 meter.
- Wilayah kajian dapat
dikelompokan dalam 3 sub sistem
akuifer yang lebih spesifik, yaitu :
sub Sistem Akuifer Fluvio Volkan,
sub Sistem Akuifer Kompleks
Beting Gisik dan Gumuk Pasir,
dan sub Sistem Akuifer Lembah
antar Perbukitan.

1.6 Kerangka Teori
Ketersediaan airtanah bebas dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik
seperti iklim, geologi, geomorfologi, hidrologi, vegetasi dan penggunaan lahan.
Faktor iklim terutama curah hujan akan mempengaruhi pengisian airtanah sebagai
sumber utama. Faktor geologi dan geomorfologi akan berpengaruh pada material
batuan penyusun akuifer. Faktor hidrologi khususnya air permukaan juga akan
mempengaruhi asupan airtanah. Faktor vegatasi dan penggunaan lahan akan
18



berpengaruh pada air hujan yang jatuh ke permukaan tanah, sebagian akan
terinfiltrasi ke dalam tanah, terintersepsi pada vegetasi dan sebagian lagi akan
menjadi aliran permukaan (overland flow). Faktor lingkungan fisik yang
mempengaruhi ketersediaan airtanah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu
faktor geologis terutama formasi batuan dan faktor geomorfologis terutama
bentuklahan. Daerah penelitian memiliki formasi batuan berupa Formasi Sentolo,
Endapan Gunungapi Merapi Muda dan Aluvium. Bentuklahan yang terdapat di
daerah penelitian yaitu asal proses fluvial, struktural, denudasional, dan fluvio-
volkanik. Berdasarkan perbedaan formasi geologis dan bentuklahannya
diharapkan dapat diketahui bagaimana karakteristik akuifernya. Faktor geologi
dan geomorfologi akan berpengaruh terhadap airtanah pada daerah penelitian.
Setiap material batuan memiliki nilai tahanan jenis atau resistivity yang
berbeda, sehingga dapat diketahui bagaimana kenampakan stratigrafi batuannya.
Stratigrafi merupakan suatu pengendapan batuan sepanjang waktu, sehingga dapat
diketahui bagaimana material di daerah tersebut apakah mampu menyimpan air
atau tidak. Stratigrafi tersebut dapat dilihat berdasarkan model hidrostratigrafi.
Model hidrostratigrafi sendiri dibuat untuk menggambarkan stratum atau susunan
geologis dari batuan penyusun akuifer yang terdapat informasi mengenai
karakteristik airtanah seperti, jenis material batuan, tebal akuifer, porositas,
hydraulic conductivity (permeabilitas), dan specific yield. Skema kerangka
pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.4.








19


























Gambar 1.4. Diagram Alir Kerangka Pemikiran




Struktural
Vertikal resistivity

Hidrostratigrafi Akuifer
Karakteristik Akuifer :
- Jenis material
- Tebal akuifer
- Porositas
- Permeabilitas
- Hydraulic
conductivity
Denudasional
Fluvial
Formasi batuan Bentuklahan Utama
Formasi Sentolo
Endapan Volkanik
Merapi Muda
Aluvium
Ketersediaan Airtanah bebas



Fluvio-
volkanik
20



BAB II
METODE PENELITIAN

2.1 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi :
1) Peta Geologi Lembar Yogyakarta skala 1 : 100.000 terbitan Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi tahun 1995
2) Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) digital Lembar Wates dan Yogyakarta
tahun 1999 skala 1 : 25.000
3) PODES Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2008
4) Data bor terdekat di sekitar daerah penelitian
5) Global Posisioning System (GPS) untuk menentukan titik posisi
pengukuran
6) Seperangkat peralatan geolistrik untuk mengetahui tahanan jenis
perlapisan batuan
7) Pita ukur untuk mengukur jarak di lapangan
8) Seperangkat alat uji pompa untuk pumping test metode slug test
9) Seperangkat computer analisis data (Microsoft office, IPI2win Ver. 2.1
software, Arc View 3.3 software).

2.2 Cara Penelitian
2.2.1. Pemilihan Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan pada bentuklahan Dataran Fluvio Volkanik Merapi
Muda yang terletak secara administrasi pada Kecamatan Sedayu, Kabupaten
Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah tersebut dipilih karena
sebagian besar daerahnya merupakan Dataran Fluvio Volkanik Merapi Muda, dan
terdapat Perbukitan Sentolo didekatnya. Sehingga diharapkan dapat diketahui
bagaimana perbedaan karakteristik akuifernya berdasarkan model stratigrafi
akuifer yang akan dikaji.


21



2.2.2. Data yang Dikumpulkan
A. Data Primer
Data primer yang dikumpulkann melalui penelitian langsung di lapangan.
Data yang akan dikumpulkan meliputi :
1) Data resistivity atau nilai tahanan jenis batuan. Data ini diperoleh
berdasarkan metode geolistrik dengan aturan Schlumberger. Data ini akan
digunakan untuk mengetahui perlapisan batuan penyusun akuifer serta
mengetahui tebal akuifernya.
2) Data kedalaman muka airtanah. Data ini diambil dari nilai ketinggian
muka airtanah pada sumur. Data yang akan diukur meliputi: data tinggi
muka airtanah, kedalaman sumur, dan fluktuasi tinggi muka airtanah.
3) Nilai residual drawdown. Data ini diperoleh berdasarkan uji pompa untuk
mendapatkan nilai K (permeabilitas) dengan metode slug test.

B. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh bukan berdasarkan
pengukuran langsung di lapangan melainkan diperoleh dari instansi-instansi
tertentu yang terkait dengan objek yang akan diteliti. Data sekunder yang
dibutuhkan meliputi :
1) Data curah hujan
2) Data topografi
3) Data geologi
4) Data bor yang digunakan untuk membantu analisis stratigrafi batuan.

2.2.3 Cara Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode survei. Peneliti melakukan observasi
langsung di lapangan untuk mendapatkan data yang diperlukan seperti data
perlapisan batuan yang diperoleh berdasarkan pendugaan geolistrik, data fluktuasi
muka airtanah yang diperoleh dari pengukuran kedalaman muka airtanah, dan data
tahanan jenis batuan. Pengukuran yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu,
22



penentuan lokasi pengukuran kedalaman muka airtanah bebas, penentuan titik
pendugaan geolistrik, dan penentuan sumur untuk uji pompa (pumping test).

A. Penentuan Lokasi Pengukuran Kedalaman Muka Airtanah Bebas
Pengukuran kedalaman muka airtanah bebas yang dilakukan di daerah
penelitian akan dilakukan menggunakan metode systematic sampling. Caranya
yaitu dengan membuat grid pada peta daerah penelitian, kemudian dari satu grid
tersebut dibagi menjadi empat grid yang lebih kecil dengan jarak dilapangan
setiap jarak 250 meter dilakukan pengukuran kedalaman muka airtanahnya. Hal
tersebut dilakukan karena daerah penelitian relatif datar dan seragam. Pengukuran
kedalaman muka airtanah bebas ini dilakukan untuk memperoleh data tinggi muka
airtanah bebas. Tinggi muka airtanah bebas diperoleh dari hasil selisih tinggi
permukaan tanah (elevasi) dengan kedalaman muka airtanah bebas. Data tinggi
muka airtanah ini selanjutnya akan digunakan dalam pembutan flownets. Flownets
tersebut merupakan suatu peta yang berisikan kontur airtanah serta aliran airtanah
pada kondisi akuifer yang homogen dan isotropik. Flownets ini akan bermanfaat
untuk mengetahui bagaimana arah aliran airtanahnya.

B. Penentuan Titik Pendugaan Geolistrik
Penentuan titik pendugaan geolistrik di daerah penelitian akan dilakukan
dengan metode systematic sampling. Dimana pada metode ini penentuan titik
pendugaan geolistrik dilakukan berdasarkan arah aliran airtanah yang dapat dilihat
berdasarkan hasil peta pola aliran airtanah bebasnya. Pertimbangan dalam
menentukan lokasi pendugaan geolistrik dilapangan antara lain :
1) Permukaan lahan relatif datar dan terdapat lahan terbuka yang cukup luas
atau memanjang, dan memungkinkan untuk bentangan kabel-kabel
elektroda sejauh mungkin (untuk pendugaan 100-150 meter, maka
diperlukan lahan terbuka dengan jarak 200-300 meter)
2) Bentangan kabel-kabel elektroda seharusnya tegak lurus dengan arah
aliran airtanah, atau apabila kondisi permukaan datar dan seragam, maka
23



dapat dilakukan dengan arah yang fleksibel, karena kondisi airtanah relatif
lebih homogen
3) Tidak dianjurkan dilakukan di atas lahan yang basah atau tergenang air,
karena hasil pendugaan akan kacau dan tidak representatif, karena air
merupakan penghantar listrik yang baik
4) Tidak boleh dilakukan di bawah kabel arus tegangan tinggi (SUTET)
5) Tidak terpengaruh oleh medan listrik atau medan magnet apapun dengan
lokasi yang dekat
6) Tidak boleh dilakukan di atas lahan bekas penimbunan bahan-bahan
bangunan, sampah, atau bahan-bahan lainnya, dan
7) Tidak boleh melintas di atas sungai, jalan raya, rel kereta api, lapangan
udara, atau sistem transportasi lainnya (Santosa dan Adji, 2006).
Pendugaan geolistrik ini dilakukan dengan metode Schlumberger. Metode
ini digunakan untuk mengetahui kedalaman dan ketebalan lapisan batuan kearah
vertikal. Prinsip geolistrik ini dengan menancapkan 2 buah elektroda yaitu 2 buah
elektroda potensial (tembaga) dan dua buah elektroda arus (besi) yang
ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak elektroda sama pada satu garis lurus.
Jarak rentangan elektrodanya disesuaikan dengan kedalaman pengukuran yang
diinginkan sehingga memperoleh nilai resistivitas. Resistivitas ditentukan dari
nilai hambat jenis yang diperoleh dari pengukuran beda potensial antara elektroda
yang ditempatkan di dalam bawah permukaan (Broto dan Afifah, 2008).
Pengukuran suatu beda potensial antara dua elektroda dapat dilihat pada Gambar
2.1.

24






Gambar 2.1. Susunan Elektroda pada pendugaan geolistrik (Todd, 1980)

Jarak rentangan elektroda akan berbanding lurus dengan kedalaman
pendugaan lapisan batuannya, sehingga semakin jauh atau panjang rentangan
maka akan semakin dalam pendugaan perlapisan batuannya. Gambar 2.2
menjelaskan bahwa kedalaman yang akan dicapai akan sebanding dengan jarak
elektroda arus terhadap titik pusat pengukuran (1/2 L).







Keterangan : I Ampere meter P Elektroda potensial
V Volt meter L Jarak elektroda arus
C Elektroda arus a Jarak elektroda potensial
Gambar 2.2. Konfigurasi Metode Schlumberger (Todd, 1980)

C. Penentuan Lokasi Sumur untuk Uji Pompa (Pumping Test)
Penentuan sampel sumur untuk uji pompa (pumping test) pada daerah
penelitian dilakukan dengan metode proporsional sampling. Dimana penentuan
lokasi sumur untuk uji pompa dilakukan secara proporsional agar lokasinya dapat
merata sehingga sampel yang diambil harus dapat mewakili seluruh wilayah
kajian secara representatif. Uji pompa (pumping test) dilakukan untuk mengukur
25



nilai permeabilitas akuifer. Uji pompa (pumping test) yang akan dilakukan
menggunakan metode Shallow Dug Well Recovery Test (Slug Test). Slug test
tersebut merupakan analisis uji pompa dengan menggunakan data residual
drawdown. Sumur yang akan diukur harus disesuaikan dengan persyaratan
metode slug test. Pemilihan sumur dilapangan harus disesuaikan dengan
parameter-parameter yang disyaratkan metode Slug Test, yaitu (a) diameter sumur
lebih dari 50 cm; (b) tidak seluruh dinding sumur kedap air; dan (c) debit
pemompaan besar (Fetter, 1988). Jika sumur tidak memenuhi persyaratan
tersebut, maka uji pompa tidak dapan dilakukan. Data residual drawdown
diperoleh berdasarkan hasil uji pompa yang didapat dari pemompaan pada satu
sumur yang telah dipilih. Data tersebut merupakan kenaikan TMA setelah
dipompa. Data lain yang dibutuhkan yaitu data ketebalan zona jenuh dari muka air
sampai bagian kedap air (meter), ketinggian dinding sumur yang lulus air (meter),
jari-jari sumur bagian kedap air (meter), dan jari-jari sumur bagian lulus air
(meter).

2.2.4 Cara Analisis Data
A. Hidrostratigrafi dan Karakteristik Akuifer
1) Analisis geolistrik untuk mengetahui bagaimana stratigrafi atau perlapisan
batuan penyusun akuifer secara vertikal.
Analisis ini dilakukan pada data hasil pendugaan geolistrik. Data hasil
pendugaan geolistrik akan diolah menggunakan komputer dengan software
IP2Win, sehingga diperoleh model hidrostratigrafi. Model hidrostratigrafi
(hydrostratigraphy model) adalah suatu model yang dibuat untuk menggambarkan
stratum atau susunan geologis penyusun akuifer, sehingga dapat diketahui
informasi mengenai parameter akuifer (Todd, 1980). Berdasarkan hasil analisis
hidrostratigrafi maka akan diperoleh gambaran perlapisan akuifer berdasarkan
nilai resistivitas material penyusun akuifernya, dan dapat diketahui bagaimana
kedalaman atau ketebalan dari tiap lapisannya.


26



2) Analisis Data Bor
Analisis data bor ini dilakukan untuk membandingkan antara data hasil
perlapisan batuan yang diperoleh berdasarkan pendugaan geolistrik dengan data
bor yang telah ada sebelumnya. Data bor daerah penelitian diperoleh berdasarkan
data sekunder yang berasal dari Proyek Penyediaan Air Baku (P2AB).
3) Analisis Karakteristik Akuifer
Karakteristik akuifer tersebut diantaranya yaitu tebal akuifer, specific
yield, permeabilitas, serta mengetahui ketersediaan airtanah yang diketahui
melalui nilai debit dinamis (Darcys Law) dan berdasarkan nilai debit statis.

a) Tebal akuifer
Tebal akuifer diperoleh berdasarkan hasil analisis data resistivitas
(tahanan jenis) pada pendugaan geolistrik. Rumus yang digunakan untuk
menghitung nilai tahanan jenis () berdasarkan metode Schlumberger yaitu :

a
dengan :
= (V / I ) . C
C =

2
(

2
)
2

a
V
= tahan jenis bahan (ohm-meter)

I = arus yang dialirkan (ampere)
= rata-rata beda nilai tegangan potensial (volt)
C = konstanta Schlumberger
L = jarak elektroda arus (meter)
a = jarak antar elektroda potensial (meter)
A = luas permukaan (meter persegi)
(Todd, 1980).

b) Kedalaman Muka Airtanah
Kedalaman muka airtanah dilakukan dengan pertimbangan semakin
dalam muka airtanah di suatu daerah, maka akan semakin sulit untuk
27



menemukan airtanah bebas di daerah tersebut. Penilaian kedalaman muka
airtanah disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kedalaman Muka Airtanah
No. Kedalaman Muka
Airtanah
Kategori
1. < 2,5 m Airtanah dangkal
2. 2,6 - 7 m Airtanah sedang
3. 7,1 - 15 m Airtanah dalam
4. > 15 m Airtanah sangat
dalam
Sumber : Santosa dan Adji, 2006.


c) Fluktuasi Muka Airtanah
Nilai fluktuasi muka airtanah dapat digunakan untuk mengetahui
apakah di suatu daerah mengalami kesulitan dalam memperoleh airtanah
bebas. Semakin dalam fluktuasi muka airtanah di suatu daerah maka akan
semakin sulit diperoleh airtanah bebas di daerah tersebut. Pengkelasan
fluktuasi muka airtanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Fluktuasi Muka Airtanah
No. Fluktuasi Muka
Airtanah
Kategori
1. < 2 meter Fluktuasi rendah
2. 2,1-5,0 meter Fluktuasi sedang
3. 5,1-10 meter Fluktuasi tinggi
4. > 10,1 meter Fluktuasi sangat
tinggi
Sumber : Santosa dan Adji, 2006

B. Ketersediaan Airtanah Bebas
1) Analisis Pola Aliran Airtanah
Analisis pola aliran airtanah dapat diketahui berdasarkan arah gerakan
airtanahnya. Arah gerakan airtanah dapat diketahui melalui model 2-D (dua
dimensi) sistem aliran airtanah untuk mengetahui peta kontur airtanah dan arah
28



aliran airtanahnya. Peta kontur airtanah dan peta arah aliran airtanah diperoleh
berdasarkan pengukuran tinggi muka airtanah. Pembuatan peta arah aliran
airtanah dilakukan dengan metode three point problem, yaitu dengan cara
membuat garis yang tegak lurus terhadap garis kontur air tanah. Sebelum
membuat peta arah aliran airtanah terlebih dahulu dibuat kontur airtanah, caranya
yaitu dengan mengukur kedalaman muka airtanah. Kemudian dilakukan
pengeplotan data tinggi muka airtanah ke dalam peta dasar. Tinggi muka airtanah
diperoleh dari hasil selisih tinggi permukaan tanah dengan kedalaman muka
airtanah. Pengukuran dilakukan pada beberapa sumur dengan kedalaman yang
berbeda, sehingga akan didapat kontur air tanah dengan sistem interpolasi. Setelah
diperoleh peta kontur airtanah selanjutnya dibuat arah aliran airtanahnya. Arah
aliran airtanah memotong tegak lurus (90) kontur airtanah. Hal tersebut terjadi
pada kondisi akuifer yang homogen dan isotropis, karena adanya gaya potensial
gravitasi dan arah aliran airtanah mengalir dari muka airtanah tinggi menuju muka
airtanah yang lebih rendah. Kontur airtanah dan arah aliran airtanah diilustrasikan
pada Gambar 2.3.



Gambar 2.3. Penentuan arah aliran airtanah dengan menggunakan metode Three Point
Problems (Todd, 1980)

2) Permeabilitas
Nilai permeabilitas atau hydraulic conductivity diperoleh berdasarkan uji
pompa. Uji pompa yang digunakan yaitu dengan metode Shallow Dug Well
Recovery Test (Slug Test). Metode tersebut merupakan uji pemompaan dengan
melakukan tes analisis menggunakan data residual drawdown untuk menentukan
hydraulic conductivity akuifer (K), dimana K = T/b (b adalah tebal akuifer).
29



Nilai permeabilitas (K) dengan metode slug test dapat dihitung
dengan rumus :

K =
(/)
2

1

ln(

)
dengan

= [
1,1
ln

+
+ [ln()/]

] P
-1
dimana :
K = permeabilitas akuifer (m / hari)
t = waktu setelah pemompaan dihentikan (hari)
A+B = Nilai A dan B diperoleh berdasarkan hubungan antara grafik A
dan B dengan d/rw, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar
2.4.
b = ketebalan air pada sumur, dari dasar sumur sampai muka airtanah
(m)
d = ketinggian dinding sumur porus (lulus air), diukur dari dasar sumur
(m)
rc = jari-jari sumur pada bagian yang kedap air (m)
rw = jari-jari pada bagian yang porus (lulus air) (m)
Re = jari-jari lingkaran pengaruh, dalam metode ini head loss ho dlam
sistem aliran airtanah dapat dihilangkan
So

St = jarak vertikal antara muka freatik pada kondisi awal pemompaan
dengan muka freatik pada waktu t (detik) setelah dihentikan (m) (Adji
dan Purnama, 2008).
= jarak vertikal antara muka freatik pada kondisi awal pemompaan
dengan muka freatik setelah pemompaan (m)

Nilai A dan B diperoleh berdasarkan Grafik Hubungan antara d/rw dengan
nilai A dan B yang disajikan pada Gambar 2.4. Nilai A dan B diperoleh dengan
cara menarik garis pada sumbu-x yang merupakan fungsi dari pembagian antara
30



ketinggian dinding sumur yang lulus air dengan jari-jari sumur bagian lulus air
(d/rw) sampai memotong garis A dan B.
Nilai (1/t) ln (So/St) diperoleh berdasarkan Grafik Hubungan antara So
dengan t yang dapat dilihat pada Gambar 2.5. Hasil pembacaan St setiap waktu t
diplot kedalam kertas semilog, dengan t sebagai sumbu x (dalam menit) dan St
sebagai sumbu y (dalam meter). Hasilnya berupa kurva yang kemudian diperoleh
nilai tx dengan cara menarik garis lurus dari deretan titik-titik yang relatif lurus
sampai memotong sumbu x. Nilai (1/t) ln (So/St) dihitung dengan menetapkan
nilai t sembarang (t<tx), hingga memotong kurva. Dari kurva tersebut kemudian
ditarik garis horizontal memotong sumbu y, sehingga didapatkan nilai St.


Gambar 2.4. Grafik Hubungan antara d/rw dengan nilai A dan B
(Bouwer, 1978)


Gambar 2.5. Grafik untuk Menentukan Nilai t dan St (Bouwer, 1978)

31



Nilai permeabilitas berdasarkan hasil uji pompa akan digunakan untuk
mengetahui besar atau kecilnya suatu akuifer dapat melalukan air dalam satuan
jarak per waktu. Pada akuifer dengan karakteristik yang baik akan memiliki nilai
permeabilitas tinggi, hal tersebut karena airtanah mudah bergerak. Klasifikasi nilai
K (permeabilitas) dalam berbagai jenis batuan menurut Morris dan Johnson (1967,
dalam Todd, 1980) disajikan dalam Tabel 2.3, serta perhitungan nilai
permeabilitas diklasifikasikan pada tabel 2.4.

Tabel 2.3. Klasifikasi Nilai Permeabilitas Berbagai Jenis Batuan
Material Permeabilitas (m/hari)
Kerikil kasar 150
Kerikil sedang 270
Kerikil halus 450
Pasir kasar 45
Pasir sedang 12
Pasir halus 2,5
Debu 0,008
Lempung 0,0002
Batupasir halus 0,2
Batupasir sedang 3,1
Batugamping 0,94
Gambut 5,7
Sekis 0,2
Batusabak 0,00008
Tuff 0,2
Basalt 0,01
Gabro lapuk 0,2
Granit lapuk 0,4
Sumber : Todd, 1980

Tabel 2.4. Klasifikasi Permeabilitas Akuifer
No. Permeabilitas Akuifer (m/hari) Klas
1. < 0,5 Lambat
2. 0,5 - 10 Sedang
3. > 10 Cepat
Sumber : Santosan dan Adji, 2006 dalam Utami, 2008


32



3) Ketersediaan Airtanah
Ketersediaan airtanah diperoleh berdasarkan debit statis dan hasil aman,
serta berdasarkan nilai debit dinamis (Darcys Law), Perhitungan ketersediaan
airtanah berdasarkan debit statis dihitung dengan rumus:
H = Da x A x Sy
dimana :
H = Debit statis (m
3
Da = Ketebalan akuifer (m)
)
A = Luas permukaan akuifer (m
2
Sy = Persentase airtanah yang dapat lepas (%) (Adji dan Purnama,
2008).
)

Setiap material batuan memiliki nilai specific yield yang berbeda-beda.
Hal tersebut diakibatkan oleh perbandingan air yang dapat dipompa dengan
volume tanah atau batuan. Specific yield merupakan perbandingan antara jumlah
air yang dapat dilepas batuan terhadap volume batuan keseluruhan (Fetter, 1988).
Nilai Specific yield atau kesarangan efektif dapat diketahui berdasarkan Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Nilai specific yield dari beberapa jenis mineral
Material Spesific yield (Sy) %
Kerikil kasar
Kerikil sedang
Kerikil Halus
Pasir kasar
Pasir sedang
Pasir halus
Debu
Lempung
Batupasir halus
Batupasir sedang
Batugamping
Gumuk pasir
Gambut
Sekis
Batudebu
Tuff
23
24
25
27
28
23
8
3
21
27
14
38
26
26
12
21
Sumber : Todd, 1980
33



Perlunya diketahui cadangan airtanah yang aman untuk diambil (diturap),
berdasarkan hasil amannya. Karena pengambilan airtanah yang berlebihan akan
mengakibatkan kekritisan airtanah. Hasil aman dapat dihitung dengan rumus:
Ha = A x F x Sy
dimana :
Ha = Hasil aman penurapan airtanah (m
3
F = Fluktuasi tahunan (m)
/tahun)
A = Luas penampang akuifer (m
2
Sy = Persentase airtanah yang dapat lepas (%) (Adji dan Purnama,
2008).
)

Perhitungan ketersediaan airtanah menggunakan nilai debit dinamis
berdasarkan Hukum Darcy dihitung dengan rumus:
Q = K x I x A
dimana:
Q = total debit per unit lebar akuifer (m
3
K = permeabilitas (meter/hari)
/ hari)
I = hydraulic gradient atau beda kemiringan head dari peta kontur airtanah
(dh / dL)
A = luas penampang akuifer (Adji dan Purnama, 2008).

Gradien hidraulik (hydraulic gradient) dapat dicari dengan membagii nilai
kontur interval dengan jarak rata-rata dua kontur tinggi muka airtanah.
I =
Ci


dimana:
Ci = kontur interval (m)
B = jarak rata-rata dua kontur tinggi muka airtanah (m) (Adji dan Purnama,
2008).

34



Nilai B dapat dicari dengan membagi luas permukaan akuifer dengan jarak
rata-rata dua kontur.
=


dimana:
A = luas permukaan akuifer (m
2
l = panjang rata-rata dua kontur (m) (Adji dan Purnama, 2008).
)

Nilai A (luas penampang akuifer) dicari berdasarkan perkalian tebal
akuifer dengan panjang kontur pada tinggi muka airtanah yang paling tinggi.
A = b.AB
dimana:
b = tebal akuifer (m)
AB = panjang kontur pada tinggi muka airtanah paling tinggi (m) (Adji dan
Purnama, 2008).

Pengelompokan atau klasifikasi nilai debit dinamis dilakukan berdasarkan
ketetapan dari Kep. Men. ESDM No. 1451 K/10/MEM/2000. Klasifikasi nilai
debit dinamis disajikan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Klasifikasi Nilai Debit Dinamis
Debit Dinamis
(liter/detik)
Kelas
> 10 Besar
2-10 Sedang
< 2 Kecil
Sumber: Kep. Men. ESDM No. 1451 K/10/MEM/2000

2.3 Tahapan Penelitian
Penelitian akan dilakukan dalam empat tahapan. Tahapan tersebut
diantaranya yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap pengolahan dan
analisis data, dan tahap penyelesaian. Keempat tahapan tersebut meliputi kegiatan:

35



1) Tahap persiapan, meliputi kegiatan :
a) Studi kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian yang akan
dilakukan, serta pengumpulan data sekunder.
b) Menyusun kerangka kerja, kerangka pemikiran dan peta dasar, serta
penentuan jenis dan sumber data sesuai dengan penelitian yang akan
dilakukan.
2) Tahap pelaksanaan, meliputi kegiatan :
a) Melakukan observasi lapangan, menentukan titik-titik pengukuran
berdasarkan perbedaan kenampakan bentuklahan pada saat observasi
lapangan.
b) Melakukan pendugaan geolistrik
c) Pengukuran uji pompa (pumping test)
d) Pengukuran tinggi muka airtanah
e) Pembuatan peta aliran airtanah.
3) Tahap pengolahan dan analisis data, meliputi kegiatan :
a) Analisis deskriptif, seperti analisis model 2 dimensi Three Point
Problems
b) Alisis model hidrostratigrafi
c) Analisis kuantitatif meliputi, tebal akuifer, specific yield, hydraulic
conductivity, dan ketersediaan airtanah.
4) Tahap penyelesaian, meliputi kegiatan :
a) Pembuatan peta-peta tematik
b) Penyusunan skripsi. Secara terstruktur, tahap penelitian disajikan
dalam bentuk diagram alir penelitian pada Gambar 2.6.






Pelaporan
Analisis &
Survei
Persiapan
Tahap
Keterangan :
: Input : Output

: Proses
Gambar 2.6 Diagram Alir Penelitian
Arah Aliran Airtanah
Peta Aliran Airtanah
hydraulic conductivity
Karakteristik Akuifer
Tebal Akuifer
Debit Airtanah
Jenis Material
Specific yield
Ketersediaan

Pendugaan Geolistrik
Pengukuran Tinggi
Muka Airtanah
Pengukuran Uji
Pompa (slug test)
Analisis Resistivitas
Batuan
Penampang Stratigrafi
Fluktuasi Muka
airtanah
Kontur Airtanah
Observasi Lapangan untuk Pengambilan
Data
Peta RBI Lembar Wates
dan Yogyakarta, Skala
1 : 25.000
Peta Geologi Lembar
Yogyakarta, Skala 1 :
100.000
Peta Kontur Daerah
Penelitian dari Podes
DIY 2008
Peta Administrasi
Daerah Penelitian
Interpretasi Geomorfologi Daerah
Penelitian
Overlay
Peta Satuan Bentuklahan Daerah
Penelitian
Informasi Material
Penyusun Batuan
Data Bor
37

2.4 Batasan Operasional
Airtanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah yang berada pada zona
jenuh air (Asdak, 1995).
Akuifer adalah lapisan batuan yang dapat menyimpan atau membawa air serta dapat
mengalirkannya dalam jumlah yang cukup berarti (Todd, 1980).
Akuitard adalah lapisan atau formasi batuan yang dapat menyimpan air tetapi hanya
dapat meloloskan air dalam jumlah terbatas (Todd, 1980).
Akuifug adalah lapisan atau formasi batuan yang tidak dapat menyimpan maupun
meloloskan air, sifat batuan ini adalah impereabel sehingga tidak dapat ditembus oleh
air (Todd, 1980).
Akuiklud adalah lapisan batuan yang dapat menyimpan air, Meskipun dapat
menyimpan air akan tetapi lapisan batuan ini tidak dapat meloloskan air dalam
jumlah yang berarti (Todd, 1980).
Akuifer bebas adalah akuifer yang terbentuk apabila tinggi muka airtanah (water
table) menjadi batas atas yang terletak pada lapisan tanah jenuh (Asdak, 1995).
Akuifer tertekan atau biasa disebut dengan artesis adalah akuifer yang terbentuk
apabila airtanah dibatasi oleh lapisan kedap air dan mempunyai tekanan lebih besar
dibandingkan dengan tekanan udara (Asdak, 1995).
Bentuklahan (landform) adalah bentukan pada permukaan bumi yang terbentuk oleh
proses-proses geomorfologis. Proses-proses geomorfologis tersebut menyangkut
semua perubahan fisis maupun khemis yang terjadi di permukaan bumi, oleh tenaga-
tenaga geomorfologis yaitu tenaga yang ditimbulkan oleh tenaga-tenaga endogen
(Sunardi, 1985).
Bentuklahan asal proses struktural adalah bentuklahan yang berhubungan dengan
perlapisan batuan sedimen yang berbeda ketahananya terhadap erosi (Handoyoputro,
1999).
38

Bentuklahan asal proses denudasional adalah bentuklahan yang prosesnya akan
menurunkan bagian permukaan bumi yang positif hingga mencapai bentuk
permukaan bumi yang hampir menjadi dataran nyaris (Haryono, 2003).
Bentuklahan asal proses fluvial adalah semua bentuklahan yang terjadi akibat
adanya proses aliran air baik yang terkonsentrasi berupa aliran sungai, maupun yang
tidak terkonsentrasi seperti pada aliran permukaan (Widiyanto dan Hadmoko, 2003).
Bentuklahan fluvio-volkanik adalah bentuklahan yang berasal dari proses volkanik
dengan volkan-volkan aktif pada daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi,
dimana deposit material dari gunungapi mengendap di sepanjang aliran sungai dan
dataran banjir (Sunardi, 1985).
Geolistrik adalah suatu metode geofisika yang memanfaatkan sifat konduktivitas
listrik yang dimiliki oleh batuan sehingga berdasdarkan nilai hambat jenis yang
dimiliki oleh batuan maka dapat diketahui perbedaan lapisan batuannya (Zohdy, 1989
dalam Santosa, dkk, 2006).
Stratigrafi adalah susunan pengendapan lapisan sepanjang waktu (Katili, 1959).
Karakteristik akuifer adalahparameter akuifer yang memuat diantaranya jenis
material, tebal akuifer, kesarangan (porositas), hasil jenis (specific yield), dan
hydraulic conductivity atau sering disebut juga permeabilitas (kelolosan) (Todd,
1980).
Porositas adalah kadar ruang antara butir-butir tanah atau batuan yang membentuk
lapisan-lapisan (Sosrodarsono dan Takeda, 1977).
Hasil jenis (specific yield) atau kesarangan efektif adalah rasio antara air yang
dapat dipompa dengan volume tanah atau batuan (Adji, 2008).
Hydraulic conductivity (permeabilitas) adalah kemampuan lapisan tanah atau
batuan untuk menyerap air (Lange, Ivanova, dan Lebedeva, 1991).

39

BAB III
DESKRIPSI WILAYAH

3.1 Letak, Luas dan Batas Daerah Penelitian
Daerah penelitian terletak pada Dataran Fluvio Volkanik Merapi Muda
Wilayah Sedayu. Secara administratif daerah penelitian terletak di Kecamatan
Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan Peta Rupa
Bumi Indonesia skala 1: 25.000 tahun 2001 lembar Wates (1408-214) dan Lembar
Yogyakarta (1408-223) Kecamatan Sedayu terletak pada 75211 LS - 74646
LS dan 1101311 BT - 1101733 BT. Kecamatan ini terbagi dalam empat
desa yaitu Desa Argomulyo dengan luas wilayah sebesar 9,55 km
2
, Desa Argorejo
dengan luas 7,23 km
2
, Desa Argodadi dengan luas 11,2 km
2
, dan Desa Argosari
dengan luas 6,37 km
2
. Luas keseluruhan Kecamatan Sedayu sebesar 34,36 km
2
a. Sebelah utara : Kecamatan Seyegan dan Godean (Kabupaten Sleman)
.
Secara administrasi Kecamatan Sedayu dibatasi oleh :
b. Sebelah timur : Kecamatan Gamping (Kabupaten Sleman)
c. Sebalah selatan : Kecamatan Pajangan (Kabupaten Bantul)
d. Sebalah barat : Kecamatan Sentolo (Kabupaten Kulon Progo).

3.2 Kondisi Iklim
Iklim, khususnya curah hujan merupakan faktor penting yang akan
mempengaruhi ketersediaan airtanah di suatu wilayah. Iklim merupakan gabungan
dari beberapa kondisi cuaca atau rata-rata cuaca (Wisnubroto dkk, 1986).
Pengklasifikasian iklim di Kecamatan Sedayu dihitung berdasarkan metode
Schmidt dan Ferguson, dengan perhitungan sebagai berikut :
Q =
Bulan basah
Bulan Kering


Penentuan tipe iklim dilakukan dengan menghitung besarnya nilai Q, nilai
tersebut merupakan perbandingan antara jumlah rerata bulan kering dengan
40

jumlah rerata bulan basah. Bulan basah merupakan bulan yang memiliki jumlah
hujan bulanan lebih besar dari 100 mm, sedangkan bulan kering merupakan bulan
yang memiliki jumlah hujan lebih kecil dari 60 mm. Berdasarkan nilai Q, Schmidt
dan Ferguson menentukan tipe hujan di Indonesia berdasarkan Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Tipe Hujan di Indonesia Menurut Scmidt dan ferguson
Golongan A 0 Q < 0,143 Sangat Basah
Golongan B 0,143 Q < 0,333 Basah
Golongan C 0,333 Q < 0,600 Agak Basah
Golongan D 0,600 Q < 1,000 Sedang
Golongan E 1,000 Q < 1,670 Agak Kering
Golongan F 1,670 Q < 3,000 Kering
Golongan G 3,000 Q < 7,000 Sangat Kering
Golongan H 7,000 Q Luar Biasa Kering
Sumber : Wisnubroto dan Aminah, 1986

Hasil perhitungan bulan basah dan bulan kering di Kecamatan Sedayu,
ditunjukan dalam Tabel 3.2. Data curah hujan di Kecamatan Sedayu di tampilkan
pada Lampiran 3.1.

Tabel 3.2. Hasil Perhitungan Bulan Basah dan Bulan Kering di Kecamatan Sedayu.
No. Tahun Bulan Basah Bulan Kering
1 2005 4 4
2 2006 6 6
3 2007 7 5
4 2008 5 7
5 2009 9 3
Rata-rata 6,2 5
Nilai Q 0,806451613
Sumber : Hasil Perhitungan.
.
41

Berdasarkan hasil perhitungan, maka diperoleh tipe iklim di Kecamatan
Sedayu berdasarkan metode Scmidt dan Fergusson yaitu termasuk dalam tipe
iklim sedang, yaitu tipe iklim Golongan D atau tipe iklim sedang.

3.3 Geologi Daerah Penelitian
Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta
dipengaruhi oleh aktivitas proses vulkanik dari Gunungapi Merapi yang berada di
bagian utara. Daerah penelitian ini terbentuk dari Endapan Gunungapi Merapi
Muda, Formasi Sentolo, dan Endapan Aluvium. Endapan Gunungapi Merapi
Muda memiliki material batuan berupa tuf, abu, breksi, aglomerat, dan leleran
lava tak terpisahkan. Formasi Sentolo memiliki material batuan berupa batu
gamping dan batupasir napalan. Endapan aluvium terdiri dari material kerakal,
pasir, lanau dan lempung yang berada di sekitar Kali Konteng. Daerah penelitian
secara administrasi dapat dilihat pada Gambar 3.1, serta Kondisi geologi daerah
penelitian serta dapat dilihat pada Gambar 3.2.

3.3.1 Endapan Gunungapi Merapi Muda (Qmi)
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta Tahun 1995, Kecamatan
Sedayu tersusun dari material hasil erupsi Gunungapi Merapi Muda yang
kemudian mengendap (Qmi). Endapan Gunungapi Merapi Muda tersebut terdiri
atas material tuf, abu, breksi, aglometar dan leleran lava tak terpisahkan,
materialnya berasal dari aktivitas Gunungapi Merapi. Material yang berasal dari
aktivitas Gunungapi Merapi tersebut mengandung mineral augit, hipersten dan
hornblende akibat erupsi Gunungapi Merapi (Bemmelen, 1970). Material Qmi ini
juga terdiri atas batuan andesit, dimana material tersebut diperkirakan berumur
kuarter. Hasil erupsi Gunungapi Merapi terdistribusi secara meluas kearah Selatan
membentuk satuan-satuan lereng Gunungapi hingga Dataran Fluvio Volkanik
(Santosa dan Adji, 2006).
42


Gambar 3.1
Peta Administrasi daerah penelitian
G
K
.

P
r
o
g
o
416000 mT
416000 mT
418000
418000
420000 mT
420000 mT
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
4
0
0
0
0

m
U
9
1
4
0
0
0
0

m
U
Kec.
Moyudan
#
Kec. Godean #
Kec.
Gamping
#
Kec.
Sedayu
#
Kec.
Pajangan
# Kec.
Kasihan
#
Peta Administrasi Kecamatan Sedayu,
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab.
Sleman
#Y
Kab.
Kulon Progo
#Y
Kab.
Bantul
#Y
K
.

K
o
n
t
e
n
g
Sumber :
1. Podes DIY 2008
2. Peta Kontur Daerah Penelitian
Disalin oleh :
Diah Sabatini Sitiningrum
06/198364/GE/06104
Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2010
Kec.
Sentolo
#
400000 mT
400000 mT
450000 mT
450000 mT
9
1
0
0
0
0
0
m
U
m
U
9
1
0
0
0
0
0
9
1
5
0
0
0
0
m
U
Prop. Jawa
Tengah
Prop. DaerahIsrimewaYogyakarta
S
a
m
u
de
ra
H
in
dia
U
Skala 1 : 29.263
Kecamatan Sedayu m
U
9
1
5
0
0
0
0
Desa
Argomulyo
#S
Desa
Argorejo
#S
Desa
Argodadi
#S
Desa
Argosari
#S
Batas kecamatan
Batas kabupaten
Batas Desa
Batas Administrasi
Jalan Kereta
Jalan propinsi
Jalan nasional
Jalan kabupaten
Transportasi
LEGENDA :
Kecamatan
# Y Kabupaten
Sungai
Kontur
topografi
#S Desa
#
Daerah Penelitian
U
0.5 0 0.5 1 1.5 Km
43


Gambar 3.2
Peta Daerah Penelitian
Gambar 3.2
Peta Geologi daerah penelitian
G
K
.

P
r
o
g
o
416000 mT
416000 mT
418000
418000
420000 mT
420000 mT
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
4
0
0
0
0

m
U
9
1
4
0
0
0
0

m
U
Kec.
Moyudan
#
Kec. Godean #
Kec.
Gamping
#
Kec.
Sedayu
#
Kec.
Pajangan
# Kec.
Kasihan
#
Peta Geologi Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul
Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab.
Sleman
#Y
Kab.
Kulon Progo
#Y
Kab.
Bantul
#Y
K
.

K
o
n
t
e
n
g
Sumber :
1. Interpretasi Peta Geologi skala
1 : 100.000
Lembar Yogyakarta tahun 1995
2. Podes DIY 2008
3. Peta Kontur Daerah Penelitian
Disalin oleh :
Diah Sabatini Sitiningrum
06/198364/GE/06104
Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2010
Kec.
Sentolo
#
400000 mT
450000 mT
450000 mT
9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
Prop. Jawa
Tengah
Prop. DaerahIStimewa Yogyakarta
S
a
m
u
de
ra
H
in
dia
U
Skala 1 : 29.263
Kecamatan Sedayu
mT 400000
9
1
0
0
0
0
0
m
U
Desa
Argomulyo
#S
Desa
Argorejo
#S
Desa
Argodadi
#S
Desa
Argosari
#S
U
0.5 0 0.5 1 1.5 Km
Qa Qa
Batas kecamatan
Batas kabupaten
Batas Desa
Batas Administrasi
Jalan Kereta
Jalan propinsi
Jalan nasional
Jalan kabupaten
Transportasi
LEGENDA :
Kecamatan
# Y Kabupaten
Sungai
Kontur
topografi
#S Desa
Aluvium : kerakal, pasir, lanau dan lempung
sepanjang sungai besar dan dataran pantai
Endapan Gunungapi Merapi Muda : Tuff,
abu, breksi, aglomerat dan leleran lava
takterpisahkan
Formasi Sentolo : Batugamping
dan batupasir napalan
#
Qmi
Tmps
Qmi
Qmi
Qmi
Qmi
Qa
Tmps
Tmps
Tmps
44

3.3.2 Formasi Sentolo (Tmps)
Menurun Bemmelen (1949), Formasi Sentolo terdiri dari batugamping,
batupasir napalan, konglomerat, napal tufan dengan sisipan tuf gelasan pada
bagian bawahnya dengan ketebalan 350 meter. Formasi sentolo berumur miosen
tengah, diendapkan secara tidak selaras diatas formasi andesit tua. Litologinya
konglomerat, napal, batugamping berlapis yang kaya foraminifera dengan
ketebalan 500 meter (Sujanto dan Roskamil, 1975 dalam Fahrudin, 2005).
Menurut MacDonald and Partners (1984), airtanah pada formasi ini berada
pada akuifer minor berupa batugamping, batugamping napalan, napal dengan
sisipan batugamping napalan. Akuifer ini memiliki kelulusan air kecil sampai
sedang dengan potensi airtanah yang sangat rendah pada litologi napal, tuf, dan
batugamping, umur miosen-pliosen. Akuifer minor berarti airtanah diketahui pada
unit akuifer dengan penyebaran setempat atau tidak merata. Hal tersebut
disebabkan pergerakan airtanah dikontrol oleh batuan bercelah dan retakan
(pecahan) serta pengaruh sesar dan lipatan. Formasi sentolo tersusun atas
batugamping berlapis dengan permeabilitas kecil, batugamping napal berlapis dan
kalkarenit memiliki permeabilitas kecil dan permeabilitas utamanya pada
kalkarenit, serta napal, tuf dan konglometar yang umunya tampa permeabilitas
yang berarti.
Formasi Sentolo (Tmps) ini diperkirakan berumur antara pertengahan
Miosen hingga Pleistosen. Formasi Sentolo terdiri atas batu gamping dan
batupasir napalan. Bagian bawah formasi ini terdiri atas konglomerat yang bagian
atasnya dilapisi oleh napal tufan dengan sisipan tuf kaca, dimana batuan ini
kearah atas berangsur-angsur berubah menjadi batugamping berlapis yang kaya
akan fosil Foraminifera (Santosa dan Adji, 2006).

3.3.3 Endapan Aluvium (Qa)
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta Tahun 1995, Endapan
Aluvium (Qa) terdiri dari kerakal, pasir, lanau dan lempung, endapan ini memiliki
umur kuarter. Berdasarkan material penyusunnya, endapan aluvium berpotensi
45

untuk menyimpan dan melalukan airtanah dengan baik, sehingga merupakan
akuifer yang potensial. Struktur batuan dasarnya horizontal dengan kedalaman
lebih dari 150 cm.

3.4 Geomorfologi Daerah Penelitian
3.4.1 Dataran Fluvio Volkanik (Dataran Fluvio Merapi Muda)
Sebagian besar Kecamatan Sedayu termasuk dalam bentuklahan Dataran
Fluvio Volkanik. Dataran Fluvio Volkanik ini pada bagian atasnya merupakan
deposisi bahan-bahan aluvium dari hasil rombakan material piroklastik hasil
erupsi gunungapi, sehingga merupakan suatu medium atau wadah yang potensial
untuk berkumpulnya airtanah. Hal tersebut dikarenakan materialnya terdiri atas
material piroklastik dengan ukuran pasir sedang sampai halus pada bagian atas
dan material agak kasar (kerikil) pada bagian bawah (Santosa dan Adji, 2006).
Deposit bahan-bahan aluvium dan hasil rombakan material volkanik
terbentuk akibat proses fisis sepanjang aliran sungai dan dataran banjir. Akibat
hasil deposit yang berisi material tanah yang beragam atau heterogen dalam
distribusi sifat-sifat hidroliknya dan tersortasi dengan baik maka membentuk
stratum akuifer yang cukup tebal yaitu dikenal dengan Sistem Akuifer Merapi
(SAM) (Santosa dan Adji, 2006).

3.4.2 Perbukitan Batugamping Formasi Sentolo
Perbukitan ini tersusun atas Formasi Sentolo (Tmps) yang terdiri atas
batugamping dan batupasir napalan. Umur formasi ini berkisar antara Awal
Miosen sampai Pliosen dengan ketebalan kira-kira 950 meter. Kondisi batuan
penyusunnya relatif kedap air, serta mempunyai struktur yang berlapis dan
lubang-lubang hasil pelarutan, maka memungkinkan terdapatnya airtanah
meskipun tidak dalam jumlah yang besar. Struktur batuannya juga memungkinkan
terbentuknya mataair dan rembesan pada tekuk lerengnya (Suratman, 1987 dalam
Santosa dan Adji 2006). Kondisi bentuklahan daerah penelitian dapat dilihat pada
Gambar 3.3.
46


Gambar 3.3
Peta Bentuklahan Utama Daerah Penelitian
G
K
.

P
r
o
g
o
416000 mT
416000 mT
418000
418000
420000 mT
420000 mT
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
4
0
0
0
0

m
U
9
1
4
0
0
0
0

m
U
Kec.
Moyudan
#
Kec. Godean #
Kec.
Gamping
#
Kec.
Sedayu
#
Kec.
Pajangan
# Kec.
Kasihan
#
Peta Bentuklahan Utama
Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul
Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab.
Sleman
#Y
Kab.
Kulon Progo
#Y
Kab.
Bantul
#Y
K
.

K
o
n
t
e
n
g
Sumber :
1. Interpretasi Peta Geologi skala
1: 100.000
Lembar Yogyakarta tahun 1995
2. Podes DIY 2008
3. Peta Kontur Daerah Penelitian
4. Survei Lapangan Tahun 2010
Dibuat oleh :
Diah Sabatini Sitiningrum
06/198364/GE/06104
Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2010
Kec.
Sentolo
#
400000 mT
400000 mT
450000 mT
450000 mT
9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
Prop. Jawa
Tengah
Prop. DaerahIstimewa Yogyakarta
S
a
m
u
de
ra
H
in
dia
U
Skala 1 : 29.263
Kecamatan Sedayu
Desa
Argomulyo
#S
Desa
Argorejo
#S
Desa
Argodadi
#S
Desa
Argosari
#S
U
0.5 0 0.5 1 1.5 Km
Qa
Batas kecamatan
Batas kabupaten
Batas Desa
Batas Administrasi
Jalan Kereta
Jalan propinsi
Jalan nasional
Jalan kabupaten
Transportasi
LEGENDA :
Kecamatan
# Y Kabupaten
Sungai
Kontur
topografi
#S
Desa
Dataran Fluvio Vulkanik
Perbukitan Formasi Sentolo
#
Qmi, Tmps & Qa: Tuff, abu, breksi,
aglomerat, lava takterpisahkan, kerakal,
pasir, lanau & lempung
Tmps : Batugamping & batupasir
napalan
Qa
47

3.5 Penggunaan Lahan Daerah Penelitian
Penggunaan lahan di daerah penelitian terdiri atas sawah irigasi,
permukiman, tegalan dan tubuh air. Penggunaan lahan didominasi oleh
permukiman seluas 8.296,90 Ha (86,68%) dan sawah irigasi seluas 864,17 Ha
(9,03 %). Kemudian sisanya yaitu tegalan seluas 380,79 Ha (3,98%), dan lahan
yang belum dimanfaatkan atau tertutup oleh rumput seluas 29,87 (0,31 %). Data
penggunaan lahan di daerah penelitian disajikan dalam Tabel 3.4. Grafik
penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 3.3, sedangkan persebaran
penggunaan lahan di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Tabel 3.3. Data Penggunaan Lahan di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta
Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
Permukiman 8.296,90 86,68
Sawah irigasi 864,17 9,03
Tegalan 380,79 3,98
Lahan belum dimanfaatkan (rumput) 29,87 0,31
Sumber : PODES 2008 dan hasil perhitungan


Gambar 3.4. Grafik Penggunaan Lahan di Kecamatan Sedayu (PODES, 2008)


0.00
2000.00
4000.00
6000.00
8000.00
10000.00
Jenis Penggunaan
Lahan
Luas (Ha)
Permukiman
Sawah Irigasi
Tegalan
48


Gambar 3.5
Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
G
K
.

P
r
o
g
o
416000 mT
416000 mT
418000
418000
420000 mT
420000 mT
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
4
0
0
0
0

m
U
9
1
4
0
0
0
0

m
U
Kec.
Moyudan
#
Kec. Godean #
Kec.
Gamping
#
Kec.
Sedayu
#
Kec.
Pajangan
# Kec.
Kasihan
#
Peta Penggunaan Lahan
Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul
Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab.
Sleman
#Y
Kab.
Kulon Progo
#Y
Kab.
Bantul
#Y
K
.

K
o
n
t
e
n
g
Sumber :
1. Podes DIY 2008
2. Peta Kontur Daerah Penelitian
Disalin oleh :
Diah Sabatini Sitiningrum
06/198364/GE/06104
Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2010
Kec.
Sentolo
#
400000mT
400000 mT
450000 mT
450000 mT
9
1
0
0
0
0
0
m
U 9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
Prop. Jawa
Tengah
Prop. DaerahIstimewa Yogyakarta
S
a
m
u
de
ra
H
in
dia
U
Skala 1 : 29.263
Kecamatan Sedayu
Desa
Argomulyo
#S
Desa
Argorejo
#S
Desa
Argodadi
#S
Desa
Argosari
#S
U
0.5 0 0.5 1 1.5 Km
Batas kecamatan
Batas kabupaten
Batas Desa
Batas Administrasi
Jalan Kereta
Jalan propinsi
Jalan nasional
Jalan kabupaten
Transportasi
LEGENDA :
Kecamatan
# Y Kabupaten
Sungai
Kontur
topografi
#S Desa
Sawah Irigasi
Tegalan
Lahan Belum Dimanfaatkan
(rumput)
#
Permukiman
49

3.6 Hidrologi di Daerah Penelitian
Hidrologi di daerah penelitian termasuk dalam Satuan Airtanah Merapi
(SAM). Pada satuan airtanah ini terdiri atas material lepas-lepas hasil rombakan
material volkanik Gunungapi Merapi Muda, sehingga diindikasikan mengandung
airtanah yang potensial. Daerah penelitian terdapat Aliran Sungai Konteng yang
merupakan cabang (anak sungai) dari Sungai Progo yang bermuara di Samudera
Hindia.
Kondisi air permukaan di suatu daerah dipengaruhi oleh elemen
meteorologi yaitu hujan dan sifat-sifat fisik daerah yang dialiri oleh aliran
permukaan tersebut. Curah hujan dan intensitas hujan akan berpengaruh pada
limpasan permukaan. Kondisi topografi seperti kemiringan lereng, penggunaan
lahan, dan jenis tanah juga akan mepengaruhi. Limpasan permukaan akan terjadi
apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi yang dipengaruhi juga oleh
penutup lahan dan jenis tanahnya yang akan berpengaruh terhadap permeabilitas
tanahnya.
Airtanah di daerah penelitian mengalir ke arah sungai. Hal tersebut
berdasarkan kontur airtanah dan arah aliran airtanahnya. Sehingga Sungai
Konteng dan Sungai Progo yang mengalir di daerah penelitian memperoleh
tambahan air yang berasal dari airtanah selain dari air hujan. Sungai Progo dan
Sungai Konteng sebagai anak sungainya merupakan sungai yang bersifat
perennial atau mengalir sepanjang tahun. Sifat sungai yang mengalir sepanjang
tahun akan memberikan pengaruh besar terhadap kondisi pertanian di daerah
tersebut. Pertanian di daerah penelitian sebagian besar merupakan sawah dengan
tanaman padi sehingga membutuhkan air dalam jumlah yang banyak. Sehingga
masyarakat yang tinggal di daerah penelitian memanfaatkan air yang berasal dari
saluran irigasi untuk mengairi sawah mereka.




51



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa model stratigrafi akuifer
yang memuat jenis material yang menyusun akuifer di daerah penelitian,
karakteristik airtanah, serta bagaimana ketersediaan airtanah bebas di daerah
penelitian. Berdasarkan penampang vertikal stratigrasi akuifer di daerah
penelitian, diperoleh bahwa material batuan yang terdapat di daerah penelitian
terdiri dari napal gampingan, lempung napalan, lempung berpasir, pasir, kerikil,
kerakal, breksi, aluvium, breksi tuf, batugamping kompak dan kalkarenit kompak.
Hasil perumusan nilai tahanan jenis dan jenis material yang terdapat di daerah
penelitian disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Perumusan Nilai Tahanan Jenis dan Jenis Material di Daerah Penelitian
Nilai Tahanan
Jenis (ohm-meter)
Jenis Material
< 5 Napal gampingan (akuiklud)
5 - 10 Lempung napalan atau lempung gampingan (akuitard,
potensi airtanah sangat rendah)
10 - 15 Lempung berpasir (potensi airtanah rendah)
15 - 300 Pasir, kerikil, kerakal, breksi, dan aluvium dari endapan
Gunungapi Merapi Muda (akuifer, potensi airtanah tinggi)
300 - 1200 Breksi tuf (akuiklud, lapisan semi permeabel -
impermeabel)
1200 - 8000 Batugamping kompak dan kalkarenit kompak (akuifug,
lapisan kedap air)
Sumber : Telford (1990), Todd (1980), Loke (2000), data bor PPK Pengembangan Air
Baku PPSDA, dan hasil perumusan (2010)

Berdasarkan karakteristik akuifer di daerah penelitian dibuat suatu zonasi
karakteristik potensi airtanahnya. Zonasi karakteristik potensi airtanah di daerah
penelitian diklasifikasikan berdasarkan kedalaman muka airtanah, fluktuasi dan
permeabilitas airtanahnya. Sehingga diperoleh tiga zonasi, yaitu zonasi
karakteristik airtanah potensi tinggi, rendah dan sedang.
52



Nilai debit dan ketersediaan airtanah di daerah penelitian dihitung dengan
menggunakan metode debit statis dan hasil aman, serta dengan debit dinamis
berdasarkan Hukum Darcy. Perhitungan debit ddan ketersediaan airtanah di
daerah penelitian dihitung pada tiap zonasi karakteristik potensi airtanahnya.

4.1 Stratigrafi Akuifer
Kondisi stratigrafi akuifer di daerah penelitian diketahui berdasarkan
pendugaan geolistrik dan pembacaan data bor. Data bor tersebut diperoleh dari
PPK Pengembangan Air Baku PPSDA. Terdapat dua sumur bor di daerah
penelitian, sumur bor pertama (B-1) terletak di Dusun Pereng, Desa Argorejo,
Kecamatan Sedayu. Perlapisan material dari hasil pengeboran di Dusun Pereng
dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Perlapisan Material dari Hasil Pengeboran di Dusun Pereng
(Sumber : PPK Pengembangan Air Baku PPSDA)
53



Hasil data bor dari sumur bor pertama yang berlokasi di Dusun Pereng
memiliki perlapisan material yang beragam. Perlapisan pertama yaitu lapisan
tanah atas sampai pada kedalaman 0,9 meter. Lapisan kedua terdiri atas material
batugamping kalkarenit yang agak kompak, lapisan ini berada pada kedalaman
0,9 meter hingga 12 meter. Kalkarenit memiliki ciri fisik berwarna putih keabu-
abuan, ukuran butir 0,0625 - 2 mm, sedangkan napal gampingan memiliki cirri
fisik warna abu-abu cerah, ukuran butir kurang dari 0,0039 mm - 1/16 mm
(Fahrudin, 2005). Napal gampingan yang dominan bersifat semi kedap air
sehingga potensi airtanahnya kecil. Serta napal gampingan, napal dan
batugamping memiliki sifat kedap air, dan keterdapatan airnya pada rekahan atau
lubang pelarutan. Lapisan ketiga terdiri atas material lempung napalan agak
kompak berwarna putih kecoklatan, lapisan ini berada pada kedalaman 12 meter
hingga 17 meter. Lapisan keempat terdiri atas material lempung napalan agak
kompak berwarna abu-abu, lapisan ini berada pada kedalaman 17 meter hingga 60
meter. Lapisan kelima terdiri atas material pasir berlempung berwarna putih
keabuan, lapisan ini berada pada kedalaman 60 meter sampai dengan 125 meter.
Lokasi sumur bor kedua (B-2) terletak di Dusun Pedes, Desa Argomulyo,
Kecamatan Sedayu. Berdasarkan hasil data bor yang berlokasi di Dusun Pedes,
memiliki perlapisan material yang beragam. Lapisan pertama pada kedalaman 0
hingga 2 meter terdiri atas material lempung kecoklatan lunak yang bercampur
dengan material penutup lahan, karena lapisan ini merupakan lapisan tanah atas
(top soil). Lapisan tersebut termasuk dalam zona aerasi. Lapisan kedua pada
kedalaman 2 meter sampai dengan 5 meter terdiri atas material lempung
kecoklatan lunak. Lapisan ketiga pada kedalaman 5 meter sampai dengan 17
meter terdiri atas material breksi kehitaman dengan fragmen batuan beku, ukuran
butir kerikil sampai kerakal dan mengandung sedikit lempung agak keras. Lapisan
keempat berupa material lempung hitam dengan sedikit gamping lunak, lapisan ini
terdapat pada kedalaman 17 meter sampai dengan 20 meter. Lapisan kelima terdiri
atas material lempung gampingan lunak berwarna kuning kecoklatan, lapisan ini
berada pada kedalaman 20 meter sampai dengan 24 meter. Lapisan keenam pada
kedalaman 24 meter sampai dengan 34 meter terdiri atas material lempung
54



gampingan berwarna abu-abu kehijauan dengan sisipan pasir gampingan lunak
dengan fosil foraminifera kecil. Lapisan ketujuh pada kedalaman 34 meter sampai
dengan 50 meter terdiri atas material lempung gampingan berwarna abu-abu
kehijauan dengan sisipan tipis gamping pasiran lunak mengandung fosil
foraminifera kecil. Lapisan kedelapan pada kedalaman 50 meter sampai dengan
78 meter terdiri atas material gamping lempungan lunak berwarna abu-abu
kehijauan dengan sisipan tipis gamping pasiran lunak mengandung fosil
foraminifera. Lapisan kesembilan pada kedalaman 78 meter sampai dengan 102
meter terdiri atas material lempung gampingan lunak berwarna abu-abu kehijauan
dengan sisipan tipis pasir gampingan mengandung fosil foraminifera kecil.
Perlapisan material dari hasil pengeboran di Dusun Pedes dapat dilihat pada
Gambar 4.2.


Gambar 4.2. Perlapisan Material dari Hasil Pengeboran di Dusun Pedes
(Sumber : PPK Pengembangan Air Baku PPSDA)
55



Pendugaan geolistrik di daerah penelitian dilakukan pada sembilan titik.
Pemilihan lokasi pendugaan geolistrik dilakukan dengan mempertimbangkan
beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut yaitu, pada permukaan lahan yang luas
dan datar sehingga mempermudah dalam membentangkan kabel-kabel elektroda
sejauh mungkin, arah bentangan kabel-kabel elektroda dilakukan tegak lurus
terhadap arah aliran airtanahnya, tidak dilakukan pendugaan geolistrik pada lokasi
yang dekat dengan kabel arus tegangan tinggi, pada lahan yang basah atau
tergenang air, hal tersebut disebabkan dapat berpengaruh buruk terhadap hasil
pendugaan karena air merupakan penghantar arus listrik yang baik, selain itu juga
dapat berbahaya bagi manusia. Pendugaan geolistrik juga tidak boleh dilakukan
pada lahan penimbunan material bangunan, sampah, atau bahan penimbunan lain
yang dibuat oleh manusia, juga tidak boleh melintas di atas sungai, jalan raya
yang luas, rel kereta api, lapangan udara, atau sistem transportasi lainya, karena
dapat berpengaruh buruk terhadap hasil pendugaan geolistrik karena hasilnya
tidak akan representatif (Santosa dan Adji, 2006).
Pendugaan geolistrik di daerah penelitian dilakukan pada bentuklahan
Dataran Fluvio Vokanik (Dataran Fluvio Merapi Muda). Jarak rentangan
pendugaan geolistrik yang dilakukan di daerah penelitian adalah sepanjang 100
meter sampai dengan 150 meter. Jarak rentangan elektroda akan berbanding lurus
dengan kedalaman pendugaan. Dimana dengan jarak rentangan sepanjang 100
meter sampai dengan 150 meter, maka dapat diketahui perlapisan batuan hingga
kedalaman 100 meter sampai 150 meter kearah vertikal. Untuk mengetahui
perlapisan akuifer di daerah penelitian dilakukan pembuatan penampang
melintang hidrostratigrafi akuifer dalam bentuk dua dimensi berdasarkan nilai
tahanan jenis material. Penampang hidrostratigrafi akuifer tersebut akan
menjelaskan tentang perlapisan akuifer dengan cara membuat jalur pendugaan
(cross section) akuifer dari beberapa titik pendugaan geolistrik yang digabungkan.
Pendugaan geolistrik di daerah penelitian dilakukan pada sembilan titik
pendugaan. Dimana arah bentangan kabel elektroda dari kesembilan titik
pendugaan geolistrik dilakukan dengan arah barat ke timur, hal tersebut
dikarenakan agar tegak lurus dengan arah aliran airtanahnya. Berdasarkan
56



kesembilan titik pendugaan geolistrik yang dilakukan dilapangan maka dibuat tiga
penampang hidrostratigrafi akuifer. Penampang stratigrafi akuifer I dilakukan
pada bentangan titik pendugaan geolistrik G-2, G-1, G-4, G-7, dan G-9.
Penampang stratigrafi akuifer II dilakukan pada bentangan titik pendugaan
geolistrik G-2, G-5, dan G-6. Kemudian penampang stratigrafi akuifer III
dilakukan pada bentangan titik pendugaan geolistrik G-3, G-9, dan G-8. Lokasi
dan Letak jalur pendugaan geolistrik disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Lokasi Pendugaan Geolistrik di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul
No.
Titik Koordinat UTM Penetrasi
Arah
Lokasi
Geolistrik X Y (m) (Dusun, Desa)
1. G-1 420258 9137476 125 B - T Dusun Karanglo, Desa Argomulyo
2. G-2 420947 9138647 150 B - T Dusun Dukuh, Desa Argomulyo
3. G-3 415425 9133450 150 B - T Dukuh Nglebeng, Desa Argodadi
4. G-4 418966 9136888 150 B - T Dukuh Pedusan, Desa Argorejo
5. G-5 418857 9138192 100 B - T Dukuh Gubug, Desa Argosari
6. G-6 416135 9136008 150 B - T Dusun Tapen, Desa Argosari
7. G-7 417602 9134194 125 B - T Dusun Paloman, Desa Argorejo
8. G-8 417388 9131142 125 B - T Dusun Sungapan, Desa Argodadi
9. G-9 415914 9132656 125 B - T Dusun Bakal dukuh, Desa
Argodadi
Sumber: Pengukuran Lapangan 2010.

4.1.1 Penampang Stratigrafi Akuifer I
Penampang stratigrafi akuifer I mencakup titik pendugaan geolistrik G-2,
G-1, G-4, G-7, dan G-9. Jarak keseluruhan penampang hidrostratigrafi akuifer ini
mencapai 8090 meter. Pendugaan geolistrik titik G-2 dilakukan pada pematang
sawah, dengan pemilihan lahan yang kering sehingga dilakukan di tengah
galengan sawah. Lokasi pengukuran pendugaan geolistrik G-2 terletak pada
koordinat (420947 mT dan 9138647 mU), dengan elevasi 90 meter di atas
permukaan laut. Titik G-2 ini berada di Dusun Dukuh, Desa Argomulyo,
Kecamatan Sedayu. Lokasi titik pendugaan geolistrik G-2 ditunjukan pada
Gambar 4.3. Jarak bentangan elektrodanya adalah sejauh 150 meter, sehingga
dapat diketahui perlapisan batuannya sedalam 150 meter ke arah vertikal.
Elektrodanya membentang dari arah barat ke timur sejajar dengan kontur
57



topografi. Kurva hasil interpretasi dan tabel perlapisan batuan pada titik
pendugaan geolistrik G-2 dapat dilihat pada Gambar 4.4.


Gambar 4.3. Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-2
Lokasi : Dusun Dukuh, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu
Koordinat : 420947 mT dan 9138647 mU
Sumber : Pengukuran Lapangan 2010







Gambar 4.4. Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan Titik G-2

Titik pendugaan geolistrik G-2 terdiri atas enam perlapisan batuan dengan
nilai tahanan jenis yang berbeda berdasarkan sayatan vertikalnya. Lapisan
pertama memiliki nilai tahanan jenis 11,7 ohm-meter, dengan material berupa
lempung berpasir, ketebalan perlapisan ini yaitu 1,19 meter. Lapisan ini terdapat
pada zona aerasi atau lengas tanah, dimana pada zona ini terjadinya proses
infiltrasi, diperkirakan tidak terdapat airtanah pada lapisan ini karena lapisan ini
merupakan lapisan tanah atas (top soil). Zona aerasi pada lokasi ini terdapat pada
58



kedalaman 0,42 meter sampai dengan 2,4 meter, dengan ketebalan rata-rata 1,41
meter. Lapisan kedua berupa napal gampingan dengan nilai tahanan jenis 3,98
ohm-meter. Lapisan ini memiliki ketebalan 0,68 meter, lapisan ini juga masih
termasuk dalam zona aerasi, sehingga diperkirakan tidak terdapat airtanah.
Lapisan ketiga berupa material lempung napalan dengan nilai tahanan jenis 7,53
ohm-meter, lapisan ini memiliki ketebalan 11,94 meter. Lapisan ini merupakan
akuitard, dimana materialnya hanya mampu meloloskan air dalam jumlah yang
sangat sedikit. Lapisan keempat memiliki nilai tahanan jenis sebesar 62,2 ohm
meter, materialnya berupa pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari endapan
Gunungapi Merapi Muda. Material aluvium terdiri dari material lepas seperti
kerikil, pasir, debu, lempung juga reruntuhan (debris) dari daerah disekitarnya
yang terbawa oleh aliran sungai dan diendapkan pada daerah yang lebih rendah.
Aluvium terdapat pada daerah datar hingga bergelombang, biasanya ditemukan
pada daerah cekungan, lembah sungai, dan dataran banjir (Todd, 1980). Sehingga
pada lapisan ini merupakan akuifer dengan potensi airtanah tinggi, lapisan ini
termasuk dalam jenis akuifer semi tertekan karena bagian atas dan bawahnya
merupakan lapisan semi kedap. Ketebalan lapisan ini yaitu 1,6 meter. Lapisan
kelima memiliki nilai tahanan jenis 1,21 ohm-meter dengan material berupa napal
gampingan, pada lapisan keenam juga berupa napal gampingan dengan nilai
tahanan jenis 0,091 ohm-meter. Material napal gampingan merupakan akuiklud
yang memiliki sifat semi kedap air sampai kedap air, dan keterdapatan airnya pada
rekahan atau lubang pelarutan. Dimana airtanah pada Formasi Sentolo merupakan
akuifer minor, dimana penyebaran airtanahnya setempat atau tidak merata, akuifer
minor tersebut dapat berupa batugamping, batugamping napalan, napal dengan
sisipan batugamping napalan, dan tuf (MacDonald and Partners, 1984).
Rekonstruksi sayatan vertikal titik G-2 dapat dilihat pada Gambar 4.5.

59




Gambar 4.5. Rekonstruksi sayatan vertikal titik pendugaan geolistrik G-2

Lokasi pendugaan geolistrik G-1 terletak di Dusun Karanglo, Desa
Argomulyo, Kecamatan Sedayu dengan koordinat (420258 mT dan 9137476 mU).
Elevasi daerah ini 78 meter di atas permukaan laut. Jarak bentangan eletroda pada
titik G-1 ini adalah sejauh 125 meter dengan arah bentangan dari barat hingga
timur, sejajar dengan kontur topografi. Kurva hasil interpretasi dan tabel
perlapisan batuan pada titik pendugaan geolistrik G-1 dapat dilihat pada Gambar
4.6, serta lokasi pendugaan geolistrik titik G-1 ditunjukan pada Gambar 4.7.
water table
Lempung berpasir
Napal gampingan
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda
Napal gampingan

Napal gampingan

Lempung napalan
= 62,2 m
= 1,12 m
= 0,091 m
= 11,7 m
= 3,98 m
= 7,53 m
0 m - 1,19 m
1,19 m - 1,87 m
1,87 m - 12,4m
12,4 m - 26,4 m
26,4 m - 45,5 m
??? m
60




Gambar 4.6. Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada Titik Pendugaan
Geolistrik G-1


Gambar 4.7. Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-1
Lokasi : Dusun Dukuh, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu
Koordinat : 420258 mT dan 9137476 mU
Sumber : Pengukuran Lapangan 2010


Berdasarkan hasil survei pada pendugaan geolistrik titik G-1 memiliki
enam perlapisan pada sayatan vertikal materialnya. Perlapisan batuan pertama
memiliki nilai tahanan jenis sebesar 5,58 ohm-meter dengan kedalaman 1,51
meter. Material pada lapisan pertama tersebut yaitu lempung napalan. Pada
lapisan pertama ini merupasan lapisan lengas tanah atau zona aerasi sehingga
diperkirakan tidak terdapat airtanah. Lapisan kedua memiliki nilai tahanan jenis
sebesar 9,98 ohm-meter dengan ketebalan lapisan 1,775 meter. Material pada
lapisan ini berupa lempung napalan. Lapisan ini sebagian berada di bawah muka
freatik airtanah dan sebagian lagi berada di atas muka freatik airtanah, sehingga
pada bagian yang berada di bawah muka freatik airtanah berada di bawah zona
aerasi atau lengas tanah. Zona aerasi di daerah ini memiliki ketebalan rata-rata
2,40 meter dibawah permukaan tanah. Perlapisan ketiga dengan nilai tahanan jenis
30,2 ohm-meter yang berupa material pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari
61



endapan Gunungapi Merapi Muda. Pada lapisan ini terdapat airtanah tawar
dengan jumlah besar sehingga merupakan akuifer yang potensial dengan
ketebalan akuifer 4,56 meter. Lapisan ketiga tersebut merupakan akuifer semi
tertekan karena dibatasi oleh lapisan semi kedap pada bagian atas dan bawahnya.
Lapisan keempat memiliki nilai tahanan jenis sebesar 6,27 meter dengan
ketebalan 5,1 meter, materialnya berupa lempung napalan. Berdasarkan
kemampuannya dalam meloloskan airtanah, material batuan yang berupa lempung
napalan termasuk dalam tipe akuitard. Hal tersebut dikarenakan material ini dapat
menyimpan air tetapi hanya dapat meloloskannya dalam jumlah yang sedikit.
Lapisan kelima dengan nilai tahanan jenis 10,5 ohm-meter dengan material berupa
lempung berpasir. Pada lapisan ini terdapat airtanah meskipun dalam jumlah yang
tidak banyak atau akuifer dengan potensi airtanah rendah. Lapisan ini merupakan
akuifer semi tertekan. Pada akuifer semi tertekan airtanahnya berada di bawah
lapisan setengah kedap dan biasanya sering ditemui di lembah aluvial dan dataran
(Purnama, Suyono dan Sulaswono, 2007). Lapisan terakhir memiliki nilai tahanan
jenis 2,28 ohm-meter yang berupa material napal gampingan. Material napal
gampingan merupakan akuitard dan memiliki permeabilitas yang sangat terbatas,
sehingga hanya bersifat seperti bak penampung air. Pada sumur gali yang terdapat
pada material napal gampingan, kemungkinan airnya berasal dari air hujan yang
masuk kedalam sumur. Rekonstruksi sayatan vertikal titik G-1 dapat dilihat pada
Gambar 4.8.






62





























Gambar 4.8. Rekonstruksi sayatan vertikal pada titik pendugaan geolistrik G-1


Titik pendugaan geolistrik G-4 berada pada koordinat (418966 mT dan
9136888 mU), dengan elevasi 70 meter di atas permukaan laut. Titik pendugaan
geolistrik G-4 terletak di Dusun Pedusan, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu.
Kurva hasil interpretasi dan tabel perlapisan batuan pada titik pendugaan
geolistrik G-4 dapat dilihat pada Gambar 4.9, dan lokasi pendugaan geolistrik G-4
dapat dilihat pada Gambar 4.10.







Gambar 4.9. Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada Titik Pendugaan
Geolistrik G-4.
= 5,58 m
= 9,98 m
= 30,2 m
water table
Lempung napalan
Lempung napalan
Pasir, kerikil,
kerakal, breksi,
aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda

= 6,27 m
= 10,5 m
= 2,28 m
Lempung napalan
Lempung berpasir
Napal Gampingan
0 m - 1,51 m
1,51 m - 4,95 m
4,95 m - 9,51m
9,51m - 14,61 m
14,61 - 48,51 m
??? m
63




Gambar 4.10. Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-4
Lokasi : Dusun Pedusan, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu
Koordinat : 418966 mT dan 9136888 mU
Sumber : Pengukuran Lapangan 2010

Berdasarkan sayatan vertikalnya titik G-4 terdiri atas 6 lapisan batuan.
Lapisan pertama dengan nilai tahanan jenis 6,26 ohm-meter, berupa material
lempung napalan. Lapisan ini merupakan lengas tanah atau terletak pada zona
aerasi, sehingga diperkirakan tidak terdapat airtanah. Muka airtanah pada lokasi
ini memiliki kedalaman 2,48 meter sampai 4,6 meter dengan ketebalan rata-rata
zona aerasi 3,54 meter. Lapisan kedua dengan nilai tahanan jenis 6,91 ohm-
meter dengan ketebalan 2,29 meter di bawah muka airtanah (water table), pada
lapisan ini memiliki potensi airtanah yang sangat rendah, karena materialnya
berupa lempung napalan yang merupakan akuitard. Lapisan ketiga dengan nilai
tahanan jenis 37,1 ohm-meter berupa material pasir, kerikil, kerakal, breksi,
aluvium dari endapan Gunungapi Merapi Muda. Lapisan ini memiliki potensi
airtanah yang tinggi, dengan ketebalan akuifer 4,68 meter. Lapisan keempat
dengan nilai tahanan jenis 3,1 ohm-meter yang merupakan material napal
gampingan dengan ketebalan 9,8 meter. Pada lapisan kelima terdapat akuifer semi
tertekan dengan nilai tahanan jenis 27,5 ohm-meter yang merupakan akuifer
potensial dengan material pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari endapan
Gunungapi Merapi Muda, dengan ketebalan akuifer 22,1 meter. Kemudian pada
lapisan keenam ditemui lagi lapisan napal gampingan yang merupakan akuiklud
dengan nilai tahanan jenis 0,112 ohm-meter. Rekonstruksi sayatan vertikal batuan
pada titik pendugaan geolistrik G-4 disajikan pada Gambar 4.11.
64






























Gambar 4.11. Rekonstruksi sayatan vertikal pada titik pendugaan geolistrik G-4.

Titik Pendugaan geolistrik G-7 terletak pada koordinat (417602 mT dan
9134194 mU), elevasi 47 meter di atas permukaan laut. Lokasi pendugaan
geolistrik G-7 disajikan pada Gambar 4.12. Lokasi pendugaan geolistrik titik G-7
terletak di Dusun Paloman, Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu. Rekonstruksi
sayatan vertikal pada titik pendugaan geolistrik G-7 dapat dilihat pada Gambar
4.13, serta kurva hasil interpretasi dan tabel perlapisan batuan pada titik
pendugaan geolistrik G-7 dapat dilihat pada Gambar 4.14.

= 6,26 m
= 6,91 m
= 37,1 m
= 3,1 m
= 27,5 m
= 0,112 m
water table
Lempung napalan
Lempung napalan
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda

Napal gampingan
Napal gampingan
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda

0 m - 1,09 m
1,09 m - 6,92 m
6,92 m - 11,6m
11,6 m - 21,4 m
21,4 m - 43,5 m
??? m
65




Gambar 4.12. Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-7
Lokasi : Dusun Paloman, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu
Koordinat : 417602 mT dan 9134194 mU
Sumber : Pengukuran Lapangan 2010.


Gambar 4.13. Rekonstruksi sayatan vertikal pada titik pendugaan geolistrik G-7




= 2,41 m
= 156 m
= 10,4 m
= 2,97 m
= 268 m
water table
Napal gampingan
Napal gampingan
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda
Lempung berpasir
Pasir, kerikil, kerakal, breksi,
aluvium dari endapan
Gunungapi Merapi Muda
(zona aerasi, tidak
mengandung airtanah)

0 m - 0,418 m
0,418m - 0,946m
0,946m - 31,4m
31,4 m - 58.5 m
??? m
66












Gambar 4.14. Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada Titik Pendugaan
Geolistrik G-7.

Berdasarkan sayatan vertikalnya titik G-7 memiliki 5 perlapisan batuan
dengan nilai tahanan jenis yang berbeda-beda. Lapisan pertama memiliki nilai
tahanan jenis 2,41 ohm-meter dengan material napal gampingan yang berasal dari
Formasi Sentolo. Lapisan ini merupakan lapisan tanah atas (top soil), lapisan ini
memiliki ketebalan 0,418 meter. Pada lapisan ini tidak terdapat airtanah karena
terdapat pada zona aerasi. Muka airtanah pada lokasi ini berada pada kedalaman
antara 3,25 meter sampai 6,27 meter, zona aerasi pada lokasi ini memiliki tara-rata
ketebalan 4,76 meter. Lapisan kedua memiliki nilai tahanan jenis sebesar 156
ohm meter, lapisan ini masih berada pada zona aerasi. Lapisan ini terdiri atas
material pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari endapan Gunungapi Merapi
Muda, lapisan ini terdapat pada zona aerasi sehingga kemungkinan tidak terdapat
airtanah. Lapisan ketiga memiliki nilai tahanan jenis 10,4 ohm-meter, materialnya
berupa lempung berpasir. Pada lapisan ini terdapat airtanah tawar, meskipun
dalam jumlah yang kurang potensial, lapisan ini terdapat pada kedalaman 0,946
meter sampai dengan 31,4 meter. Lapisan keempat memiliki nilai tahanan jenis
2,97 ohm-meter dengan material berupa napal gampingan yang merupakan
akuiklud sehingga materialnya semi impermeabel sampai dengan impermeabel,
sehingga tidak mampu meloloskan air dalam jumlah yang berarti. Lapisan ini
memiliki kandungan airtanah dengan potensi sangat rendah. Lapisan kelima
memiliki material pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari endapan Gunungapi
Merapi Muda yang jenuh dengan airtanah tawar, dengan nilai tahanan jenis 268
67



ohm-meter. Lapisan ini merupakan akuifer semi tertekan karena bagian atasnya
dibatasi oleh material semi kedap air.
Titik pendugaan geolistrik G-9 terletak pada koordinat (415914 mT dan
9132656 mU), dengan elevasi 45 meter di atas permukaan laut. Lokasi titik G-9
disajikan pada Gambar 4.15. Titik pendugaan geolistrik G-9 berada di Dusun
Bakal dukuh, Desa Argodadi, Kecamatan Sedayu. Titik pendugaan geolistrik G-9
terletak di Desa Argodadi. Kurva hasil interpretasi dan tabel perlapisan batuan
pada titik pendugaan geolistrik G-9 dapat dilihat pada Gambar 4.16, serta
rekonstruksi sayatan vertikal pada pendugaan geolistrik titik G-9 dapat dilihat
pada Gambar 4.17.



Gambar 4.15. Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-9
Lokasi : Dusun Bakal Dukuh, Desa Argodadi, Kecamatan Sedayu
Koordinat : 415914 mT dan 9132656 mU
Sumber : Pengukuran Lapangan 2010.








Gambar 4.16. Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada Titik Pendugaan
Geolistrik G-9

68





Gambar 4.17. Rekonstruksi Sayatan Vertikal pada Titik Pendugaan Geolistrik G-9

Berdasarkan sayatan vertikal titik pendugaan geolistrik G-9 terdiri atas
enam perlapisan batuan. Lapisan pertama memiliki nilai tahanan jenis 9,17 ohm-
meter sampai dengan kedalaman 0,719 meter, materialnya berupa lempung
napalan. Lapisan ini merupakan lapisan tanah atas (top soil), pada lapisan ini tidak
terdapat airtanah karena berada pada zona aerasi. Muka airtanah pada lokasi ini
berada di kedalaman antara 1,58 meter hingga 5,15 meter, rata-rata kedalaman
zona aerasi pada lokasi ini 3,36 meter. Lapisan kedua memiliki nilai tahanan
jenis 12,7 ohm-meter dengan material lempung berpasir. Lapisan ini masih
termasuk dalan zona aerasi karena kedalaman lapisan ini hanya sampai 3,94
meter, sehingga diperkirakan tidak terdapat airtanah pada lapisan ini. Lapisan
ketiga memiliki nilai tahanan jenis 21 ohm-meter dengan ketebalan 3,04 meter,
= 9,17 m
= 12,7 m
= 21 m
= 3,35 m
= 66,7 m
= 0,12 m
water table
Lempung berpasir
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda

Napal gampingan
Lempung napalan
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda

Napal gampingan
0 m - 0,719 m
0,719m - 3,94m
3,94 m - 6,98 m
6,98 m - 16 m
16 m - 29,9 m
??? m
69



materialnya berupa pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari endapan
Gunungapi Merapi Muda yang jenuh dengan airtanah tawar. Lapisan ini
merupakan akuifer bebas yang potensial. Lapisan keempat memiliki nilai tahanan
jenis 3,35 ohm-meter, materialnya berupa napal gampingan. Lapisan ini memiliki
ketebalan 9,02 meter, lapisan ini merupakan akuiklud. Lapisan kelima memiliki
nilai tahanan jenis 66,7 ohm-meter. Materialnya berupa pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari endapan Gunungapi Merapi Muda, lapisan ini jenuh dengan
airtanah tawar, ketebalan lapisan ini yaitu 13,5 meter, lapisan ini merupakan
akuifer semi tertekan yang potensial. Lapisan keenam dengan nilai hambatan jenis
sebesar 0,12 ohm-meter dengan material berupa napal gampingan.
Hasil pendugaan geolistrik pada titik G-2, G-1, G-4, G-7, dan G-9
digabungkan menjadi penampang stratigrafi akuifer I. Penampang stratigrafi
akuifer I dibuat berdasarkan hasil penggabungan dengan pembuatan jalur
pendugaan (cross section) geolistrik titik G-2, G-1, G-4, G-7, dan G-9. Jalur
pendugaan (cross section) membentang dari arah utara ke selatan. Hal tersebut
dikarenakan pada daerah penelitian memiliki geologi yang terdiri dari Formasi
Sentolo, Endapan Gunungapi Merapi Muda dan sedikit Endapan Aluvium.
Formasi Sentolo juga hampir tersebar merata di daerah penelitian pada bagian
timur, barat dan terdapat pada daerah dataran sebelah utara yang tidak berbentuk
bukit akan tetapi memiliki geologi berupa Formasi Sentolo. Berdasarkan hasil
analisis penampang hidrostratigrafi akuifer I terdiri atas empat lapisan batuan
berupa lempung napalan, lempung berpasir, serta material pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari endapan Gunungapi Merapi Muda, dan material lempung
napalan yang berselang-seling. Penampang stratigrafi I ditunjukan pada Gambar
4.18.

70




Gambar 4.18. Interpretasi Model Penampang Stratigrafi G-2, G-1, G-4, G-7 dan G-9
(Sumber: Hasil analisis dan survei lapangan 2010)

Lapisan pertama yaitu lempung napalan mulai dari lapisan tanah atas
hingga dibawah zona aerasi dengan ketebalan 12,46 meter dari water table atau
muka freatik airtanah pada jalur pendugaan G-2, G-1, dan G-4, nilai tahanan jenis
pada lapisan ini berkisar antara 6,06 - 10 ohm meter. Muka airtanah pada daerah
ini memiliki kedalaman antara 0,4 meter sampai dengan 2,48 meter, rata-rata
kedalaman zona aerasi pada wilayah jalur pendugaan geolistrik G2, G-1, dan G-4
yaitu 1,44 meter. Kemudian di bawah lapisan lempung napalan tersebut terdapat
lapisan material lempung berpasir dengan nilai tahanan jenis 10 - 15 ohm-meter.
Pada lapisan material lempung berpasir tersebut terdapat airtanah, akan tetapi
jumlahnya kurang potensial. Selanjutnya dibawahnya terdapat lapisan material
pasir, kerikil, kerakal, breksi, dan aluvium. Material tersebut berasal dari Endapan
Gunungapi Merapi Muda (Qmi). Lapisan material lempung berpasir serta material
pasir, kerikil, kerakal, breksi, dan aluvium tersebut merupakan akuifer semi
tertekan. Ketebalan akuifer semi tertekan tersebut adalah 84,8 meter. Akuifer semi
tertekan disebut juga akuifer bocor (leaky aquifer). Dimana pada lapisan ini
dibatasi oleh lapisan semi kedap. Di bawah lapisan ini terdapat lapisan lempung
napalan, dengan nilai tahanan jenis 5 - 10 ohm-meter.
Aluvium terdiri dari material lepas seperti kerikil, pasir, debu, lempung
juga reruntuhan (debris) dari daerah disekitarnya yang terbawa oleh aliran sungai
dan diendapkan pada daerah yang lebih rendah. Aluvium terdapat pada daerah
datar hingga bergelombang, biasanya ditemukan pada daerah cekungan, lembah
sungai, dan dataran banjir (Todd, 1980).
(Selatan) G-9
Water table
Lempung napalan atau lempung gampingan
(akuitard, potensi airtanah sangat rendah)

Pasir, kerikil, kerakal, breksi,
aluvium dari endapan Gunungapi
Merapi Muda

Lempung berpasir
(potensi airtanah rendah)

Lempung napalan atau lempung gampingan
(akuitard, potensi airtanah sangat rendah)

Lempung berpasir dan
aluvium
(akuifer potensial)

Pasir, kerikil, kerakal, breksi,
aluvium dari endapan Gunungapi
Merapi Muda

71



Jalur pendugaan G-4, G-7, dan G-9 memiliki lapisan zona aerasi dengan
kedalaman antara 2,48 meter sampai dengan 6,0 meter, rata-rata kedalaman zona
aerasi 3,80 meter. Di bawah lapisan zona aerasi terdapat lapisan lempung
berpasir dengan nilai tahanan jenis 10 - 15 ohm-meter serta lapisan material pasir,
kerikil, kerakal, breksi, dan aluvium yang berasal dari endapan Merapi Muda
dngan nilai tahanan jenis 15 - 16,1 ohm-meter. Lapisan material lempung berpasir
dan lapisan material aluvium tersebut merupakan lapisan akuifer bebas karena
dibatasi oleh tinggi muka airtanah (water table) pada bagian atas (Asdak, 1995).
Akuifer bebas tersebut memiliki ketebalan 39,25 meter. Airtanah pada akuifer
bebas biasanya ditemukan pada kedalaman kurang dari 40 meter. Sehingga
sebagian besar masyarakat memanfaatkan airtanah yang berasal dari akuifer bebas
untuk memenuhi kebutuhan domestik. Kemudian pada bagian bawahnya terdapat
lapisan material lempung napalan atau lempung gampingan dengan nilai tahanan
jenis 5 - 10 ohm-meter. Lapisan lempung napalan ini berasar dari pengendapan
material gamping napal dari Perbukitan Formasi Sentolo yang mengendap di
daerah yang lebih rendah dengan topografi yang lebih datar. Lempung napalan
memiliki nilai tahanan jenis yang rendah, hal tersebut karena material ini bersifat
konduktor dengan nilai derajat kejenuhan air yang tinggi. Akan tetapi lapisan
lempung napalan ini hanya mampu meloloskan air dalam jumlah sedikit dengan
gerakan yang lambat karena memiliki hydraulic conductivity atau kecepatan
batuan dalam mengalirkan air, sehingga termasuk dalam tipe akuitard. Pada
lapisan ini disisipi oleh lapisan material lempung berpasir serta material pasir,
kerikil, kerakal, breksi, dan aluvium yang berasal dari endapan Merapi Muda,
dimana kedua lapisan ini merupakan akuifer semi tertekan karena pada bagian
atas dan bawahnya dibatasi oleh material semi kedap. Ketebalan akuifer semi
tertekan ini adalah 21,1 meter, yang dimulai pada kedalaman 50,8 meter sampai
kedalaman 72 meter. Terdapatnya perlapisan batuan yang berselang-seling antara
lempung napalan, lempung berpasir, material aluvium, kemudian ditemukan lagi
lapisan lempung napalan dikarenakan adanya pengendapan material gamping
napal dari Formasi Sentolo yang mengendap di Dataran Fluvio Volkanik Merapi
yang materialnya berupa Endapan Gunungapi Merapi Muda (Qmi).
72



4.1.2 Penampang Stratigrafi Akuifer II
Penampang stratigrafi akuifer II mencakup titik pendugaan geolistrik G-2,
G-5, dan G-6. Jarak keseluruhan penampang hidrostratigrafi ini mencapai 5640
meter. Lokasi pengukuran pendugaan geolistrik titik G-5 dilakukan di Dusun
Gubug, Desa Argosari, Kecamatan Sedayu. Lokasi pendugaan geolistrik G-5
tersaji dalam Gambar 4.19. Titik pendugaan geolistrik G-5 berada pada koordinat
(418857 mU dan 9138192 mT). Jarak bentangan elektrodanya adalah sejauh 100
meter, sehingga dapat diketahui perlapisan batuannya sedalam 100 meter ke arah
vertikal. Elektrodanya membentang dari arah barat ke timur sejajar dengan kontur
topografi, dengan elevasi 80 meter. Kurva hasil interpretasi dan tabel perlapisan
batuan pada titik pendugaan geolistrik G-5 dapat dilihat pada Gambar 4.20.


Gambar 4.19. Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-5
Lokasi : Dusun Gubug, Desa Argosari, Kecamatan Sedayu
Koordinat : 418857 mT dan 9138192 mU.









Gambar 4.20. Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada Titik Pendugaan
Geolistrik G-5

73



Berdasarkan sayatan vertikal pada titik pendugaan geolistrik G-5 terdiri
atas enam perlapisan batuan dengan nilai tahanan jenis yang berbeda. Lapisan
pertama memiliki nilai tahanan jenis 12,8 ohm meter dengan ketebalan 0,721
meter, materialnya berupa lempung berpasir. Lapisan ini merupakan lapisan tanah
atas (top soil), lapisan ini merupakan zona aerasi, sehingga tidak terdapat airtanah.
Lapisan kedua memiliki nilai tahanan jenis 3,38 ohm-meter, dengan material
napal gampingan. Lapisan ini juga masih merupakan zona aerasi atau lengas
tanah, sehingga diperkirakan tidak terdapat airtanah. Zona aerasi pada lokasi ini
diperkirakan memiliki ketebalan 1,82 meter, karena sumur di daerah ini rata-rata
memiliki kedalaman muka airtanah 1,17 meter hingga 2,26 meter. Lapisan ketiga
memiliki nilai tahanan jenis 11,5 ohm-meter, dengan material lempung berpasir.
Pada lapisan ini terdapat airtanah dalam jumlah yang kurang potensial. Ketebalan
lapisan ini adalah 6,16 meter. Lapisan keempat memiliki nilai tahanan jenis
sebesar 63,3 ohm-meter, dengan material pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium
dari endapan Gunungapi Merapi Muda, lapisan ini jenuh airtanah tawar. ketebalan
lapisan ini adalah 0,53 meter. Lapisan kelima memiliki nilai tahanan jenis sebesar
186 ohm-meter, materialnya terdiri atas pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium
dari endapan Gunungapi Merapi Muda, lapisan ini jenuh airtanah tawar sehingga
merupakan akuifer yang potensial dengan ketebalan 7,86 meter. Lapisan keenam
memiliki nilai tahanan jenis 0,448 ohm-meter, dngan material berupa napal
gampingan. Lapisan ini merupakan akuiklud, dapat menyimpan air akan tetapi
tidak mampu meloloskan air dalam jumlah yang berarti karena nilai konduktivitas
hidrauliknya yang sangat kecil. Lapisan ketiga, keempat, dan kelima merupakan
akuifer bebas karena pada bagian atasnya langsung dibatasi oleh zona aerasi dan
muka airtanah (water table) pada bagian atasnya dan dibatasi oleh lapisan semi
kedap atau lapisan kedap pada bagian bawahnya. Akuifer bebas tersebut memiliki
ketebalan 13,28 meter. Rekonstruksi sayatan vertikal titik pendugaan geolistrik G-
5 dapat dilihat pada Gambar 4.21.
74




Gambar 4.21. Rekonstruksi sayatan vertikal titik pendugaan geolistrik G-5

Titik pendugaan geolistrik G-6 berada pada koordinat (416135 mU dan
9136008 mT). Titik pendugaan geolistrik G-6 terletak di Dusun Tapen, Desa
Argosari, Kecamatan Sedayu, dengan elevasi 66 meter di atas permukaan laut.
jarak bentangan elektroda pada titik ini yaitu sejauh 150 meter dengan arah
bentangan dari barat ke timur sejajar dengan kontur topografi. Kurva hasil
interpretasi dan tabel perlapisan batuan pada titik pendugaan geolistrik G-6 dapat
dilihat pada Gambar 4.22, dan rekonstruksi sayatan vertikal titik pendugaan
geolistrik G-6 dapat dilihat pada Gambar 4.23.







Gambar 4.22. Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada Titik Pendugaan
Geolistrik G-6

= 12,8 m
= 3,38 m
= 11,5 m
= 63,3 m
= 186 m
= 0,448 m
water table
Lempung berpasir
Napal gampingan
Napal gampingan
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda

Lempung berpasir
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda

0 m - 0,721 m
0,721 m - 1,27m
1,27 m - 6,71 m
6,71 m - 7,24 m
7,24 m - 15,1 m
??? m
75




Gambar 4.23. Rekonstruksi Sayatan Vertikal Titik Pendugaan Geolistrik G-6

Berdasarkan sayatan vertikal pada titik pendugaan geolistrik G-6 terdiri
atas lima perlapisan batuan. Lapisan pertama memiliki nilai tahanan jenis sebesar
9,38 ohm-meter dengan ketebalan material lempung napalan. Lapisan ini
merupakan terdapat pada zona aerasi, sehingga pada lapisan ini diperkirakan tidak
terdapat airtanah. Ketebalan zona aerasi pada lokasi ini 2,65 meter. Lapisan
kedua memiliki nilai tahanan jenis 17,5 ohm-meter dengan material berupa pasir,
kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari endapan Gunungapi Merapi Muda, material
ini jenuh airtanah tawar. Lapisan ini memiliki ketebalan 7,23 meter. Lapisan
ketiga memiliki nilai tahanan jenis 24,2 ohm-meter, materialnya juga berupa pasir,
kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari endapan Gunungapi Merapi Muda yang
jenuh airtanah tawar. Lapisan ini memiliki ketebalan 7,9 meter. Lapisan keempat
memiliki nilai tahanan jenis sebesar 1,05 ohm-meter, materialnya berupa napal
gampingan. Lapisan ini mengandung airtanah dengan potensi yang sangat rendah,
karena merupakan akuiklud, ketebalan lapisan ini yaitu 18,3 meter. Lapisan kedua
= 9,38 m
= 17,5 m
= 24,2 m
= 1,05 m
= 316 m
water table
Lempung napalan
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda

Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda

Napal gampingan
Breksi tuf
0 m - 2,81 m
2,81 m - 10,2 m
10,2 m - 18,1 m
18,1 m - 36,4 m
??? m
76



dan ketiga merupakan akuifer bebas dengan ketebalan 15,13 meter. Akuifer bebas
tersebut dapat dimanfaatkan airtanahnya oleh masyarakat untuk pembuatan sumur
gali guna memenuhi kebutuhan domestik. Lapisan kelima memiliki nilai tahanan
jenis sebesar 316 ohm-meter, materialnya berupa breksi tuf. Lapisan ini berada
mulai dari kedalaman 36,4 meter. Lapisan ini merupakan akuiklud, materialnya
bersifat semi permeabel hingga impermeabel, dimana air berada pada retakan-
retakan batuanya.
Hasil pendugaan geolistrik pada titik G-2, G-5, dan G-6 kemudian
digabungkan menjadi penampang hidrostratigrafi II dengan pembuatan jalur
pendugaan (cross section). Jalur pendugaan (cross section) membentang dari arah
utara ke selatan. Berdasarkan hasil analisis penampang hidrostratigrafi akuifer II
terdiri dari empat lapisan batuan berupa lempung napalan, lempung berpasir,
material pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari endapan Gunungapi Merapi
Muda, dan lempung napalan yang berselang-seling. Zona aerasi pada wilayah ini
terletak pada kedalaman 2,03 meter sampai dengan 2,65 meter, dengan ketebalan
rata-rata 2,34 meter. Lapisan pertama berupa lempung napalan atau lempung
gampingan dengan nilai tahanan jenis 5 - 10 ohm-meter, ketebalan lapisan ini
24,46 meter. Lapisan kedua adalah lapisan lempung berpasir dengan nilai tahanan
jenis 10 - 15 ohm-meter. Lapisan ini mengandung airtanah dengan potensi rendah.
Lapisan ketiga memiliki nilai tahanan jenis 15 - 34,2 ohm-meter, materialnya
berupa pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari endapan Gunungapi Merapi
Muda, material ini jenuh airtanah tawar. Lapisan ini merupakan akuifer potensial.
Lapisan kedua dan ketiga merupakan akuifer semi tertekan karena dibatasi oleh
lapisan semi kedap pada bagian atas dan bawahnya. Ketebalan akuifer semi
tertekan tersebut adalah 64,8 meter. Lapisan keempat merupakan lempung
napalan atau lempung gampingan. Penampang stratigrafi II ditunjukan pada
Gambar 4.24.

77




Gambar 4.24. Interpretasi Model Penampang Stratigrafi G-2, G-5, dan G-6
(Sumber: Hasil analisis dan survei lapangan 2010)

4.1.3 Penampang Stratigrafi Akuifer III
Penampang stratigrafi akuifer III mencakup titik pendugaan geolistrik G-3,
G-9, dan G-8. Jarak keseluruhan penampang hidrostratigrafi ini mencapai 3050
meter. Pendugaan geolistrik titik G-3 terletak pada koordinat 415425 mU dan
9133450 mT, terletak di Dusun Nglebeng, Desa Argodadi, Kecamatan Bantul.
Lokasi pendugaan geolistrik titik G-3 ditunjukan pada Gambar 4.25. Jarak
bentangan elektrodanya adalah sejauh 150 meter, sehingga dapat diketahui
perlapisan batuannya sedalam 150 meter ke arah vertikal. Elektrodanya
membentang dari arah barat ke timur sejajar dengan kontur topografi, dengan
elevasi 47 meter di atas permukaan laut. Kurva hasil interpretasi dan tabel
perlapisan batuan pada titik pendugaan geolistrik G-3 dapat dilihat pada Gambar
4.26, serta rekonstruksi sayatan vertikal pada titik pendugaan geolistrik G-3
ditunjukan pada Gambar 4.27.


Gambar 4.25. Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-3
Lokasi : Dusun Nglebeng, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu
Koordinat : 415425 mT dan 9133450 mU
Sumber : Pengukuran Lapangan 2010.
water table
Lempung napalan atau lempung gampingan
(akuitard, potensi airtanah sangat rendah)
Lempung berpasir
(potensi airtanah rendah)
Pasir, kerikil, kerakal, breksi,
aluvium dari endapan Gunungapi
Merapi Muda

78









Gambar 4.26. Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada Titik Pendugaan
Geolistrik G-3


Gambar 4.27. Rekonstruksi sayatan vertikal pada titik pendugaan geolistrik G-3

Berdasarkan sayatan vertikal titik pendugaan geolistrik G-3 terdiri atas
enam perlapisan batuan. Lapisan material pada titik pendugaan geolistrik G-3 ini
memiliki nilai tahanan jenis yang berbeda-beda. Lapisan pertama memiliki nilai
tahanan jenis 10,9 ohm-meter, materialnya berupa lempung berpasir. Lapisan ini
= 10,9 m
= 2,58 m
= 22,7 m
= 2,34 m
= 167 m
= 0,488 m
water tabel
Lempung berpasir
Napal gampingan
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda

Napal gampingan
Napal gampingan
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda

0 m - 0,984 m
0,984 m - 2,28 m
2,28 m - 5,24 m
5,24 m - 11,8 m
11,8 m - 27,1 m
??? m
79



merupakan lapisan tanah atas (top soil), dimana lapisan ini merupakan zona aerasi
atau lengas tanah. Zona aerasi pada lokasi ini terdapat pada kedalaman 1,58 meter
sampai dengan 5,15 meter, dengan rata-rata ketebalan zona aerasi 3,14 meter.
Lapisan kedua memiliki nilai tahanan jenis 2,58 ohm-meter, materialnya berupa
napal gampingan. Lapisan ini juga masih termasuk dalam zona aerasi. Sehingga
diperkirakan tidak terdapat airtanah. Lapisan ketiga memiliki nilai tahanan jenis
22,7 ohm-meter, materialnya berupa pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi Merapi Muda, material ini jenuh airtanah tawar. Lapisan ini
merupakan akuifer bebas yang potensial. lapisan ini disebut akuifer bebas karena
bagian atasnya dibatasi oleh muka airtanah (water table) dan lapisan semi kedap
pada bagian bawahnya. Lapisan ini memiliki ketebalan 4,03 meter. Lapisan
keempat memiliki nilai tahanan jenis 2,34 ohm-meter, materialnya berupa napal
gampingan yang berasal dari Formasi Sentolo. Lapisan kelima memiliki nilai
tahanan jenis sebesar 167 ohm-meter, materialnya berupa pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari endapan Gunungapi Merapi Muda, material ini jenuh dengan
airtanah tawar. Lapisan ini merupakan akuifer semi tertekan karena dibatasi oleh
lapisan semi kedap pada bagian atas dan bawahnya. Ketebalan akuifer semi
tertekan ini yaitu 15,3 meter, dimulai pada kedalaman 11,8 meter sampai dengan
kedalaman 27,1 meter. Lapisan keenam kembali lagi pada material napal
gampingan dengan nilai tahanan jenis 0,488 ohm-meter.
Pendugaan geolistrik titik G-8 terletak pada koordinat 417388 mU dan
9131142 mT, Titik G-8 berada di Dusun Sungapan, Desa Argodadi. Lokasi
pendugaan geolistrik G-8 dapat dilihat pada Gambar 4.28. Jarak bentangan
elektrodanya adalah sejauh 125 meter, sehingga dapat diketahui perlapisan
batuannya sedalam 125 meter ke arah vertikal. Elektrodanya membentang dari
arah barat ke timur sejajar dengan kontur topografi, dengan elevasi 37,5 meter di
atas permukaan laut. Kurva hasil interpretasi dan tabel perlapisan batuan pada titik
pendugaan geolistrik G-8 dapat dilihat pada Gambar 4.29.
80




Gambar 4.28. Lokasi Titik Pendugaan Geolistrik G-8
Lokasi : Dusun Nglebeng, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu
Koordinat : 417388 mT dan 9131142 mU
Sumber : Pengukuran Lapangan 2010.


Gambar 4.29. Kurva Hasil Interpretasi dan Tabel Perlapisan Batuan pada Titik Pendugaan
Geolistrik G-8

Berdasarkan sayatan vertikalnya titik pendugaan G-8 terdiri atas enam
perlapisan batuan. Lapisan pertama memiliki nilai tahanan jenis 50,8 ohm-meter,
dengan material pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari endapan Gunungapi
Merapi Muda, ketebalan lapisan ini yaitu 0,67 meter. Lapisan ini merupakan
lapisan tanah atas (top soil) yang berada pada zona aerasi, sehingga pada lapisan
ini diperkirakan tidak terdapat airtanah. Nilai tahanan jenis yang tinggi pada
perlapisan ini dapat dikarenakan aktivitas manusia yang dilakukan pada lapisan
atas tanah pada lokasi ini. Rekonstruksi sayatan vertikal pada titik pendugaan
geolistrik G-8 ditunjukan pada Gambar 4.30.
81




Gambar 4.30. Rekonstruksi sayatan vertikal pada titik pendugaan geolistrik G-8

Zona aerasi pada lokasi pendugaan geolistrik G-8 ini pada kedalaman 2,4
meter hingga 2,75 meter, dengan rata-rata ketebalan zona aerasi di daerah ini
2,5 meter. Lapisan kedua memiliki nilai tahanan jenis 10,5 ohm meter dengan
material berupa lempung berpasir. Lapisan ini masih termasuk dalam zona aerasi
karena hanya mencapai kedalaman 1,85 meter, sehingga diperkirakan tidak
terdapat airtanah. Lapisan ketiga memiliki nilai tahanan jenis sebesar 217 ohm-
meter, materialnya berupa pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari endapan
Gunungapi Merapi Muda, material ini jenuh dengan airtanah tawar. Lapisan ini
merupakan akuifer bebas yang potensial karena pada bagian atasnya dibatasi oleh
muka muka airtanah (water table) dan dibatasi oleh lapisan semi kedap pada
= 50,8 m
= 10,5 m
= 217 m
= 4,54 m
= 7,29 m
= 6419 m
water table
Lempung berpasir
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda (zona aerasi,
tidak mengandung
airtanah)

Batugamping kompak
dan kalkarenit kompak
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda

Napal gampingan
Lempung napalan 13,9 m - 19,5 m
0 m - 0,67 m
0,67 m - 1,85 m
1,85 m - 4,57 m
4,57 m - 13,9 m
??? m
82



bagian bawahnya. Ketebalan lapisan ini yaitu 3,72 meter. Lapisan keempat
memiliki nilai tahanan jenis 4,54 ohm-meter, dengan material napal gampingan
yang merupakan akuiklud. Lapisan kelima berupa material lempung napalan
dengan nilai tahanan jenis 7,29 ohm-meter. Lapisan keenam memiliki nilai
tahanan jenis 6419 om-meter, materialnya diperkirakan merupakan batugamping
kompak dan kalkarenit kompak yang merupakan akuifug, dimana material
tersebut bersifat kedap air.
Hasil pendugaan geolistrik pada titik G-3, G-9, dan G-8 digabungkan
menjadi penampang stratigrafi akuifer III berdasarkan pembuatan jalur pendugaan
(cross section). Jalur pendugaan (cross section) membentang dari arah barat ke
timur. Hal ini dilakukan agar dapat merepresentasikan bagaimana kondisi
hidrostratigrafi akuifer di daerah penelitian dengan baik. Penampang stratigrafi
akuifer III ditunjukan pada Gambar 4.31.


Gambar 4.31. Interpretasi Model Penampang Stratigrafi G-3, G-9, dan G-8
(Sumber: Hasil analisis dan survei lapangan 2010)

Berdasarkan analisis penampang stratigrafi akuifer III terdiri dari tiga
perlapisan batuan. Lapisan pertama pada jalur pendugaan (cross section) G-3 dan
G-9 merupakan material lempung napalan atau lempung gampingan, dengan nilai
tahanan jenis 5 - 10 ohm-meter yang berasal dari rombakan lereng Perbukitan
Gamping Formasi Sentolo yang mengendap pada daerah yang lebih rendah.
Lapisan ini berada di bawah zona aerasi yang pada daerah ini terdapat pada
kedalaman 1,58 meter hingga 5,15 meter, dengan ketebalan rata-rata zona aerasi
3,3 meter. Ketebalan lapisan pertama yaitu 47,5 meter. Lapisan kedua merupakan
material lempung berpasir dengan nilai tahanan jenis 10 - 15 ohm-meter. Lapisan
water table
Lempung napalan atau lempung gampingan
(akuitard, potensi airtanah sangat rendah)
Lempung berpasir
(potensi airtanh rendah)
Pasir, kerikil, kerakal, breksi,
aluvium dari endapan Gunungapi
Merapi Muda

Pasir, kerikil, kerakal, breksi,
aluvium dari endapan Gunungapi
Merapi Muda

83



ini merupakan akuifer semi tertekan dengan potensi airtanah rendah. Lapisan ini
dibatasi oleh lapisan semi kedap pada bagian atasnya, ketebalan akuifer semi
tertekan ini yaitu 49,2 meter,dimulai pada kedalaman 50,8 meter. Selanjutnya
pada lapisan ketiga kembali lagi pada material lempung napalan dengan nilai
tahanan jenis 5 - 10 ohm-meter.
Lapisan pertama jalur pendugaan G-9 dan G-8 merupakan material
lempung napalan dengan nilai tahanan jenis 5 - 10 ohm-meter. Kemudian
disebelah timur perlapisan tersebut terdapat perlapisan dengan material lempung
berpasir serta material pasir, kerikil, kerakal, breksi, aluvium dari endapan
Gunungapi Merapi Muda, dengan nilai tahanan jenis 10 - 34,7 ohm-meter.
Lapisan ini merupakan akuifer bebas dengan potensi airtanah besar. Lapisan ini
dibatasi oleh muka airtanah (water table) pada bagian atas dan lapisan semi kedap
pada bagian bawah. Ketebalan akuifer bebas ini yaitu 96,8 meter yang terletak di
bawah zona aerasi. Zona aerasi pada lokasi ini memiliki tebal rata-rata 3,2
meter. Lapisan kedua dengan material lempung napalan, memiliki nilai tahanan
jenis 5-10 ohm-meter. Lapisan ini merupakan akuitard yang hanya dapat
meloloskan airtanah dalam jumlah yang sangat sedikit. Perlapisan batuan dan
tebal akuifer di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3, sedangkan data
pendugaan geolistrik titik G-1 sampai dengan G-9 dapat dilihat pada Lampiran
4.4. Lokasi pendugaan geolistrik, pumping test dan sumur bor disajikan pada
Gambar 4.32, serta jalur pendugaan geolistrik (cross section) disajikan pada
Gambar 4.33.









84



Tabel 4.3. Perlapisan Batuan Berdasarkan Hasil Cross Section di Daerah Penelitian
Lokasi Material Jenis
Kedalaman
(m)
Tebal
(m)
Sy
(%)
Lempung napalan atau
lempung gampingan
Akuitard 1,44 - 7,2 5,76 3
Lempung berpasir Akuifer (akuifer semi
tertekan)
7,2 - 26,8 19,6 23
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda
Akuifer (akuifer semi
tertekan)
26,8 - 72 45,2 25
Lempung berpasir Akuifer (akuifer semi
tertekan)
80 - 100 20 23
Lempung napalan atau
lempung gampingan
Akuitard 50,8 - 100 49,2 3
Lempung napalan atau
lempung gampingan
Akuitard 3,8 - 13,9 10,1 3
Lempung berpasir Akuifer (akuifer bebas) 1,95 - 37,3 35,45 23
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda
Akuifer (akuifer bebas) 1,95 - 26,8 24,85 25
Lempung napalan atau
lempung gampingan
Akuitard 26,8 - 50,8 24 3
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda
Akuifer (akuifer semi
tertekan)
50,8 - 72 21,2 25
Lempung napalan atau
lempung gampingan
Akuitard 72 - 100 28 3

Lempung napalan atau
lempung gampingan
Akuitard 2,34 - 26,8 24,46 3
Lempung berpasir Akuifer (akuifer semi
tertekan)
7,2 - 37,3 30,1 23
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda
Akuifer (akuifer semi
tertekan)
19,3 - 72 52,7 25
Lempung napalan Akuitard 50,8 - 72 2,2 3

Lempung napalan atau
lempung gampingan
Akuitard 3,3 - 50,8 47,5 3
Lempung berpasir Akuifer (akuifer semi
tertekan)
50,8 - 100 49,2 23
Lempung napalan Akuitard 72 - 100 28 3
Lempung napalan Akuitard 3,2 - 50,8 47,6 3
Lempung berpasir Akuifer (akuifer bebas) 3,2 - 100 96,8 23
Pasir, kerikil, kerakal,
breksi, aluvium dari
endapan Gunungapi
Merapi Muda
Akuifer (akuifer bebas) 3,2 - 100 96,8 25
Sumber : Hasil Pengolahan dan Analisis Data Pengukuran Lapangan 2010


G-4,
G-7,
dan
G-9
G-3
dan
G-6
G-2
dan
G-3
G-2,
G-3,
dan
G-6
G-2,
G-1,
G-4,
G-7,
dan
G-9
G-2,
G-1,
dan
G-4
G-2,
G-5,
dan
G-6
85




Gambar 4.32
Peta Titik Pendugaan Geolistrik, Lokasi Uji Pompa, dan Sumur Bor

# 0
# 0
G
K
.

P
r
o
g
o
416000 mT
416000 mT
418000
418000
420000 mT
420000 mT
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
4
0
0
0
0

m
U
9
1
4
0
0
0
0

m
U
Kec.
Moyudan
#
Kec. Godean #
Kec.
Gamping
#
Kec.
Sedayu
#
Kec.
Pajangan
# Kec.
Kasihan
#
Peta Titik-titik Pendugaan Geolistrik, Lokasi Uji Pompa,
dan Lokasi Sumur Bor di Wilayah Sedayu,
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab.
Sleman
#Y
Kab.
Kulon Progo
#Y
Kab.
Bantul
#Y
K
.

K
o
n
t
e
n
g
Sumber :
1. Interpretasi Peta Geologi skala
1 : 100.000
Lembar Yogyakarta tahun 1995
2. Podes DIY 2008
3. Peta Kontur Daerah Penelitian
3. Pengukuran Lapangan 2010
Dibuat oleh :
Diah Sabatini Sitiningrum
06/198364/GE/06104
Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2010
Kec.
Sentolo
#
400000 mT
400000 mT
450000 mT
450000 mT
9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
Prop. Jawa
Tengah
Prop. DaerahIstimewa Yogyakarta
S
a
m
u
de
ra
H
in
dia
U
Skala 1 : 29.263
Kecamatan Sedayu
Desa
Argomulyo
#S
Desa
Argorejo
#S
Desa
Argodadi
#S
Desa
Argosari
#S
Qa Qa
Batas kecamatan
Batas Desa
Batas kabupaten
LEGENDA :
Kecamatan
# Y Kabupaten
Sungai
Kontur
topografi
Jalur pendugaan
geolistrik
#S Desa
Aluvium : kerakal, pasir, lanau dan lempung
sepanjang sungai besar dan dataran pantai
Endapan Gunungapi Merapi Muda : Tuff,
abu, breksi, aglomerat dan leleran lava
takterpisahkan
Formasi Sentolo : Batugamping
dan batupasir napalan
G-1
Titik Pendugaan
Geolistrik

#
Qmi
Tmps
Transportasi
Jalan kabupaten
Jalan nasional
Jalan propinsi
Jalan Kereta
Batas Administrasi
P1 Lokasi Uji Pompa
#0 Lokasi Sumur Bor B-1
U
0.5 0 0.5 1 1.5 Km
G-2
G-1
G-4
G-7
G-8
G-9
G-3
G-6
G-5
P1
P2
B-1
B-2
Tmps
Tmps
Tmps
Tmps
Tmps
Qmi
Qmi
Qmi
Qmi
Qa
86




Gambar 4.33
Peta Jalur Pendugaan Geolistrik (Cross Section) Daerah Penelitian

G
K
.

P
r
o
g
o
416000 mT
416000 mT
418000
418000
420000 mT
420000 mT
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
4
0
0
0
0

m
U
9
1
4
0
0
0
0

m
U
Kec.
Moyudan
#
Kec. Godean #
Kec.
Gamping
#
Kec.
Sedayu
#
Kec.
Pajangan
# Kec.
Kasihan
#
Peta Jalur Pendugaan Geolistrik (Cross Section)
Wilayah Sedayu, Kabupaten Bantul
Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab.
Sleman
#Y
Kab.
Kulon Progo
#Y
Kab.
Bantul
#Y
K
.

K
o
n
t
e
n
g
Sumber :
1. Interpretasi Peta Geologi skala
1 : 100.000
Lembar Yogyakarta tahun 1995
2. Podes DIY 2008
3. Peta Kontur Daerah Penelitian
4. Pengukuran Lapangan 2010
Dibuat oleh :
Diah Sabatini Sitiningrum
06/198364/GE/06104
Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2010
Kec.
Sentolo
#
400000 mT
400000 mT
450000 mT
450000 mT
9
1
0
0
0
0
0
m
U 9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
Prop. Jawa
Tengah
Prop. DaerahIstimewa Yogyakarta
S
a
m
u
de
ra
H
in
dia
U
Skala 1 : 29.263
Kecamatan Sedayu
Desa
Argomulyo
#S
Desa
Argorejo
#S
Desa
Argodadi
#S
Desa
Argosari
#S
Qa Qa
Batas kecamatan
Batas Desa
Batas kabupaten
LEGENDA :
Kecamatan
# Y Kabupaten
Sungai
Kontur
topografi #S Desa
Aluvium : kerakal, pasir, lanau dan lempung
sepanjang sungai besar dan dataran pantai
Endapan Gunungapi Merapi Muda : Tuff,
abu, breksi, aglomerat dan leleran lava
takterpisahkan
Formasi Sentolo : Batugamping
dan batupasir napalan
G-1
Titik Pendugaan
Geolistrik
#
Qmi
Tmps

Transportasi
Jalan kabupaten
Jalan nasional
Jalan propinsi
Jalan Kereta
Batas Administrasi
Jalur pendugaan
geolistrik
U
0.5 0 0.5 1 1.5 Km
G-2
G-1
G-4
G-7
G-8
G-9
G-3
G-6
G-5
Tmps
Tmps
Tmps
Tmps
Qmi
Qmi
Qmi
Qmi
Qa
87



4.2 Karakteristik Akuifer
4.2.1 Pola Aliran Airtanah
Pola aliran airtanah dapat diketahui berdasarkan arah gerakan airtanahnya.
Arah gerakan airtanah diperoleh berdasarkan peta kontur airtanah. Kontur airtanah
diperoleh dari interpolasi titik-titik tinggi muka airtanah (TMA) di daerah
penelitian. Nilai TMA tersebut diperoleh dari selisih nilai ketinggian tempat
(elevasi) dengan nilai kedalaman permukaan airtanah. Nilai elevasi diperoleh
berdasarkan lokasi sumur gali yang diplotkan pada Peta RBI yang selanjutnya
dilihat pada kontur topografinya sehingga diperoleh nilai elevasi pada lokasi
sumur gali. Data lokasi pengukuran sumur gali disajikan pada Lampiran 4.5. Nilai
kedalaman permukaan airtanah tersebut diperoleh berdasarkan pengukuran
kedalaman muka airtanah pada sumur gali. Jumlah sumur gali yang digunakan
untuk pengukuran kedalaman muka airtanah yaitu sebanyak 40 buah.
Berdasarkan hasil pengukuran lapangan, nilai tinggi muka airtanah di
daerah penelitian berkisar antara 29,31 m dpal hingga 92,30 m dpal. Dimana
kedalaman muka airtanahnya berkisar antara 0,40 m dpal hingga 10,30 m dpal.
Pengambilan data kedalaman muka airtanah dilakukan hingga di luar daerah
penelitian, yaitu pada Perbukitan Batugamping Formasi Sentolo. Hal tersebut
dikarenakan agar diperoleh kontur airtanah yang lebih akurat dan dapat
merepresentasikan daerah penelitian dengan baik.
Arah pergerakan airtanah di daerah penelitian sesuai dengan topografi di
daerah penelitian, yaitu mengalir dari topografi perbukitan ke daerah yang lebih
datar, atau dari kontur ketinggian tempat yang rapat ke kontur ketinggian tempat
yang lebih renggang. Secara umun pola aliran airtanah di daerah penelitian
mengalir dari arah timur laut menuju ke selatan dan barat laut. Arah aliran dari
timur laut menuju ke selatan tersebut arah aliran airtanah menuju ke Sungai
Konteng yang letaknya berada diantara Perbukitan Batugamping Formasi Sentolo.
Kemudian arah aliran airtanah dari Perbukitan Batugamping Formasi Sentolo
mengalir ke arah selatan dan barat laut yaitu menuju ke Sungai Progo yaitu
menuju ke Sungai Konteng dan barat laut yaitu menuju ke Sungai Progo.
Sehingga pola aliran airtanah di daerah penelitian umumnya mengalir kearah
88



sungai (effluent). Hal tersebut dikarenakan tinggi muka air sungai lebih rendah
dibandingkan dengan tinggi muka airtanah di daerah penelitian, sehingga airtanah
akan mengalir ke sungai atau menuju pada hydraulic head yang lebih rendah.
Sehingga Sungai Progo dan Sungai Konteng yang terdapat di daerah penelitian
akan mendapat input dari airtanah dan juga dari aliran permukaan ketika hujan.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya rembesan di dinding sungai. Keberadaan
rembesan pada dinding Sungai Progo disajikan pada Gambar 4.34. Berdasarkan
tipe aliran airtanahnya yang mengalir menuju sungai, maka mengakibatkan sungai
di daerah tersebut selalu mengalir sepanjang tahun. Sehingga Sungai Progo dan
Sungai Konteng sebagai anak sungainya yang mengalir di daerah penelitian
merupakan sungai yang mengalir sepanjang tahun (bersifat perennial). Persebaran
tinggi muka airtanah (TMA) pada sumur gali yang terdapat di daerah penelitian
dapat dilihat pada Gambar 4.35, dan pola aliran airtanah di daerah penelitian dapat
dilihat pada Gambar 4.36.


Gambar 4.34. Keberadaan Rembesan pada Dinding Sungai Progo




Rembesan
89




Gambar 4.35
Peta Persebaran Tinggi Muka Airtanah di Daerah Penelitian
#
# #
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
# #
G
72.52
77.06
77.54
86.92
87.60
90.00
92.30
91.80
87.58
80.60
65.40
71.20
65.50
57.33
72.97
70.35
72.55
51.25
69.08
63.40
81.20
56.30
89.70
55.10
54.61
48.00
42.60
42.25
29.31
46.42
41.85
46.75
65.44
43.73
45.81
50.04
72.74
78.83
74.26
65.75
86.20
44.78
46.27
42.47
51.70
53.13
66.63
K
.

P
r
o
g
o
416000 mT
416000 mT
418000
418000
420000 mT
420000 mT
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
4
0
0
0
0

m
U
9
1
4
0
0
0
0

m
U
Kec.
Moyudan
#
Kec. Godean #
Kec.
Gamping
#
Kec.
Sedayu
#
Kec.
Pajangan
# Kec.
Kasihan
#
Peta Persebaran Tinggi Muka Airtanah
Wilayah Sedayu, Kabupaten Bantul
Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab.
Sleman
#Y
Kab.
Kulon Progo
#Y
Kab.
Bantul
#Y
Batas kecamatan
Batas kabupaten
Batas Desa
Batas Administrasi
Jalan Kereta
Jalan propinsi
Jalan nasional
Jalan kabupaten
Transportasi
LEGENDA :
#
Kecamatan
#Y Kabupaten
Sungai
Kontur
topografi
#S Desa
# TMA Sumur 41.85
Daerah Penelitian
K
.

K
o
n
t
e
n
g
Sumber :
1. Podes DIY 2008
3. Peta Kontur Daerah Penelitian
4. Pengukuran Lapangan 2010
Dibuat oleh :
Diah Sabatini Sitiningrum
06/198364/GE/06104
Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2010
Kec.
Sentolo
#
400000 mT
400000 mT
450000 mT
450000 mT
9
1
0
0
0
0
0
m
U 9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
Prop. Jawa
Tengah
Prop. DaerahIstimewa Yogyakarta
S
a
m
u
de
ra
H
in
dia
U
Skala 1 : 29.263
Kecamatan Sedayu
Desa
Argomulyo
#S
Desa
Argorejo
#S
Desa
Argodadi
#S
Desa
Argosari
#S
U
0.5 0 0.5 1 1.5 Km
90




Gambar 4.36
Peta Pola Aliran Airtanah di Daerah Penelitian

G
K
.

P
r
o
g
o
416000 mT
416000 mT
418000
418000
420000 mT
420000 mT
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
4
0
0
0
0

m
U
9
1
4
0
0
0
0

m
U
Kec.
Moyudan
#
Kec. Godean #
Kec.
Gamping
#
Kec.
Sedayu
#
Kec.
Pajangan
# Kec.
Kasihan
#
Peta Pola Aliran Airtanah Wilayah Sedayu, Kabupaten Bantul
Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab.
Sleman
#Y
Kab.
Kulon Progo
#Y
Kab.
Bantul
#Y
Batas kecamatan
Batas kabupaten
Batas Desa
Batas Administrasi
Jalan Kereta
Jalan propinsi
Jalan nasional
Jalan kabupaten
Transportasi
LEGENDA :
#
Kecamatan
#Y Kabupaten
Sungai
Kontur
topografi
U
0.5 0 0.5 1 1.5 Km
70
Kontur
airtanah
Arah aliran
airtanah
#S Desa
K
.

K
o
n
t
e
n
g
Sumber :
1. Podes DIY 2008
2. Peta Kontur Daerah Penelitian
3. Pengukuran Lapangan
Dibuat oleh :
Diah Sabatini Sitiningrum
06/198364/GE/06104
Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2010
Kec.
Sentolo
#
40
50
6
0
7
0
6
0
70
80
90
400000 mT
400000 mT
450000 mT
450000 mT
9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
Prop. Jawa
Tengah
Prop. DaerahIstimewa Yogyakarta
S
a
m
u
de
ra
H
in
dia
U
Skala 1 : 29.263
Kecamatan Sedayu
Desa
Argomulyo
#S
Desa
Argorejo
#S
Desa
Argodadi
#S
Desa
Argosari
#S
91



4.2.2 Kedalaman Muka Airtanah
Berdasarkan hasil pengukuran lapangan dan juga hasil klasifikasi
kedalaman muka airtanah, secara umum semakin mendekati Perbukitan
Batugamping Formasi Sentolo maka zona kedalaman muka airtanahnya semakin
dalam. Persebaran zonasi kedalaman muka airtanah dapat dilihat pada Gambar
4.37. Zona kedalaman muka airtanah di daerah penelitian dibagi kedalam tiga
zona, yaitu airtanah dangkal dengan kedalaman kurang dari 2,5 meter (< 2,5 m),
kedua yaitu airtanah sedang dengan kedalaman 2,6 sampai 7 meter ( 2,6 - 7 m),
ketiga yaitu airtanah dalam yaitu dengan kedalaman 7,1 sampai 15 meter (7,1 - 15
m).
Daerah penelitian didominasi oleh airtanah dangkal (< 2,5 m) yang hampir
tersebar di seluruh daerah penelitian. Hal tersebut disebabkan karena daerah
penelitian merupakan suatu dataran dengan material berupa endapan gunungapi
merapi muda dengan lereng yang relatif datar. Dimana secara konseptual pada
daerah yang relatif datar akan memiliki muka airtanah yang dangkal. Daerah
zonasi airtanah dangkal ini dimanfaatkan untuk permukiman dan sawah irigasi.
Hal tersebut dikarenakan airtanah yang dangkal akan mempermudah masyarakat
untuk memanfaatkan airtanah untuk dikonsumsi sehari-hari untuk kebutuhan
domestik dan juga untuk mengairi sawah irigasi, karena sebagian besar
masyarakat di daerah penelitian memanfaatkan airtanah dari sumur gali untuk
kebutuhan domestik sehari-hari.
Airtanah sedang (2,6 - 7 m) terdapat pada bagian tengah daerah penelitian
yang terletak di dekat Perbukitan batugamping Formasi Sentolo. Zona ini terletak
pada elevasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan zona airtanah dangkal. Zona
ini dimanfaatkan untuk permukiman, dan sawah irigasi, akan tetapi permukiman
lebih mendominasi di daerah ini. Hal tersebut dapat mengindikasikan adanya
penurunan muka airtanah akibat dari penggunaan lahan dan penurapan
airtanahnya dari permukiman dengan penduduk yang padat.
92




Gambar 4.37
Peta Zonasi Kedalaman Muka Airtanah Daerah Penelitian
G
K
.

P
r
o
g
o
416000 mT
416000 mT
418000
418000
420000 mT
420000 mT
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
4
0
0
0
0

m
U
9
1
4
0
0
0
0

m
U
Kec.
Moyudan
#
Kec. Godean #
Kec.
Gamping
#
Kec.
Sedayu
#
Kec.
Pajangan
# Kec.
Kasihan
#
Peta Zonasi Kedalaman Muka Airtanah
Wilayah Sedayu, Kabupaten Bantul
Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab.
Sleman
#Y
Kab.
Kulon Progo
#Y
Kab.
Bantul
#Y
Batas kecamatan
Batas kabupaten
Batas Desa
Batas Administrasi
Jalan Kereta
Jalan propinsi
Jalan nasional
Jalan kabupaten
Transportasi
LEGENDA :
#
Kecamatan
#Y Kabupaten
Sungai
Kontur
topografi
#S
Desa
Zonasi Kedalaman Muka Airtanah
Airtanah dangkal
(2,5 m)
Airtanah sedang
(2,6 - 7m)
Airtanah dalam
(7,1 - 15m)
K
.

K
o
n
t
e
n
g
Sumber :
1. Podes DIY 2008
2. Peta Kontur Daerah Penelitian
3. Pengukuran Lapangan 2010
Dibuat oleh :
Diah Sabatini Sitiningrum
06/198364/GE/06104
Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2010
Kec.
Sentolo
#
70
400000 mT
400000 mT
450000 mT
450000 mT
9
1
0
0
0
0
0
m
U 9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
Prop. Jawa
Tengah
Prop. DaerahIstimewa Yogyakarta
S
a
m
u
de
ra
H
in
dia
U
Skala 1 : 29.263
Kecamatan Sedayu
Desa
Argomulyo
#S
Desa
Argorejo
#S
Desa
Argodadi
#S
Desa
Argosari
#S
U
0.5 0 0.5 1 1.5 Km
93



Airtanah dalam (7,1 - 15 m) berada pada topografi berbukit dengan kontur
yang rapat. Zona airtanah dalam ini terdapat pada material batugamping dan
batupasir napalan Formasi Sentolo, dimana pada batugamping terdapat banyak
lubang-lubang hasil pelarutan air sehingga airtanah akan tersimpan sampai
kedalaman lebih dari 7 meter. Zona ini juga terdapat pada topografi bergelombang
yang letaknya berada di dekat pertemuan Sungai Konteng dan Sungai Progo.
Dimana daerah ini memiliki elevasi lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pada
zona airtanah dangkal sehingga memiliki muka airtanah yang dangkal. Zona
airtanah dalam ini terdapat pada sebagian Desa Argorejo bagian timur dan selatan
juga pada sebagian Desa Argodadi bagian selatan. Zonasi persebaran muka
airtanah dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Zonasi Persebaran Kedalaman Muka Airtanah di daerah Penelitian
Kedalaman Muka
Airtanah (meter)
Sebaran
Airtanah dangkal
(< 2,5)
Mendominasi daerah penelitian, kecuali pada daerah penelitian
bagian tengah
Airtanah sedang
( 2,6 - 7)
Sebagian Desa Argosari bagian timur, sebagian Desa Argorejo dan
sebagian kecil Desa Argodadi bagian timur dan bagian barat laut.
Airtanah dalam
(7,1 - 15)
Sebagian Desa Argorejo bagian timur dan selatan juga pada sebagian
Desa Argodadi bagian selatan
Sumber: Santosa dan Adji, 2006 serta Hasil Pengukuran Lapangan 2010

4.2.3 Fluktuasi Muka Airtanah
Fluktuasi muka airtanah di daerah penelitian bernilai antara 0,5 meter
hingga 10 meter. Pembagian zonasi fluktuasi muka airtanah diklasifikasikan ke
dalam empat kelas yaitu kelas fluktuasi rendah (< 2 meter), kelas fluktuasi sedang
(2,1 - 5,0 meter), kelas fluktuasi tinggi (5,1 - 10 meter), dan kelas fluktuasi sangat
tinggi (> 10,1 meter) (Santosa dan Adji, 2006). Akan tetapi di daerah penelitian
hanya terdapat tiga kelas fluktuasi muka airtanah yaitu fluktuasi rendah, sedang
dan tinggi.
Fluktuasi tinggi muka airtanah di daerah penelitian secara umum
mengikuti kedalaman muka airtanahnya. Dimana pada daerah dengan kedalaman
muka airtanah yang dangkal juga memiliki fluktuasi muka airtanah yang rendah
94



juga. Fluktuasi rendah hampir mendominasi di seluruh daerah penelitian. hal
tersebut dikarenakan daerah penelitian memiliki topografi yang relatif datar
dengan material lepas-lepas yang berasal dari Endapan Gunungapi Merapi Muda.
Fluktuasi rendah tersebut tersebar hampir diseluruh Desa Argomulyo dan Desa
Argosari, Desa Argorejo bagian tengah, juga hampir diseluruh Desa Argodadi.
Fluktuasi tinggi muka airtanah dengan kelas sedang tersebar di Desa
Argorejo bagian tengah, Desa Argodadi bagian tengah dan timur, sebagian Desa
Argosari bagian timur, serta disebagian Desa Argomulyo bagian utara dan selatan.
Fluktuasi sedang ini berada hampir diseluruh daerah yang memiliki kedalaman
muka airtanah sedang di daerah penelitian.
Fluktuasi tinggi muka airtanah dengan kelas tinggi hanya ada disebagian
kecil daerah penelitian, yaitu pada bagian tenggara dan bagian selatan Desa
Argosari. Fluktuasi muka airtanah dengan kelas tinggi di daerah penelitian ini
berada di dekat Perbukitan Batugamping Formasi Sentolo, sehingga hal itu dapat
diakibatkan pada daerah tersebut memiliki topografi yang lebih tinggi. Dengan
adanya material batugamping napalan di daerah tersebut yang memiliki banyak
lubang-lubang hasil proses pelarutan maka airtanahnya akan menurun jauh ketika
musim kemarau tiba. Selain itu pada Desa Argosari bagian tenggara merupakan
permukiman padat penduduk sehingga akan mempengaruhi fluktuasi muka
airtanahnya, karena tingginya penurapan airtanah di daerah tersebut. Persebaran
fluktuasi airtanah di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.38.
95




Gambar 4.38
Peta Zonasi Fluktuasi Airtanah di Daerah Penelitian
#
# #
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
#
G
K
.

P
r
o
g
o
416000 mT
416000 mT
418000
418000
420000 mT
420000 mT
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
4
0
0
0
0

m
U
9
1
4
0
0
0
0

m
U
Kec.
Moyudan
#
Kec. Godean #
Kec.
Gamping
#
Kec.
Sedayu
#
Kec.
Pajangan
# Kec.
Kasihan
#
Peta Zonasi Fluktuasi Muka Airtanah
Wilayah Sedayu, Kabupaten Bantul
Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab.
Sleman
#Y
Kab.
Kulon Progo
#Y
Kab.
Bantul
#Y
Batas kecamatan
Batas kabupaten
Batas Desa
Batas Administrasi
Jalan Kereta
Jalan propinsi
Jalan nasional
Jalan kabupaten
Transportasi
LEGENDA :
#
Kecamatan
#Y Kabupaten
Sungai
Kontur
topografi
#S
Desa
Zonasi Kedalaman Muka Airtanah
Fluktuasi rendah
(< 2 m)
Fluktuasi sedang
(2,1 - 5,0m)
Fluktuasi tinggi
(5,1- 10 m)
K
.

K
o
n
t
e
n
g
Sumber :
1. Podes DIY 2008
2. Peta Kontur Daerah Penelitian
3. Pengukuran Lapangan 2010
Dibuat oleh :
Diah Sabatini Sitiningrum
06/198364/GE/06104
Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2010
Kec.
Sentolo
#
70
400000 mT
400000 mT
450000 mT
450000 mT
9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
Prop. Jawa
Tengah
Prop. DaerahIstimewa Yogyakarta
S
a
m
u
de
ra
H
in
dia
U
Skala 1 : 29.263
Kecamatan Sedayu
Desa
Argomulyo
#S
Desa
Argorejo
#S
Desa
Argodadi
#S
Desa
Argosari
#S
U
0.5 0 0.5 1 1.5 Km
96



4.2.4 Permeabilitas
Nilai permeabilitas (K) diperoleh berdasarkan uji pompa dengan metode
slug test. Kegiatan uji pompa dilakukan pada dua sumur gali. Sumur gali yang
digunakan untuk lokasi uji pompa dipilih pada sumur gali di bagian utara dan
selatan daerah penelitian. Uji pompa hanya dilakukan pada dua sumur karena
daerah penelitian hanya terdiri atas satu bentuklahan yaitu Dataran Fluvio
Volkanik Merapi, sehingga materialnya hampir sama dan tersebar di seluruh
daerah penelitian.
Lokasi uji pompa pertama (P1) dilakukan pada bagian utara daerah
penelitian, yaitu terletak di Dusun Kebondalem, Desa Argomulyo pada koordinat
(420203 mT dan 9138096). Data pengukuran uji pompa dan perhitungan
permeabilitas disajikan pada Lampiran 4.1. Uji pompa pada lokasi pertama ini
dilakukan pada sumur yang sudah tidak digunakan. Penggunaan lahan di daerah
ini berupa permukiman padat dan juga pekarangan yang ditanami dengan vegetasi
yang beragam. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai permeabilitas (K)
sebesar 1,758 meter/hari.
Lokasi uji pompa kedua (P2) dilakukan pada bagian selatan daerah
penelitian, yaitu terletak di Dusun Bakal Dukuh, Desa Argodadi pada koordinat
(416004; 9132536). Uji pompa pada lokasi kedua ini dilakukan pada sumur yang
berada di tengah sawah. Sumur tersebut biasanya digunakan untuk mengairi
sawah di sekitarnya. Penggunaan lahan di daerah ini berupa sawah irigasi dan
permukiman padat. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai permeabilitas
(K) sebesar 0,694 meter/hari. Kedua nilai tersebut tergolong dalam permeabilitas
sedang (0,05 - 5 meter/hari). Berdasarkan klasifikasi menurut Morris dan Johnson
(1967, dalam Todd, 1980), nilai K didaerah ini berada pada material batugamping
dengan nilai permeabilitas 0,94 meter/hari sampai pada material pasir halus
dengan nilai permeabilitas 2,5 meter/hari (Todd, 1980). Perhitungan nilai
permeabilitas uji pompa kedua (P2) disajikan pada Lampiran 4.2. Hal tersebut
dikarenakan pada daerah penelitian merupakan Dataran Fluvio Volkanik Merapi
yang dekat dengan Perbukitan Gamping Formasi Sentolo, dimana rombakan
lereng pada perbukitan tersebut mengendap pada daerah yang lebih datar.
97



Sehingga terjadi percampuran antara material aluvium dari Endapan Gunungapi
Merapi Muda dengan material gamping napalan dari Formasi Sentolo. Lokasi uji
pompa pertama (P1) dan kedua (P2) dapat dilihat pada Lampiran 4.3.

4.2.5 Zona Karakteristik Airtanah
Zona karakteristik airtanah merupakan suatu zona yang digunakan untuk
mengetahui parameter airtanah yang terdiri atas kedalaman muka airtanah,
fluktuasi muka airtanah, dan permeabilitas material di daerah penelitian. Zona
karakteristik airtanah tersebut dibagi menjadi tiga yaitu, zona karakteristik potensi
airtanah tinggi, zona karakteristik potensi airtanah sedang, dan zona karakteristik
potensi airtanah rendah. Zona karakteristik potensi airtanah tinggi terdiri atas 1
zona, zona karakteristik potensi airtanah sedang terdiri atas 7 zona, dan zona
karakteristik potensi airtanah rendah terdiri atas 3 zona. Kriteria Zonasi
karakteristik airtanah disajikan pada Tabel 4.5, serta persebaran zonasi
karakteristik airtanah di daerah penelitian disajikan pada Gambar 4.39.

Tabel 4.5. Kriteria Zonasi Karakteristik Airtanah
Zonasi Karakteristik
Airtanah
Kriteria Sebaran
Potensi Tinggi
Muka airtanah dangkal-
sedang
Fluktuasi rendah-sedang
Permeabilitas sedang
Sebagian besar daerah penelitian pada
Dataran Fluvio Volkanik Wilayah
Sedayu
Potensi Sedang
Kedalaman airtanah
dangkal-sedang
Fluktuasi sedang-tinggi
Permeabilitas sedang
Sebagian kecil Desa Argomulyo sebelah
utara dan selatan, Sebelah timur Desa
Argosari, Sebelah barat Desa Argorejo,
serta sebagian kecil Desa Argodadi
bagian tengah, timur dan barat.
Potensi Rendah
Kedalaman airtanah
sedang-tinggi
Fluktuasi sedang-tinggi
Permeabilitas sedang
Sebagian kecil Desa Argorejo bagian
tengah, dan sebagian kecil Desa
Argodadi bagian selatan.
Sumber: Hasil analisis dan Perhitungan

98




Gambar 4.39
Peta Karakteristik Airtanah di Daerah Penelitian
G
K
.

P
r
o
g
o
416000 mT
416000 mT
418000
418000
420000 mT
420000 mT
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
0
0
0
0

m
U
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
2
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
4
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
6
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
3
8
0
0
0
9
1
4
0
0
0
0

m
U
9
1
4
0
0
0
0

m
U
Kec.
Moyudan
#
Kec. Godean #
Kec.
Gamping
#
Kec.
Sedayu
#
Kec.
Pajangan
# Kec.
Kasihan
#
Peta Zonasi Karakteristik Airtanah
Wilayah Sedayu, Kabupaten Bantul
Daerah Istimewa Yogyakarta
Kab.
Sleman
#Y
Kab.
Kulon Progo
#Y
Kab.
Bantul
#Y
Batas kecamatan
Batas kabupaten
Batas Desa
Batas Administrasi
JalanKereta
Jalanpropinsi
Jalannasional
Jalankabupaten
Transportasi
LEGENDA :
# Kecamatan
# Y Kabupaten
Sungai
Kontur
topografi
#S Desa
Zonasi Karakteristik Airtanah
I
II
III
Potensi Tinggi
Muka airtanah
dangkal-sedang
Fluktuasi rendah-sedang
Permeabilitas sedang
Potensi Sedang
Kedalaman airtanah
dangkal-sedang
Fluktuasi sedang-tinggi
Permeabilitas sedang
Potensi Rendah
Kedalaman airtanah
sedang-tinggi
Fluktuasi sedang-tinggi
Permeabilitas sedang
K
.

K
o
n
t
e
n
g
Sumber :
1. Podes DIY 2008
2. Peta Kontur Daerah Penelitian
3. Pengukuran Lapangan 2010
Dibuat oleh :
Diah Sabatini Sitiningrum
06/198364/GE/06104
Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2010
Kec.
Sentolo
#
70
400000 mT
400000 mT
450000 mT
450000 mT
9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
0
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
9
1
5
0
0
0
0
m
U
Prop. Jawa
Tengah
Prop. DaerahIstimewa Yogyakarta
S
a
m
u
de
ra
H
in
dia
U
Skala 1 : 29.263
Kecamatan Sedayu
Desa
Argomulyo
#S
Desa
Argorejo
#S
Desa
Argodadi
#S
Desa
Argosari
#S
U
0.5 0 0.5 1 1.5 Km
II
II
II
II
II
III
III
III
I
I
I
99



4.3 Debit dan Ketersediaan Airtanah
Airtanah merupakan air yang berada pada zona jenuh dibawah permukaan
tanah, keberadaannya dipengaruhi oleh formasi geologinya (Asdak, 2002). Nilai
ketersediaan airtanah dihitung berdasarkan zona karakteristik airtanah di daerah
penelitian. Perhitungan ketersediaan airtanah dilakukan berdasarkan rumus debit
statis dan debit dinamis (Hukum Darcy). Parameter yang digunakan untuk
menghitung nilai debit statis (H) yaitu tebal akuifer (Da), luas penampang akuifer
(A), dan persentase air yang dapat keluar dari akuifer (specific yield atau Sy).
Kemudian untuk menghitung hasil aman diperlukan parameter luas penampang
akuifer (A), specific yield (Sy), dan fluktuasi tahunan (F). Nilai Fluktuasi tahunan
Kecamatan Sedayu pada tahun 2009 sebesar 2,345 meter per tahun (Dinas Sumber
Daya Air Kabupaten Bantul, 2009).
Zonasi potensi airtanah tinggi memiliki kriteria muka airtanah dangkal
sampai sedang, fluktuasi airtanah rendah sampai sedang, dan permeabilitas
sedang. Nilai debit statis pada zona ini sebesar 311.686.307,10 m
3
, nilai debit
statis tersebut menunjukan nilai ketersediaan airtanah di daerah tersebut. Hasil
aman untuk penurapan airtanah pada zonasi ini sebesar 11.279.388,74 m
3
/tahun.
Sehingga penurapan airtanah di daerah ini tidak boleh melebihi 11.279.388,74
m
3
/tahun. Hal tersebut dikarenakan apabila penurapan airtanah yang dilakukan
melebihi hasil amannya maka akan mengakibatkan kekritisan airtanah di daerah
tersebut. Kekritisan airtanah tersebut dapat mengakibatkan penurunan muka
airtanah, akibatnya akan terjadi land subsidende atau penurunan muka tanah,
sehingga dapat membahayakan bangunan di atas tanah tersebut. Selain itu
ketersediaan airtanah di daerah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Nilai ketersediaan airtanah
berdasarkan metode debit dinamis (Hukum Darcy) pada zona karakteristik
airtanah potensi tinggi diperoleh nilai sebesar 1222,44 m
3
Zonasi potensi airtanah sedang memiliki kriteria kedalaman airtanah
dangkal sampai sedang, fluktuasi sedang sampai tinggi, dan permeabilitas sedang.
/hari atau 14,15
liter/detik. Nilai debit dimamis tersebut termasuk dalam kelas sedang menurut
Kep. Men. ESDM No. 1451 K/10/MEM/2000.
100



Nilai debit statis zona ini sebesar 16.259.846,23 m
3
, nilai tersebut menunjukan
besarnya ketersediaan airtanah pada daerah ini. Hasil aman penurapan airtanah
pada zona ini yaitu 487.429,15 m
3
/tahun. Sehingga penurapan yang dilakukan di
zona ini tidak boleh melebihi nilai hasil amannya. Nilai ketersediaan airtanah
berdasarkan metode debit dinamis (Hukum Darcy) pada zona karakteristik
airtanah potensi sedang diperoleh nilai sebesar 518,20 m
3
Zonasi potensi airtanah rendah memiliki kriteria kedalaman airtanah
sedang sampai dalam, fluktuasi sedang sampai tinggi, dan permeabilitas sedang.
Rata-rata nilai debit statis (ketersediaan airtanah) pada zona ini sebesar
5.021.201,34 m
/hari atau 5,99
liter/detik. Nilai debit dinamis tersebut termasuk dalam kelas sedang menurut
Kep. Men. ESDM No. 1451 K/10/MEM/2000.
3
. Hasil aman penurapan airtanah pada zona ini sebesar 154.742,49
m
3
/tahun. Sehingga penurapan airtanah yang dilakukan pada daerah di zona ini
tidak boleh melebihi 154.742,49 m
3
/tahun agar ketersediaan airtanah tetap terjaga
dan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lama dan secara
berkesinambungan. Nilai ketersediaan airtanah berdasarkan metode debit dinamis
(Hukum Darcy) pada zona karakteristik airtanah potensi sedang diperoleh nilai
sebesar 76,32 m
3
Nilai debit airtanah statis pada zona karakteristik airtanah potensi tinggi
tidak selalu lebih besar dibandingkan dengan zonasi karakteristik potensi airtanah
sedang. Hal tersebut dikarenakan faktor luas penampang akuifer sangat
menentukan besarnya nilai debit statis (ketersediaan airtanah). Berbeda dengan
hasil perhitungan debit dengan metode dinamis. Berdasarkan hasil perhitungan,
terdapat hubungan antara zonasi karakteristik airtanah dengan debit dinamis
airtanahnya. Pada zonasi karakteristi airtanah potensi tinggi memiliki nilai debit
dinamis yang lebih besar dibandingkan dengan zonasi karakteristik airtanah
potensi sedang dan rendah. Pengambilan (penurapan) airtanah sebaiknya juga
melihat musim, karena pada saat musim kemarau ketinggian muka airtanah akan
lebih dalam dibandingkan dengan ketika musim hujan. Sehingga, pabila ketika
musim kemarau dilakukan penurapan airtanah yang berlebihan maka
/hari atau 0,88 liter/detik. Persebaran zonasi persebaran
karakteristik airtanah di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.39.
101



dikhawatirkan akan mengalami kekrtitisan airtanah. Kekritisan airtanah akan
berdampak buruk pada masyarakat, karena masyarakat harus memperdalam
sumurnya dan hal tersebut membutuhkan biaya besar. Perhitungan ketersediaan
airtanah disajikan pada Lampiran 4.6.

102

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Kondisi akuifer di daerah penelitian berdasarkan penampang stratigrafi
akuifernya tersusun atas material lempung napalan, lempung berpasir,
material pasir, kerikil, kerakal, breksi, dan aluvium dari Endapan
Gunungapi Merapi Muda.
2. Diperoleh 3 zonasi karakteristik airtanah yang diperoleh berdasarkan
kedalaman muka airtanah, fluktuasi muka airtanah, dan permeabilitas
material di daerah penelitian, yaitu zona karakteristik potensi airtanah
tinggi, sedang dan rendah.
3. Nilai ketersediaan dan debit airtanah diperoleh dengaan metode debit statis
dan hasil aman, serta metode debit dinamis yang dihitung pada tiap zonasi
karakteristik potensi airtanah di daerah penelitian. Nilai debit airtanah
statis pada zona karakteristik airtanah potensi tinggi tidak selalu lebih
besar dibandingkan dengan zonasi karakteristik potensi airtanah sedang
karena faktor luas penampang akuifer sangat menentukan besarnya nilai
debit statis. Sedangkan hasil perhitungan debit dengan metode dinamis
terdapat hubungan antara zonasi karakteristik airtanah dengan debit
dinamis airtanahnya. Pada zonasi karakteristik airtanah potensi tinggi
memiliki nilai debit dinamis yang lebih besar dibandingkan dengan zonasi
karakteristik airtanah potensi sedang dan rendah.







103

5.2 Saran
1. Pemanfaatan airtanah di daerah penelitian diharapkan juga memperhatikan
konservasi airtanahnya supaya ketersediaan airtanahnya masih dapat
terjaga secara berkelanjutan. Usaha konservasi airtanah tersebut dapat
dilakukan dengan pembuatan sumur resapan atau lubang biopori.
2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menambah beberapa parameter
seperti parameter kimia, agar karakteristik airtanahnya dapat diketahui
secara lengkap dan akurat.

104



DAFTAR PUSTAKA

Adji, T. N dan Santosa, L. W., 2004. Modul 1: Sekilas Airtanah dan Pendugaan
Potensinya dengan Vertical electrical Sounding (VES) Resistivity.
Yogyakarta: Laboratorium Geohidrologi Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada.

Adji, T. N dan Purnama, S., 2008. Petunjuk Praktikum Geohidrologi. Yogyakarta:
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Adji, T. N., 2008. Bahan Ajar Geohidrologi. Yogyakarta: Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada.

Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.

Bemmelen, R. W. van., 1970. The Geology of Indonesia. General Geology of
Indonesia and Adjacent Archipilagoes. Government Printing office.
The Haque.

Bintarto, H. R., 1981. Seminar Peningkatan Relevansi metode Pendidikan
Geografi : Suatu Tinjauan Filsafat Geografi dalam Geografi Konsep
dan Pemikiran. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Broto, S dan Afifah, R. S., 2008. Pengolahan Data Geolistrik dengan Metode
Schlumberger. Jurnal, Vol. 29 (2): hal. 120-128. Diakses tanggal 3
Febuari 2010, Pukul 15.00, dari http://eprints.undip.ac.id.

Damandiri. Metode Penelitian. Diakses tanggal 23 April 2010, Pukul 17.00, dari
http://www.damandiri.or.id /file/ iputusugidarmaunbrawbab4.pdf.

Darmanto, D. 1984. Evaluasi Pemanfaatan Airtanah di Daerah Sragen. Paper
Sebagai Salah Satu Persyaratan dalam Mata Kuliah Hukum
Lingkungan. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Fahrudin., 2005. Survei Geolistrik dan Arahan Pengembanga Airtanah di Desa
Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Skripsi.
Yogyakarta: Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik UGM

Fetter, C. W. 1988. Applied Hydrology. New York: Macmilan Publishing
Company.

Handoyoputro, U. T., 1999. Klasifikasi dan Evaluasi Medan untuk Bangunan
Gedung di Kecamatan Sedayu Kabupaten Dati II Bantul. Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
105




Haryono, E., 2003. Bahan Ajar Geomorfologi Dasar. Yogyakarta: Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada.

Katili. 1959. Geologi. Jakarta: Badan Urusan Research Nasional.

Kodoatie, R. J., 1996. Pengantar Hidrogeologi. Yogyakarta: Andi Offset.

Lange, O., M. Ivanova dan Lebedeva, L.,1991. Geologi Umum. Jakarta: Gaya
Media Pratama.

Loke, H. M., 2000. Electrical Imaging Surveys for Environmental and
Engineering Studies: A Practical Guide to 2-D and 3-D Surveys.
http://www.abem.se, email: mhloke.pc.jaring.my

MacDonald and Partners., 1984. Greater Yogyakarta, Groundwater Resources
Study Volume 3. Groundwater Development Project, Direct General of
Water Resources Development, Ministry of Publicworks, Government
of Indonesia.

Martopo, S., 2000. Ketersediaan dan Kebutuhan Air di Indonesia dalam Geologi
Tata Lingkungan. Dalam: Daftar Makalah Hidrologi dan Lingkungan.
Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Muhdiya, M. Y., Stratigrafi Akuifer di Antara Sungai Progo dan Sungai
Kayangan, Kabupaten Kulon Progo, dengan Menggunakan Metode
Geolistrik. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah
Mada.

Purnama, S., 2000, Bahan Ajar Geohidrolog. Yogyakarta: Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada.

Purnama, S., Kurniawan, A dan Sudaryatno., 2006. Model Konservasi Airtanah di
Dataran Pantai Kota Semarang. Jurnal. Vol. 20 (2): 160-174. Diakses
tanggal 8 April 2010, dari http://docs.docstoc.com/orig/2220653/
3d43e023-3b62-49aa-88d0-3915b0418024.pdf

Purnama, S., Suyono, dan Sulaswono, B., 2007. Sistem Akuifer dan Potensi
Airtanah Daerah Aliran Sungai (Das) Opak. Jurnal. Forum Geografi,
Vol. 21 (2): 111-122. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada.

Riesdiyanto, P., 2009. Studi Hidrogeokimia Airtanah pada Berbagai Kondisi
Akuifer Bebas di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Provinsi D.I.
Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada.
106




Rushayati, S. B dan Arief. H., 1997. Kondisi Fisik Ekosistem Hutan di Taman
Nasional Ujung Kulon. Diakses tanggal 6 Desember 2010, dari
http://www.rhinoresourcecenter.com/ref_files/1175857701.pdf

Matinahoru, J. M., 2001. Dampak Kerusakan pada Ekosistem Hutan Desa
Haruku. Diakses tanggal 6 Desember 2010, dari http://www.kewang-
haruku.org/kerusakan_ekosistem.pdf.

Suhandy, S., 2006. Laporan Akhir Kota Terpadu Mandiri Identifikasi Potensi
Kawasan. Diakses tanggal 6 Desember 2010, dari http:
//file.upi.edu/Direktori.pdf.

Santosa, L. W., 2001. Model Hidrostratigrafi dan Hidrogeokimia untuk
Penelusuran Genesis dan Tipe Akuifer di Lembah Rawa Jombor
Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Laporan Penelitian.
Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Santosa, L. W dan Adji, T. N., 2006. Penyelidikan Potensi Airtanah : Cekungan
Airtanah Sleman-Yogyakarta di Kabupaten Bantul. Laporan
Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Santosa, L. W dan Adji, T. N., 2006. Survey Geolistrik untuk Penentuan Lokasi
Sumur Produksi di Kelurahan Bener Kecamatan Tegalrejo Yogyakarta.
Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada.

Santosa, L. W., 2008. Bahan Ajar Geohidrologi. Yogyakarta: Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada.

Santosa, L. W., 2009. Rekonstruksi Morfogenetik dan Pengaruhnya terhadap
Evolusi Airtanah Besar Sebagai Implementasi Prinsip Dasar
Uniformitarianism dalam Geomorfogi. Laporan Penelitian.
Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Seyhan, E., 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Soetrisno, S., 1999. Pengertian-pengertian Dasar tentang Hidrologi. Diakses
tanggal 23 April 2010, pukul 17.30 WIB, dari http:
//www.reocities.com/Eureka/Gold/157/hg_dasar.html

Sosrodarsono, S and Takeda. 1977. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: PT.
Pradnya Paramita.

107



Sucahya, V. H., 1999. Hidrostratigrafi dan Sebaran Akuifer di Kabupaten
Rembang Jawa Tengah. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada.

Sunardi., 1985. Dasar-dasar Klasifikasi Bentuklahan. Yogyakarta: Fakultas
Geografi Universitas Gadjah Mada.

Sutikno, 1992. Pendekatan Geomorfologikal untuk Kajian Airtanah Dangkal
daerah Perbukitan Sangiran, Sragen, jawa Tengah. Laporan Penelitian.
Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Suyono., 2004. Hidrologi Dasar. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas
Gadjah Mada.

Suyono., Soenarso Simoen., Worosuprojo, S., Santosa, L. W., Widyastuti., dan
Risjanto., 2001. Penataan Zona Konservasi Air Bawah Tanah di
Kabupaten Nganjuk. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas
Geografi UGM.

Todd, D. 1980. Groundwater Hydrology. Second Edition. California: University
Of California.

Utami, A, W., 2008. Potensi Airtanah Bebas antara Kali Somokaton dan Kali
Soran pada Lereng Tenggara Gunungapi Merapi Kabupaten Klaten
Jawa Tengah. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Verstappen, H. Th., 1977. Applied Geomorphology, Geomorphological Surveys
for Environtmental Development. Amsterdam: Elvisier.

Widiyanto dan Hadmoko, D. S., 2003. Petunjuk Praktikum Geomorfologi Dasar.
Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Wisnubroto, Soekardi., Siti Lela Aminah S., Mulyono Nitisapto. 1986. Asas-Asas
Meteorologi Pertanian. Cetakan 2. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Yuhdiyanto., 2007. Ketersediaan Airtanah Bebas untuk Kebutuhan Domestik dan
Irigasi di Dataran Kaki Volkan Merapi Muda dan Lereng Kaki
Perbukitan Baturagung Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada.

Zubaidah, T dan Kanata, B., 2008. Pemodelan Fisika Aplikasi Metode Geolistrik
Konfigurasi Schlumberger untuk Investigasi Keberadaan Air Tanah..
Jurnal. Vol. 7 (1): 20-24. Diakses tanggal 25 Januari 2010, dari
http://akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/udejournal/teti_4_.p
df

L-1

L
-
1

Lampiran 3.1. Data Curah Hujan di Kecamatan Sedayu
Sumber: Dinas Sumberdaya Air Kabupaten Bantul.
No. Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
1 2005 * * 108.5 75 0 40 19 0 5 197 158 580 1182.5
2 2006 306 347 431 345 105 0 0 0 0 0 0 357 1891
3 2007 103 351.5 367 184 62 44 0 0 0 44 176 521 1852.5
4 2008 521 302 318 173 0 0 0 0 0 57 596 0 1967
5 2009 136 409 117 156 206 92 0 0 0 63.5 110 263 1552.5
Rerata
Bulan 266.5 352.4 268.3 186.6 74.6 35.2 3.8 0 1 72.3 208 344.2 1689.1
Rerata
Tahunan 151.1

L-2

Lampiran 4.1. Data Pengukuran Uji Pompa Titik P1


Koordinat : 420203 mT dan 9138096 mU
Waktu Pompa dimulai : 08.54 - 09.24
Waktu Pompa dimatikan : 09.24 - 12.04
t'
(menit)
Pukul s' s' (cm) s' (m)
0 09.24 10.5 52.5 0.525
2 10 50 0.5
4 9.4 47 0.47
6 8.8 44 0.44
8 8.4 42 0.42
10 7.8 39 0.39
12 7.4 37 0.37
14 7 35 0.35
16 6.6 33 0.33
18 6.2 31 0.31
20 5.8 29 0.29
22 5.5 27.5 0.275
24 5.2 26 0.26
26 4.9 24.5 0.245
28 4.7 23.5 0.235
30 4.5 22.5 0.225
32 4.3 21.5 0.215
34 4 20 0.2
36 3.8 19 0.19
38 3.5 17.5 0.175
40 3.3 16.5 0.165
42 3.2 16 0.16
44 3 15 0.15
46 2.8 14 0.14
48 2.7 13.5 0.135
50 2.5 12.5 0.125
52 2.4 12 0.12
54 2.3 11.5 0.115
56 2.2 11 0.11
58 2.1 10.5 0.105
60 10.24 2 10 0.1
62 1.9 9.5 0.095
64 1.8 9 0.09
66 1.7 8.5 0.085

L-3

68 1.6 8 0.08
70 1.5 7.5 0.075
72 1.4 7 0.07
74 1.3 6.5 0.065
76 1.25 6.25 0.0625
78 1.2 6 0.06
80 1.1 5.5 0.055
82 1.15 5.75 0.0575
84 1 5 0.05
86 0.95 4.75 0.0475
88 0.9 4.5 0.045
90 0.8 4 0.04
92 0.75 3.75 0.0375
94 0.7 3.5 0.035
96 0.65 3.25 0.0325
98 0.65 3.25 0.0325
100 0.6 3 0.03
102 0.6 3 0.03
104 0.55 2.75 0.0275
106 0.5 2.5 0.025
108 0.5 2.5 0.025
110 0.45 2.25 0.0225
112 0.4 2 0.02
114 0.4 2 0.02
116 0.35 1.75 0.0175
118 0.35 1.75 0.0175
120 11.24 0.3 1.5 0.015
122 0.3 1.5 0.015
124 0.25 1.25 0.0125
126 0.25 1.25 0.0125
128 0.25 1.25 0.0125
130 0.2 1 0.01
132 0.2 1 0.01
134 0.2 1 0.01
136 0.15 0.75 0.0075
138 0.15 0.75 0.0075
140 0.1 0.5 0.005
142 0.1 0.5 0.005
144 0.05 0.25 0.0025

L-4


Sumber : Pengukuran Lapangan 2010.

Grafik untuk Menentukan Nilai St dan t
HASIL PERHITUNGAN PERMEABILITAS LOKASI PUMPING TEST 1
Diketahui :
Lokasi : Dukuh Kebondalem, Desa Argomulyo, Koordinat (420203 mT dan 9138096
mU)
Kedalaman sumur : 3,42 meter
TMA : 1,31 meter
b : 2,11 meter
rc : 0,35 meter
rw : 0,45 meter
d : 2,11 meter
So : 0,5 meter
St : 0,03 meter
0.001
0.01
0.1
1
0 50 100 150 200
s
t
'

(
m
e
t
e
r
)
t'(menit)
146 0.05 0.25 0.0025
148 0.05 0.25 0.0025
150 0 0 0
152 0 0 0
154 0 0 0
156 0 0 0
158 12.04 0 0 0

L-5

D : 84,8 meter
t : 0,0555 hari

ln [
Rc
w
= |
1,1
In[
b
rw

+
A+B|In(-b)w]
[
d
rw

]
-1

ln [
Rc
w
= |
1,1
In[
2,11
0,4S

+
1,8 + 0,6|In(84,8-2,11)0,45]
[
2,11
0,4S

]
-1
ln [
Rc
w
= |
1,1
In4,688
+
1,8 + 0,6|In82,690,45]
4,688
]
-1
ln [
Rc
w
= |
1,1
1,5400
+
1,8 + 0,6 x 5,2136
4,688
]
-1
ln [
Rc
w
= |u,7142 +
1,8 + 3,12816
4,688
]
-1
ln [
Rc
w
= |u,7142 +u,12248]
-1
ln [
Rc
w
= |u,8S668]
-1
ln _
Rc
rw
] =
1
u,8S668

ln _
Rc
rw
] = 1,19S2


K =
rc` ln(Rcrw)
2J
x _
1
t
] ln(
So
St
)
K =
u,SS` x 1,19S2
2 x 2,11
x _
1
u,uSSS
] ln(
u,S
u,uS
)
K =
u,122S x 1,19S2
4,22
x _
1
u,uSSS
] ln(
u,S
u,uS
)
K =
u,1464
4,22
x 18,u18 x ln16,666
K = u,uS469 x 18,u18 x 2,81SS7
K = 1,7S8 meter/hari


L-6

Lampiran 4.2. Data Pengukuran Uji Pompa Titik P2


Koordinat : 416004 mT dan 9132536 mU
Waktu Pompa dimulai : 14.49 - 14.59
Waktu Pompa dimatikan : 14.59 - 17.21
t'
(menit)
Pukul s' s' (cm) s' (m)
0 14.59 6.2 31 0.31
2 5.8 29 0.29
4 5.6 28 0.28
6 5.3 26.5 0.265
8 5.1 25.5 0.255
10 4.9 24.5 0.245
12 4.7 23.5 0.235
14 4.5 22.5 0.225
16 4.4 22 0.22
18 4.2 21 0.21
20 4 20 0.2
22 3.85 19.25 0.1925
24 3.7 18.5 0.185
26 3.5 17.5 0.175
28 3.4 17 0.17
30 3.2 16 0.16
32 3.1 15.5 0.155
34 3 15 0.15
36 2.8 14 0.14
38 2.7 13.5 0.135
40 2.6 13 0.13
42 2.5 12.5 0.125
44 2.35 11.75 0.1175
46 2.25 11.25 0.1125
48 2.2 11 0.11
50 2.1 10.5 0.105
52 2 10 0.1
54 1.9 9.5 0.095
56 1.85 9.25 0.0925
58 1.8 9 0.09
60 15.59 1.7 8.5 0.085
62 1.65 8.25 0.0825
64 1.6 8 0.08
66 1.5 7.5 0.075

L-7

68 1.45 7.25 0.0725


70 1.4 7 0.07
72 1.3 6.5 0.065
74 1.25 6.25 0.0625
76 1.2 6 0.06
78 1.15 5.75 0.0575
80 1.1 5.5 0.055
82 1 5 0.05
84 0.95 4.75 0.0475
86 0.9 4.5 0.045
88 0.85 4.25 0.0425
90 0.8 4 0.04
92 0.8 4 0.04
94 0.75 3.75 0.0375
96 0.7 3.5 0.035
98 0.6 3 0.03
100 0.55 2.75 0.0275
102 0.5 2.5 0.025
104 0.45 2.25 0.0225
106 0.45 2.25 0.0225
108 0.4 2 0.02
110 0.4 2 0.02
112 0.35 1.75 0.0175
114 0.35 1.75 0.0175
116 0.3 1.5 0.015
118 0.3 1.5 0.015
120 16.59 0.25 1.25 0.0125
122 0.2 1 0.01
124 0.2 1 0.01
126 0.15 0.75 0.0075
128 0.15 0.75 0.0075
130 0.1 0.5 0.005
132 0.1 0.5 0.005
134 0.05 0.25 0.0025
136 0 0 0
138 0 0 0
140 0 0 0
142 17.21 0 0 0
Sumber: Pengukuran Lapangan 2010.

L-8


Grafik untuk Menentukan Nilai St dan t

HASIL PERHITUNGAN PERMEABILITAS LOKASI PUMPING TEST 2
Diketahui :
Lokasi : Dukuh Bakal Dukuh, Desa Argodadi, koordinat(416004 mT dan 9132536 mU)
Kedalaman sumur : 7,53 meter
TMA : 0,8 meter
b : 6,73 meter
rc : 0,40 meter
rw : 0,40 meter
d : 6,73 meter
So : 0,44 meter
St : 0,012 meter
D : 49,2 meter
t : 0,0625

ln [
Rc
w
= |
1,1
In[
b
rw

+
A+B|In(-b)w]
[
d
rw

]
-1
ln [
Rc
w
= |
1,1
In[
6,3
0,40

+
3,8 +1,35|In(49,2-6,73)0,40]
[
6,3
0,40

]
-1
0.001
0.01
0.1
1
0 20 40 60 80 100 120 140 160
s
t
'

(
m
e
t
e
r
)
t'(menit)

L-9

ln [
Rc
w
= |
1,1
In16,825
+
3,8 +1,35|In 42,470,40]
16,825
]
-1
ln [
Rc
w
= |
1,1
2,8228
+
3,8 +1,35 x In106,175
16,825
]
-1
ln [
Rc
w
= |u,S8968 +
3,8 +1,35 x 4,665
16,825
]
-1
ln [
Rc
w
= |u,S8968 +
3,8 +6,29775
16,825
]
-1
ln [
Rc
w
= |u,S8968 +u,S966]
-1
ln [
Rc
w
= |u,98628]
-1
ln _
Rc
rw
] =
1
u,98628

ln _
Rc
rw
] = 1,u1S91


K =
rc` ln(Rcrw)
2J
x _
1
t
] ln(
So
St
)
K =
u,4 x 1,u1S91
2 x 6,7S
x _
1
u,u62S
] ln(
u,44
u,u12
)
K =
u,16 x 1,u1S91
1S,46
x _
1
u,u62S
] ln(
u,44
u,u12
)
K =
u,16222
1S,46
x 16 x ln S6,667
K = u,u12uS x 16 x S,6u18
K = u,694 meter/hari







L-10

Lampiran 4.3.

Lokasi Pengukuran Uji Pompa Titik P1


Lokasi : Dusun Kebondalem, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu
Koordinat : 420203 mT dan 9138096 mU
Sumber : Pengukuran Lapangan 2010

Lokasi Pengukuran Uji Pompa Titik P1


Lokasi : Dusun Bakal Dukuh, Desa Argodadi, Kecamatan Sedayu
Koordinat : 416004 mT dan 9132536 mU
Sumber : Pengukuran Lapangan 2010


L-11

Lampiran 4.4.
DATA PENDUGAAN GEOLISTRIK METODE SCHLUMBERGER
Titik : G-1 Tanggal : 30 November 2010
Koordinat : 0420258; 9137476 Waktu : Pukul 10 : 10 WIB
Lokasi : Dusun Karanglo, Desa Argomulyo Arah : Barat - Timur
Elevasi : 78 Operator : Lilik Ismangil
No.
a L V I a
No.
a L V I a
(m) (m) (mV) (mA) (m) (m) (m) (mV) (mA) (m)
1 0.5 1.5
1215 1132
6.74 16 2.5 50
7 1166
10.05
1273 1185 8 1171
2 0.5 2.0
462 1196
4.54 17 2.5 60
5 1179
9.57
463 1207 5 1180
3 0.5 2.5
412 1183
6.55 18 2.5 75
3 1200
8.3
418 1198 3 1206
4 0.5 4.0
206 1205
8.50 19 2.5 100
1.1 1144
6.54
209 1210 1.3 1158
5 0.5 5.0
122 1170
8.07 20 2.5 125
0.6 1100
5.34
121 1167 0.6 1103
6 0.5 6.0
87 1231
7.84


87 1253
7 0.5 8.0
61 1213
10.11


63 1239
8 0.5 10
44 1212
11.45


44 1200
9 0.5 12
33 1196
12.62


32 1216
10 0.5 15
21 1166
12.58


21 1176
11 0.5 20
12 1231
12.23


12 1240
12 2.5 20
64 1228
13.15


67 1231
13 2.5 25
39 1200
12.44


38 1206
14 2.5 30
27 1218
12.13


26 1236
15 2.5 40
14 1192
11.66


14 1211
Sumber : Pengukuran Lapangan 2010

L-12

DATA PENDUGAAN GEOLISTRIK METODE SCHLUMBERGER


Titik : G-2 Tanggal : 30 November 2010
Koordinat : 0420947; 9138647 Waktu : Pukul 12 : 25 WIB
Lokasi : Dusun Dukuh, Desa Argomulyo Arah : Barat - Timur
Elevasi : 90 Operator : Lilik Ismangil
No.
a L V I a
No.
a L V I a
(m) (m) (mV) (mA) (m) (m) (m) (mV) (mA) (m)
1 0.5 1.5
1474 908
10.18 16 5 50
20 1054
15.16
1391 858 21 1047
2 0.5 2.0
778 957
9.61 17 5 60
12 1028
14.16
776 951 14 1034
3 0.5 2.5

18 5 75
7 1027
13.72
9 1025
4 0.5 4.0
144 997
7.26 19 5 100
3 1027
10.71
148 993 4 1027
5 0.5 5.0
93 1012
7.22 20 5 125
2.1 998
9.55
95 1010 1.8 1002
6 0.5 6.0
64 1022
7.16 21 5 150
0.9 937
7.57
66 1009 1.1 928
7 0.5 8.0
39 1028
7.77


41 1030
8 0.5 10
26 1040
8.14


28 1043
9 0.5 12
19 1032
8.46


20 1046
10 0.5 15
13 1066
8.57


13 1062
11 0.5 20
8 1072
9.97


9 1075
12 0.5 25
5 1086
9.07


5 1074
13 5 25
71 1077
12.58


73 1074
14 5 30
54 1094
13.38


53 1105
15 5 40
33 1051
15.50


33 1056
Sumber : Pengukuran Lapangan 2010

L-13

DATA PENDUGAAN GEOLISTRIK METODE SCHLUMBERGER


Titik : G-3 Tanggal : 30 November 2010
Koordinat : 0415425; 9133450 waktu : Pukul 15 : 20 WIB
Lokasi : Dusun Nglebeng, Desa Argodadi Arah : Barat - Timur
Elevasi : 47 Operator : Lilik Ismangil
No.
a L V I a
No.
a L V I a
(m) (m) (mV) (mA) (m) (m) (m) (mV) (mA) (m)
1 0.5 1.5
1169 857
8.52 16 5 60
26 1007
16.29
1159 857 53 1026
2 0.5 2.5
400 1198
6.29 17 5 75
17 1110
22.16
408 1216 11 1113
3 0.5 4.0
131 1101
5.88 18 5 100
3 1045
14.96
132 1110 7 1056
4 0.5 5.0
96 1134
6.57 19 5 125
1.2 1144
13.03
96 1136 4.9 1150
5 0.5 6.0
48 824
6.56 20 5 150
1 1126
8.04
49 832 1.6 1155
6 0.5 8.0
38 1128
6.89


40 1134
7 0.5 10
27 1090
7.84


28 1112
8 0.5 12
20 1042
8.43


19 1043
9 0.5 15
12 1040
8.05


12 1052
10 0.5 20
7 1027
8.60


7 1024
11 2.5 20
33 1018
8.51


37 1013
12 2.5 25
22 1033
8.98


26 1044
13 2.5 30
13 997
7.85


15 1006
14 2.5 40
8 1036
8.63


10 1051
15 2.5 50
5 1033
9.04


7 1046
Sumber : Pengukuran Lapangan 2010

L-14

DATA PENDUGAAN GEOLISTRIK METODE SCHLUMBERGER


Titik : G-4 Tanggal : 01 Desember 2010
Koordinat : 0418966; 9136888 Waktu : Pukul 08 : 02 WIB
Lokasi : Dusun Pedusan, Desa Argorejo Arah : Barat - Timur
Elevasi : 70 Operator : Lilik Ismangil
No.
a L V I a
No.
a L V I a
(m) (m) (mV) (mA) (m) (m) (m) (mV) (mA) (m)
1 0.5 1.5
1139 1046
6.80 16 5 40
12 956
6.44
1129 1054 13 963
2 0.5 2.0
453 1000
5.38 17 5 50
10 752
12.33
459 1000 14 760
3 0.5 2.5
306 962
6.43 18 5 60
7 725
9.65
353 962 11 724
4 0.5 4.0
150 1006
7.51 19 5 75
4 912
9.16
155 1004 5.5 912
5 0.5 5.0
85 962
6.39 20 5 100
0.7 641
9.16
86 954 1 652
6 0.5 6.0
74 1117
7.41 21 5 125
0.4 758
4.21
75 1130 0.9 754
7 0.5 8.0
32 833
7.81 22 5 150
0.5 932
4.54
33 830 0.7 932
8 0.5 10
21 883
7.81


23 886
9 0.5 12
18 1027
8.34


20 1026
10 0.5 15
10 990
7.77


12 996
11 2.5 15
64 990
8.76


63 996
12 2.5 20
53 1116
12.07


56 1114
13 2.5 25
42 1128
14.73


43 1132
14 2.5 30
16 767
13.18


20 767
15 2.5 40
6 964
6.79


7 952
Sumber: Pengukuran Lapangan 2010.

L-15


DATA PENDUGAAN GEOLISTRIK METODE SCHLUMBERGER
Titik : G-5 Tanggal : 01 Desember 2010
Koordinat : 0418857; 9138192 Waktu : Pukul 10 : 41 WIB
Lokasi : Dusun Gubug, Desa Argosari Arah : Barat - Timur
Elevasi : 80 Operator : Lilik Ismangil
No.
a L V I a
No.
a L V I a
(m) (m) (mV) (mA) (m) (m) (m) (mV) (mA) (m)
1 0.5 1.5
1479 1036
9.00 16 5 40
146 1100
70.45
1546 1074 166 1092
2 0.5 2.0
730 1061
8.12 17 5 50
133 1077
96.00
732 1063 134 1084
3 0.5 2.5
446 1074
7.81 18 5 60
182 1114
166.3
446 1072 147 1108
4 0.5 4.0
205 1182
8.58 19 10 60
25 1115
14.62
205 1182 34 1104
5 0.5 5.0
142 1138
9.70 20 10 75
18 1096
15.03
141 1128 20 1090
6 0.5 6.0
108 1130
10.63 21 10 100
11 793
20.19
106 1124 10 798
7 0.5 8.0
70 1128
12.29


69 1133
8 0.5 10
53 1187
13.97


52 1172
9 0.5 12
43 1120
16.98


41 1111
10 2.5 12
180 1111
14.03


181 1114
11 2.5 15
133 1138
16.07


134 1138
12 2.5 20
81 1097
18.17


80 1091
13 2.5 25
51 1164
17.12


52 1175
14 2.5 30
40 1126
20.01


40 1120
15 2.5 40
30 1105
27.31


30 1094
Sumber: Pengukuran Lapangan 2010.

L-16


DATA PENDUGAAN GEOLISTRIK METODE SCHLUMBERGER
Titik : G-6 Tanggal : 01 Desember 2010
Koordinat : 0416135; 9136008 Waktu : Pukul 12 : 08 WIB
Lokasi : Dusun Tapen, Desa Argosari Arah : Barat - Timur
Elevasi : 66 Operator : Lilik Ismangil
No.
a L V I a
No.
a L V I a
(m) (m) (mV) (mA) (m) (m) (m) (mV) (mA) (m)
1 0.5 1.5
1728 1115
9.75 16 2.5 50
6 824
12.31
1726 1108 7 830
2 0.5 2.0
876 1086
9.51 17 5 50
9 834
9.25
876 1086 11 846
3 0.5 2.5
543 1060
9.62 18 5 60
5 1109
5.06
535 1046 5 1108
4 0.5 4.0
232 1083
10.49 19 5 75
3 1094
4.84
226 1078 3 1085
5 0.5 5.0
149 1055
10.93 20 5 100
1.9 1096
5.31
148 1056 1.8 1094
6 0.5 6.0
108 1052
11.42 21 10 100
6 1101
6.98
106 1046 4 1090
7 0.5 8.0
63 1028
13.50 22 10 125
3.6 1097
8.25
62 823 3.8 1089
8 0.5 10
49 1108
14.10 23 10 150
2.2 1080
7.11
50 1096 2.4 1065
9 0.5 12
35 1132
14.18


36 1126
10 0.5 15
30 1158
15.28


20 1139
11 0.5 20
18 1106
18.26


14 1102
12 2.5 20
47 1104
10.52


47 1103
13 2.5 25
28 1056
10.37


28 1043
14 2.5 30
22 1031
11.75


19 1024
15 2.5 40
18 1101
14.64


14 1086
Sumber: Pengukuran Lapangan 2010

L-17


DATA PENDUGAAN GEOLISTRIK METODE SCHLUMBERGER
Titik : G-7 Tanggal : 01 Desember 2010
Koordinat : 0417602; 9134194 Waktu : Pukul 15 : 00 WIB
Lokasi : Dusun Paloman, Desa Argorejo Arah : Barat - Timur
Elevasi : 47 Operator : Lilik Ismangil
No.
a L V I a
No.
a L V I a
(m) (m) (mV) (mA) (m) (m) (m) (mV) (mA) (m)
1 0.5 1.5
418 892
2.94 16 2.5 50
3.3 922
8.86
419 890 7.1 917
2 0.5 2.0
1290 734
20.72 17 2.5 60
2.3 913
8.05
1292 736 4.2 910
3 0.5 2.5
804 824
18.41 18 2.5 75
0.6 860
8.51
805 819 3.8 861
4 0.5 4.0
228 732
15.50 19 5 75
3.6 861
8.55
230 730 4.8 867
5 0.5 5.0
148 735
15.81 20 5 100
2.8 948
9.26
150 729 2.8 953
6 0.5 6.0
117 796
16.64 21 5 125
1.6 983
9.77
119 792 2.3 972
7 0.5 8.0
69 761
18.03


69 769
8 0.5 10
37 795
14.82


38 794
9 0.5 12
27 860
14.72


29 855
10 0.5 15
17 933
13.63


19 921
11 0.5 20
8 866
13.09


10 866
12 0.5 25
5 867
12.39


6 872
13 0.5 30
3 876
11.29


4 878
14 0.5 40
0.6 841
12.44


3.6 840
15 2.5 40
7 853
10.02


10 844
Sumber: Pengukuran Lapangan 2010.

L-18


DATA PENDUGAAN GEOLISTRIK METODE SCHLUMBERGER
Titik : G-8 Tanggal : 02 Desember 2010
Koordinat : 0417388; 9131142 Waktu : Pukul 08 : 10 WIB
Lokasi : Dusun Sungapan, Desa Argodadi Arah : Barat - Timur
Elevasi : 37.5 Operator : Lilik Ismangil
No.
a L V I a
No.
a L V I a
(m) (m) (mV) (mA) (m) (m) (m) (mV) (mA) (m)
1 0.5 1.5
1952 678
29.83 16 5 40
36 618
29.35
1972 679 38 630
2 0.5 2.0
1365 701
22.95 17 5 50
12 680
14.81
1378 709 14 684
3 0.5 2.5
869 710
23.04 18 5 60
12 625
21.49
872 710 12 629
4 0.5 4.0
418 743
28.25 19 5 75
11 681
28.42
432 746 11 681
5 0.5 5.0
264 682
30.13 20 5 100
5 549
33.80
265 682 7 567
6 0.5 6.0
189 706
31.52 21 5 125
2 465
25.87
209 708 3 482
7 0.5 8.0
118 684
34.62


119 685
8 0.5 10
91 668
45.49


103 671
9 0.5 12
72 698
48.13


77 698
10 0.5 15
60 742
57.55


62 746
11 0.5 20
44 733
81.65


51 733
12 2.5 20
74 734
25.52


78 737
13 2.5 25
41 734
22.75


45 738
14 2.5 30
26 736
20.58


28 738
15 2.5 40
22 600
37.35


23 606
Sumber: Pengukuran Lapangan 2010.

L-19


DATA PENDUGAAN GEOLISTRIK METODE SCHLUMBERGER
Titik : G-9 Tanggal : 02 Desember 2010
Koordinat : 0415914; 9132656 Waktu : Pukul 10 : 33 WIB
Lokasi : Dusun Bakal dukuh, Desa Argodadi Arah : Barat - Timur
Elevasi : 45 Operator : Lilik Ismangil
No.
a L V I a
No.
a L V I a
(m) (m) (mV) (mA) (m) (m) (m) (mV) (mA) (m)
1 0.5 1.5
1788 1092
10.29 16 2.5 50
8 1110
11.34
1796 1094 8 1100
2 0.5 2.0
995 1048
11.20 17 2.5 60
5 1059
10.75
980 1032 5 1041
3 0.5 2.5
640 1085
11.09 18 5 60
13 1056
26.91
632 1071 12 1043
4 0.5 4.0
273 1097
12.31 19 5 75
6 1040
10.29
270 1086 6 1026
5 0.5 5.0
183 1050
12.91 20 5 100
2.9 958
9.58
181 1140 2.9 944
6 0.5 6.0
127 1132
12.48 21 5 125
1.8 946
8.62
125 1128 1.5 930
7 0.5 8.0
68 1085
12.42


66 1072
8 0.5 10
43 1134
11.86


43 1142
9 0.5 12
28 1087
11.50


27 1069
10 0.5 15
18 1122
11.00


17 1111
11 0.5 20
9 1130
10.08


9 1118
12 0.5 25
5 1116
10.57


7 1109
13 2.5 25
26 1104
9.40


27 1089
14 2.5 30
14 1113
7.62


16 1099
15 2.5 40
10 1116
7.61


7 1120
Sumber: Pengukuran Lapangan 2010.

L-20

Lampiran 4.5

Data Lokasi Pengukuran Sumur Gali di Daerah Penelitian (Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta).
No. X Y
Elevasi
(m)
Kedalaman Muka
Airtanah (m)
TMA
(m)
DHL
(m mhos)
Temperatur
(C)
Fluktuasi
(m)
Sifat Fisik
Airtanah
KET
1 419791 9137080 75 2.48 72.52 0.495 28.4 1.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
2 419978 9137526 78 0.94 77.06 0.546 28.4 0.5
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
3 420221 9138310 79 1.46 77.54 0.479 28.7 1.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
4 420388 9138260 88 1.08 86.92 0.367 28.5 0.5
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
5 420614 9138730 90 2.40 87.60 0.399 29.6 1.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
6 420551 9138858 92 2.00 90.00 0.447 29.2 3.5
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman dekat
sawah, apabila hujan air
berwarna putih keruh
7 421120 9138720 93 0.70 92.30 0.618 29.2 2.5
agak asin, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
8 421169 9139142 94 2.20 91.80 0.317 28.4 1.5
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
9 421075 9137994 88 0.42 87.58 0.422 29.1 0.5
agak keruh, berbau
seperti tanah
sumur tidak digunakan,
letaknya di SD Gunung
Mulyo
10 420111 9137623 81 0.40 80.60 1.017 29.3 0.5
agak asin, berbau
seperti tanah
permukiman bekas
sawah
11 418898 9136332 70 4.60 65.40 0.656 28.9 2.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
apabila dimasak timbul
kerak
12 418528 9136578 75 3.80 71.20 0.700 30.0 7.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
13 418164 9136802 68 2.05 65.50 0.620 29.8 1.0
tawar, tidak berwarna,
keruh
apabila dimasak
menimbulkan kerak
14 417589 9136732 63 5.67 57.33 0.684 28.7 4.5 tawar, tidak berbau, permukiman

L-21

keruh
15 417071 9136896 75 2.03 72.97 0.763 28.7 1.0 agak keruh dan berbau permukiman
16 416415 9136332 73 2.65 70.35 0.667 28.5 0.5 tawar, jernih permukiman
17 416597 9134688 80 7.45 72.55 0.684 28.2 0.5
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
18 416207 9133790 55 3.75 51.25 1.306 28.2 4.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
apabila di sungai masih
banyak airnya maka
sumur tidak kering
19 416322 9134370 87 3.92 69.08 0.545 28.5 1.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
20 415658 9134454 65 1.60 63.40 0.316 29.8 0.5 keruh, berbau permukiman
21 416678 9135332 88 6.80 81.20 0.858 28.6 10.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
22 419678 9136316 69 6.47 62.53 0.534 29.0 0.5
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
23 419529 9135926 58 1.70 56.30 0.408 29.2 1.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
24 419963 9135224 100 10.30 89.70 0.736 30.0 2.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
25 419478 9135682 60 4.90 55.10 0.469 28.2 2.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
26 419204 9135806 60 5.39 54.61 0.442 28.0 0.5
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
27 417854 9134898 54 6.00 48.00 0.420 28.2 4.0
agak keruh, tidak
berbau, tidak berasa
permukiman dekat
sawah, ada parit
disebelah sumur
28 417255 9131998 45 2.40 42.60 0.707 27.7 1.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman dekat
sawah
29 417948 9131368 45 2.75 42.25 0.373 29.9 3.5
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman dekat
sawah
30 416731 9131898 38 8.69 29.31 0.269 29.7 2.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman dekat
kandang
31 415993 9133590 48 1.58 46.42 0.799 28.4 2.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
pekarangan
32 414576 9133476 47 5.15 41.85 0.416 27.6 1.0 tawar, tidak berbau permukiman

L-22

dan tidak berwarna


33 417176 9133174 50 3.25 46.75 0.696 28.4 1.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
34 417738 9133434 75 9.56 65.44 0.729 28.1 1.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman
35 418000 9134388 50 6.27 43.73 0.467 27.6 2.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
pekarangan
36 418645 9135496 53 7.19 45.81 0.631 28.8 1.5
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
apabila dimasak
menimbulkan kerak
37 417930 9135606 56 5.96 50.04 0.470 28.7 3.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
timbul karat peda ember
besi di sumur, apabila
dimasak menimbulkan
kerak
38 418673 9137758 75 2.26 72.74 1.268 28.1 3.5
agak asin, tidak
berwarna, tidak berbau
dekat sawah, apabila
dimasak timbul kerak
39 418931 9138044 80 1.17 78.83 1.061 28.1 1.0
agak asin, tidak
berwarna, tidak berbau
dekat sawah, apabila
dimasak timbul kerak
40 420532 9136582 75 0.74 74.26 0.864 28.1 3.0
tawar, tidak berbau
dan tidak berwarna
permukiman, apabila
dimasak menimbulkan
kerak







L-23

Lampiran 4.6

Perhitungan Ketersediaan Airtanah.
Perhitungan debit airtanah metode statis pada zona karakteristik airtanah potensi tinggi:
Debit Statis airtanah (ketersediaan airtanah)
H = Da x A x Sy
Keterangan:
Da = ketebalan akuifer = 64,8 meter
A = Luas permukaan akuifer = 19.239.895,5 m
2
S = specific yield = 25% = 0,25
F = Fluktuasi tahunan = 2,345 meter per tahun
H = Da x A x Sy
= 64,8 x 19.239.895,5 x 0,25
= 311.686.307,10 m
3
Hasil aman
HA = A x F x Sy
= 19.239.895,5 x 2,345 x 0,25
= 11.279.388,74 m
3
/tahun

Perhitungan debit airtanah metode statis pada zona karakteristik airtanah potensi sedang:
Zona 1
Debit Statis airtanah (ketersediaan airtanah)
H = Da x A x Sy
Keterangan:
Da = ketebalan akuifer = 84,8 meter
A = Luas permukaan akuifer = 267.337,863 m
2
Sy = specific yield = 25% = 0,25
F = Fluktuasi tahunan = 2,345 meter per tahun
H = Da x A x Sy
= 84,8 x 267.337,863 x 0,25
= 5.667.562,696 m
3

L-24

Hasil aman
HA = A x F x Sy
= 267.337,863 x 2,345 x 0,25
= 156.726,8222 m
3
/tahun

Zona 2
Debit Statis airtanah (ketersediaan airtanah)
H = Da x A x Sy
Keterangan:
Da = ketebalan akuifer = 84,8 meter
A = Luas permukaan akuifer = 2541187.918 m
2
Sy = specific yield = 25% = 0,25
F = Fluktuasi tahunan = 2,345 meter per tahun
H = Da x A x Sy
= 84,8 x 2541187.918 x 0,25
= 53.873.183,86 m
3
Hasil aman
HA = A x F x Sy
= 2541187.918 x 2,345 x 0,25
= 1.489.771,417 m
3
/tahun

Zona 3
Debit Statis airtanah (ketersediaan airtanah)
H = Da x A x Sy
Keterangan:
Da = ketebalan akuifer = 84,8 meter
A = Luas permukaan akuifer = 140752,972 m
2
Sy = specific yield = 25% = 0,25
F = Fluktuasi tahunan = 2,345 meter per tahun
H = Da x A x Sy
= 84,8 x 140752,972 x 0,25

L-25

= 2.983.963,006 m
3
Hasil aman
HA = A x F x Sy
= 140752,972 x 2,345 x 0,25
= 82.516,42984 m
3
/tahun

Zona 4
Debit Statis airtanah (ketersediaan airtanah)
H = Da x A x Sy
Keterangan:
Da = ketebalan akuifer = 84,8 meter
A = Luas permukaan akuifer = 1712548,225 m
2
Sy = specific yield = 25% = 0,25
F = Fluktuasi tahunan = 2,345 meter per tahun
H = Da x A x Sy
= 84,8 x 1712548,225 x 0,25
= 36.306.022,37 m
3
Hasil aman
HA = A x F x Sy
= 1712548,225 x 2,345 x 0,25
= 1.003.981,397 m
3
/tahun

Zona 5
Debit Statis airtanah (ketersediaan airtanah)
H = Da x A x Sy
Keterangan:
Da = ketebalan akuifer = 49,2 meter
A = Luas permukaan akuifer = 207392,561 m
2
Sy = specific yield = 25% = 0,25
F = Fluktuasi tahunan = 2,345 meter per tahun
H = Da x A x Sy

L-26

= 49,2 x 207392,561 x 0,25


= 2.550.928,5 m
3
Hasil aman
HA = A x F x Sy
= 207392,561 x 2,345 x 0,25
= 121,583,56 m
3
/tahun

Zona 6
Debit Statis airtanah (ketersediaan airtanah)
H = Da x A x Sy
Keterangan:
Da = ketebalan akuifer = 96,8 meter
A = Luas permukaan akuifer = 215967,934 m
2
Sy = specific yield = 25% = 0,25
F = Fluktuasi tahunan = 2,345 meter per tahun
H = Da x A x Sy
= 96,8 x 215967,934 x 0,25
= 5.226.424,003 m
3
Hasil aman
HA = A x F x Sy
= 215967,934 x 2,345 x 0,25
= 126.611,2013 m
3
/tahun

Zona 7
Debit Statis airtanah (ketersediaan airtanah)
H = Da x A x Sy
Keterangan:
Da = ketebalan akuifer = 39,25 meter
A = Luas permukaan akuifer = 734862,592 m
2
Sy = specific yield = 25% = 0,25
F = Fluktuasi tahunan = 2,345 meter per tahun

L-27

H = Da x A x Sy
= 39,25 x 734862,592 x 0,25
= 7.210.839,184 m
3
Hasil aman
HA = A x F x Sy
= 734862,592 x 2,345 x 0,25
= 430.813,1946 m
3
/tahun

Rata-rata debit statis airtanah (ketersediaan airtanah) pada zonasi potensi airtanah sedang
113.818.923,6 / 7 = 16.259.846,23 m
3

Rata-rata Nilai Hasil Aman airtanah yang dapat lepas dari akuifer (debit statis) Pada Zonasi
Potensi Airtanah Tinggi
3.412.004,022 / 7 = 487.429,15 m
3
/tahun

Perhitungan debit airtanah metode statis pada zona karakteristik airtanah potensi rendah:
Zona 1
Debit Statis airtanah (ketersediaan airtanah)
H = Da x A x Sy
Keterangan:
D = ketebalan akuifer = 39,25 meter
A = Luas permukaan akuifer = 196953,802 m
2
Sy = specific yield = 25% = 0,25
F = Fluktuasi tahunan = 2,345 meter per tahun
H = Da x A x Sy
= 39,25 x 196953,802 x 0,25
= 1.923.609,182 m
3
Hasil aman
HA = A x F x Sy
= 196953,802 x 2,345 x 0,25
= 115.464,1664 m
3
/tahun

L-28

Zona 2
Debit Statis airtanah (ketersediaan airtanah)
H = Da x A x Sy
Keterangan:
D = ketebalan akuifer = 39,25 meter
A = Luas permukaan akuifer = 87347,846 m
2
Sy = specific yield = 25% = 0,25
F = Fluktuasi tahunan = 2,345 meter per tahun
H = Da x A x Sy
= 39,25 x 87347,846 x 0,25
= 857.100,7389 m
3
Hasil aman
HA = A x F x Sy
= 87347,846 x 2,345 x 0,25
= 51.207,67472 m
3
/tahun

Zona 3
Debit Statis airtanah (ketersediaan airtanah)
H = Da x A x Sy
Keterangan:
Da = ketebalan akuifer = 96,8 meter
A = Luas permukaan akuifer = 507557,607 m
2
Sy = specific yield = 25% = 0,25
Vat = Vak x Sy
= 96,8 x 507557,607 x 0,25
= 12.282.894,09 m
3
Hasil aman
HA = A x F x Sy
= 507557,607 x 2,345 x 0,25
= 297.555,6471 m
3
/tahun

L-29

Rata-rata Nilai debit statis (ketersediaan airtanah) pada zonasi potensi airtanah rendah
15.063.604,01 / 3 = 5.021.201,34 m
3

Rata-rata Nilai Hasil Aman airtanah yang dapat lepas dari akuifer (debit statis) Pada Zonasi
Potensi Airtanah rendah
464.227,4882 / 3 = 154.742,49 m
3
/tahun

Perhitungan debit airtanah metode dinamis pada zona karakteristik airtanah potensi tinggi:
A = 0,1 x 0,1 x 78 x (50000 x 50000)
= 1950000000 cm
2

= 195000 m
2

B =
Ai
I

l
1
= l
2
= 0,8 x 50000
= 40000 cm
= 400 m
B =
195000
400

= 487,5 m
I =
CI
B

=
10
487,5

= 0,0205
A = b x AB
= 84,8 x 400
= 33920 m
2

Q = K x I x A
= 1,758 x 0,0205 x 33920
= 1222,44 m
3
/hari
= 14,15 liter/detik

L-30

Perhitungan debit airtanah metode dinamis pada zona karakteristik airtanah potensi sedang:
A = 0,1 x 0,1 x 59 x (50000 x 50000)
= 1475000000 cm
2

= 147500 m
2

B =
Ai
I

l
1
= 0,6 x 50000
= 30000 cm
= 300 m
l
2
= 0,7 x 50000
= 35000 cm
= 350 m

B =
147500
[
300
3S0


= 453,846 m
I =
CI
B

=
10
453,846

= 0,022
A = b x AB
= 96,8 x 350
= 33920 m
2

Q = K x I x A
= 0,69442 x 0,022 x 33920
= 518,20 m
3
/hari
= 5,99 liter/detik

Perhitungan debit airtanah metode dinamis pada zona karakteristik airtanah potensi rendah:
A = 0,1 x 0,1 x 48 x (50000 x 50000)
= 1200000000 cm
2

L-31

= 120000 m
2

B =
Ai
I

l
1
= 0,4 x 50000
= 20000 cm
= 200 m
l
1
= 0,3 x 50000
= 15000 cm
= 150 m

B =
120000
[
200
1S0


= 685,714 m
I =
CI
B

=
10
685,714

= 0,014
A = b x AB
= 39,25 x 200
= 7850 m
2

Q = K x I x A
= 0,69442 x 0,014 x 7850
= 76,32 m
3
/hari
= 0,88 liter/hari

You might also like