You are on page 1of 11

RISIKO DETEKSI DAN RANCANGAN PENGUJIAN SUBSTANTIF

Risiko Deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan dapat mendeteksi salah saji material yang ada dalam suatu asersi. Suatu rencana tingkat risiko deteksi yang bisa diterima harus ditetapkan untuk setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Rencana risiko deteksi ditentukan berdasarkan hubungan yang dinyatakan dengan model sebagai berikut:

Model di atas menunjukkan bahwa pada suatu tingkat risiko audit tertentu (RA) yang ditetapkan auditor, risiko deteksi (RD) adalah berhubungan terbalik dengan tingkat risiko bawaaan (RB) dan risiko pengendalian (RP) yang ditentukan. Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk menetapkan rencana tingkat pengjuian substantif dalam penetapan strategi audit awal untuk suatu asersi. Hubungan antara strategi audit awal, rencana risiko deteksi, dan rencana tingkat pengujian substantif adalah sebagai berikut: Strategi Audit Awal Pendekatan tingkat risiko pengendalian maksimum Pendekatan tingkat risiko pengendalian lebih rendah Rencana Risiko Deteksi Rendah atau Sangat rendah Moderat atau Tinggi tingkat lebih rendah Rencana Tingkat Pengujian Substantif Tingkat lebih tinggi

Setelah

mendapat

pemahaman

tentang

kebijakan

dan

prosedur

struktur

pengendalian intern yang relevan dan menentukan risiko pengendalian untuk asersiasersi laporan keuangan, auditor harus membandingkan antara tingkat risiko pengendalian sesungguhnya atau akhir dengan rencana tingkat risiko pengendalian untuk asersi yang bersangkutan. Apabila tingkat risiko pengendalian akhir sama dengan tingkat risiko pengendalian awal, auditor dapat melanjutkan ke tahap perancangan pengujian substantif spesifik berdasarkan rencana tingkat pengujian substantif yang telah ditetapkan. Namun apabila tidak, tingkat pengujian substantif harus direvisi sebelum merancang pengujian substantif spesifik untuk mengakomodasi tingkat risiko deteksi yang bisa diterima setelah direvisi.

Untuk mendapatkan dasar yang masuk akal dalam memberi pendapat atas laporan keuangan kliennya, auditor harus memperoleh bukti kompetn yang cukup. Pengujian substantif di suatu sisi bisa menghasilkan bukti tentang kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan, dan di sisi lain pengujian substantif juga bisa menghasilkan bukti yang menunjukkan adanya jumlah kekeliruan jumlah rupiah atau salah saji dalam perencanaan. Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan sifat, saat, dan luas pengujian yang diperlukan untuk memenuh tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi. Sifat pengujian substantif berhubungan dengan jenis dan efektivitas prosedur pengauditan yang akan dilaksanakan. Apabila tingkat risiko deteksi yang dapat diterima tinggi, auditor dapat menggunakanprosedur yang kurang efektif yang biasanya lebih murah. Pengujian substantif tediri dari 3 jenis, yaitu: 1. Prosedur Analitis Prosedur analitis digunakan dalam perencanaan audit untuk

mengidentifikasi daerah/tempat yang memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya salah saji. Prosedur analitis bisa juga digunakan pada tahap pengujian sebagai pengujian substantif untuk mendaptkan bukti tentang asersi tertentu. Dalam hal tertentu prosedur analitis dipandang efektif karena menghemat biaya audit. Apabila hasil prosedur analitis sesuai denga taksiran, dan tingkat risiko deteksi yang bisa diterima untuk asersi tinggi, maka auditor tidak perlu melakukan pengujian detil. 2. Pengujian Detil Transaksi Dalam pengujian ini auditor memeriksa sebagian (sampel) atau seluruh pendebetan dan pengkreditan atas suatu rekening. Hasil pengujian tersebut digunakan untuk menarik kesimpulan tentang saldo rekening yang bersangkutan. Pengujian ini biasanya dilakukan dengan menggunakan dokumen-dokumen yang terdapat dalam arsip klien. Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan. 3. Pengujian Detil atas Saldo-saldo Pengujian detil atas saldo-saldo dilakukan untuk mendapatkan bukti secara langsung, dan bukan pada masing-masing pendebetan atau pengkreditan yang

telah menghasilkan saldo tersebut. efektivitas pengujian ini bergantung pada prosedur yang digunakan dan tipe bukti yang diperoleh. Tingkat risiko deteksi yang diterima bisa mempengaruhi pula pada saat pengujian substantif. Apabila risiko deteksi tinggi, pengujian bisa dilakukan beberapa bulan sebelum akhir tahun. Sebaliknya apabila risiko deteksi untuk suatu deteksi rendah, maka pengujian substantif biasanya dilakukan pada tanggal akhir tahun. Auditor bisa melakukan pengujian substantif atas detil suatu rekening pada tanggal interim. Keputusan untuk melakukan pengujian substantif sebelum tanggal neraca harus didasarkan pada pertimbangan berikut: 1. Auditor dapat mengendalikan tambahan risiko audit bahwa salah saji material yang ada pada risiko rekening pada tanggal neraca tidak akan terdeteksi oleh auditor. 2. Auditor dapat mengurangi biaya untuk melaksanakan pengujian substantif pada akhir tahun guna memenuhi tujuan audit yang direncanakan, sehingga pengujian sebelum tanggal neraca bisa menjadi lebih murah. Kondisi-kondisi yang bisa berpengaruh pada pengendalian risiko deteksi adalah: (1) struktur pengendalian interim selama periode tersisa cukup efektif, (2) tidak terdapat keadaan atau kondisi yang mempengaruhi manajemen untuk membuat salah saji dalam laporan keuangan selama periode tersisa, (3) saldo rekening akhir tahun yang diperiksa pada tanggal interim bisa diprediksi secara masuk akal, baik mengenai jumlah, hubungan signifikan, maupun komposisinya, dan (4) sistem akuntansi klien akan memberi informasi mengenai transaksi tak biasa yang signifikan dan fluktuasi signifikan yang mungkin terjadi pada periode tersisa. Pengujian untuk periode tersisa harus mencakup: 1. Perbandingan saldo rekening-rekening pada dua tanggal untuk mengidentifikasi jumlah-jumlah yang nampak tidak biasa dan penyelidikan atas jumlah-jumlah tersebut. 2. Prosedur analitis lain atau pengujian substantif detil lainnya untuk mendapatkan dasar yang layak untuk memperluas kesimpulan audit interim ke tanggal neraca. Diperlukan bukti yang lebih banyak untuk mencapai tingkat risiko deteksi rendah yang bisa diterima dibandingkan dengan risiko deteksi tinggi. Auditor bisa menentukan berbagai jumlah bukti yang diperoleh dengan mengubah luas pengujian substantif

yang dilakukan. luas dalam praktik mengandung arti banyak hal (items) atau besarnya sampel yang terhadapnya dilakukan pengujian. Besarnya sampel yang akan diuji membutuhkan pertimbangan profesional. Keputusan auditor sehubungan dengan rancangan pengujian substantif harus didokumentasikan dalam kertas kerja dalam bentuk program audit tertulis. Program audit adalah daftar prosedur-prosedur audit yang harus dilakukan. Sebagai tambahan dalam daftar prosedur audit, setiap program audit harus memiliki kolom-kolom untuk (1) suatu referensi-silang ke kertas kerja lain yang berisi bukti yang diperoleh dari setiap prosedur, (2) paraf auditor yang melaksanakan masing-masing prosedur, dan (3) tanggal pelaksanaan prosedur diselesaikan. Dalam praktik, auditor kadang-kadang membuat rincian yang berbeda untuk hal-hal tertentu dalam program auditnya. Namun, dalam keadaan bagaimanapun program audit hendaknya cukup detil agar dapat memberikan: 1. Garis-garis besar pekerjaan yang dilakukan 2. Dasar untuk koordinasi, supervisi, dan pengawasan audit 3. Catatan mengenai pekerjaan yang dilakukan Rerangka Umum Pengembangan Program Audit untuk Pengujian Substantif Perencanaan Awal: 1. Identifikasi asersi-asersi Laporan Keuangan yang harus dicakup oleh program audit 2. Kembangkan tujuan-tujuan audit spesifik untuk setiap kategori asersi 3. Tentukan risiko bawaan dan risiko pengendalian, dan tentukan juga tingkat risiko deteksi akhir untuk setiap asersi, sejalan dengan tingkat risiko audit keseluruhan dan tingkat materialitas yang dapat diterima 4. Berdasarkan pengetahuan dari prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai kebijakan dan prosedur SPI yang relevan, bayangkan catatan akuntansi, dokumen pendukung, dan proses akuntansi serta proses pelaporan keuangan yang berhubungan dengan asersi-asersi 5. Pertimbangkan pilihan-pilihan yang berhubungan dengan perancangan pengujian substantif: a. Alternatif untuk mengakomodasi berbagai tingkat risiko deteksi yang dapat diterima: 1) Sifat: prosedur analitis, pengujian detil transaksi, pengujian detil saldo-saldo 2) Saat: interim atau akhir tahun 3) Luas: besarnya sampel b. Berbagai tipe bukti pendukung yang mungkin tersedia: analitis, konfirmasi, dokumen, elektronik, perhitungan, pernyataan tertulis, fisik, lisan. c. Berbagai tipe prosedur audit yang diterima: prosedur analitis, teknik audit berbantuan komputer, pengajuan pertanyaan, pencocokan dokumen, konfirmasi, perhitungan, penelusuran, observasi, pengerjaan ulang, inspeksi.

Pengujian Substantif utk Dimasukkan ke dalam Program Audit: 1. Tentukan prosedur awal untuk: a. Menelusur saldo awal ke Kertas Kerja tahun lalu b. Mereview aktivitas dalam rekening buku besar dan menyelidiki hal-hal yang tidak biasa c. Memeriksa kebenaran penjumlahan pada catatan pendukung atau daftar untuk digunakan pada pengujian berikutnya, dan memeriksanya pada saldo buku besar, untuk meyakinkan kecocokan diantara keduanya 2. Tentukan prosedur analitis yang akan digunakan 3. Tentukan pengujian detil transaksi yang akan dilakukan 4. Pengujian detil saldo-saldo yang akan dilakukan 5. Pertimbangan apakah ada ketentuan atau prosedur khusus yang dapat diterapkan pada asersi yang sedang diuji. 6. Tentukan prosedur-prosedur untuk menentukan kesesuaian dengan penyajian dan pengungkapan menurut PABU Dalam suatu penugasan pertama, spesifikasi pengujian substantif yang detil dalam program audit biasanya belum akan disusun secara lengkap hingga selesainya kegiatan mempelajari dan menilai struktur pengendalian intern dan ditentukannya tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi signifikan. Dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam merancang program audit sebagai penugasan pertama adalah: (1) penentuan ketepatan saldo-saldo awal rekening pada periode yang diaudit, dan (2) penentuan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan pada periode yang lalu sebagai dasar untuk menentukan konsistensi penerapan prinsip pada periode berjalan. Dalam suatu penugasan ulangan, auditor memiliki akses pada semua program yang digunakan pada periode yang lalu dan kertas kerja yang berkaitan pada program kerja tersebut. dalam situasi demikian, strategi awal audit biasanya ditetapkan auditor berdasarkan asumsi bahwa tingkat risiko dan program audit untuk pengujian substantif yang digunakan pada periode yang lalu akan dapat digunakan kembali pada periode berjalan. Oleh karena itu, program audit untuk penugasan periode berjalan seringkali disusun sebelum auditor menyelesaikan kegiatan mempelajari dan menilai struktur pengendalian intern. Pertimbangan-pertimbangan Khusus dalam Perancangan Pengujian Substantif A. Rekening-rekening Laba Rugi 1. Prosedur Analitis untuk Rekening-rekening Laba Rugi Prosedur analitis bisa digunakan secara langsung maupun tidak langsung. Pengujian langsung terjadi apabila sebuah rekening pendapatan atau rekening

biaya dibandingkan dengan data yang relevan untuk menentukan kewajaran saldonya. Pengujian tidak langsung terjadi apabila bukti mengenai saldo laba rugi berasal dari hasil prosedur analitis yang diterapkan pada pengujian saldo rekening neraca yang berkaitan. Dalam keadaan tertentu, auditor bisa memilih untuk menggunakan prosedur analitis hanya sebagai pengujian langsung atas beberapa saldo rekening laba rugi. 2. Pengujian Detil untuk Rekening-rekening Laba Rugi Apabila bukti yang diperoleh dari prosedur analitis dan dari pengujian detil atas rekening neraca yang berkaitan tidak mengurangi risiko deteksi pada tingkat rendah yang diterima, maka diperlukan pengujian detil langsung atas asersi-asersi yang berhubungan dengan rekening-rekening laba rugi. Hal ini terjadi apabila: a. Risiko bawaan tinggi. Hal ini terjadi apabila asersi-asersi dipengaruhi oleh transaksi tidak rutin dan pertimbangan serta estimasi manajemen. b. Risiko pengendalian tinggi. Situasi seperti ini dapat terjadi apabila (1) pengendalian intern yang bersangkutan dengan transaksi non-rutin dan rutin tidak efektif atau (2) auditor memilih untuk tidak melakukan pengujian atas SPI. c. Prosedur analitis menunjukkan adanya hubungan tidak biasa dan fluktuasi tidak diharapkani. d. Rekening memerlukan analisis. B. Rekening-rekening yang Berkaitan dengan Estimasi Akuntansi Estimasi akuntansi adalah perkiraan mengenai suatu elemen laporan

keuangan, pos, atau rekening yang terjadi apabila tidak bisa diukur secara pasti. PSA No. 37, Audit atas Estimasi Akuntansi (SA 342.07) menyatakan bahwa tujuan auditor dalam mengevaluasi estimasi akuntansi adalah untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk memberikan keyakinan memadai bahwa: 1. Semua estimasi akuntansi yang material bagi laporan keuangan telah ditetapkan. 2. Estimasi akuntansi tersebut masuk akal dalam kondisi yang bersangkutan. 3. Estimasi akuntansi disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku dan diungkapkan secara memadai.

C. Rekening-rekening yang Berkaitan dengan Transaksi dengan Pihak yang memiliki Hubungan Istimewa Tujuan auditor dalam pengauditan atas transaksi yang dilakukan dengan pihakpihak yang memiliki hubungan istimewa adalah untuk mendapatkan bukti mengenai tujuan, sifat, dan luasnya transaksi ini serta dampaknya terhadap laporan keuangan. Perbandingan antara Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif Pengujian Pengendalian Jenis Bersamaan Tambahan Pengujian Substantif Prosedur analitis Pengujian detil transaksi Pengujian detil saldo Menentukan kewajaran asersi-asersi laporan keuangan yang signifikan

Tujuan

Menentukan efektivitas rancangan dan pengoperasian kebijakan dan prosedur SPI Frekuensi deviasi dari kebijakan dan prosedur struktur pengendalian

Sifat ukuran pengujian

Kesalahan jumlah rpiah dalam transaksi-transaksi dan saldo Sama dengan pengujian pengendalian, ditambah prosedur analitis, perhitungan, pengiriman konfirmasi, penelusuran, dan pencocokan ke dokumen pendukung

Prosedur audit yang dapat Pengajuan pertanyaan, diterapkan observasi, inspeksi, pengerjaan ulang, dan teknik audit berbantuan komputer

Saat

Terutama berupa pekerjaan Terutama pada tanggal interim neraca atau mendekati tanggal neraca Risiko pengendalian Risiko deteksi Ketiga

Komponen risiko audit

Standar pekerjaan lapangan Kedua yang utama Diwajibkan oleh standar Tidak audit

Ya

SAMPLING AUDIT DALAM PENGUJIAN PENGENDALIAN

SA 350.01 mendefinisikan sampling audit sebagai penerapan prosedur audit terhadap unsur-unsur suatu saldo rekening atau kelompok tarnsaksi yang kurang dari 100% dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo rekening atau kelompok transaksi tersebut. sampling audit bisa diterapkan baik pada pengujian pengendalian mau[un pengujian substantif. Namun demikian, sampling tidak bisa diterapkan disemua prosedur audit yang biasa dipakai dalam melaksanakan pengujian. Standar pekerjaan lapangan kedua dan ketiga berisi ketidakpastian. Auditor dapat dibenarkan dalam menerima sejumlah ketidakpastian, apabila menurut pertimbangannya biaya dan waktu yang dibituhkan unuk melakukan pemeriksaan 100% akan lebih besar dari pada akibat sebaliknya dari kemungkinan memberikan pendapat yang keliru berdasarkan pemeriksaan hanya atas suatu sampel data. Ketidakpastian yang melekat dalam penerapan prosedur-prosedur audit yang disebut ririko audit. Sampling audit diterapkan dalam dua komponen risiko audit, yaitu: 1) risiko pengendalian, dan 2) risiko deteksi. Sampling audit dalam pengujian pengendalian memberikan informasi yang berhubungan langsung dengan penentuan risiko pengendalian oleh auditor, dan sampling audit dalam pengujian substantif membantu auditor dalam mengkuantifikasi dan mengendalikan risiko deteksi. A. Risiko Sampling dan Risiko Nonsampling Risiko sampling adalah kemungkinan bahwa suatu sampling yang telah diambil dengan benar tidak mewakili populasi. Risiko nonsampling meliputi semua aspek risiko audit yang tidak berkaitan dengan sampling. Sumber risiko sampling meliputi: kesalahan manusia, ketidaktepatan penerapan prosedur audit terhadap tujuan audit, kesalahan dalam menafsirkan hasil sampel, dan kesalahan karena mengandalkan pada informasi keliru yang diterima dari pihak lain. Risiko nonsampling tidak dapat diukur secara matematis. B. Sampling Nonstatistik dan Sampling Statistik Dalam melaksanakan pengujian audit sesuai dengan standar audit, auditor bisa menggunakan sampling nonstatistik atau sampling statistik atau keduanya. Perbedaan pokok antara keduanya adalah dalam sampling statistik digunakan hukum probabilitas untuk mengendalikan risiko sampling.

C. Teknik-teknik Sampling Audit Teknik Sampling Sampling atribut Jenis Pengujian Pengujian pengendalian Tujuan Untuk menaksir tingkat deviasi dari pengendalian yang telah ditetapkan dalam suatu populasi Untuk menaksir jumlah total rupiah suatu populasi atau jumlah rupiah kekeliruan dalam suatu populasi

Sampling variabel

Pengujian substantif

I.

Perancangan Sampel Atribut untuk Pengujian Substantif Sampling atribut dalam pengujian pengendalian digunakan hanya apabila alur bukti dokumen dalam pelaksanaan prosedur pengendalian. Prosedur pengendalian tersebut meliputi prosedur otorisasi, dokumen, dan catatan, dan pengecekan secara independen. Tahapan-tahapan dalam rencana sampling statistik untuk pengujian pengendalian adalah: 1. Menentukan tujuan audit Tujuan utama pengujian pengendalian ialah mengevaluasi keefektifan rancangna dan pengoperasian pengendalian intern. Auditor bisa merancang satu atau beberapa rencana sampling atribut untuk mengevaluasi keefektifan pengendalian yang berkaitan dengan kelompok transaksi tertentu. Hasil pengujian pengendalian yang dimasukkan ke dalam rencana sampling atribut selanjutnya digunakan untuk menentukan risiko pengendalian untuk asersiasersi saldo rekening yang bersangkutan yang dipengaruhi oleh kelompok transaksi. 2. Merumusukan populasi dan unit sampling Populasi adalah kelompok transaksi yang akan diuji. Auditor harus menentukan bahwa perwujudan fisik dari populasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh rencana. Perumusan populasi juga meliputi pertimbangan tentang homogenitas populasi dalam hubungannya dengan pengendalian yang akan diuji. Unit sampling adalah suatu elemen individual dalam populasi. Satu unit sampling bisa berupa dokumen, suatu ayat dalam sebuah jurnal atau register,

atau suatu record dalam suatu file komputer. Unti sampling bisa mempunyai pengeruh signifikan terhadap efisiensi audit. Efesiensi akan tercapai apabila unsur sampel dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas pengendalian untuk berbagai asersi. 3. Menetapkan atribut-atribut Atribut adalah karakteristik dalam populasi yang akan diuji. Atribut harus diidentifikasi untuk setiap pengendalian yang diperlukan guna mengurangi risiko pengendalian atas suatu asersi. Setiap atribut harus bersangkutan dengan suatu pengendalian yang tingkat risikonya diharapkan auditor di bawah maksimum. 4. Menentukan ukuran sampel Untuk dapat menentukan suatu ukuran sampel bagi setiap atribut atau pengendalian yang akan diuji, auditor harus merumuskan suatu nilai berupa angka (numerical value) untuk setiap faktor berikut ini: a. Risiko penetapan risiko pengendalian terlalu rendah b. Tingkat deviasi bisa ditoleransi c. Tingkat populasi yang diharapkan 5. Menentukan metoda pemilihan sampel a. Sampling nomor acak b. Sampling sistematik 6. Melaksanakan rencana sampling 7. Mengevaluasi hasil sampel a. Menghitung tingkat deviasi sampel b. Menentukan batas atas deviasi c. Menentukan cadangan untuk risiko sampling d. Mempertimbangkan aspek kualitatif dari deviasi e. Meru,uskan kesimpulan Tahap1-5 menyangkut perencanaan sampel yang diselenggarakan selama perencanaan audit. Tahap-tahap berikutnya dilakukan selama pemeriksaan di lapangan. Setiap tahap di atas harus didokumentasikan dalam kertas kerja.

II.

Jenis Sampling Lainnya Sampling temuan atau discovery sampling adalah suatu bentuk sampling atribut yang dirancang untuk mengalokasi paling sedikit satu penyimpangan, apabila tingkat deviasi dalam populasi berada pada atau di atas tingkat deviasi yang diharapkan. Metoda sampling ini digunakan untuk mencari deviasi-deviasi penting yang bisa memberi petunjuk adanya ketidakberesan. Sampling temuan cocok digunakan apabila tingkat deviasi diharapkan sangat rendah dan auditor menginginkan sebuah sampel yang memberi probabilitas tertentu untuk mengobservasi suatu kejadian. Sampling temuan akan berguna apabila auditor: 1. Memeriksa populasi yang besar dan memiliki unsur-unsur yang berisi proporsi risiko pengendalian sangat tinggi. 2. Menduga bahwa ketidakberesan telah terjadi. 3. Menginginkan tambahan bukti pada kasus tertentu untuk menentukan apakah ketidakberesan yang telah diketahui merupakan suatu kejadian kebetulan atau merupakan bagian dari pola yang berulang. Sampling nonstatistik, perbedaan dengan sampling statistik adalah 1. Menetukan ukuran sampel, determinan utama dari sampel nonstatistik adalah risiko penetapan risiko pengendalian terlalu rendah, tingkat deviasi bisa ditoleransi, dan tingkat deviasi populasi diharapkan untuk setiap atribut. 2. Metoda Pemilihan Sampel a. Sampling Blok b. Sampling Sembarang

You might also like