You are on page 1of 32

SABO TECHNICAL CENTER - YOGYAKARTA

Laporan studi kasus

Penanganan lahar kali gendol


KELOMPOK 2 :
USMAN WIRYANTO ; BIMO; ACHMAD SODIQ; NUNUS

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di
bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana
Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan
di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000
tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu, letusannya menjadi
eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava.
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-
15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar antara lain di
tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006
membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu. Diperkirakan,
letusan tersebut menyebabkan kerajaan Mataram Kuno harus berpindah ke
Jawa Timur. Letusannya di tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan
menewaskan 1400 orang.
Letusan pada November 1994 menyebabkan hembusan awan panas ke
bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban puluhan
jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas
sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini
adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-
menerus
Gunung Merapi rnerupakan salah satu gunung api aktif di Indonesia yang
pada Juni 2006 meletus mengeluarkan material vulkanik menuju arah
Tenggara masuk ke sistern Kali Gendol. Saat kejadian mengakibatkan 2
orang meninggal, dan kawasan wisata Kaliadem termasuk bangunan
pendopo warung-warung dan bangunan yang merupakan inventaris
vulkanologi rusak tertimbun material vulkanik. Dampak tersebut merupakan

1 - 32
dampak langsung dari erupsi gunungapi berupa material piroklastik dan
awan panas atau merupakan dampak dari bahaya primer gunungapi.
Pasca erupsi meninggalkan tumpukan material vulkanik/sedimen dalam
jumlah yang sangat besar. Sedang kurang lebih 4 bulan kedepan adalah
mulai masuk musim hujan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap
ancaman bahaya sekunder dari Merapi, berupa eliran sedimen atau aliran
lahsr yang mempunyai daya rusak yang luar biasa. Bahaya sekunder ini
jangkauannya bisa lebih jauh dibanding bahaya primer. Hal ini dikarenakan
aliran yang terjadi akan mengalir melalui K.Gendol, sehingga daerah
sepanjang aliran tersebut akan terancam.
Berdasarkan dampak bahaya, terutama bahaya sekunder yang dapat
mengancam kehidrpan manusia dan juga lingkungan, maka perlu dilakukan
upaya-upaya untuk mengurangi dampak dari bahay Merapi tersebut. Untuk itu
perlu dilakukan suatu studi secara terpadu dan menyeluruh tentang
penanganan banjir lahar di Kali Gendol.

1.2. Maksud dan tujuan


Maksud :
Maksud dari dilaksanakannya pekerjaan ini adalah melakukan studi atau
tinjauan tentang penanganan banjir lahar Gunung Merapi di Kali Gendol.
Tuiuan :
Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah upaya menginvestigasi,
merencanakan, merekomendasikan solusi dan melaksanakan upaya
penanganan bencana sedimen dalam usaha mengendalikan bencana sedimen
dan mengurangi darnpak kerugian akibat bencana sedimen.

1.3. Lokasi kegiatan


Lokasi pekerjaan ini adalah di Kali Gendol, Kecamatan Cangkringan,
Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gunung Merapi terletak di Kabupaten Sleman, Klaten dan Magelang. Daerah
Sleman adalah merupakan salah satu daerah yang terkena letusan Gunung
Merapi, dan mengalir dialur sekitar gunung tersebut. Oleh karena hal tersebut
maka antisipasi yang harus dilakukan adalah dengan upaya pengendalian
sedimen yang nantinya akan melewati alur apabila bencana datang. Alur
sungai yang berasal dari Gunung Merapi adalah Sungai Gendol yang berhulu
dari kubah Merapi di Kabupaten Sleman. Pada Laporan ini yang akan

1 - 32
membahas banyak di Kabupaten Sleman, karena memang yang berpotensi
untuk pembangunan Sabo Dam tersebut.

Secara topografi letak gunung Merapi bisa dilihat pada Gambar berikut :

Kali Gendol

Gambar 1.1 Letak Gunung Merapi


Dari gambar tersebut diatas maka apabila diperjelas menggunakan peta rupa
bumi yang diambil dari Google Earts maka letak Gunung Merapi di Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah seperti pada Gambar 1.2 berikut :

Potensi Luruhan Lahar G.


Merapi

Arah Luncuran Lahar


Ke K. Gendol

1 - 32
Gambar 1.2 Letak Aliran Lahar Gunung Merapi
1.4. Lingkup Pekerjaan
Lingkup Kegiatan
Untuk memenuhi maksud dan tujuan seperti tersebut diatas, maka kegiatan
yang akan dilaksanakan meliputi :
1.Membuat laporan hasil studi tentang penanganan banjir lahar;
2.Melakukan analisa penyebab;
3.Melakukan analisa penanganan yang terpadu dan menyeluruh (integrated)
serta berwawasan lingkungan;
4.Membuat perencanaan (plan)',
5.Menyusun rencana kerja pelaksanaan;
6.Menyiapkan / membuat bahan tayangan (power point)',
7.Melaksanakan seminar.

1.5. Profil Daerah Model


1.5.1. Kondisi Geografi
Kabupaten Sleman adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Ibukota Kabupaten Sleman adalah Sleman, berjarak
sekitar 11 Km dari Yogyakarta, Ibukota Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Letak geografis Kabupaten Sleman berada pada posisi utara Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, yang secara administratif terletak di sebelah
Kabupaten Sleman, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Batas Utara Kab. Magelang
Batas Timur Kab. Klaten
Batas Selatan Kab. Bantul dan Kodya Yogyakarta
Batas Barat Kab. Kulon Progo
Dalam perspektif regional, Kabupaten Sleman berada pada posisi
“strategis”, karena berada pada jalur lintas darat Yogyakarta-Semarang
yang menghubungkan jalur jalan propinsi di DIY dan Jawa Tengah.
Berdasar dari Informasi pimpinan desa Kepuharjo, daerah tersebut
merupakan desa yang bersinggungan lansung dengan Gunung Merapi.
Akan tetapi selama ini bencana yang ditimbulkan gunung Merapi sempat
merusak lingkungan Desa Kepuharjo dan penduduknya pada bulan Juni

1 - 32
2006 lalu. Dalam laporan ini Daerah Model yang ditentukan dalam
pekerjaan Studi Penanganan Banjir Lahar Di Kali Gendol Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah Kecamatan Cangkringan.

1.5.2. Jumlah Penduduk


Penduduk di daerah model area adalah merupakan pertimbangan utama,
kondisi penduduk kalau dilihat dari tabel di bawah daerah model area
mempunyai kepadatan 671,068 jiwa per Km 2, kepadatan penduduk paling
besar adalah Desa Sindumartani yaitu 1.643,243 jiwa per km2 sedangkan
kapadatan terendah ada pada Desa Kepuharjo yaitu 304,914 jiwa per km2
Kondisi wilayah bencana seperti tersebut diatas, Kecamatan Cangkringan
Sleman terbagi menjadi 6 (enam) Desa seperti dalam Table 1.1 berikut :

Tabel 1.1 Kepadatan Penduduk Desa di Kecamatan Cangkringan Kabupaten


Sleman

Luas
Keluraha
No Desa Desa Jumlah
n
(km2)
1 Glagaharjo 7.95 3,365 423.270
2 Kepuharjo 8.75 2,668 304.914
3 Wukirsari 14.56 9,555 656.250
4 Umbulharjo 8.26 3,969 480.508
5 Sindumartani 4.44 7,296 1643.243
6 Bimomartani 6.02 6,687 1110.797
Jumlah 149.98 33,540 671 .068
Sumber: Kec. Cangkringan Dalam Angka 2004 dan Kec. Ngemplak
2004

1.5.3. Sumber Daya Lahan


Area model kehidupan rumah tangga kebanyakan dari mereka adalah
peladang dan beberapa dari mereka adalah peternak sapi. Tabel di bawah
akan memperinci keterangan sekitar model area. (Daftar dari populasi)
- Mata pencarian
Agar mempertahankan hidup komunitas pedesaan (terutama yang tinggal
di dalam tidak berbukit-bukit) harus mempunyai pada berbagai jenis mata
pencarian. Gambar serupa juga terdapat di Area Model. Pada umumnya
jenis dari mata pencarian adalah:

1 - 32
- Petani lahan Kering
Untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk menanam jagung, singkong
dan ubi manis. Jagung dengan demikian, singkong atau ubi manis sebagai
bahan makanan pokok.
- Peternak Susu Sapi
Kegiatan ekonomi warga di daerah model area merapi juga ditunjang dari
aktivitas warga untuk berternak, ternak yang banyak diminati oleh
warga menurut data tabel di atas adalah ternak sapi potong, sapi perah
dan kambing, sehingga perlu dipikirkan dalam model area merapi dalam
hal ISDM ini adalah lahan untuk menanam rumput, sehingga keperluan
warga dapat terpenuhi dengan baik.
- Penambangan Pasir
Pekerjaan penambangan pasir disamping memberi lapangan pekerjaan
namun juga apabila penambangan tidak diarahkan dengan baik dan benar
akan membahayakan bangunan SABO, di daerah model area ada 425
penambang pasir dan 70 penambang batu. Dengan jumlah tersebut
perlu ada pengendalian terradap penambang (terutama penambangan
yang dilakuan di sungai) agar bangunan Sabo tetap aman/ berfungsi
sebagaimana mestinya. Pengendalian penambang bukanlah masalah yang
mudah, untuk itu perlu pengawasan yang kontinyu dan perlu dibuat
manual penembangah yarg baku sehingga untuk selalu menumbuhkan
kesadaran pada para penambang untuk mematuhi ketentuan atau prosedur
baku penambangan yang baik sehingga lingkungan hidup tetap terjaga
dengan baik.
- Pendidikan dan keagamaan
Jumlah sarana pendidikan keseluruhan sebesar 47 Unit. Dari jumlah
tersebut 33 Unit dapat difungsi dan sebagai tempat pengungsian
sementara apabila terjadi bencana.

1.5.4. Tata Guna Lahan


Jenis Penggunaan Tanah per Desa
Di daerah model area

1 - 32
Tabel 1.2 Penggunaan Lahan Desa di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Tanah
Tanah Bangunan/
No Desa Kering/ Lainnya Jumlah
Sawah Pekarangan
Kebun

1 Glagahharjo 0 630 50 114 794

2 Kepuharjo 0 646 42,3 186,7 875

3 Wukirsari 625 375 139 322 1461

4 Umbulharjo 26 612 53 135 826

5 Sindumartani 221 129,21 34,79 59 444

6 Bimomartani 383,78 119,75 71,77 26,7 602

Penggunaan lahan seperti tersebut di atas, penjumlahan dari Area Model


adalah 31.26 km2. Pada umumnya dapat digolongkan ke dalam:
a. Hutan
b. Padang Rumput
c. Settlement
d. Irigasi area
e. Lokasi Bahaya

1.5.5. Infrastructure
a. Supply air
Masyarakat atau penduduk didaerah model area merapi, dalam
kehidupan sehari-hari untuk kebutuhan air bersih [ada beberapa
desa yaitu Desa Kepuharjo dan Desa Umbulharjo mengandakan dari
mata air, sedangkan yang sudah rnemanfaatkan air ledeng ada dua desa
yaitu Desa Wukirsari dan Desa Bimomartani dan beberapa desa pada
umumnya rnemanfaatkan sumur perigi kecuali Desa Kepuharjo.
b. Listrik dan Jalan Desa
Pada 1992 listrik telah masuk desa. Yang berjalan dibawah program
penyebaran lisrik Indonesia. Meskipun tidak semua rumahtangga menjadi
pelanggan, tetapi suplly tenaga listrik telah siap di daerah model tersebut. Di
tahun 1978 pemerintah daerah mengalokasikan sukungan terhadap

1 - 32
pengembangan acces jalan desa dan jalan kampong yang sudah relative
bagus.
c. Sistem Irigasi
Free-intake irigasi dan system saluran dala area kecil pada model area
berlokasi di fasilitas Sabo.
d. Fasilitas Sabo
Fasilitas Sabo berada di dasar sungai akan di rencanakan dengan
pertimbangan ataupun asumsi yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
e. Sarana Kesehatan
Jumlah sarana kesehatan (puskesmas, pustu) 6 Unit. Jumlah ini masih jauh
dari kebutuhan untuk penangajjian apabila terjadi bencana, pada saat
bencana dan pascabencana.
f. Sarana Lain

2 TANGGAPAN TERHADAP KAK

2.1. Tanggapan Umum


Materi Kerangka Acuan Kerja (KAK) Pekerjaan STUDI PENANGANAN
BANJIR LAHAR DI KALI GENDOL PROPINSI DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA dapat di pahami oleh KELOMPOK 2
Kelengkapan KAK tersebut di antaranya telah disajikan secara eksplisit
mengenai:
1) Latar Belakang.
2) Maksud dan Tujuan.
3) Lokasi Pekerjaan
4) Lingkup Kegiatan
5) Metodologi
6) Jangka Waktu Pelaksanaan
7) Tenaga Ahli
8) Keluaran atau Hasil
9) Laporan
10) Diskusi, Asistensi dan Presentasi
11) Lain lain

Namun demikian kelompok 2 mencermati bahwa apa yang ada dalam KAK masih
ada yang belum rinci dan perlu penjelasan dan penelitian lebih lanjut yaitu :

1 - 32
1. Latar Belakang
Pada Latar Belakang, telah dijelaskan bahwa pasca erupsi pada juni 2006
gunung Merapi telah meninggalkan material vulkanik / sediment dalam jumlah
yang sangat besar. Namun demikian belum dijelaskan nilai yang pasti jumlah
material tersebut. Hal ini penting khususnya untuk menghitung dan merancang
bangunan pengendali sediment di sepanjang kali gendol yang diperlukan. Oleh
karena itu kelompok 2 mengusulkan perlunya estimasi jumlah volumetric
material di puncak yang rawan longsor dan yang menimbulkan banjir sediment.
Demikian pula rentang waktu selama 2 tahun sejak erupsi tahun 2006 sampai
sekarang juga memerlukan studi perilkau sedimentasi material sepanjang kali
ngedndol. Oleh karena itu latar belakang yang hanya menyajikan data primer
Volumetrik saja perlu diperdalam dengan data data yang lain.

2. Lokasi Pekerjaan
Lokasi pekerjaan telah disebutkan yaitu pada kali gendol. Kelompok 2
mencermati bahwa penyelesaian sediment akibat tumpukan material hasil erupsi
tahun 2006 tidak diselesaikan pada sepanjang kali gendol. Oleh karena itu
batasan panjang seungai yang diharapkan untuk menangani sedimentasi
tersebut perlu dibatasi. Namun demikian kelompok 2 akan mencoba untuk
melakukan analisa dan studi penanganan sedimentasi yang paling efektif
dengan melakukan multi kajian.

3. Lingkup Kegiatan
Dalam lingkup kegiatan telah disampaikan ketugasan “Studi Penanganan Banjir
Lahar”. Menurut kelompok 2, juga perlu disampaikan studi kondisi eksisting. Hal
ini penting karena dari studi eksisting inilah kerangka berrfikir penyelesaian
masalah dimulai.

4. Metodologi
Metodologi yang disampaikan dalam KAK hanya menugaskan 2 item penting
saja yaitu pada dampak dan alternative penyelesian. Menurut kelompok 2 perlu
juga kajian yang lebih hulu yaitu variabel variabel penyebab terjadinya banjir
lahar dan kajian kondisi yang mempengaruhi perilaku banjir lahar.

5. Jangka Waktu pelaksanaan

1 - 32
Jangka waktu pelaksanaan studi yang hanya 5 hari sangat terbatas sehingga
hasil kajian banyak dipenuhi oleh asumsi asumsi yang mungkin sekali tidak
tepat.

6. Tanaga Ahli
Tenaga Ahli yang diminta sebagian besar memang berkaitan dengan tugas ini
namun demikian masih perlu ditambah dengan ahli Geodesi ( pengukuran ) dan
Topografi. Hal ini mengingat pentingnya data ukur sungai dan data ukur lahan
yang akan diamankan akibat banjir lahar. Satu lagi Ahli Konstruksi Bangunan
Sabo diperlukan yaitu Sarjana Teknik Sipil Konstruksi Bangunan Sabo.

7. Lain lain
Data Sosial ekonomi perlu pencermatan lebih mendalam untuk kajian sosial
ekonomi.

3 PERUMUSAN MASALAH

3.1. Permasalahan
Dari latar belakang yang telah disebutkan diatas, maka tim studi berusaha
untuk merumuskan permasalahan yang ada melalui beberapa tahapan
seperti di bawah ini:
a. Pengenalan Masalah.
Setelah melalui diskusi kelompok maka tim berdasarkan dari kondisi latar
belakang yang ada, maka permasalahan yang timbul dari kasus tersebut
adalah : ”Bahaya lahar paska erupsi Gunung Merapi di Kali Gendol”.

b. Pemilahan Masalah.
Dari masalah yang telah dikenali tim merumuskan dua masalah yang
timbul, yaitu:
• Endapan lepas piroklastik yang tersebar tertinggal berada di lereng
gunung. Endapan ini diperkirakan mempunyai volume sebesar 8 juta
m3. Dari volume sebesar ini sebagian telah turun memenuhi lereng-
lereng dibawahnya dan alur Kali Gendol karena disebabkan curah
hujan, gravitasi dari tumpukan debris itu sendiri, sebesar 3 juta m 3.
Jadi endapan yang tersisa diperkirakan sejumlah 5 juta m3.

1 - 32
• Endapan lepas piroklastik yang berada tertahan di alur K. Gendol di
sebelah hulu. Endapan yang tertahan ini disebabkan oleh
keberadaan beberapa sabo dam dari seluruh sistem sabo di K.
Gendol yang telah dibangun dan telah memenuhi kapasitas dari
beberapa dam sabo tersebut. Dari beberapa kejadian erupsi G.
Merapi volume dari endapan ini diperkirakan sejumlah 12.740. 000
m3. Perkiraan volume endapan ini berdasar pada perhitungan empiris
bahwa tinggi endapan 26 m dikalikan lebar K. Gendol 70 meter
dikalikan panjang endapan memenuhi panjang K. Gendol sebelah
hulu 7 km (7000 m).

c. Menentukan Prioritas Permasalahan.


Dari uraian pemilahan permasalahan diatas, maka haruslah dipilih
permasalahan utama yang mendesak untuk ditangani agar didapatkan
rekomndasi yang terbaik dan tepat. Untuk mendapatkan permasalahan
utama digunakan analisis USG agar didapatkan bobot permasalahan
yang terbesar.
Dalam analisis USG diuraiakan sebagai berikut :
U : Urgent, aspek kepentingan dari unsur waktu untuk segera ditangani.
Besarnya pembobotan untuk parameter U berdasarkan skala Likert
sebagai berikut: 1 = tidak mendesak; 2 = mendesak; 3 = sangat
mendesak.
S : Seriousness, aspek keseriusan bedasarkan bahaya yang akan terjadi.
Besarnya pembobotan untuk parameter S.berdasarkan skala Likert
sebagai berikut: 1 = tidak begitu berbahaya ; 2 = berbahaya; 3 = sangat
berbahaya
G : Growth, aspek kemungkinan meluasnya atau perkembangan
masalah dari bahaya yang akan ditimbulkan. Besarnya pembobotan
untuk parameter G berdasarkan skala Likert sebagai berikut: 1 = masalah
tidak berkembang; 2 = masalah berkembang; 3 = masalah cepat
berkembang
Dari ketiga parameter ini kemudian dikembangkan indikator pengukur
bobot seperti di bawah ini:

1 - 32
Tabel 3.1. Paramater Skala Prioritas Permasalahan
No. Uraian U S G Bobot
1 Endapan yang tertinggal di lereng
gunung
- Bahaya yg timbul akibat musim 2 2 3 7
hujan yang akan datang 4
bulan lagi
- Besarnya volume debris 2 3 3 8
- Jarak sumber debris terhadap 1 1 2 4
pemukiman
- Adanya reduksi terhadap sumber 1 2 3 6
produksi debris ke pemukiman
(adanya, pepohonan, tanggul
bentuk topografi, dll)
- Besarnya kerugian ekonomi 2 2 2 6
yang ditimbulkan
- Besarnya kerugian jiwa yang 3 3 3 9
ditimbulkan
Total Bobot 40
2 Endapan yang berada di alur K.
Gendol
- Bahaya yg timbul akibat musim 3 3 3 9
hujan yang akan datang 4
bulan lagi
- Besarnya volume debris 3 3 3 9
- Jarak sumber debris terhadap 3 2 3 8
pemukiman
- Adanya reduksi terhadap sumber 3 3 3 9
produksi debris ke pemukiman
(adanya : tanggul bentuk
topografi, dll)
- Besarnya kerugian ekonomi 3 3 3 9
yang ditimbulkan
- Besarnya kerugian jiwa yang 3 3 3 9
ditimbulkan
Total Bobot 54

Dari hasil analisis di atas maka didapat bahwa permasalahan yang harus
mendapatkan prioritas terlebih dahulu untuk dihasilkan rekomendasi
solusi terlebih dahulu adalah : “Adanya bahaya endapan lepas
piroklastik yang berada tertahan di alur K. Gendol di sebelah hulu”.

Pemilihan masalah utama yang harus segera diberikan rekomendasi


solusinya di atas berdasarkan pada pemodelan Kepner & Tregoe yang
dapat digambarkan seperti di bawah ini:

1 - 32
.

Bahaya lahar paska erupsi Gunung


Merapi di Kali Gendol

Endapan lepas piroklastik yang tersebar Endapan lepas piroklastik yang berada
tertinggal berada di lereng gunung tertahan di alur K. Gendol Di sebelah hulu

Penentuan Prioritas Bahaya Analisis strategi rekomendasi solusi

Analisis USG
Bahaya yg timbul akibat musim hujan yang Analisis SWOT
akan datang 4 bulan lagi
Besarnya volume debris
Jarak sumber debris terhadap pemukiman
Adanya reduksi terhadap sumber produksi
debris ke pemukiman (adanya :
pepohonan, tanggul bentuk topografi, dll)
Besarnya kerugian ekonomi yang
ditimbulkan
Besarnya kerugian jiwa yang ditimbulkan Rekomendasi Solusi

Gambar 3.1. Langkah Strategis


Studi Penanganan Kali Gendol

3.2. Keterbatasan Wilayah Observasi Studi Kasus.

1 - 32
Dari hasil tim konsultan menyimak KAK pada studi kasus, dari menganalisis
studi tersebut konsultan menyimpulkan terdapat beberapa pembatasan dan
keterbatasan studi kasus sebagai berikut :
a. Dalam perencanaan penanggulangan bencana aliran debris di K. Gendol
dianggap bahwa seluruh rangkaian sabo dam yang telah dibangun
sebelumnya tidak ada atau belum pernah dibangun.
b. Tidak adanya data topografi, peta penggunaan lahan, secara overall area
dan spot plan menyulitkan untuk menentukan titik kontrol sistem sabo dan
pemilihan lokasi sabo dam.
c. Data-data lainnya yang dipergunakan untuk perencanaan bersifat
pendekatan.
d. Keterbatasan waktu pelatihan dan penyelesaian laporan, menjadikan
hasil akhir dari laporan ini tidak sempurna.

4 PENYELESAIAN MASALAH

4.1. Analisis SWOT.


Untuk mendapatkan rekomendasi tepat dan terbaik untuk studi kasus ini
dipergunakan analisis SWOT (Strengths, Weaknesess, Opportunities dan
Threats). Analisis SWOT dapat menggambarkan kondisi lingkungan internal
dan eksternal dari permasalahan.

4.1.1. Indikator Faktor Internal dan Eksternal.


Dari kasus yang ada maka kondisi lingkungan yang ada dibagi
menjadi kondisi internal dan eksternal sebagai berikut:

FAKTOR INTERNAL
Indikato Strengths Indikato Weaknesess
r r

S1 Tersedianya material alam W1 Waktu turunnya luruhan


yang melimpah (batu dan endapan lahar belum
pasir) diketahui
S2 Kondisi parameter hidrologi, W2 Waktu datangnya curah
topografi dan geologi yang hujan potensial yang dapat
teridentifikasi membawa luruhan debris
belum diketahui.
S3 Volume endapan lahar hasil W3 Terbatasnya alokasi dana

1 - 32
erupsi ( dilereng gunung dan DIPA
di alur S. Gendol) yang sudah
dapat diperkirakan.

FAKTOR EKSTERNAL
Indikato Opportunities Indikato Threats
r r
O1 Tersedianya tenaga ahli T1 Hujan yang akan turun 4
konsultan dalam bidang bulan lagi
penanggulangan bencana
sedimen dan debris.
O2 Adanya kemauan stake T2 Adanya ancaman luruhan
holder yang mendukung lahar dari potensi debris di
penang- gulangan bencana lereng gunung
debris G. Merapi.
O3 Adanya kerjasama teknis T3 Adanya ancaman luruhan
dengan pihak luar lahar dari potensi debris di
alur S. Gendol

4.1.2. Penilaian Faktor Keberhasilan


Untuk menilai faktor-faktor tersebut di atas sebagai faktor kunci keberhasilan
penentuan rekomendasi, maka dilakukan penilaian terhadap faktor yang
teridentifikasi. Aspek yang dinilai dari faktor-faktor tersebut di atas adalah :

a.Urgensi faktor terhadap permasalahan


b. Dukungan faktor terhadap permasalahan
c. Keterkaitan antar faktor terhadap permasalahan.

Dari faktor – faktor yang teridentifikasi maka didapat faktor kunci keberhasilan
sebagai berikut:
Tabel 4.1. Faktor Penilaian Keberhasilan
ALTERNATIF
No FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN
REKOMENDASI
1 Tersedianya material Adanya ancaman Pembuatan Sabo Dam
alam yang melimpah luruhan lahar dari dengan Slit dari suatu
(batu dan pasir) potensi debris di rangkaian sistem Sabo di K.
lereng gunung Gendol
2 Tersedianya tenaga Adanya ancaman Pembuatan Sabo Dam
ahli konsultan dalam luruhan lahar dari tertutup dari suatu rangkaian

1 - 32
bidang potensi debris di alur sistem Sabo di K. Gendol
penanggulangan S. Gendol
bencana sedimen
dan debris.

Dari alternatif rekomendasi utama tersebut kemudian dilakukan langkah


selanjutnya yang akan dibahas pada sub bab berikutnya.

4.2. Analisis Data


4.2.1. Identifikasi Sumber Sedimen Kali Gendol :
• Endapan material piroklastik yang lepas (“unconsolidated sediment”) di
alur sungai dan di lereng gunung akibat pengaruh eksternal berupa hujan,
kondisi lahan dan guncangan gempa.
• Sedimen yang berasal dari lereng – lereng atau daerah yang rawan
longsor di lokasi sumber sediment.
• Endapan sediment yang berada pada alur sungai, yang dapat ikut luruh
menjadi aliran debris tergantung kepada kemiringan alur sungai dan
kecepatan aliran banjir.

4.2.2. Tipe Aliran Sedimen di Kali Gendol :


Tipe aliran sediment ditentukan berdasarkan tinjauan terhadap nilai
kemiringan kritis untuk aliran debris (tan Ød) dan kemiringan dasar sungai
(tan Ø).
Data Kali Gendol :
tan θ : 0,0534 ► (Kaliadenm s/d Rogobangsan)
Φ : 0, tanah pasir
σ : 2,70 ► rapat massa debris
ρ : 1,0 ► rapat masssa air
C : 0.60 ► konsentrasi sediment dasar sungai
K : 0,90 ► Konstanta Takahashi
C.(σ − ρ )
tan θ d
=
C.(σ − ρ ) + (1 + 1 / K )
× tan θ

0,60.(2,7 − 1)
tan θ d
=
0,3.(2,7 − 1) + (1 + 1 / 0,90)
× 0,0534

tan θ d
= 0,0174 < 0,0534 ► aliran debris

1 - 32
4.2.3. Potensi Sedimen
Data potensi sediment yang dipakai sebagai dasar analisis memakai data
dari Laporan Tim OJT ISDM Mempi Tahun 2005 yaitu sebesar : 7.243.000 m3.
Akumulasi aliran Sedimen dalam 1 tahun dihitung berdasarkan jumlah banjir
sebanyak 10 kali dengan akumulasi curah hujan 3150 mm.
3
R1TH. A.10 Cd. F
VS = x
1-λ 1 - Cd

Dimana :
R1th = 3.150 mm
A = 89.819 km2
λ = 0,4
Cd = 0,6 Konsentrasi aliran debris
Fr = 2,78 hasil perhitungan

Vs = 2.949.544 m3

4.2.4. Kemampuan Banjir Mengangkut Sedimen


Dihitung berdasarkan rumus :
3
R24. A.10 Cd. F
VS = x
1-λ 1 - Cd
dengan R24 diambil sebesar 269 mm yang terjadi pada tahun 1998 (stasiun
Plawangan), dari hasil perhitungan didapat
Vs = 251,882 m3,
Untuk 6 kali terjadi banjir, maka Vs = 10 x 251.882 = 2.518.817 m3
Karena 2.949.544 m3 > 2.518.817 m3, dipakai volume rencana aliran debris
sebesar 2.518.817 m3.

4.2.4. Kebutuhan Jumlah Bangunan Sabo


Dengan volume debris sebesar 2.518.817 m3, dan bangunan Dam Sabo
dengan kapasitas rata–rata 150.000 m3 (estimasi rencana), maka dibutuhkan
Dam Sabo sebanyak :
N = 17 buah Dam Sabo.

4.3. Rencana dan Jadwal Kerja

1 - 32
5 REKOMENDASI

5.1. Pekerjaan Utama Rekomendasi Solusi Studi Penanganan lahar K.


Gendol
Rekomendasi dari studi kasus di kali Gendol adalah pembuatan sistem
sabo instream dengan tipe sabo dam tertutup. Bangunan sabo dam
direncanakan dengan mempergunakan soil cement, mengingat
ketersediaan bahan material yang dibuuthkan di K. Gendol sehingga
dapat memperkecil biaya pelaksanaan. Sabo dam tipe tertutup
dimaksudkan untuk menahan seluruh inflow sedimen, sampai
penuhnya kolam hulu, dan kemudian akan terjadi limpasan ke hilir
melalui mercu bendung
Struktur-struktur Sabo dalam alur anak-anak sungai dan sungai
pemasok harus dibuat dalam satu sistem agar secara teknis seluruh
komponen dapat selaras memadukan fungsi masing-masing bangunan
sebagai komponen ekosistem yang ramah lingkungan

Ambang Pelimpas
Dam Utama
Sayap

Dinding tepi
Apron
Sub Dam

Struktur Utama Struktur Pendukung


1 - 32
Gambar 5.1. Struktur bangunan Sabo Dam

Pada penyelesaian pekerjaan utama seperti yang direkomendasikan


ditempuh metodologi mengikuti urutan Survey Investigasi Design Penyiapan
1. TERDAPAT ANCAMAN PASOKAN SEDIMEN BERLEBIHAN DARI BAGIAN
Lahan pelaksanaan HULU
tugas
SUATUKonstruksi
WADUK . dan kemudian Operasi dan
Maintenance (SIDLAKOM). Lingkup kegiatan konsultan hanya meliputi

PENDAHULUAN
2. INVESTIGASI LAPANGAN PENDAHULUAN

IDENTIFIKASI
SURVAI
survey.investigasi dan design
PETA TOPOGRAFI (SID)
1 : 50.000 seperti
ATAU ditentukan dalam lingkup kegiatan
LEBIH BAIK.

dalam Kerangka Acuan Kerja. Disamping mengunakan pendekatan diatas


3. IDENTIFIKASI ALTERNATIF SOLUSI LAIN
desain sabo dam diharapkan juga menggunakan paradigma di bawah ini:

• Sabo dam harus didesain menjadi satu kesatuan dari sistem sabo di K.
TIDAK
5. PERTIMBANGAN
4. SISTEM SABO ALTERNATIF
Gendol, supaya sistem sabo di K.
DILAKSANAKAN? Gendol dapat bertahan dalam
PERENCANAAN waktu
SELAIN
SISTEM SABO
yang panjang.
• Desain sabo
6. INVESTIGASI dam harus
LAPANGAN RINCI ditekankan pada fungsinya
UNTUK PERENCANAAN bukan
DASAR SABO pada bentuk.
• Sejauh mungkin desain sabo bersifat menyatu dengan alam.
7. PEMILIHAN TITIK-TITIK KONTROL RENCANA
• Meminimukan biaya pemeliharaan sepanjang umur dari bangunan sabo
8. PERHITUNGAN KELEBIHAN SEDIMEN RENCANA PADA TITIK KONTROL
tersebut. INVESTIGASI

• Melibatkan pendekatan secara terintegrasi dengan semua pihak (stake


9. PERHITUNGAN TOTAL VOLUME SEDIMEN YANG HARUS DIKELOLA DAN DAM SABO
YANG DIPERLUKAN
holder).

10. PERENCANAAN LOKASI, TIPE BANGUNAN SABO DAN ESTIMASI BIAYA.

11. PERENCANAAN DASAR SABO


UNTUK PENEGENDALIAN ALIRAN SEDIMEN/DEBRIS KE WADUK

12. EVALUASI EKONOMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN

TIDAK
13. KELAYAKAN ?

14. PENETAPAN PROGRAM PELAKSANAAN


KONSTRUKSI

DESAIN RINCI
( SURVAI RINCI, STRUKTUR BANGUNAN SABO, DSB )

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

PEMBANGUNAN SELESAI O&P 1 - 32


O&M
YA

DESAIN
YA

Gambar 5.2 Diagram SIDLAKOM Sabo Dam

5.1.1. Survey Untuk Perencanaan Sabo


Survey dilakukan untuk menentukan basic point, tipe dan jumlah bangunan
sabo dan untuk keperluan desain bangunan-bangunan pelengkap sabo dam.
Yang diperlukan untuk mengontrol aliran debris sepanjang K. Gendol. Survey
yang dilakukan adalah :
a. Topografi

1 - 32
• Data dan peta dibutuhkan antara lain:Peta Topografi Skala 1: 25.000
atau 1:50.000
• Foto Citra Landsat Skala 1:25.000 atau 1:50.000
• Batas dan luas DAS
• Alur sungai, order, percabangan, dan batas daerah alluvial dari K.
Gendol.
• Profil memanjang, melintang sungai serta morfologi sungai.
• Posisi titk kontrol dan penempatan basic point bangunan sistem sabo
di K. Gendol dan perkiraan awal penempatan fasilitas sabo.
• Sediment hazardous area
• Kondisi land use secara makro dan sistem drainasi.
b. Geologi
Data geologi didapat dari peta geologi dan survey lapangan untuk
memperoleh karqakteristik batuan, data tanah dan struktur potensi
sedimen.
c. Hidrologi
Untuk mendapatkan data curah hujan dan perhitungan debit K. Gendol.
d. Geodesi
• Untuk menentukan spot plan dan overall area sungai.
• Untuk master plan diperlukan pengukuran sepanjang alur sungai
dengan peta skala 1:2.500. Untuk potongan melintang diperlukan
peta dengan skala 1:500.
• Untuk spot plan pengukuran memanjang cukup 400 m disetiap
bangunan

e. Tata guna lahan (land use)


Land use yang diperlukan adalah disepanjang alur sungai dan DAS.
f. Demografi dan kondisi sosial ekonomi, Untuk mengetahui benefit cost
ratio yang diterima masyarakat disekitar lokasi sabo
g. Data bencana sedimen yang pernah terjadi. Untuk mengetahui
sumber,skala, jenis dan dimensi sedimen yang diangkut dan efek daya
rusak dari bencana tersebut. Untuk mengetahui sumber potensi sedimen
dari daerah vulkanik dan non vulkanik dan perkiraan volume . Melakukan
identifikasi terhadap kondisi daerah tangkapan. Lokasi sumber sedimen
biasanya terletak di bagian hulu sungai pada lembah atau perbukitan
yang berupa :

1 - 32
i. Runtuhan baru lembah atau tebing sungai.
ii. Daerah yang diperkirakan akan runtuh.
iii. Material runtuhan lama dan runtuhan baru ukuran butiran yang
tertimbun di lembah, yang diperkirakan dapat meluncur memasuki
alur sungai.

1) Runtuhan Baru 2) Dekat Runtuhan Lama

Lama

Baru
Baru

waduk waduk

perumahan perumahan
han

3) Runtuhan Lama dan Baru


4) Erosi Sekunder DI Dasar Sungai

Lama
Baru

Endapan sedimen
runtuhan lama
Endapan sediman
di dasar sungai
waduk waduk

perumahan perumahan

Gambar 5.3.Tipe Sumber Sedimen

h. Survey lapangan. Untuk melengkapi dan mengadakan pengecekan data


yang diperoleh.

5.1.2. Investigasi
Meninjau beberapa alternatif pemecahan masalah, dengan memperhatikan
kawasan lingkungan sekitarnya. Melakukan pengkajian untuk mendapatkan
beberapa alternatif letak bangunan sabo dengan urutan kegiatan
mempertimbangkan alternatif desain konstruksi baik struktur maupun non
struktur (berdasarkan dari hasil survey yang dilakukan maupun analisa yang
dibuat) dan melakukan kajian keuntungan dan kerugian setiap alternatif baik
dari segi teknis (bangunan struktur maupun non struktur, sosial, lingkungan
dan ekonomi).

1 - 32
5.1.3. Desain
Prosedur Perencanaan Dasar Sistem Sabo untuk Mengendalikan
sedimentasi waduk.
1. Menghitung sedimen rencana (sediment yield) yang dapat memasuki
waduk.
2. Menghitung volume sedimen yang harus dikelola (manageable sediment)
untuk menetapkan banyaknya komponen/bangunan Sabo yang
diperlukan.
3. Merencanakan lokasi setiap dam Sabo untuk perhitungan biaya.

5.1.4.1. Penentuan Letak Titik Dasar (basic Point) Sistem Sabo


Perencanaan suatu sistem Sabo dimulai dengan menentukan lokasi titik
dasar sistem Sabo (System basic point/SBP)
Titik dasar sistem (System basic point/SBP) suatu sistem Sabo adalah lokasi
bangunan pertama dari rangkaian bangunan-bangunan Sabo yang dibangun.
pada suatu alur sungai. Titik dasar ini dapat terletak paling atas (hulu) dari
rangkaian sistem Sabo, atau ditentukan paling bawah (hilir) Titik dasar sistem
Sabo ini akan menjadi referensi dalam menentukan lokasi bangunan-
bangunan sabo lainnya serta kapasitas masing-masing dalam sistem agar
dapat berfungsi sinkron dan saling menunjang dalam fungsi pengendalian
sedimen, yang terpadu dalam ekosistemnya.
Dasar-dasar penentuan titik dasar sistem Sabo (SBP):
1. Sebagai kriterion utama adalah ketinggian mercu dam Sabo pertama di
lokasi ini ditentukan dengan mempertimbangkan agar tinggi mercu yang
tersedia dapat melimpaskan debit (ketinggian air) tertentu di atasnya
ditambah tinggi jagaan secukupnya (untuk keamanan 1 - 3 m). Tinggi
mercu ditentukan berdasarkan tingkat keamanan yang harus disediakan
terhadap lingkungan di kiri kanan terhadap bahaya limpasan aliran air
dan sedimen ke luar alur
Menentukan tinggi mercu minimum untuk mampu melewatkan Q = Q50th
sudah cukup beralasan. Dengan mempertimbangkan kriterion ini,
meletakkan SBP di hulu titik apex lebih memungkinkan karena
kemungkinan besar ketinggian tebing alur di ruas ini akan memenuhi
syarat.

1 - 32
2. Kriterion kedua adalah kemiringan dasar alur yang sangat berpengaruh
pada kapasitas/volume tampungan kolam hulu. Kemiringan yang lebih
landai, dengan ketinggian dam yang sama akan memberikan volume
tampung yang lebih besar. Dengan alasan ini SBP lebih baik diletakkan
di bawah titik apex.

Longsoran dan LOKASI


runtuhan tebing / TITIK DASAR SABO
TDS:
produksi
sedimen tinggi

TDS TDS.1:
tikungan sungai
TDS 2 potensi limpasan
TDS 1 .
TDS.2:
di mulut lembah
sbg ttk appex
Sawah
BP TDS.1 BPSBP/:
Jalan dasar perhitungan
sedimen ijin
Tikungan thd sistem sungai induk
yang sudah ada
Limpasan aliran dan
WADUK
keamanan Infrastruktur
Merusak di hilir
infrastruktur

Gambar 5.4. ILUSTRASI TITIK DASAR BANGUNAN


Proses membuat rekomendasi detail desain rencana bangunan
pengendali sedimen sabo dam di K. Gendol dengan kegiatan seperti
gambar di bawah ini :

Gambar 5.5. Bagan Alir Desain Sabo

1 - 32
5.1.4. Pelaksaanaan
Pelaksanaan konstruksi terdiri dari tiga tahaoan sebagai berikut :
• Penetapan Program Pelaksanaan.
• Desain Rinci, termasuk didalamnya adalah kegiatan survei untuk
pelaksanan teknis dan desain dari struktur sabo dam.
• Pelaksanaa Pembangunan

1 - 32
5.1.5. Operation & Maintenance (Operasi dan Pemeliharaan)
Dengan melakukan optimasi pemeliharaannya, diharapkan akan tercapai
umur layan yang direncanakan bagi bangunan dam Sabo tersebut. Strategi
pemeliharaan perlu disusun untuk melakukan optimasi pemeliharaan
bangunan dam Sabo ini:
i. Dam Sabo rentan terhadap ancaman kerusakan (oleh pengaruh alam)
karena berfungsi sebagai prasarana penanggulangan bencana alam.
ii. Dam Sabo mempunyai beberapa fungsi (penanggulangan bencana aliran
debris, mitigasi debit banjir tertentu, lokasi penambangan pasir)
iii. Dam Sabo dapat gagal disebabkan oleh banyak sebab / cara baik pada
kegagalan struktural dan fungsional
iv. Banyak pelaku / stake holder yang terlibat (pemerintah, pemanfaat)

5.1.5.1. Strategi – Strategi Pemeliharaan Dasar

Pada tingkat bagian ada tiga strategi pemeliharaan :

i. Berdasarkan kegagalan yaitu pemeliharaan korektif (kegiatan–


kegiatan pemeliharaan dilakukan setelah terjadi kegagalan).
Pada tingkat kegagalan yang besar perlu diadakan pemeliharaan khusus
/ special maintenance.

ii. Berdasarkan penggunaan: yaitu pemeliharaan preventif (kegiatan–


kegiatan pemeliharaan dilakukan setelah suatu penggunaan tertentu,
misalkan waktu, jarak pembebanan / pemanfaatan).
iii. Berdasarkan kondisi yaitu pemeliharaan preventif (kegiatan–kegiatan
pemeliharaan dilakukan setelah suatu kondisi limit dilampaui dan
diketahui dari inspeksi!).

1 - 32
Strategi umum

Strategi pemeliharaan dasar

Korektif ; Preventif :
Berdasar kegagalan Berdasar penggunaan
Special maintenance Berdasar kondisi

Pemeliharaan Pemeliharaan
kualitatif kuantitatif

Gambar 5.6. Bagan Strategi Pemeliharaan

Pada tabel di bawah ini tertera rencana kegiatan pemeliharaan dam Sabo
sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan dalam menentukan
prioritas menghadapi kekurangan dana yang dialokasikan

1 - 32
Tabel 5.1 Rencana Kegiatan Pemeliharaan Sabo Dam
Prio Bagian bangunan Kerusakan & Pemeliharaan Konsekuensi
ritas Pemeliharaan
1 Pondasi turun tidak merata Special Stabilitas
maintenance bangunan
terganggu
2 Sayap dan tubuh Retak / miring Special Stabilitas
bendung maintenance bangunan
terganggu
3 Dinding tepi Pecah / tumbang Special Stabilitas
maintenance bangunan
terganggu
4 Lantai apron / Pecah Korektif / Stabilitas
kolam peredam special bangunan
enerji (apron hilir) meintenance terganggu
beserta sub dam
5 Tebing hulu / hilir Longsor Preventif Stabilitas
bangunan
terganggu
6 Lapis pelindung Rusak / hancur Preventif / Kerusakan
arus pusar di kaki korektif menjalar ke
sub dam di ujung apron
apron
7 Celah dam i. tersumbat Preventif Erosi hilir
sedimen bangunan dan
/debris degradasi ruas
vegetasi sungai hilir
ii. abrasi lapisan Berkembangnya
anti aus
Preventif abrasi ke tubuh
bendung

8 Mercu pelimpas Abrasi lapisan anti Preventif Idem di atas


aus

9 Sedimen di kolam Tidak tergerus ke Preventif Degradasi


hulu bawah bendung ruas hilir
terkonsolidasi sungai

1 - 32
5.2. Rekomendasi Pelaksanaan ISDM
ISDM (integrated Sediment Disaster Management) for volcanic area adalah
rekayasa teknologi pencegahan bencana sedimen (terutama terhadap aliran
lahar) telah berkembang sejak 1970 (teknologi Sabo).
ISDM ini mewujudkan suatu keterpaduan penanggulangan bencana alam
sedimen secara non fisik sebagai kegiatan utama dengan penanggulangan
bencana yang bersifat fisik; koordinasi dan sinkronisasi antara pemerintah di
tingkat pusat dengan pemerintah tingkat daerah; kolaborasi antara pihak
administrasi dengan masyarakat dengan berpedoman pada Rencana Operasi
dan Pemeliharaan Dam Sabo di K. Gendol. Penanganan dan pengelolaan
resiko bencana yang mengikut sertakan para pihak terkait / stakeholder
yang terdiri dari :
i. Pemanfaat yaitu masyarakat yang mendapat manfaat / menerima akibat
dampak secara langsung maupun tidak langsung
ii. Kelompok penengah atau perorangan yang akan dapat menjembatani
kepentingan masyrakat dengan pemerintah dan memberikan
pertimbangan atau fasilitasi dalam tindakan penanggulangan bencana
antara lain konsultan pakar LSM dan para profesional dalam bidang
terkait.
iii. Penentu kebijakan /pengambil keputusan yang berwenang membuat
keputusan dan landasan hukum seperti lembaga pemerintahan.
Konsep dasar ISDM dapat diuraikan sbb.:
a. Keterlibatan masyarakat sejak awal proses penanggulangan bencana
sangat diutamakan sehingga teknisi dan instansi terkait dan masyarakat
setempat akan bekerjasama dalam setiap kegiatan.
b. Biaya yang murah dengan kegiatan non fisik menjadi pilihan utama.
c. Jika harus melakukan kegiatan yang bersifat fisik, maka harus
mengutamakan struktur yang multi guna sehingga tidak hanya berfungsi
untuk mengurangi kerusakan ketika bencana sedimen terjadi, namun
juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat ketika kondisi normal
d. Berorientasi pada pengembangan daerah setempat.

5.3. Rekomendasi Terhadap Pelestarian Lingkungan Hidup


Teknik Sabo merupakan salah-satu upaya teknis dalam penanggulangan
bencana sedimen (erosion and sediment control) dan sangat terkait dengan

1 - 32
upaya konservasi SDA yang dalam kegiatan pembangunannya bersifat
menyeluruh mencakup perencanaan dan pembangunan sistem sungai (in
stream dan off stream) yang terpadu dengan sistem manajemen pengelolaan
DAS, lingkungan dan masyarakat , terpadu dan berkesinambungan yang ke
depan harus diwujudkan dalam suatu rencana (master plan) jangka panjang.
Dari rencana kegiatan pembuatan dam Sabo di Kali Gendol, tim konsultan
menyusun bagan alir untuk acuan alur pembuatan UKL dan UPL sebagai
tertera di bawah ini :

1 - 32
Lahan kritis + Pembuatan sistem
deposit Lahar hujan Sabo
piroklastik

Gangguan
Keamanan Aliran lahar migrasi biota
&transportasi terkendali sungai
membaik
Peluang
penambangan
galian C Deposit material
pada bang2 Sabo

Kesempatan Pasokan
berusaha sedimen ke hilir
berkurang Volume akifer
hulu&hilir
bertambah
Pertumbuhan Degradasi
ekonomi setempat sungai hilir
Ancaman
Kapasitas aliran stabilitas
bertambah bangunan2
Penurunan hilir&Sabo
permukaan
akifer
Pemanfaatan air
Ancaman bahaya tanah dapat
Daya serap hujan banjir berkurang meningkat
pd lembah
bertambah
Kelengasan zona
akar bertambah
Huruf merah adalah Air domestik
dampak negatif lebih terjamin
Pertumbuhan
vegetasi lebih
baik Pembebasan
lahan
Gambar 5.7. Bagan Alir Identifikasi
Manfaat Sistem Sabo

1 - 32
5.4. Kesimpulan
Dari seluruh uraian diatas maka pada studi kasus ini dapat disimpulkan:
1. Sabo dam dengan kemampuannya yang telah terbukti dalam
menanggulangi ancaman bencana sedimen sangat sesuai untuk
mengendalikan bahaya ancaman lahar G. Merapi paska erupsi

2. Pemanfaatan sistem Sabo untuk mengendalikan mengendalikan bahaya


ancaman lahar G. Merapi paska erupsi harus didasarkan pada
perencanaan dan pembangunan sebagai satu sistem yang ramah
lingkungan dan menyatu dalam ekosistem

3. Diperlukan pemeliharaan rutin untuk menjaga kosongnya sistem Sabo


dari deposit sedimen sehingga selalu mempunyai kapasitas tampung
sedimen yang optimal.

4. Keterpaduan antar instansi pemerintah beserta kesadaran dan peran


serta masyarakat.sangat diperlukan

1 - 32

You might also like