You are on page 1of 28

Daftar Isi

Daftar Isi.................................................................................................. Bab 1. Pendahuluan.. i 1

Bab 2. Isi.................................................................................................. 1-26 2.1. Pemeriksaan 2.1.1. Anamnesis... 2.1.2. Fisik.... 2.1.3. Penunjang... 2.2. WD 2.2.1. Definisi... 2.2.2. Klasifikasi... 2.2.3. Etiologi.... 2.2.4. Gejala Klinis.... 2.2.5. Patogenesis. 2.2.6. Komlikasi... 2.3. Diagnosis Diferensial 2.3.1. Hepatitis Kronis.... 2.3.2. Patofisiologi.. 2.3.3. Gejala.... 2.4. Penatalaksanaan 2.4.1. Non Medika Mentosa... 2.4.2. Medika Mentosa 2.5. Prognosis.. 2.6. Epidemiologi. Bab 3.Kesimpulan.................................................................................... Daftar Pustaka 19-20 21-25 26 26 26 ii 17 18 18-19 6-7 7-8 8-9 10-13 13-17 17 1 2 2-5

Pendahuluan Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju,maka kasus sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.

Isi Pemeriksaan Anamnesis Anamnesis harus dilakukan secara teliti, teratur dan lengkap. Sebagian besar data yang diperlukan diperoleh dari anamnesis untuk menegakan diagnosis. Didapat data subjektif secara rinci dan tidak boleh sugestif. Yang perlu ditanyakan adalah identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit yang menyertai, riwayat penyakit keluarga. Anamnesis dibagi menjadi dua, yaitu: - Auto-anamnesis wawancara langsung pada pasien

- Alo-anamnesis wawancara pada orang tua, keluarga terdekat atau sumber lain Tanyakan pada pasien: 1 Nausea, vomitus, nafsu makan menurun, diare dan diikuti dengan penurunan berat badan Merasa kemampuan jasmani menurun Demam, Ikterus, mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap

Fisik 1,9 Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya, prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit/ nyeri tekan pada perabaan hati. Limpa : pembesaran limpa diukur dengan 2 cara : a. Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju umbilikus (SI-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SV-VIII). b. Hacket : bila limpa membesar ke arah bawah saja (HI-V). Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.

Penunjang 1,4,9,10 Laboratorium Urine

Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi natrium berkurang, dan pada penderita yang berat ekskresinya kurang dari 3 meq (0,1).

Tinja Mungkin terdapat kenaikan sterkobilinogen. Pada penderita ikterus ekskresi pigmen empedu rendah.

Darah 1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan trombositopenia, anemia normokrom normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme dengan leukopenia dan trombositopenia. Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik. 2. Kenaikan SGOT, SGPT 2x diatas nilai normal (rasio SGOT/SGPT >1) dan gamma GT tetapi bukan merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan laboratorium bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun. 3. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati. Pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal, mempunyai prognosis yang jelek. 4. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.

5. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen. 6. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya. Bila didapatkan HBsAg yang positif, sebaikna diteruskan dengan HBeAg dan anti HBe. Bila didapatkan HBeAg positif, ini merupakan indikasi pengobatan antiviral. Bila SGOT dan SGPT normal, HBeAg negatif dan anti HBe positif, maka dapat dikatakan bahwa pasien ini menmderita sirosis dan juga carrier HBsAg inaktif. Bila HBeAg negatif dan anti HBe positif, kita harus berhati-hati, karena mungkin kita menghadapai pasien dengan pre-core mutant. Dalam hal ini diperlukan pemeriksaan HBV DNA kuantitatif. Bila HBV DNA kuantitatif positif dengan kadar HBV DNA 105 kopi/cc atau lebih maka penderita perlu mendapat terapi antiviral. 7. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma). 8. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati, kadar Na 500-1000, mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.

Radiologi 9 USG Pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman seorang sonografis karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion). Sonografi bisa mendukung diagnosis

sirosis hati terutama stadium dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran empedu. Pada sirosis terlihatnya hepar dengan permukaan yang kasar, bertepi tumpul. gambaran hiperechoic yang tidak difus atau heterogen. Gambar saluran darah tampak tegas dan pada keadaan lanjut, pembuluh darah berkelok-kelok. Hepatorenal kontras yang positif yang tidak selalu didapatkan. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hepertensi portal. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal. Akelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar. Sidikan hati radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihatbesar dan bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus. CT scan walaupun mahal sangat berguna untuk mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati. Angografi angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumopr atau kista. Endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP) digunakan untuk

menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.

WD Sirosis Hepatis

Definisi Hati (liver) merupakan organ terbesar dalm tubuh manusia. Di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita yaitu proses penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun/obat yang masuk dalm tubuh kita. Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. 6 Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. 1,2,3 Secara lengkap sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi. 6,9

Klasifikasi 1,6,7,9 Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu : 1. Mikronodular (portal) besar nodul < 3 mm, ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. 2. Makronodular (Pasca nekrotik) besar nodul >3 mm, ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim. 3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikronodular dan makronodular) umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.

Sedangkan dalam klinik dikenal 3 jenis, yaitu portal, pascanekrotik, dan bilier. 1 Secara Fungsional Sirosis terbagi atas: 6,9 1. Sirosis hati kompensata Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejalagejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. Ini merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada 1 tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis.

2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus. Terutama jika timbul kegagalan hati dan hipertensi porta.

Klasifikasi Sirosis hati menurut criteria Child-pugh: 1,6,9 Parameter Bilirubin (mu.mol/dl) Albumin (gr/dl) Prothrombin time (Quick%) 1 <35 >35 > 70 2 35-50 30-35 40 - < 70 3 > 50 <30 < 40

Asites Hepatic enchephalopathy Nutrisi

Nihil Nihil

Mudah dikontrol Minimal (Std 1 dan II)

Sukar Berat/koma (Std III dan IV) Kurang/kurus

Sempurna Baik

Kombinasi skor: 5-6 (child A), 7-9 (child B), 10-15 (Child C). Mortalitas Child A pada operasi sekitar 10-15%, Child B 30%, dan Child C diatas 60%.

Etiologi 1,2,3,6,7,9 1. Virus hepatitis (B,C,dan D) di Indonesia menyebutkan hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40- 50% dan hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% yang tidak diketahui dan bukan termasuk kelompok virus bukan B dan C. 2. Alkohol banyak terdapat di luar negeri, tetapi di Indonesia frekuensinya kecil sekali. 3. Kelainan metabolic : Hemakhomatosis (kelebihan beban besi) pengendapan besi secara berlebihan di dalam jaringan. Penyakit ini bersifat genetik/keturunan. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga) Defisiensi Alpha l-antitripsin Glikonosis type-IV Galaktosemia

Tirosinemia 4. Kolestasis Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary atresia. Pada penyakit ini empedu memenuhi hati karena saluran empedu tidak berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita penyakit hati. Stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu. 5. Sumbatan saluran vena hepatica Sindroma Budd-Chiari Payah jantung 6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid) 7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan lainlain) 8. Operasi pintas usus pada obesitas 9. Kriptogenik 10. Malnutrisi 11. Indian Childhood Cirrhosis

Gejala Klinis Semua bentuk sirosis mungkin tidak tampak secara klinis. Jika timbul, gejala sirosis bersifat nonspesifik: anoreksi, penurunan berat, tubuh lemah, dan pada penyakit tahap lanjut, debilitas

uang nyata. Dapat timbul gagal hati yang baru mulai atau telah nyata, biasanya dipicu oleh timbulnya beban metabolic pada hati, misalnya akibat infeksi sistemik atau perdarahan saluran cerna. Mekanisme akhir yang menyebabkan kematian pada sebagian besar pasien dengan sirosis adalah Gagal hati progresif, komplikasi yang terkait dengan hipertensi porta atau timbulnya karsinoma hepatoselular. 4 Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya kerusakan yang terjadi daripada etiologinya. Manifestasi klinis dari sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang tersebut di bawah ini: 6 1. Kegagalan Parekim hati 2. Hipertensi portal 3. Asites 4. Ensefalophati hepatitis klinis berdasarkan derajat keparahan dibagi menjadi 4 stadium. Stadium 0 menunjukkan tidak adanya gangguan yang tampak secara klinis, stadium 1 terjadi gangguan status mental (perubahan tingkah laku dan emosi), stadium 2 pasien cepat mengantuk yang menandai mulai terjadi gangguan saraf yang lebih lanjut, stadium 3 kesadaran pasien tambah menurun, dan akhirnya pada stadium 4 pasien kehilangan kesadaran (koma).

Didapatkan gejala dan tanda sebagai berikut: 1,4,6,7,9 Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti: nausea, vomitus, nafsu makan menurun, diare dan diikuti dengan penurunan berat badan Merasa kemampuan jasmani menurun Demam Ikterus, mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap

Asites, hidrotoraks, dan edema Hepatomegali, bila keadaan lebih lanjut dapat mengecil karena fibrosis. Bila secara klinis didapati adanya demam, ikterus, dan asites, dimana demam bukan oleh sebabsebab lain, dikatakan sirosis dalam keadaan aktif. Ada kemungkinan timbulnya pre koma dan koma hepatikum (hiperamonia akibat gangguan detoksifikasi oleh hati dan karena adanya gangguan keseimbangan antara asam amino rantai cabang dengan asam amino aromatic). Perdarahan saluran cerna bagian atas Perasaan gatal yang hebat Jari gada lebih sering pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertrofi suatu peritostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri. Kuku Muchrche pita putih horizontal dipisahkan dengan warna kuku normal. Fetor hepatikum bau yang khas apada pasien sirosis hepatis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfidakibat pintasan porto sistemik yang berat Kelainanan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding abdomen toraks, caput medusa, wasir dan varises esofagus. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu impotensi, atrofi testis, ginekomastia, hilangnya rambut aksila dan pubis, amenorea, hiperpigmentasi ,areola mamae, spider nervi, eritema, hiperpigmentasi.

Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur hati yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan perenkim hati yang masing-masing memperlihatkan gejala klinis berupa: 6,7 1. Kegagalan sirosis hati edema

ikterus koma spider nevi lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda ini sering ditemui pada bahu, muka, lengan atas. Tetapi tanda ini tidak spesifik. alopesia pectoralis ginekomastia kerusakan hati asites Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita Sirosis Hepatis, yaitu : 4 tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum. Pada

keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites. Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esophagus,

maka kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula, kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada. Hipertensi portal mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium . dengan peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan.

rambut pubis rontok eritema Palmaris warna merah saga hipotenar dan tenar telapak tangan. Hal ini karena perubahan metabolisme hormone estrogen. Tetapi tanda ini tidak spesifik. atropi testis kelainan darah (anemia,hematon/mudah terjadi perdarahan)

2. Hipertensi portal varises oesophagus spleenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis non alkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien. perubahan sum-sum tulang caput meduse asites collateral vein hemorrhoid kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)

Patogenesis 4 Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis adalah kematian sel hati, regenerasi, dan fibrosis progresif. Regenerasi adalah respons normal penjamu. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hati normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III, IV) di saluran porta dan sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Di ruang antara sel endotel sinusoid dan hepatosit (ruang Disse) terdapat rangka retikulin halus kolagen tipe IV. Pada sirosis, kolagen tipe I dan II serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenetrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatica dan arteri hepatica ke vena porta. Proses ini pada dasarnya mengubah

sinusoid dari selaruan endotel yang berlubang-lubang dengan pertukaran bebas antrara plasma dan hepatosit, menjadi saluran vascular tekanan tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein (missal, albumin, factor pembekuan, lipoprotein) antara hepatosit dan plasma sangat terganggu. Sumber utama kelebihan kolagen pada sirosis tampaknya adalah sel stelata presinusoid penyimpan lemak, yang terletak di ruang Disse. Walaupun secara normal berfungsi sebagai penyimpan vitamin A dan lemak, sel ini mengalami pengaktifan selama terjadinya sirosis, kehilangan simpanan retinil ester, dan berubah menjadi sel mirip miofibroblas. Rangsangan untuk sintesis dan pengendapan kolagen dapat berasal dari beberapa sumber: Peradangan kronis, disertau produksi sitokin peradangan seperti factor nekrosis tumor (TNF) limfotoskin, dan interleukin. Pembentukan sitokin oleh sel endogen yang cedera (sel Kupffer. Sel endotel, hepatosit dan sel epitel saluran empedu). Gangguan matriks ekstrasel. Stimulasi langsung sel stelata oleh toksin.

Adanya faktor etilogi menyebabkan peradangan dan kerusakan inekrosis meliputi daerah yang luas (hapatoseluler) ,terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan modul sel hati .septa bisa dibenyuk dari sel retikulum penyangga kolaps dan berubah menjadi parut . jaringan parut ini dapats menghubungkan daerah portal yang satu dengan yang lain atau portal dengan sentral (bridging necrosis). Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran , dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran daerah portal dan menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules ,sinusoid,retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif jaringan kologen

berubah dari reversibel menjadi irrevensibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah portal dan parenkhim hati sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin sebagai mediator fibrinogen,septal aktif ini berasal dari portal menyebar keparenkim hati. Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut: Tipe 1: lokasi daerah sentral Tipe 2: sinusoid Tipe 3: jaringan retikulin (sinusoid portal) Tipe 4: membram basal Pada semua sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kologen tersebut. Pembentukan jaringan kologen diransang oleh nekrosis hepatoseluluer dan asidosis laktat merupakan faktor perangsang.

Mekanisme terjadinya sirosis hati bisa secara:

Mekanis 10 Pada daerah hati yang mengalami nekrosis konfluen, kerangka reticulum lobul yang mengalami kolaps akan berlaku sebagai kerangka untuk terjadinya daerah parut yang luas. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahan hidup berkembang menjadi nodul regenerasi.

Teori Imunologis 10 Sirosis Hepatis dikatakan dapat berkembang dari hepatitis akut jika melalui proses hepatitis kronik aktif terlebih dahulu. Mekanisme imunologis mempunyai peranan penting dalam hepatitis kronis. Ada 2 bentuk hepatitis kronis :

Hepatitis kronik tipe B Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANB

Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung virus ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati. Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsy hati berulang pada penderita hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa berlangsung sangat lama. Bisa lebih dari 10 tahun.

Campuran 10 Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan jaringan ikat yang luas disrtai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati, yang masih baik. Jadi fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati. Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati ,nekrosis /nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitars 4 tahun sels yang nengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus menerus sampai terjadi kerusakan hati.

Komplikasi 1,7,9 1. Perdarahan gastrointestinal Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat akan pecah sehingga timbul perdarahan hematemesis

2. Koma Hepatikum 3. Ulkus Peptikum 4. Karsinoma hepatoselular Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang multiple. 5. Infeksi Misalnya : peritonisis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru, glomerulonephritis kronis, pielonephritis, sistitis, peritonitis, endokarditis, srisipelas, septikema 6. Penyebab kematian

Diagnosis Diferensial Hepatitis Kronis 1,2,9,10 Hepatitis Kronis adalah peradangan yang berlangsung selama minimal 6 bulan. Hepatitis kronis lebih jarang ditemukan, tetapi bisa menetap sampai bertahun-tahun bahkan berpuluhpuluh tahun. Biasanya ringan dan tidak menimbulkan gejala ataupun kerusakan hati yang berarti. Pada beberapa kasus, peradangan yang terus menerus secara perlahan menyebabkan kerusakan hati dan pada akhirnya terjadilah sirosis dan kegagalan hati. Patofisiologi Penyebab yang sering ditemukan adalah virus hepatitis C; sekitar 75% hepatitis C akut menjadi kronis. Virus hepatitis B kadang bersamaan dengan virus hepatitis D, menyebabkan sejumlah kecil infeksi kronis. Virus hepatitis A dan E tidak menyebabkan hepatitis kronis. Obat-obat seperti metildopa, isoniazid, nitrofurantoin dan asetaminofen juga menyebabkan hepatitis kronis, terutama jika digunakan untuk jangka panjang. Penyakit Wilson merupakan penyakit keturunan yang melibatkan penimbunan tembaga yang abnormal, yang biisa menyebabkan hepatitis kronis pada anak-anak dan dewasa muda.

Belum diketahui penyebab yang pasti mengapa virus dan obat yang sama akan menyebabkan hepatitis kronis pada beberapa orang, tetapi tidak pada yang lainnya. Salah satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa pada orang yang menderita hepatitis kronis, sistem kekebalan memberikan reaksi yang berlebihan terhadap infeksi virus atau obat-obatan.

Pada beberapa penderita hepatitis kronis tidak dapat ditemukan penyebabnya yang pasti. Penyakit ini tampaknya merupakan reaksi sistem kekebalan yang berlebihan, yang menyebabkan terjadinya peradangan menahun. Keadaan ini disebut sebagai hepatitis autoimun, yang lebih banyak ditemukan pada wanita.

Gejala Sekitar sepertiga hepatitis kronis timbul setelah suatu serangan hepatitis virus akut. Yang lainnya timbul secara bertahap tanpa penyakit yang jelas sebelumnya.

Banyak penderita hepatitis kronis yang tidak menunjukkan gejala sama sekali. Bila timbul gejala, bisa berupa:

perasaan tidak enak badan nafsu makan yang buruk kelelahan.

Kadang terjadi demam ringan dan rasa tidak nyaman di peruta bagian atas. Sakit kuning (jaundice) bisa terjadi, bisa juga tidak. Pada akhirnya akan timbul gambaran penyakit hati menahun:

pembesaran limpa gambaran pembuluh darah yang menyerupai laba-laba di kulit penimbunan cairan.

Gejala lainnya yang timbul pada wanita muda penderita hepatitis autoimun:

jerawat

terhentinya siklus menstruasi nyeri sendi pembentukan jaringan parut di paru-paru peradangan kelenjar tiroid dan ginjal anemia

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan tes fungsi hati. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan biopsy hati. Dengan memeriksa jaringan hati dibawah mikroskop, akan diketahui beratnya peradangan dan adanya pembentukan jaringan parut maupun sirosis. Biopsi juga bisa menentukan penyebab dari hepatitis.

Penatalaksanaan Sirosis tidak dapat disembuhkan, pengobatan dilakukan untuk mengobati komplikasi yang terjadi. Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa : Non Medika Mentosa 1,7,8 1. Simtomatis 2. Supportif, yaitu : Istirahat yang cukup di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites dan demam. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya : diet rendah protein (diet hati III: protein 1gr/kgBB/hari, 55 g protein, 2000 kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800mg) atau III (1000-2000mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2000-3000)dan tinggi protein (80-125g/hari).

Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai dengan toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein dalam darah visceral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan. Sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua sehingga disarankan penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh agak gemuk. Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang dan glukosa Roboransia, vitamin B kompleks Dilarang makan atau minum bahan yang mengandung alcohol

Medika Mentosa 1,5,7,8,9 Pengobatan berdasarkan etiologi Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti kombinasi IFN dengan ribavirin; terapi induksi IFN; terapi dosis IFN tiap hari.

Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu. Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB. Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati. Mengatasi infeksi dengan antibiotic. Diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik Sirosis tidak dapat disembuhkan dengan medika mentosa maupun non medika mentosa. Hanya bisa mengatasi komplikasi dan mencegah supaya sirosis tidak bertambah parah. Satusatunya jalan untuk menghilangkan sirosis adalah dengan transplantasi hati.

Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti: Asites 1,8,9 Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas : - Istirahat - Diet rendah garam (200-500mg/hari). Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang. Penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat. - Diuretik

Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah (50-100mg/hari), serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap sampai 300mg/hari. Bila setelah 3-4 hari dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid. - Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif yaitu asites refrakter (asistes yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi medika mentosa yang intensif). Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Selain albumin dapat digunakan dekstran 70%. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Childs C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam. Namun untuk pencegahan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretic biasanya tetap diperlukan. - Pengendalian asites diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2 hari atau keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Jika terlalu banyak bisa menyebabkan ensefalopati hepatic.

Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP) 8 Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan

90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba ini berasal dari usus. Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut: Spontaneous bacterial peritonitis Sucpect grade B dan C cirrhosis with ascites Clinical feature my be absent and WBC normal Ascites protein usually <1 g/dl Usually monomicrobial and Gram-Negative Start antibiotic if ascites > 250 mm polymorphs 50% die 69 % recurrent in 1 year

Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.

Hepatorenal Sindrome 8 Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut : Major Chronic liver disease with ascietes Low glomerular fitration rate Serum creatin > 1,5 mg/dl Creatine clearance (24 hour) < 4,0 ml/minute Absence of shock, severe infection,fluid losses and Nephrotoxic drugs Proteinuria < 500 mg/day No improvement following plasma volume expansion Minor

Urine volume < 1 liter / day Urine Sodium < 10 mmol/litre Urine osmolarity > plasma osmolarity Serum Sodium concentration < 13 mmol / litre

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa: Ritriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. Hasil jelek pada Childs C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.

Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus 8,9 Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinomor duakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan : - Pasien diistirahatkan daan dipuasakan - Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi - Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah - Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin

- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal Transection.

Ensefalopati Hepatik 8,9 Syndrome neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain: infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic. Prinsip penggunaan ada 3 sasaran : 1. mengenali dan mengobati factor pencetus 2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan : - Dier rendah protein - Pemberian antibiotik (neomisin) - Pemberian lactulose/ lactikol 3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter - Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil) - Tak langsung (Pemberian AARS)

Prognosis Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah factor meliputi etiologi, luasnya kerusakan hati/ kegagalan hepatoselular, beratnya hipertensi portal, penyakit lain yang menyertai dan timbulnya komplikasi lain. 1,2

Klasifikasi Child-Pugh juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk pasien dengan Child A,B,C berturut-turut 100,80,45 %. 9 Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati. 9

Epidemiologi Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatik. Pada keadaan ini sirosis ditemukan pada waktu pemeriksaan rutin atau autopsy. Penyebab sebagian besar adalah alcohol dan infeksi virus. Perlemakan hati NASH sirosis (0,3%) 9 Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 449 tahun. 7

Kesimpulan Hepar adalah organ terbesar, maka pada kerusakan hati kurang dari 80%, jarang memberikan gejala sehingga kebanyakan pasien datang terlambat. Jika sudah terjadi sirosis, ini tidak dapat diobati lagi. Yang bisa dilakukan hanya mencegah agar sirosis tidak menjadi lebih parah lagi dan jalan untuk mengatasinya dengan transplantasi hati. Jadi skrening sangat diperlukan.

Daftar Pustaka
1. Mansjoer, Arief. (2000), Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2. Ovedoff, David. (2002), Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Revisi. Batam: Binarupa Aksara. 3. Elizabeth, J Corwin. (2001), Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: ECG. 4. Kumar V, Cotran R, Robin SL. Buku ajar patologi.alih bahasa, Brahm; Editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati H, Nurwany D, nanda W. edisi 7; Jakarta : EGC, 2007 5. Farmakologi dan Terapi (2008). Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 6. Sirosis Hepatis. Diunduh dari: http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-

srimaryani5.pdf 7. Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sitim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell 1997 8. Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatitis 9. Sudoyo, Aru W et all. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (cetakan ke 2). Jilid 1. Jakarta : FK UI 10. Sujono Hadi.Dr.Prof.,Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung ; 2002.

You might also like