You are on page 1of 26

MAKALAH TEOLOGI ISLAM

KHAWARIJ

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Teologi Islam Dosen Pengampu: Sarkowi, S.PdI, MA

Kelompok 2:

Lusi Sarwo Endah Erviana Novita Imayati Wahyu Setyo M.

(07610026) (10610085) (10610078)

JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2011

MAKALAH TEOLOGI ISLAM

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KHAWARIJ

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Teologi Islam Dosen Pengampu: Sarkowi, S.PdI, MA

Korektor kelompok 1: Muhammad Dul Asyrif Saalisa Silfia Fauzi Mayasaroh Khoirul Ayuni (09610107) (10610076) (10610082) (10610083)

JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG April, 2011

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji bagi Allah, karena rahmat dari Dia-lah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan segala daya upaya kami. Makalah ini akan membahas tentang salah satu aliran atau faham dalam islam. Sebagai seorang muslim kita harus banyak mengetahui tentang aliranaliran tersebut, agar kita dapat membandingkan dan juga agar dapat mengambil palejaran yang baik, selain itu juga agar tidak terjerumus pada aliran yang menyesatkan. Namun dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan di dalamnya, maka dari itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan juga kami membutuhkan kritik dan saran untuk makalah ini demi menjadikan makalah ini menjadi lebih baik. Wassalamualaikum Wr. Wb

Malang, 26 April 2011

DAFTAR ISI

Cover Kata pengantar ................................................................................................ Daftar isi............................................................................................................ BAB I: 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan . BAB II: 2.1 Latar Belakang Munculnya Khawarij . 8 2.2 Tokoh-Tokoh Kaum Khawarij 15 2.3 Perkembangan Kaum Khawarij .. 16 2.4 Aliran-aliran Khawarij yang Keluar dari Islam .. 22 BAB III: 3.1 Kesimpulan . 25 3.2 Saran ... 25 Daftar Pustaka .. 26 5 7 7 3 4

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Islam merupakan termasuk agama terbesar di dunia, hampir di seluruh Negara terdapat agama islam. Namun dalam agama islam itu sendiri tidak semuanya mempunyai agama yang sama, tetapi di dalamnya terdapat banyak sekali faham-faham atau aliran-aliran yang terbentuk. Aliran-aliran tersebut ada yang muncul pada masa Rasulullah dan juga masa sesudah rasulullah wafat. Salah satunya adalah mazhab Khawarij. (Mazhab khawarij muncul bersamaan dengan mazhab Syiah. Masing-masing munculsebagai sebuah mazhab pada masa pemerintahan Khalifah Ali ibn Abi Thalib. Pada awalnya, pengikut kedua mazhab ini adalah para pendukung Ali, meskipun pemikiran mazhab Khawrij lebih dahulu muncul daripad mazhab Syiah.) Sebenarnya awal mula kemunculan pemikiran khawarij bermula pada saat masa Rasulullah. Ketika Rasulullah SAW membagi-bagikan harta rampasan perang di desa juronah (pasca perang Hunain), beliau memberikan seratus ekor unta kepada Aqra bin Habis dan Uyainah bin Harits. Beliau juga memberikan kepada beberapa orang dari tokoh quraisy dan pemuka-pemuka arab lebih banyak dari yang diberikan kepada yang lainnya. Melihat hal ini, seseorang (yang disebut Dzul Khuwasirah) dengan mata melotot dan urat lehernya menggelembung berkata :Demi Allah ini adalah pembagian yang tidak adil dan tidak mengharapkan wajah Allah (Anonymouse, 2009). Mendengar ucapan ini Rasulullah (dengan wajah yang memerah) bersabda: Siapakah yang akan berbuat adil jika Allah dan Rasul-Nya tidak berbuat adil? Semoga Allah merahmati Musa. Dia disakiti lebih dari pada ini, namun dia bersabar. (HR. Bukhari Muslim)

Saat itu Umar bin Khatab radiallahuan meminta izin untuk membunuhnya, namun Rasulullah SAW melarangnya. Beliau

mengabarkan akan muncul dari keurunan (keturunan) orang ini kaum reaksioner (khawarij) sebagaimana disebut dalam riwayat berikut: sesungguhnya orang ini dan para pengikutnya, salah seorang diantara kalian akan merasa kalah shalatnya dibanding dengan shalat mereka: puasanya dengan puasa mereka: mereka keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari buruannya. (HR. al-Ajurri) Demikianlah Rasulullah SAW mensinyalir akan munculnya generasi semisal Dzul Khuwaisirah (sang munafiq) yaitu suatu kaum yang tidak pernah puas dengan penguasa manapun, menentang penguasanya walaupun sebaik Rasulullah SAW. Ciri khas mereka lainnya adalah : mereka membunuh kaum muslimin dan membiarkan orang-orang kafir sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut: Sesungguhnya akan keluar dari keturunan orang ini satu kaum: yang membaca Al-Quran, namun tidak melewati

kerongkongannya. Mereka membunuh kaum muslimin dan membiarkan para penyembah berhala. Mereka akan keluar dari islam ini sebagaimana keluarnya anak panah dari buruannya. Jika sekiranya aku menemui mereka, pasti aku bunuh mereka seperti terbunuhnya kaul Aad.(HR. Bukhari Muslim) (warna ungu di letakkan di pembahasan) Dari uraian diatas, maka agar kita tidak tergolong orang-orang yang keluar dari islam sebagaimana keluarnya anak panah dari buruannya (seperti sabda Rasulullah), maka sebaiknya kita mengkaji bagaimana sejarah kaum khawarij ini, tokoh-tokohnya, dan

perkembangannya pada zaman sekarang. Sehingga saat kita mendapati kelompok orang-orang dengan cirri-ciri(ciri-ciri) (pemikiran, perbuatan) seperti yang disabdakan rasulullah, kita tidak mudah untuk

mempercayainya. Dan kemudian berdasarkan alasan tersebut makalah ini kami beri judul KHAWARIJ

1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah sejarah munculnya kaum khawarij? 2. Siapasajakah tokoh-tokoh yang mempelopori munculnya kaum khawarij? 3. Bagaimanakah perkembangan kaum khawarij dewasa ini?

1.3. Tujuan 1. 2. Untuk mengetahui sejarah munculnya kaum khawarij. Mengetahui tokoh-tokoh yang mempelopori munculnya kaum Khawarij. 3. Mengetahui perkembangan kaum khawarij dewasa ini.

BAB II PEMBAHASAN

2.1.

Latar Belakang Munculnya Kaum Khawarij Sebenarnya pemikiran kaum Khawarij ini sudah ada sejak pemerintahan Rasulullah (sebagaimana telah kami paparkan pada latar belakang makalah). Sepeninggal Rasulullah, pemerintahan kemudian diteruskan oleh Khattab. Pada pemerintahan Abu Bakar dan Umar ibn Al-Khattab-pun Abu Bakar dan dilanjutkan lagi oleh Umar ibn Al-

mereka masih ada. Namun, sebagaimana disampaikan oleh Nasution, 2002: 14 khalifah atau pemerintahan Abu Bakar dan Umar ibn Al-Khattab secara keseluruhan dapat mereka terima. Bahwa kedua khalifah ini diangkat dan bahwa keduanya tidak menyeleweng dari ajaran-ajaran islam, mereka akui. Tetapi Usman ibn Affan mereka anggap telah menyeleweng mulai dari tahun ketujuh dari masa khalifahannya, dan Ali juga mereka pandang menyeleweng sesudah peristiwa arbitrase (tahkim dalam perang siffin). Berikut ini kami sajikan sekilas tentang awal mula munculnya kaum Khawarij. Namun, karena kemunculannya berkaitan erat dengan masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, maka akan kami ulas sekilas tentang beliau. Ali adalah khalifah keempat dari Khulafaur Rasyidin. Ayahnya abu Thalib bin Abdil Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf. Ibunya Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf (ayah maupun ibu keturunan Bani Hasyim). Untuk meringankan beban Abu Thalib yang kala itu mempunyai anak yang lumayan banyak, Rasulullah mengasuh Ali. Ali tinggal bersama di rumah beliau dan mendapatkan pengajaran langsung dari beliau. Ali dilahirkan dalam kabah pada 23 tahun sebelum hijrah dan mempunyai nama kecil Haidarah (Bastoni, 2008: 22).

Kesederhanaan, kerendahhatian, ketenangan, dan kecerdasan dari kehidupan Ali yang bersumber dari Al Quran dan wawasan yang luas, membuatnya menempati posisi istimewa di antara para sahabat Rasulullah yang lainnya. Kedekatan Ali dengan keluarga Rasulullah semakin erat ketika ia menikah dengan putri bungsu Rasulullah Fatimah (Bastoni, 2008: 22). Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Ia terus menyertai tiga khalifah itu meneruskan dakwah Rasulullah. Ketika Utsman bin Affan syahid ditangan para pembunuhnya, kursi kekhalifahan kosong selama dua atau tiga hari. Banyak orang khususnya mereka yang berada di Madinah kala itu mendesak Ali untuk menggantikan posisi Utsman. Ketika para sahabat Rasulullah meminta, dengan sangat terpaksa Ali menerima jabatan sebagai khalifah yang keempat (Bastoni, 2008: 23). Nash-nash yang dinukil oleh al-Imam Ibnu Katsir dari ath-Thabrani dan sejarawan lainnya menegaskan keabsahan baiat khalifah rasyid yang keempat Ali bin Abi Thali. Pembaiatan beliau berlangsung atas dasar persetujuan ahlul halli wa al-aqdi di Madinah. Kemudian wilayah-wilayah Islam lainnya turut membaiat beliau kecuali penduduk Syam yang menahan baiat hingga dilakukan qishash terhadap pembunuh Utsman (Katsir, 2010: 418-419). Setelah pembaiatan Ali selesai, Thalhah, az-Zubair dan beberapa pemuka sahabat dating menemui beliau guna menuntut penegakan hokum dan menegakkan qishash atas Utsman. Namun Ali menyampaikan alasan kepada mereka bahwa kelompok pembangkang itu memiliki kekuatan yang besar. Dan tidak mungkin tuntutan itu dilakukan sekarang. Az-Zubair meminta kepada beliau untuk diangkat menjadi amir di bashrah. Az-Zubair berjanji akan membawa pasukan dari Bashrah untuk memperkuat barisan melawan kaum Khawarij dan kaum badui yang ikut bersama mereka dalam pembunuhan Utsman. Ali berkata kepada mereka berdua, bersabarlah dulu, jangan paksa aku! (Katsir, 2010: 424-425).

Kemudian Ali mengutus Jarir dengan membawa surat kepada muawiyah, isinya pemberitahuan tentang kesepakatan kaum Muhajirin dan Anshar membaiat beliau. Kemudian menceritakan kepadanya tentang peristiwa perang Jamal serta mengajaknya bergabung bersama kaum muslimin lainnya (Katsir, 2010: 452). Ketika Jarir sampai di hadapan Muawiyah, ia menyerahkan surat Ali kepadanya. Muawiyah memanggil Amr bin al-Ash dan tokoh-tokoh negeri Syam untuk bermusyawarah. Mereka menolak berbaiat kepada Ali hingga para pembunuh Utsman diqishas atau Ali menyerahkan kepada mereka para pembunuh Utsman tersebut. Jika tidak memenuhi permintaan ini maka mereka akan memerangi beliau dan menolak berbaiat kepada beliau hingga mereka berhasil menghabisi seluruh pembunuh Utsman tanpa sisa (Katsir, 2010: 452). Akhirnya, pecahlah pertempuran saudara antara pasukan Amirul muminin (Ali bin Abi Thalib) dan pasukan Muawiyah dari Syam. Di dalam pertempuran tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa yala bin Ubaid menceritakan kepada kami dari Abdul Aziz bin Siyah dari Habib bin Abi Tsabit, ia berkata, Aku menemui Abu Walid di masjid keluarganya dan bertanya kepadanya tentang orang-orang yang diperangi Ali di Nahrawan, apa sajakah yang mereka tolak dan mengapa Ali menghalalkan berperang melawan mereka? Ia berkata, sewaktu kami berada di Shiffin dan api peperangan sedang memanas melawan pasukan Syam, mereka berlindung di sebuah anak bukit. Amr bin al-Ash berkata keppada Muawiyah, kirimkanlah mushaf al-Quran kepada Ali dan ajaklah ia bertahkim kepada kitabullah, sesungguhnya ia tidak akan menolak ajakanmu (Katsir, 2010: 463). Lalu datanglah seorang lelaki kepada Ali dan berkata, Kitabullah menjadi hakim di antara kita : )32 : (

10

Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang Telah diberi bahagian


yaitu Al Kitab (Taurat), mereka diseru kepada Kitab Allah supaya Kitab itu menetapkan hukum diantara mereka; Kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran).(Ali Imran: 23) Ali berkata, benar, aku lebih berhak untuk itu, Kitabullah menjadi hakim di antara kita. Lalu datanglah kaum Khawarij pada waktu itu kami masih menyebut mereka Qurra menemui Ali sambil menyandang pedang di atas bahu mereka. Mereka berkata, wahai Amirul Mukminin, apalagi yang kita tunggu terhadap orang-orang yang berada di atas bukit kecil itu? Mari kita serbu mereka dengan pedang-pedang kita ini hingga Allah memutuskan di antara kita dan mereka siapakah yang menjadi pemenang! (Katsir, 2010: 463). Kemudian kedua belah pihak sepakat bertahkim setelah melewati dialog panjang. Yaitu masing-masing amir yakni Ali dan Muawiyah mengangkat seorang hakim dari pihaknya. Kemudian kedua juru runding tersebut membuat kesepakatan yang membawa maslahat bagi kaum muslimin. Muawiyah menunjuk Amr bin al-Ash sebagai wakilnya. Sebenarnya Ali ingin menunjuk Abdullah bin Abbas sebagai wakilnya, namun para Qurra (kaum Khawarij) menolaknya, mereka berkata,kami tidak menerima selain Abu Musa al-Asyari. Dua juru runding bertemu pada bulan Ramadhan sebagaimana yang telah disepakati sebelumnya pada saat menulis kesepakatan Tahkim di Shiffin. Sewaktu al-Asyats bin Qois melewati sekelompok orang dari Bani Tamim, beliau membacakan kepada mereka piagam perdamaian. Lalu bangkitlah Urwah bin Udayyah, ia berkata, Apakah engkau mengangkat manusia sebagai hakim dalam agama Allah?. Al-Haitsam bin Adi berkata, Kaum Khawarij mengklaim bahwa orang pertama yang memprotes tahkim adalah Abdullah bin Wahab arRasibi. Namun yang benar adalah yang pertama. Kata-kata protes yang dilontarkan oleh lelaki ini diadopsi oleh sekelompok orang dari pasukan Ali
11

dari kalangan qurra, mereka berkata, tidak ada hokum kecuali milik Allah! lalu mereka disebut al-Muhakkimiyah (Katsir, 2010: 471). Orang-orang berpencar ke daerah masing-masing pasca peperangan Shiffin. Muawiyah kembali ke Damaskus sementara Ali kembali ke

Kufah. Ketika Ali memasuki Kufah beliau mendengar seorang lelaki berkata, Ali pergi lalu kembali tanpa membawa apa-apa ? Ali berkata, orang-oarang yang kita tinggalkan yakni penduduk Syam lebih baik daripada mereka. Kemudian beliau berlalu dan terus berdzikir mengingat Allah hingga masuk ke dalam istana Khalifah di Kufah. Sewaktu mendekati kota Kufah, sekitar dua belas ribu anggota pasukannya memisahkan diri. Merekalah cikal bakal Khawarij. Mereka tidak mau tinggal bersama Ali di Kufah. Mereka bermukim di satu tempat bernama Harura. Mereka mengingkari beberapa perkara atas Ali yang mereka anggap bahwa Ali telah melakukannya. Ali mengirim Abdullah bin Abbas kepada mereka untuk berdialog. Banyak dari mereka kembali ke jalan yang benar dan sisanya tetap bertahan (Katsir, 2010: 471). Nama Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka karena mereka keluar dari barisan Ali. Selanjutnya, mereka menyebut diri mereka Syurah, yang berasal dari kata Yasyri (menjual), sebagaimana disebutkan dalam ayat 207 dari surat AlBaqarah: )302( Ada manusia yang menjual dirinya untuk memperoleh keridhaan Allah. Maksudnya, mereka adalah orang yang sedia mengorbankan diri untuk Allah. Nama lain yang diberikan kepada mereka ialah Hururiah, dari kata Harura yakni satu desa yang terletak di dekat kota Kufah, di Irak. Di tempat inilah mereka yang pada waktu itu berjumlah dua belas ribu orang berkumpul setelah memisahkan diri dari Ali. Di sini mereka memilih Abdullah ibn Abi Wahb Al-Rasidi menjadi Imam mereka sebagai ganti dari Ali ibn Abi Thalib (Nasution, 2002: 13-14).

12

Kaum Khawarij adalah kaum yang keluar dari Sayyidina Muawiyyah dan keluar dari Sayyidina Ali. Mereka mengadakan semboyan La hukma illa lillah yang artinya tak ada hukum kecuali dari Tuhan. Mereka menamakan dirinya kaum Khawaij juga tetapi dengan arti lain, yaitu orang-orang yang keluar pergi perang untuk menegakkan kebenaran (Abbas, 1979:153-154).

Adapun dokrin-dokrin pokok Khawarij adalah sebagai berikut: 1. Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat manusia. 2. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat. 3. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman. 4. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya Utsman r.a dianggap telah menyeleweng. 5. Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng. 6. Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asyari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir. 7. 8. Pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula. 9. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar

13

al-harb (Dar al-Harb) (Negara musuh), sedangkan golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-islam (Dar al-Islam) (Negara islam) (Negara Islam). 10. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng. 11. Adanya waad dan waid (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk neraka. 12. Amar maryf (Amar maruf) nahi munkar. 13. Memalingkan ayat-ayat Al-Quran yang tampak mutasabihat (samar). 14. Quran adalah makhluk. 15. Manusia bebas menentukan perbuatannya bukan dari tuhan.

Hitti dalam Razak, 2006: 53 menjelaskan bahwa dokrin teologi Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari dokrin sentralnya, yakni dokrin politik. Radikalitas itu sangat dipengaruhi oleh sisi budaya mereka yang juga radikal serta asal-usul mereka yang berasal dari masyarakat badawi dan pengembara padang pasir tandus. Hal itu menyebabkan watak dan pola pikirnya menjadi keras, berani, tidak bergantung pada orang lain, dan bebas. Namun, mereka fanatic dalam menjalankan agama. Kemudian Rahmat dalam Razak, 2006: 53

menambahkan sifat fanatik itu bisaanya mendorong seseorang berfikir simplitisit; berpengetahuan sederhana; melihat pesan berdasarkan motivasi pribadi, dan bukan berdasarkan pada data dan konsistensi logis; mencari informasi tentang kepercayaan orang lain; mempertahankan secara kaku system kepercayaanya; dan menolak, mengabaikan, dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan system kepercayaannya. Kaum Khawarij memfatwakan bahwa sekalian dosa adalah besar, tidak ada yang dinamakan dosa kecil atau dosa besar. Sekalian pendurhakaan kepada Tuhan adalah dosa besar, tidak ada dosa kecil menurut kaum Khawarij. Fatwa kaum Khawarij nampaknya mempunyai latar belakang yang jahat, yaitu dengan maksud agar sekalian orang Islam lawan-lawannya dapat diperangi dan dapat dirampas hartanya, dengan dalih

14

mereka membuat dosa dan setiap orang berbuat dosa adalah kafir. Menurut fatwa kaum Khawarij, bahwa anak-anak orang kafir kalau mati kecil masuk neraka juga, karena ia kafir mengikuti ibu bapaknya. Kaum Khawarij berpendapat bahwa yang dikatakan iman itu bukan pengakuan dalam hati dan ucapan dengan lisan saja, tetapi amal ibadah menjadi rukun iman pula. Pendeknya bagi kaum Khawarij sekalian orang mumin yang berbuat dosa, baik besar maupun kecil, maka orang itu kafir, wajib diperangi dan boleh dibunuh, boleh dirampas hartanya (Abbas, 1979: 161-162). 2.2. Tokoh-tokoh Kaum Khawarij Sejauh referensi yang kami baca, tidak ada yang menjelaskan secara terperinci tentang nama-nama 20 ribu orang yang keluar dari golongan Ali sewaktu mendekati kota Kufah. Namun, berdasarkan informasi sekilas yang kami dapat dari perpecahan golongan Khawarij dapat sedikit kami sebutkan tokoh-tokohnya. Diantaranya: Nafi al-Azraq, Najdah Ibn al-Hanafi, Abu Fudaik, Rasyid al-Tawil, Atiah al-Hanafi, abd al-Karim Ibn Ajrad, Ziad Ibn al-Asfar, abdullah Ibn Ibad, Jabir Ibn Zaid al-Azdi. Menurut buku Iitiqad Ahlussunnah Wal-jamaah karangan K.H. Siradjuddin Abbas, terdapat pemimpin-pemimpin Khawarij diantaranya: 1) Urwah bin Hudair 2) Najdah bin Uwaimir 3) Mustaurid bin Saad 4) Hautsarah al-Asadi 5) Quraid bin Marrah 6) Nafii bin Azraq 7) Najdah bin Amir 8) Ubaidillah bin Basyir 9) Zubair bin Ali 10) Qathari bin Fujaah 11) Abdu Rabbih 12) Dan lain-lain (Abbas, 1979: 155-156).

15

2.3. Perkembangan Kaum Khawarij Dewasa Ini Kaum Khawarij pada umumnya terdiri dari orang-orang Baduwi. Hidup di padang pasir yang serba tandus membuat mereka bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati serta berani, dan bersifat merdeka, tidak tergantung pada orang lain. Perubahan agama tidak membawa perubahan dalam sifat-sifat ke-Badawian mereka. Mereka tetap bersifat bengis, suka kekerasan, dan tak gentar mati. Sebagai orang Badawi mereka tetap jauh dari ilmu pengetahuan. Ajaran-ajaran Islam, sebagai terdapat dalam al-Quran dan Hadist, mereka artikan menurut lafaznya (lafadznya) dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan paham mereka merupakan iman dan paham orang yang sederhana dalam pemikiran lagi sempit akal serta fanatik. Iman yang tebal, tetapi sempit, ditambah lagi dengan sifat fanatik ini membuat mereka tidak bisa mentolerir penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut paham mereka, walaupun hanya penyimpangan dalam bentuk kecil. Disinilah letak penjelasannya, bagaimana mudahnya kaum Khawarij terpecah belah menjadi golongan-golongan kecil serta dapat pula dimengerti tentang sikap mereka yang terus-menerus mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa Islam dan umat Islam yang ada di zaman mereka. 1. Al-Muhakkimah Golongan Khawarij asli yang terdiri dari pengikut-pengikut Ali. Bagi mereka Ali Muaawwiyah, kedua pengantara Amr Ibn al-As dan Abu Musa al-Asyari dan semua orang yang menyetujui arbitrase bersalah dan menjadi kafir. Selanjutnya hukum kafir ini mereka luaskan artinya sehingga termasuk ke dalamnya tiap orang yang berbuat dosa besar. Berbuat zinah dipandang sebagai salah satu dosa besar. Maka menurut paham golongan ini orang yang mengerjakan zinah telah menjadi kafir dan keluar dari isla (Islam).begitu pula membunuh sesame (sesama) manusia tanpa sebab yang sah adalah dosa besar. Maka perbuatan membunuh manusia menjadikan si pembunuh keluar dari Islam dan

16

menjadi kafir. Demikianlah seterusnya dengan dosa-dosa besar lainnya (Nasution, 2010: 15-16). 2. Al-Azariqah Nama ini diambil dari nafi ibn al Azraq (Nafi ibn Azraq). Pengikutnya, menurut al-Baghdadi, berjumlah dari 20 ribu orang. Khalifah pertama yang mereka pilih adalah nafi (Nafi) yang diberi gelar Amir Al-muminun. Mereka tidak lagi memakai term kafir, tetapi term musyrik atau polytheist. Yang dipandang musyrik adalah semua orang yang tak sepaham dengan meraka. Bahkan orang yang sepaham dengan Al_Azariqah, tetapi tidak mau berhijrah dalam lingkungan mereka juga di pandang musyrik.kaum Al-Azariqah disebut Ibn Al-hazm, selalu mengadakan istirad yaitu bertanya tentang pendapat atau ketakinan seseorang. Siapa saja yang mereka jumpai dan mengaku orang islam yang tak termasuk dalam golongan al Azariqah mereka bunuh (Nasution, 2010: 16-17). 3. Al-Najdat Najdah Ibn Amir al-Hanafi dari Yamamah dengan pengikutpengikutnya pada mulanya ingin menggabungkan diri dengan golongan alAzariqah. Tetapi dalam golongan yang tersebut akhir ini timbul perpecahan. Sebagian dari pengikut-pengikut Nafi ibn al-Azraq, diantaranya Abu Fudaik, Rasyid al-Tawil dan Atiah al-Hanafi, tidak dapat menyetujui paham bahwa orang Azraqi yang tak mau berhijrah kedalam lingkungan al-Azarikah adalah musyrik. Demikian pula mereka tidak setuju dengan pendapat tentang boleh dan halalnya dibunuh anak istri orang-orang Islam yang tak sepaham dengan mereka. Abu Fudaik dengan teman-teman serta pengikutnya memisahkan diri dari Nafi dan pergi ke Yammah. Di sini mereka dapat menarik Najdah dengan pengikutnya dalam pertikaian paham dengan nafi. Sehingga Najdah dan pengikutpengikutnya membatalkan rencana untuk berhijrah ke daerah kekuasaan al-Azariqah. Pengikut Abu Fudaik dan pengikut Najdah bersatu dan memilih Najdah sebagai imam baru. Nafi tidak diakui sebagai imam

17

karena telah dipandang kafir dan demikian pula orang yang masih mengakuinya sebagai imam. Najdah, berlainan dengan kedua golongan di atas, berpendapat bahwa orang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal dalam neraka hanyalah orang islam yang tak sepaham dengan golongannya. Adapun pengikitnya jika mengerjakan dosa besar, betul akan mendapat siksaan, tetapi bukan dalam neraka, dan kemudian akan masuk surga. Dalam lapangan politik Najdah berpendapat bahwa adanya imam perlu, hanya jika maslahat menghendaki yang demikian. Dalam kalangan al-Khawarij, golongan inilah kelihatnnya yang pertama membawa paham taqiah, yaitu merahasiakan dan tidak menyatakan keyakinan untuk keamana diri seseorang. Taqiah, menurut pendapat mereka, bukan hanya dalam bentuk ucapan, tetapi juga dalam bentuk perbuatan. Jadi, seseorang boleh mengucapkan kata-kata dan boleh melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin menunjukkan bahwa pada lahirnya ia bukan orang Islam, tapi pada hakikatnya ia tetap menganut agama Islam. Tetapi tidak pula semua pengikut Najdah setuju dengan pendapat dan ajaran-ajaran di atas, terutama paham bahwa dosa besar tidak membuat pengikutnya menjadi kafir, dan bahwa dosa kecil bisa menjadi dosa besar. Perpecahan di kalangan mereka kelihatannya ditimbulkan oleh pembagian ghanimah (barang rampasan perang) dan sikap lunak yang diambil Najdah terhadap Khalifah Abd al-Malik Ibn Marwan dari dinasti Bani Umayyah. Dalam salah satu serangan yang dipimpin anak Najdah sendiri, mereka memperoleh harta dan tawanan. Tetapi sebelum dikeluarkan seperlima dari padanya, sebagai diwajibkan dalam syariat dan sebelum mereka kembali ke pangkalan, harta dan tawanan itu telah dibagi oleh yang turut dalam serangan tersebut diantara mereka sendiri. Selanjutnya dalam serangan terhadap kota Madinah mereka dapat menawan seorang anak perempuan yang diminta kembali oleh Abd al-

18

Malik. Permintaan ini dikabulkan oleh Najdah, hal mana tak dapat disetujui pengikutnya, karena Abd al-Malik adalah musuh mereka. Dalam perpecahan ini Abu Fudaik, Rasyid al-Tawil, dan Atiah alHanafi memisahkan diri dari Najdah. Atiah mengasingkan diri ke Sajistan di Iran, sedang Abu Fudaik dan Rasyid mengadakan perlawanan terhadap Najdah. Akhirnya Najdah dapat mereka tangkap dan penggal lehernya (Nasution, 2010: 17-19). 4. Al-Ajaridah Mereka adalah pengikut dari Abd al-Karim Ibn Ajrad yang menurut al-Syahrastani merupakan salah satu teman dari Atiah al-Hanafi. Kaum Al-Ajaridah bersifat lebih lunak karena menurut paham mereka berhijrah bukanlah merupakan kewajiban sebagai diajarkan Nafi Ibn alAzraq dan Najdah, tetapi hanya merupakan kebajikan. Dengan demikian kaum Ajaridah boleh tinggal diluar daerah kekuasaaan mereka dengan tidak dianggap menjadi kafir. Disamping itu harta yang boleh dijadikan rampasan perang hanyalah harta orang yang telah mati terbunuh. Sedang menurut al-Azariqah seluruh harta musuh boleh dijadikan rampasn perang. Seterusnya mereka berpendapat bahwa anak kecil tidak bersalah, tidak musyrik menurut orang tuanya. Selanjutnya kaum Ajaridah ini mempunyai paham puritanisme. Surat Yusuf dalam Al-Quran membawa cerita cinta dan Al-Quran, sebagai kitab suci, kata mereka, tidak mungkin mengandung cerita cinta. Oleh karena itu mereka tidak mengakui surat yusuf sebagai bagian dari alQuran. Sebagai golongan Khawarij lain, golongan Ajaridah ini juga terpecah belah menjadi golongan-golongan kecil. Yaitu golonagn alMaimuniah, menganut pahan qadariah. Bagi mereka semua perbuatan manusia, baik dan buruk, timbul dari kemauan dan kekuasaan manusia sendiri. Golongan al-Hamziah juga mempunyai paham yang sama. Tetapi golongan al-Syuaibiah dan al-Hazimiah menganut paham sebaliknya.

19

Bagi mereka Tuhanlah yang menimbulkan perbuatan-perbuatan manusia. Manusia tidak dapat menentang kehendak Allah (Nasution, 2010: 20). 5. Al-Sufriah Pemimpin golongan ini adalah ziad ibn al-Asfar. Dalam paham, mereka dekat sama dengan golongan al-Azariqah dan oleh karena itu juga merupakan orang yang ekstrim. Hal-hal yang membuat mereka kurang ekstrim dari yang lain adalah pendapat-pendapat berikut: a. b. Orang Sufriah yang tidak berhijarah tidak dipandang kafir. Mereka tidak berpendapat bahwa anak-anak kaum musyrik boleh dibunuh. c. Tidak semua mereka berpendapat orang bahwa yang berbuat dosa besar menjadi musyrik. Ada di antara mereka yang membagi dosa besar dalam dua golongan, dosa yang ada sangsinya di dunia, seperti membunuh dan berzinah, dan dosa yang tak ada sangsinya di dunia, seperti meninggalkan sembahyang dan puasa. Orang yang berbuat dosa golongan pertama tidak dipandang kafir. Yang dipandang kafir hanyalah orang yang melaksanakan dosa golongan kedua. d. Daerah golongan islam yang tak sepaham dengan mereka bukan dar harb yaitu daerah yang harus diperangi; yang diperangi hanyalah maaskar atau camp pemerintah. Sedang anak-anak dan perempuan tak boleh dijadikan tawanan. e. Kurf dibagi dua: kurf bin inkar al-nimah yaitu mengingkari rahmat Tuhan dan kurf bi inkar al-rububiah yaitu mengingkari Tuhan. Dengan demikian term kafir tidak selamanya harus berarti keluar dari islam. Di samping pendapat-pendapat di atas terdapat pendapat-pendapat dapat yang spesifik bagi mereka: a. Taqiah hanya boleh dalam bentuk perkataan dan tidak dalam bentuk perbuatan.

20

b.

Tetapi sunguhpun demikian, untuk keamanan dirinya perempuan Islam boleh kawin dengan lelaki kafir, di daerah bukan islam (Nasution, 2010: 21).

6.

Al-Ibadiah Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh golongan Khawarij. Namanya diambil dari Abdullah Ibn Ibad yang pada tahun 686 M, memisahkan diri dari golongan al-Azariqah. Paham moderat mereka dapat dilihat dari ajaran-ajaran berikut: a. Orang islam yang tak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukanlah musyrik, tetapi kafir. Dengan orang Islam yang demikian boleh diadakan hubungan perkawinan dan hubungan warisan, Syahadat mereka dapat diterima. Membunuh mereka adalah haram. b. Daerah orang islam yang tak sepaham dengan mereka, kecuali camp pemerintahan merupakan dar tawhid, daerah orang yang meng-Esakan Tuhan, dan tak boleh diperangi. Yang merupakan dar-kufr, yaitu yang harus diperangi, hanyalah maaskar pemerintah. c. Orang Islam yang berbuat dosa besar adalah muwahhid yang mengEsa-kan Tuhan, tetapi bukan mukmin dan bukan kafir al-Millah, yaitu kafir agama. Dengan kata lain, mengerjakan dosa besar tidak membuat orang keluar dari Islam. d. Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda dan senjata. Emas dan perak harus dikembalikan kepada orang empunya. Tidaklah mengherankan kalau paham moderat seperti digambarkan di atas membuat Abdullah Ibn Ibad tidak mau turut dengan golongan alAzariqah dalam melawan pemerintahan Dinasti Bani Umayyah. Bahkan ia mempunyai hubungan yang baik dengan Khalifah Abd al-Malik Ibn Marwan. Demikian pula halnya dengan Jabir Ibn Zaid al-Azdi, pemimpin al-Ibadiah sesudah Ibn Ibad mempunyai hubungan baik dengan al-Hajjaj, pada waktu yang tersebut akhir ini dengan kerasnya memerangi golongan-golongan Khawarij yang berpaham dan bersikap ekstrim.

21

Oleh karena itu, jika golongan Khawarij telah hilang dan hanya tinggal dalam sejarah, golongan al-Ibadiah ini masih ada sampai sekarang dan terdapat di Zanzibar, Afrika Utara, Umman dan Arabia Selatan. 2.4 Aliran-aliran Khawarij yang dipandang keluar dari islam Disamping Khawarij yang ekstrim, timbul aliran-aliran yang pendapatnya sedikitpun tidak termasuk ajaran Islam serta bertentangan dengan al-Quran dan hadits Nabi yang mutawatir. Di dalam kitab al-Farq bain al-Firaq dijelaskan bahwa diantara mereka ada dua kelompok yang prinsip-prinsip ajarannya keluar dari ajaran-ajaran Islam yaitu: a. Yazidiyyah Aliran ini semula adalah pengikut aliran Ibadhiyyah, tetapi kemudian berpendapat bahwa Allah akan mengutus seorang rasul dari kalangan luar Arab yang akan menggantikan syariat Muhammad. b. Maimuniyyah Aliran ini dipimpin oleh Maimun al-Ajradi. Aliran ini membolehkan seseorang menikahi cucu-cucu perempuan dari anak laki-laki dan anak perempuan dari saudara laki-laki dan saudara perempuan. Menurut suatu sumber, mereka juga mengingkari keberadaan surah Yusuf dalam alQuran dan tidak mengakuinya sebagai bagian dari al-Quran, karena menurut pendapat mereka surah itu berisi kisah porno, sehingga tidak pantas dinisbahkan kepada Allah. Dengan pendapat itu mereka sebenarnya telah mencela Allah karena keyakinan mereka yang salah (Abu Zahrah, 1996: 84-85). Adapun golongan-golongan Khawarij ekstrim dan radikal, sungguhpun mereka sebagai golongan telah hilang dalam sejarah ajaranajaran ekstrim mereka masih mempunyai pengaruh, walaupun tidak banyak, dalam masyarakat Islam sekarang. Kaum Khawarijmenolak akedua (Khawarij menolak kedua) doktrin legimitasi versi kaum sunni (Sunni)maupun kaum syiah (Syiah), dan mempertahankan bahwa kekuasaan tertinggi itu milim (milik) Allah, dan dia sendiri adalah Penguasa dan Hakim di antara manusi. Pelaksanaan

22

hukm, mereka percaya, tidak identik dengan hak-hak istimewa sekelompok pemimpin tetapi merupakan tanggung jawab semua orang yang harus ikut ambil bagian di dalam manajemen urusan public, sesuai dengan skala keadilan yang termaktub dalam Al-Quran dan Hadis. Secara teoritis, tidak ada seorang Imam pun yang perlu menyelenggarakan syariat juka setiap orang telah menaati Syariat dan memenuhi kewajiban-kewajiban mereka. Betapapun, kebanyakan kaum Khawarij memandang perlunya bagi seorang Imam menyelenggarakan syariat serta mencapai keadilan. Sebelum orang-orang bisa menjadi orang-orang yang beriman, kaum Khawarij mengakui bahwa sudah tentu kita memerlukan seorag (seorang) Imam, tetapi mereka menyediakan (mencadangkan) hakuntuk (hak untuk) memberhentikannya jikaia (jika ia) terbukti korup dan tidak efisien, karena Allah tidak akan mungkin menyetujui para penguasa serupa itu. Kaum Khawarij meski asyik dengan keadilan politik, tetapi tetap membicarakan keadilan dan pengertiannya yang paling luas. Sebagai suatu komunitas tribal (suku) mereka menjalani suatu tata kehidupan yang sederhana dank eras (dan keras), serta menolak tata cara duniawi dan kebisaaa-kebisaaan sosial dari komunitas urban yang longgar. Karena pandangan mereka yang ekstrim, ditolak oleh kelompok yang lain, kaum Khawarij mendapatkan diri mereka benar-benar terisolasir. Benar bahwa tidak semua kaum Khawarij menganut pandangan-pandangan radikal, hanya satu kelompok para pengikut Abdullah Ibnu Ibadh yang bertahan hidup, sedang yang lainnya tetap melakukan perjuangan mereka demi keadilan, hilang lenyap dalam peperangan-peperangan berdarah dengan tetangga-tetangga mereka (Nasution, 2010: 22-23). Memang golongan ini sudah hilang dibawa arus sejarah, tetapi fahamnya masih berkeliaran dimana-mana sehingga kita harus waspada (Abbas, 1979: 156).

23

NB: (Seharusnya memakai rata kiri saja)

24

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Khawarij muncul bersamaan mazhab Syiah. Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka karena mereka keluar dari barisan Ali. Diantara tokoh-tokoh dalam aliran Kawarij yaitu: Urwah bin Hudair, Najdah bin Uwaimir, Mustaurid bin Saad, Hautsarah al Asadi, Quraib bin Marrah, Nafii bin Azraq, Najdah bin Amir, Ubaidillah bin Basyir, Zuber bin Ali, Qathari bin fujaah, Abu Rabbih, dan lain-lain. Adapun ajaran-ajaran golongan Khawarij antara lain: al-Muhakkimah, alAzariqah, al-Najdat, al-Sufriyah, al-Ajaridah, al-Ibadiyah.

3.2 Saran Demikianlah pembahasan tentang aliran Khawarij beserta perkembangannya. Makalah ini masih sangat terbatas dan masih memerlukan tambahan guna memperluas wawasan kita.Kami sebagai penulis membutuhkan partisipasi pembaca demi kesempurnaan tulisan ini.

25

Daftar Pustaka

Bastoni, Hepi Andi. 2008. Sejarah Para Khalifah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar Djamin, Taufiq. 2009. Tragedi Pembunuhan & Khalifah. Yogyakarta: Pinus Book Publisher Katsir, Ibnu Al-Hafizh. 2010. Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung. Jakarta: Darul Haq Nasution, Harun. 2002. Teologi Islam. Jakarta: UIPress Rozak, Abdul dan Rosidah Anwar. 2006. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia Anonymous. 2009. Khawarij. www.google.com diakses pada tanggal 5 maret 2011 Abbas, Siradjuddin. 1979. Iitiqad Ahlussunnah Wal-jamaah. Jakarta: Pustaka Tarbiyah Abu Zahrah, Imam Muhammad. 1996. Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam. Jakarta: Logos

26

You might also like