You are on page 1of 9

Referat Penatalaksanaan Tuberculosis (TB) pada Anak

The management of children with TB should be in linewith the Stop TB Strategy, taking into consideration theparticular epidemiology and clinical presentation of TBin children. Obtaining good treatment outcomes dependson the application of standardised treatment regimens according to the relevant diagnostic category, with sup-port for the child and carer that maximises adherence totreatment. (WHO, 2006)

Faradila Khoirun Nisa Hakim H1A010007


Kedokteran Universitas Mataram

Pendahuluan Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh bakteri kompleks MTB, antara lain M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis dan M. bovis bacille Calmette-Guerin (BCG). TB pada anak sering diabaikan, padahal kasus tersebut sangatlah penting karena anak-anak dan remaja merupakan golongan berisiko terbesar pada penyakit aktif akibat infeksi MTB. Proses transmisi pada TB anak biasanya didapatkan dari kasus TB dewasa dalam rumah tangga.1 Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Data insidens dan prevalens tuberkulosis anak tidak mudah. Dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis anak. Kriteria masalah tuberkulosis di suatu negara adalah kasus BTA positif per satu juta penduduk. Jadi sampai saat ini belum ada satu negara pun yang bebas tuberkulosis.2,3 Diagnosis3,4 Pada umumnya berdasarkan hasil uji tuberkulin, foto rontgen paru dan gambaran klinis sudah dapat ditegakkan diagnosis kerja tuberkulosis. Tetapi pada kenyataannya menegakkan diagnosis TB pada anak tidak selalu mudah. Gejala klinik TB terdiri atas gejala umum atau sistemik (seperti demam, anoreksia, berat badan menurun, keringat malam dan malaise), dan gejala khusus sesuai dengan organ yang terkena. Diagnosis dini biasanya dapat ditegakkan jika dilakukan uji tuberkulin secara rutin pada setiap anak yang datang berobat. Jika gejala klinis sudah jelas misalnya adanya limfadenitis di leher, meningitis ata gibbus berarti TB sudah berlanjut atau berkomplikasi. Pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tanda klinis maka TB dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin positif, kelainan foto paru dan biakan basil TB yang positif. Gejala dan tanda klinis TB tidak khas. Gejala yang didapat biasanya lesu, anoreksia, berat badan menurun, demam tidak tinggi yang berlangsung lama, kadang-kadang juga timbul gejala seperti influensa. Kadang-kadang demam merupakan satu-satunya gejala yang ada. Pada anak dengan TB sering tidak ditemukan tanda dan gejala, dan satu-satunya petunjuk adanya TB adalah uji tuberkulin positif.
1

Penatalaksanaan Tujuan utama dalam penatalaksanaan TB adalah:5 - Menyembuhkan pasien TB (dengan cepat menghilangkan sebagian besar basil tersebut) - Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek terlambat - Mencegah kambuhnya TB (dengan menghilangkan dorman basil) - Mencegah perkembangan resistensi obat (dengan menggunakan kombinasi obat-obatan) - Mengurangi penularan TB kepada orang lain. Obat TB yang digunakan:6 1. Isoniazid INH adalah obat antituberkulosis yang efektif saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolit aktif yaitu kuman yang sedang berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman, dapat berdifusi kedalam seluruh jaringan dan cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal (CSS), cairan pleura, cairan asites, jaringan caseosa dan angka timbulnya reaksi simpang (adverse reaction) sangat rendah. Dosis harian INH biasa diberikan 5-15 mg/kgBB/hari, max 300 mg/hari, secara peroral, diberikan 1x pemberian. INH yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100 mg/5 ml. INH mempunyai 2 efek toksik utama yaitu hepatotoksik dan neuritis perifer, tetapi keduanya jarang terjadi pada anak, tetapi frekuensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Hepatotoksik mungkin terjadi pada remaja atau anak-anak dengan tuberkulosis berat. Idealnya perlu pemantauan kadar transaminase pada 2 bulan pertama. Hepatotoksik akan meningkat apabila INH diberikan bersama dengan Rifampisin dan PZA. Penggunaan INH bersama dengan fenobartbital atau fenitoin dapat meningkatkan resiko hepatotoksik. INH tidak dilanjutkan pemberiannya pada keadaan kadar transaminase serum naik lebih dari 3x harga normal atau terjadi manifestasi klinik hepatitis, berupa mual, muntah, nyeri perut dan kuning. Neuritis perifer timbul akibat inhibisi kompetitif karena metabolisme piridoksin. Kadar piridoksin berkurang pada anak yang menggunakan INH tetapi manifestasi klinisnya jarang sehingga tidak diperlukan piridoksin tambahan. Manifestasi klinis neuritis perifer yang paling sering adalah mati rasa atau kesemutan pada tangan dan kaki. Piridoksin diberikan 1x sehari 25-50 mg atau 10 mg piridoksin tiap 100 mg INH.
2

Manifestasi alergi atau hipersensitivitas yang disebabkan INH jarang terjadi. Efek samping yang jarang terjadi antara lain pelagra, anemia hemolitik pada pasien dengan defisiensi enzim G6PD, dan reaksi mirip lupus yang disertai ruam dan artritis. 2. Rifampisin Rifampisin bersifat bakteriosid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan, dapat membunuh kuman semi-dormand yang tidak dapat dibunuh oleh INH. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong, dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20mg/kgbb/hari, maksimal 600mg/hari dengan dosis 1 kali pemberian perhari. jika diberikan bersama INH, dosis rifampisin tidak melebihi 15mg/kgbb/hari dan dosis INH tidak melebihi 10mg/kgbb/hari. Seperti halnya INH, rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk CSS. Ekskresi rifampisin terutama terjadi melalui traktus biliaris. Kadar yang efektif juga dapat ditemukan diginjal dan urin. Efek samping rifampisin lebih sering terjadi daripada INH. Efek samping rifampisin adalah gangguan gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterus atau hepatitis) yang biasanya ditandai oleh peningkatan kadar transaminase serum yang asimptomatik. Rifampisin dapat menyebabkan trombositopenia. Rifampisin umumnya tersedia dalam sediaan kapsul 150mg, 300mg dan 450mg. sehingga kurang sesuai untuk digunakan pada anak-anak dengan berbagai kisaran berat badan. 3. Pirazinamid Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh termasuk SSP, cairan serebrospinal, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam, diresorbsi baik pada saluran pencernaan. Pemberian PZA secara oral dengan dosis 1530mb/kgbb/hari dengan dosis maksimal 2g/hari. Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500mg. efek samping PZA adalah hepatotoksisitas, anoreksia, dan iritasi saluran cerna. Reaksi hipersensisitivitas dan hiperurisemia jarang timbul pada anak. 4. Etambutol Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Dosis etambutol (EMB) 15-20mg/kg/hari. Maksimal 1,25g/hari dengan dosis tunggal. Ekskresi terutama lewat ginjal dan saluran cerna. EMB tersedia dalam tablet 250mg dan 500mg. Memiliki aktivitas bakteriostatik dan berdasarkan pengalaman, dapat mencegah timbulnya
3

resistensi terhadap obat-obat lain. EMB dapat bersifat bakteriosid, jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. EMB tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis. EMB ditoleransi dengan baik pada dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis 1 atau 2 kali sehari. Kemungkinan toksisitas utama adalah neuritis optik dan buta warna merah-hijau. Tidak terdapat laporan toksisitas optik pada anakanak. 5. Streptomisin Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik. Kuman ekstraseluler pada keadaan basa atau netral, jadi tidak efektif membunuh kuman intraseluler. Streptomisin dapat diberikan secara IM dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari, maksimal 1 gram perhari, kadar puncak 40-50 mikrogram permilliliter dalam waktu 1-2 jam. Streptomicin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura, dieksresi melalui ginjal. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing. Rekomendasi dosis lini pertama pada TB anak dan dewasa5

Rekomendasi regimen pengobatan pada TB anak berdasarkan kategori diagnostik5

Evaluasi pengobatan dilakukan setelah 2 bulan. Diagnosis TB pada anak sulit dan tidak jarang terjadi salah diagnosis. Apabila berespon pengobatan baik yaitu gejala klinisnya hilang dan terjadi penambahan berat badan, maka pengobatan dilanjutkan. Apabila respon setelah 2 bulan kurang baik, yaitu gejala masih ada, tidak terjadi penambahan berat badan, maka obat anti TB tetap diberikan dengan tambahan merujuk ke sarana lebih tinggi atau ke konsultan paru anak. Apabila setelah pengobatan 6-12 bulan terdapat perbaikkan klinis, seperti berat badan mengingkat, napsu makan membaik, dan gejala-gejala lainnya menghilang, maka pengobatan dapat dihentikan. Jika masih terdapat kelainan gambaran radiologis maka dianjurkan pemeriksaan radiologis ulangan.2,4,7

Non medika mentosa2-4,7 1. Pendekatan DOTS DOTS adalah strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TB. Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Sesuai dengan rekomendasi WHO, maka strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu sebagai berikut. - Komitmen politis dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana - Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis - Pengobatan dengan panduan OTA jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat (PMO) - Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin - Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penganggulangan TBC 2. Sumber penularan dan case finding Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan melakukan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). Selain itu perlu dicari pula anak lain di sekitarnya yang mungkin tertular dengan uji tuberkulin. Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnestik, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, yaitu uji tuberkulin. 3. Aspek sosial ekonomi Pengobatan tuberkulosis tidak terlepas dari masalah sosio ekonomi, karena pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama, maka memerlukan biaya yang cukup besar. Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui tentang tuberkulosis. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi. Aktifitas fisik pasien TB anak tidak perlu dibatasi, kecuali pada TB berat. 4. Pencegahan - BCG Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan. Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin dulu.

Kontra indikasi pemberian imunisasi BCG adalah deficiensi imun, infeksi berat, dan luka bakar. - Kemoprofilaksis Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada anak, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah aktifnya infeksi sehingga anak tidak sakit. Pada kemoprofilaksis primer, diberikan INH dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal. Obat dihentikan jika sumber kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak infeksi (setelah uji tuberkulin ulangan). Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, klinis dan radiologis normal. Anak yang mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita morbili, varisela, dan pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik, dan kortikosteroid) usia remaja dan infeksi TB baru. Konversi uji tuberkulin dalam waktu kurang dari 12 bulan.

Penutup Berdasarkan penelitian yang telah terpublikasi, pengobatan TB dengan prinsip DOT berkisar 014%. Di negara-negara dengan tingkat prevalensi TB rendah, kekambuhan biasanya terjadi dalam waktu 12 bulan setelah penyelesaian pengobatan (relapse). Sedangkan di negara-negara dengan tingkat prevalensi TB yang lebih tinggi, kekambuhan biasanya lebih banyak terjadi akibat infeksi berulang daripada relapse. Ketika pemberian regimen obat selesai, resolusi penuh umumnya diharapkan pada kasus komplikasi non-MDR-TB dan non-XDR-TB. Penanda prognostik yang rendah diakibatkan oleh keterlibatan paru, keadaan immunocompromised, usia lebih tua, dan riwayat pengobatan sebelumnya.2

Daftar Pustaka 1. Obihara CC, et al. A Brief Overview of Mycobacterial Diseases in Children. European Infectious Disease, 2011;5(2):102111. 2. Herchline TE, et al. Tuberculosis. Reference [Online] [Accessed 2012 June]. Avaliable from: http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview#showall 3. Varaine F, et al. Tuberculosis. Medecins Sans Frontieres; 2010. 4. World Health Organization (WHO). Desk-guide for Diagnosis and Management of TB in Children. International Unionts Against Tuberculosis and Lung Disease; 2010. 5. World Health Organization (WHO). Guidance for National Tuberculosis Programmes on the Management of Tuberculosis in Children. 2006. 6. Munsiff S, et al. Antiretroviral Drugs and the Treatment of Tuberculosis. NYC Department of Health & Mental Hygiene, Bureau of Tuberculosis Control; 2007. 7. World Health Organization (WHO). Chapter 2: Anti-tuberculosis treatment in children. World Health Organization, Geneva, Switzerland. Int J Tuberc Lung Dis, 2006; 10(11):12051211.

You might also like