You are on page 1of 20

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB I
PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang
Untuk membangun jalan raya yang memenuhi kebutuhan lalu lintas pada waktu ini
dan masa yang akan datang, serta meningkatkan kemajuan – kemajuan teknik pengangkutan
serta lalu lintas maka perlu memperdalam pengetahuan mengenai perencanaan jalan raya
dapat melalui pengalaman dan penelitian.
Salah satu bagian yang penting dari perencanaan jalan adalah perencanaan geometriK
jalan raya. Dalam perencanaan geometrik dapat berdasarkan pengalaman yang telah lalu
dengan berdasarkan keadaan tempat untuk membuat suatu jalan yang melalui alignemen,
pendakian/penurunan dan lain – lain dengan biaya yang serendah – rendahnya, bertambahnya
jumlah dan kualitas kendaraan, berkembang nya pengetahuan tentang kelakuan pengandara
terutama pada saat berpapasan dan meningkatkan jumlah kendaraan. Hal tersebut menjadi
pertimbangan bagi perencanaan dalam memberikan pelayanan maksimum dengan keadaan
bahaya minimum dengan biaya yang pantas.
Jalan raya pada umumnya dapat digolongkan dalam klasifikasi menurut fungsinya
yang mana mencakup tiga golongan penting yaitu :
 Jalan utama adalah jalan yang menghubungkan lalu lintas
yang mencakup tinggi antara kota penting atau antara pusat – pusat eksport.
 Jalan sekunder adalah jalan raya yang melayani lalu lintas
yang cukup tinggi antara kota yang penting dan kota yang lebih kecil serta melayani
daerah sekitarnya.
 Jalan penghubung adalah jalan untuk keperluan aktivitas
daerah yang dipakai sebagai jalan penghubung antara jalan – jalan dari golongan yang
sama atau berlawanan.
Dalam hubungan dengan perencanaan geometrik, ketiga golongan ini dibagi dalam
kelas – kelas yang menetapkannya ditentukan oleh perkiraan besarnya lalu lintas yang akan
melewati jalan tersebut.
I.2. Maksud dan Tujuan
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Maksud dari penyusunan tugas besar ini yaitu sebagai prasyarat untuk
memperoleh nilai lulus pada mata kuliah Perencanaan Geometrik Jalan. Sedangkan
tujuannya adalah ssebagai berikut:

1. Sebagai acuan dalam pelaksanaan pembuatan jalan.


2. Agar mampu memahami dan merencanakan sifat-sifat fisik jalan.
3. Mampu merencanakan geometrik dan strukrtur lapisan jalan yang
menghubungakan dua tempat atau lebih guna menghasilkan geometrik dan
struktur jalan yang ekonomis dan dapat memberikan kelancaran,
keamanan, dan kenyamanan.
4. Merencanakan galian dan timbunan.
5. Untuk menentukan jenis dan tebal struktur lapisan jalan dan kriteria
perkerasan jalan lainnya.
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Volume lalu lintas
Volume lalu lintas yang akan menggunakan jalan dinyatakan dalam Satuan Massa
Penumpang (SMP) yang besarnya menunjukkan jumlah lalu lintas harian rata – rata untuk
kedua jurusan volume LHR yang baru, untuk suatu jalan dapat langsung diperoleh pada lalu
lintas pada waktu tersebut.
Klasifikasi jalan di Indonesia menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan
Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No: 038 / T/ BM / 1997, disusun pada tabel berikut :

Tabel Ketentuan Klasifikasi : Fungsi, Kelas beban, Medan.


Fungsi Jalan ARTERI KOLEKTOR LOKAL
Kelas Jalan I II III A III B III C
Muatan Sumbu
> 10 10 8 Tidak di tentukan
Terberat (ton)
Tipe Medan D B G D B G D B G
Kemiringan
<3 3 25 > 25 <3 3 25 > 25 <3 3 25 > 25
Medan (%)

Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan (administrasi) sesuai PP.


No. 26 / 1985 : Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten/ Kotamadya, Jalan desa, dan
Jalan khusus.
Keterangan: Datar (D), Perbukitan (B), dan Pegunungan (G)

2.2. Tingkat Pelayanan Yang Diinginkan


Jalan mempunyai fungsi sebagai alat penghubung di bidang sosial, ekonomi, politik,
militer dan kebudayaan.
Jalan arteri, adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri – ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
Jalan arteri primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang
terletak berdampingan, atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.

Jalan arteri sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan
kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder
kedua.
Jalan Kolektor, adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/ pembagian
dengan ciri – ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata – rata sedang, dan jumlah jalan
masuk dibatasi.
Jalan Kolektor Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan
kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.
Jalan Kolektor Sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga.
Jalan Lokal, adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri – ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Jalan Lokal Primer, adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan
persil atau yang menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, atau dengan
jenjang di bawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau kota dibawah jenjang ketiga
sampai persil.
Jalan Lokal Sekunder, adalah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.

2.3. Kendaraan Rencana


1. Kendaraan Ringan / Kecil (LV)
Kendaraan ringan / kecil adalah kendaraan bermotor ber as dua dengan empat roda dan
dengan as 2,0 – 3,0 ( meliputi : mobil penumpang, oplet, microbus, pick up dan truck
kecil sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
2. Kendaraan Sedang (MHV)
Kendaraan bermotor dengan dua gandar, dengan jarak 3,5 – 5,0 (termasuk bus kecil,
truck dua as dengan enam roda, sesuai dengan klasifikasi Bina Marga).
3. Kendaraan Berat / Besar (LB – LT)

a. Bus besar (LB)


Bus dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 – 6,0 m
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

b. Truck Besar (LT)


Truck tiga gandar dan truck kombinasi tiga, jarak gandar (gandar pertama ke
kedua) < 3,5 m (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
4. Sepeda Motor (MC)
Kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 ( meliputi : sepeda motor dan kendaraan roda tiga
sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
5. Kendaraan Tak Bermotor (UM)
Kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh orang atau hewan (meliputi: sepeda, becak,
kereta kuda, dan kereta dorong sesuai dengan klasifikasi Bina Marga)
Catatan : Kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai bagian dari arus lalu lintas
tetapi unsur hambatan samping.

Tabel. Dimensi Kendaraan Rencana


DIMENSI
KATEGORI KENDARAAN TONJOLAN RADIUS PUTAR RADIUS
KENDARAAN (cm) (cm) (cm) TONJOLAN
RENCANA Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Minimum Maksimum ( cm )
Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780
Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Besar 410 260 2100 120 90 290 1400 1370

3.4. Kecepatan Rencana (VR)

VR adalah kecepatan rencana pada suatu ruas jalan yang dipilih sebagai dasar
perencanaan geometrik, jalan yang memungkinkan kendaraan – kendaraan bergerak
dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan
pengaruh samping jalan yang tidak berarti, VR untuk masing – masing fungsi jalan dapat
ditetapkan dari tabel :

KECEPATAN RENCANA VR (Km / Jam)


FUNGSI JALAN
DATAR BUKIT GUNUNG
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Arteri 70 - 120 60 - 80 40 - 70
Kolektor 60 - 90 50 - 60 30 - 50
Lokal 40 - 70 30 - 50 20 - 30

Catatan : Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan
syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km / jam.

3. 5. Kelas Jalan Sesuai Fungsinya


Kelas jalan menentukan jumlah jalur dan arah pada seatu segmen jalan, untuk jalan –
jalan luar kota sebagai berikut :
 2 lajur 1 arah (2/1)
 2 lajur 2 arah tak – terbagi (2 / 2 TB)
 4 lajur 4 arah tak – terbagi (4 / 2 TB)
 4 lajur 2 arah terbagi (4 / 2 B)
 6 lajur 2 arah terbagi (6 / 2 B)

3. 6. Merencanakan Geometrik Jalan


Trase Jalan
Pada gambar trase jalan akan terlihat apakah jalan tersebut merupakan jalan lurus,
menikung ke kiri, atau ke kanan. Sumbu jalan terdiri dari serangkaian garis lurus lengkung
berbentuk lingkaran, atau lengkung peralihan dari bentuk garis lurus ke bentuk busur
lingkaran. Perencanaan geometrik jalan menfokuskan pada pemilihan letak dan panjang dari
bagian-bagian ini sesuai dengan kondisi meedan sehingga terpenuhi kebutuhan akan
pengoperasian lalu lintas dan keamanan.

Gambar Potongan memanjang dan Melintang

Pada gambar potongan melintang akan terlihat apakah jalan tersebut tanpa kelandaian,
mendaki, ataupun menurun. Pada perencanaan ini yang dipertimbangkan adalah bagaimana
meletakkan sumbu jalan sesuai kondisi medan dengan memperhatikan sifat operasi
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

kendaraan, keamanan, jarak pandang, dan fungsi jalan. Penampang melintang berkaitan pula
dengan pekerjaan tanah yang mungkin menimbulkan galian dan timbunan.Penampang
melintang jalan merupakan potongan melintang tegak lurus jalan.
Potongan melintang jalan merupakan potongan melintang tegak lurus sumbu jalan.
Pada potongan melintang jalan dapat terlihat bagian – bagian jalan. Bagian – bagian jalan
yang utama dapat dikelompaokkan sebagai berikut :
a. Bagian yang langsung berguna untuk lalu lintas
 Jalur lalu lintas
 Lajur lalu lintas
 Bahu jalan
 Trotoar
 Median
b. Bagian yang berguna untuk draenase jalan
 Saluran samping
 Kemirangan melintang jalur lalu lintas
 Kemirangan melintang bahu
 Kemiringan tegak
c. Bagian pelengkap jalan.
 Kereb
 Pengaman tepi
d. Bagian konstruksi jalan
 Lapisan perkerasan jalan
 Lapisan pondasi atas
 Lapisan lpondasi bawah
 Lapisan tanah dasar
e. Daerah manfaat jalan (damanja)
f. Daerah milik jalan (damija)
g. Daerah pengawasan jalan (dawasja)

Penjelasan:
1. Jalur Lalu Lintas
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Jalur lalu lintas adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk
lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa jalur (lane) kendaranaan. Lajur
kendaraan yaitu bagian dari jalur lalu lintas yang khusus untuk dilewati oleh suatu rangkaian
beroda empat atau lebih dalam satu arah. Jadi jumlah lajur minimal untuk 2 arah adalah 2 dan
pada umumnya disebut sebagai jalan 2 lajur 2 arah. Jalur lalu lintas untuk 1 arah minimal 1
lajur lalu lintas.

2. Lebar Lajur Lalu Lintas


Lebar lajur lalu lintas merupakan bagian yang paling menentukan lebar melintang
jalan secara keseluruhan. Besarnya lebar lajur lalu lintas hanya dapat ditentukan dengan
pengamatan langsung dilapangan karena :
 Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin akan dapat
diikuti oleh lintasan kendaraan lain dengan tepat.
 Lajur lalu lintas mungkin tepat sama degan lebar
kendaraan maksimum. Untuk keamanan dan kenyamanan setiap pengemudi
membutuhkan ruang gerak antara kendaraan.
 Lintasan kendaraan tidak mengkin dibuat tetap sejajar
sumbu lajur lalu lintas, karena selama bergerak akan mengalami gaya – gaya samping
seperti tidak ratanya permukaan, gaya sentritugal ditikungan, dan gaya angin akibat
kendaraan lain yang menyiap.
Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar kendaraan ditambah dengan ruang bebas antara
kendaraan yang besarnya sangat ditentukan oleh keamanan dan kenyamanan yang
diharapkan. Pada jalan local (kecepatan rendah) lebar jalan minimum 5,50 m (2 x 2,75) cukup
memadai untuk jalan 2 jalur dengan 2 arah. Dengan pertimbangan biaya yang tersedia, lebar 5
m pun masih diperkenankan. Jalan arteri yang direncanakan untuk kecepatan tinggi,
mempunyai lebar lajur lalu lintas lebih besar dari 3,25 m sebagiknya 3,50 m.

3. Bahu jalan
Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang
berfungsi sebagai berikut:
1. Ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau yang sekedar
berhenti untuk beristirahat.
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

2. Ruangan untuk menghindarkan diri dari saat – saat darurat, sehingga dapat mencegah
terjadinya kecelakaan.
3. Memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat meningkatkan
kapasilitas jalan yang bersangkutan.
4. Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah samping.
5. Ruang pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan
jalan (tempat penempatan alat – alat dan penimbunan material).
6. Ruang untuk lintasan kendaraan – kendaraan patroli, ambulans, yang sangat
dibutuhkan pada keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaan.

4. Trotoar (Jalur pejalan kaki / side walk)


Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang khusus
dipergunakan untuk pelalan kaki (pedestrian). Untuk keamanan pejalan kaki maka trotoar
harus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik berupa kereb. Lebar trotoar
adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang khusus dipergunakan
untuk pejalan kaki yang di inginkan, dan fungsi jalan. Untuk itu lebar 1,5 – 3,0 m merupakan
nilai yang umum diguanakan.

5. Median
Pada arus lalu lintas yang tinggi sering kali dibutuhkan median guna memisahkan arus
lalu lintas yang berlawanan arah. Jadi median adalah jalur yang terletak ditengah jalanyang
membagi jalan dalam masing – masing arah. Lebar median bervariasi 1,0 – 12 m. median
dengan lebar sampai 5 m sebaiknya ditinggikan dengan kereb atau dilengkapi dengan
pembatas agar tidak dilanggar kendaraan.

Funsi Median :

 Menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana


pengemudi masih dapat mengontrol kendaraannya pada saat – saat darurat.
 Menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi /
mengurangi kesilauan terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah.
 Menambah rasa kelegaan, kenyamanan dan keindahan bagi
setiap pengemudi.
 Mengamankan kebebasan samping dari masing – masing
arah arus lalu lintas.
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

6. Saluran Samping
Saluran samping berbentuk trapesium atau persegi panjang. Untuk daerah perkotaan
dimana daerah pembebasan jalan sudah sangat terbatas, maka saluran samping dapat dibuat
persegi panjang dari konstruksi beton dan ditempatkan di bawah trotoar. Saluran samping
berguna untuk :

- Mengalirkan air dari permukaan perkerasan jalan atau pun dari bagian luar jalan.
- Menjaga supaya konstruksi jalan selalu berada dalam keadaan kering tidak terendam
air.
7. Talud kemiringan lereng
Talud jalan umumnya dibuat 2 H : 1 V, tetapi untuk tanah – tanah yang mudah longsor
talud jalan harus dibuat sesuai dengan besarnya landai yang aman. Berdasarkan keadaan tanah
lokasi tersebut, mungkin saja dibuat bronjong, tembok penahan tanah, lereng bertingkat
(brem) atau pun hanya ditutupi rumput saja.

8. Kereb
Kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan , yang
terutama dimaksudkan untuk keperluan – keperluan draenase, mencegah keluarnya kendaraan
dari tepi perkerasan, dan memberikan ketegasan tepi perkerasan.

Jarak Pandang
Adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi
sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan,
pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghidari bahaya tersebut dengan aman.
Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului
(Jd).
Jarak pandang (Sight distance), ialah panjang yang diukur sepanjang garis tengah pada
suatu jalur lalu lintas, dari suatu titik dengan ketinggian 100 cm di atas garis tengah ke titik
terjauh dengan ketinggian 10 cm di atas garis yang sama di depan, yang dapat dilihat mata
pengemudi dari tempat semula.
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Jarak Pandang Henti


Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan
kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik di
sepanjang jalan harus memenuhi Jh. Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata
pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan. Jh terdiri
atas 2 elemen jarak, yaitu:
(1) jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi
melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi
menginjak rem;
(2) jarak pengereman (Jh,) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan
sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
Faktor-faktor yang mempengaruhi:
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,55.

Jarak Pandang Mendahului


Jd adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului kendaraan lain di
depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur. Jd diukur berdasarkan
asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm.
Jd, dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut:
Jd=dl+d2+d3+d4
dimana :
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m),
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula
(m),
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah
berlawanan setelah proses mendahului selesai (m),
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan, yang
besarnya diambil sama dengan 213 d2 (m).
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Merencanakan tikungan
a. Tipe tkungan
1. Full Circle(FC)
Adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu lingkaran saja. Tikungan FC
hanya digunakan untuk jari-jari tikungan yang besar agar tidak terjadi patahan, karena
dengan jari-jari kecil diperlukan superelevasi yang besar.
Syarat-syarat:
Untuk menggunakan bentuk ini adalah tergantung pada kecepatan rencana, jika sudah
memenuhi yaitu dengan melihat tabel sebagai berikut :
Kec. Rencana 120 100 80 60 40 30
Jari – Jari min. 2000 1500 1100 700 300 120

2. Spial-Circle-Spiral(S-C-S)
Merupakan lengkung peralihan yang dibuat untuk menghindari terjadinya perubahan
alintemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran. Jadi diletakkan antara
bagian lurus dan bagian lingkaran yaitu, sebelum dan sesudah tikungan berbentuk busur
lingkaran.

3. Spiral-Spiral(S-S)
Merupakan lengkung tanpa busur lingkaran, panjang maksimum bagian lurus haruslah
ditempuh dalam waktu kurang dari 2,5 menit sesuai Vr dengan pertimbangan keselamatan
pengemudi akibat kelelahan.

b. Superelevasi
Super elevasi adalah kemiringan melintang pada lengkung horizontal, super elevasi
dirancang untuk mengimbangi gaya sentrifugal dari komponen berat kendaraan. Super elevasi
ini diperoleh dengan membuat kemiringan melintang jalan.
Metode untuk melakukan super elevasi yaitu merubah lereng potongan melintang,
dilakukan dengan bentuk profil dari tepi perkerasan yang dibundarkan, tetapi disarankan
untuk cukup mengambil garis lurus saja, ada 3 cara untuk mendapatkan superelevasi:
a. memutar perkerasan jalan terhadap profil sumbu
b. memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah dalam
c. memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah luar
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Pada kecepatan tertentu superelevasi maksimum dan asumsi dari faktor gesekan
maksimum bersama – sama menenrukan jari – jari minimum yang diperoleh beberapa faktor
yaitu :
a. Kondisi cuaca
b. Kondisi lapangan, datar atau pegunungan
c. Tipe dari daerah pedalaman atau kota
d. Sering terdapat kendaraan yang berjalan lambat
Superelevasi maksimum untuk jalan raya terbuka pada umumnya 0,12 dimana
penggunaannya terbatas di daerah yang tidak bersalju.
Jadi, superelevasi diperlukan untuk menjaga kestabilan kendaraan saat melewati tikungan.

c. Lengkung peralihan
Lengkung peralihan ialah lengkung yang berfungsi untuk menstabilkan kendaraan
ketika melewati suatu tikungan simpangan yang tajam, sehingga kendaraan masih dapat tetap
berada pada lajur jalannya ketika melalui tikungan yang tajam. Bentuk lengkung peralihan
dapat berupa parabola atau spiral. Panjang lengkung peralihan (Ls) ditetapkan atas
pertimbangan sebagai berikut:
a. lama waktu perjalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi untuk menghindari
kesan perubahan alinyemen yang mendadak , ditetapkan 3 detik.
b. Gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan dapat diantisipasi berangsur-
angsur pada lengkung peralihan dengan aman.
c. Tingkat perubahan kelandaian melintang jalan dari bentuk kelandaian normal
ke kelandandaian superelevasi penuh tidak boleh melampaui re-max.
Di sisi lain dengan adanya lengkung peralihan, pengemudi dapat dengan mudah
mengikuti lajur yang telah disediakan untuknya, tanpa melintasi lajur lain yang
berdampingan.
Beberapa keunggulan dari penggunaan lengkung peralihan pada alinyamen horizontal:
a. Memungkinkan mengadakan perubahan dari lereng jalan normal ke kemiringan
sebesar super elevasi secara berangsur-angsur, sesuai dengan gaya sentrifugal yang
timbul.
b. Memungkinkan mengadakan peralihan pelebaran perkerasan yang diperlukan dari
jalan lurus ke kebutuhan lebar perkerasan pada tikungan-tikungan yang tajam.
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

c. Menambah keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi karena sedikit


kemungkinan pengemudi keluar dari lajur.
d. Menambah keindahan bentuk dari jalan tersebut, menghindari kesan patahnya
jalan dari batasan bagian lurus dan lengkung busur lingkaran.

d.Pelebaran Pada Tikungan

Pelebaran pada tikungan ialah perubahan dimensi jalan menjadi lebih lebar pada daerah-
daerah menikung, dimaksudkan agar ketika kendaraan membelok maka tersedia beberapa
ruang untuk manufer kendaraan.
e.Landai Relatif
a. Landai minimum
Berdasarkan kepentingan arus lalu lintas, landai ideal adalah landai datar(0%).
Seballiknya ditinjau dari kepentingan drainase jalan, jalan berlandailah yang ideal,
dalam perencanaan disarankan:
- Landai datar untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan yang tidak mempunyai
kereb.
- Landai 0,15% dianjurkan untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan dengan
medan datar dam mempergunakan kereb, kelandaian ini cukup membantu
mengalirkan air hujan ke saluran pembuangan.
- Landai minimum sebesar 0,3-0,5 % dianjurkan dipergunakan untuk jalan-jalan
di daerah galain atau jalan yang memakai kereb.
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

b. Landai maksimum
Kelandaian 3 % mulai memberikan pengaruh kepada gerak kendaraan mobil
penumpang, walaupun tidak seberapa dibandingkan dengan gerakan kendaraan truk
yang terbebani penuh. Pengaruh dari adanya kelandaian ini dapat terlihat dari
berkurangnya kecepatan kendaraan.

Lengkung Vertikal
Lengkung vertical berfungsi pada saat pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian
yang lain. Lengkung vertical tersebut direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi
keamanan, kenyamanan dan drainase.
Jenis lengkung vertical dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus (tangent),
adalah:
a. Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangent berada di bawah permukaan jalan.
Di samping bentuk lengkung yang berbentuk parabola sederhana, panjang lengkung
vertical cekung juga harus ditentukan dengan memperhatikan : jarak penyinaran
lampu kendaraan, jarak pandangan bebas di bawah bangunan, persyaratan drainase,
kenyamanan mengemudi, dan keluwesan bentuk.
b. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangent berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN

1. Penentuan data Perencanaan Geometrik


2. Penentuan Trase Jalan
3. Menentukan Klasifikasi Medan
4. Perhitungan Alinyemen Horizontal
4.1 Menghitung dan Merencanakan Jenis Tikungan
4.2 Menghitung Kecepatan Tikungan
4.3 Menghitung Superelevasi Tikungan
4.4 Menghitung pelebaran Perkerasan Tikungan
4.5 Menghitung Jarak Pandang
4.6 Menggambar tikungan dan superelevasi
5. Menggambar Profil Memanjang
6. Perhitungan Alinyemen Vertikal
6.1 Menghitung Alinyemen vertical cembung.
6.2 Menghitung Alinyemen Vertikal Cekung
7. Perhitungan Tebal Perkerasan
8. Perhitungan Galian dan Timbunan
8.1 Menggambar Profil melintang
8.2 Menghitung luas bidang galian dan timbunan
8.3 Menghitung volume galian dan Timbunan
8.4 Menghitung Volume total galian dan timbunan
9. Perhitungan Volume Material Masing- masing Jalan
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
Desain geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik-beratkan
pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan. Desain
geometrik jalan terdiri dari Alinyemen Horisontal dan Alinyemen Vertikal, dan masing-
masingnya memiliki perhitungan tersendiri.
Geometrik jalan yang didesain dengan mempetimbangkan masalah keselamatan dan
mobilitas yang mempunyai kepentingan yang saling bertentangan, oleh karena itu kedua
pertimbangan tersebut harus diseimbangkan. Mobilitas yang dipertimbangkan tidak saja
menyangkut mobilitas kendaraan bermotor tetapi juga mobilitas kendaraan tidak bermotor
dan pejalan kaki.
Alinemen vertikal, alinemen horizontal, dan potongan melintang jalan adalah elemen
elemen jalan sebagai keluaran perencanaan hares dikoordinasikan sedemikian sehingga
menghasilkan suatu bentuk jalan yang baik dalam arti memudahkan pengemudi
mengemudikan kendaraannya dengan aman dan nyaman. Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan
tersebut diharapkan dapat memberikan kesan atau petunjuk kepada pengemudi akan bentuk
jalan yang akan dilalui di depannya sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih
awal.

5. 2. SARAN
Dalam perencanaan Geometrik Jalan perlu diperhatikan seluruh kaidah- kaidah yang
berlaku baik dalam penentuan data perencanaan geometrik, perencanaan trase jalan,
penentuan galian dan timbunan, dan dalam perencanaan variabel data lainnya agar
perencanaan yang dilakukan dapat menghasilkan jalan yang nyaman dilalui oleh pengemudi
juga efisien dipandang dari segi ekonomi.
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

You might also like