Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Oleh :
Kelompok 11
AMALIA (A1C115005)
AVIKA AGUSTINA UTAYA (A1C115044)
DIAN RIZKI (A1C1152)
DITA AMELIA (A1C115047)
HARDINA NOVEISYA (A1C115016)
I WAYAN MANUABA (A1C115018)
SHINTA DWI NANDA (A1C115066)
USWATUN HASANAH (A1C115039)
MAKALAH
Oleh :
Kelompok 11
AMALIA (A1C115005)
AVIKA AGUSTINA UTAYA (A1C115044)
DIAN RIZKI (A1C115203)
DITA AMELIA (A1C115047)
HARDINA NOVEISYA (A1C115016)
I WAYAN MANUABA (A1C115018)
SHINTA DWI NANDA (A1C115066)
USWATUN HASANAH (A1C115039)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan Rahmat,
Taufik dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca.
Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Inklusi yang dibimbing oleh Dr. Karyono Ibnu Ahmad.
Akhirnya, penulis mengucapkan rasa syukur yang tidak terhingga kepada
Allah SWT, yang telah memberikan nikmat kesehatan dan waktu sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul “RAGAM ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS NON FISIK”. Penulis juga menyadari bahwa
makalah ini belum sempurna, baik dari segi teknik penyajian maupun dari segi
materi, oleh karena itu, untuk kesempurnaan makalah ini, kritik dan saran dari
para pembaca dan pemakai sangat penulis harapkan.
ii
Daftar Isi
BAB I .................................................................................................................................. 1
BAB II................................................................................................................................. 2
A. Tunagrahita ............................................................................................................. 2
B. Autisme ................................................................................................................... 8
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 47
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat,
anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak
luar biasa dan anak cacat.
Sejalan dengan gencarnya gerakan Hak Asasi Manusia muncul pandangan baru
bahwa semua anak berkebtuhan khusus harus dididik bersama-sama dengan anak normal
di tempat yang sama. Dengan maksud anak luar biasa tidak boleh ditolak untuk belajar
sekolah umum yang mereka inginkan. Pendidikan Inklusif dapat diartikan sebagai model
penyelenggaraan pendidikan dimana anak yang memiliki kelainan dan yang normal dapat
belajar bersama-sama disekolah umum. Bagi mereka yang memiliki kesulitan sesuai
kecacatannya disediakan bantuan khusus. Hal ini mengandung makna bahwa setiap anak
mempunyai kebutuhan khusus baik yang permanen atau tidak permanen.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja ragam anak berkebutuhan khusus non fisik ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa saja ragam anak berkebutuhan khusus non fisik.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah agar
penulis dan para pembaca dapat lebih memahami mengenai ragam anak
berkebutuhan khusus non fisik.
1
BAB II
ISI
Belum semua penyebab anak berkebutuhan khusus dapat diketahui, namun sudah
banyak faktor penyebab yang dapat kita ketahui. Berdasarkan waktu terjadinya, ada
beberapa penyebab anak berkebutuhan khusus. Penyebab pertama terjasi pada masa
prenatal, yaitu penyebab yang terjadi sebelum kelahiran. Artinya, pada saat janin masih
berada dalam kandungan, sang ibu terkena virus, mengalami trauma atau salah minum
obat. Penyebab kedua pada masa prenatal, yaitu penyebab yang muncul pada saat proses
kelahiran, seperti terjadinya benturan atau infeksi ketika melahirkan, dan proses kelahiran
dengan penyedotan (di-vacuum). Penyebab ketiga pada masa postnatal, yaitu penyebab
yang muncul setelah kelahiran, misalnya kecelakaan jatuh atau terkena penyakit tertentu.
A. Tunagrahita
Istilah tuna grahita berasal dari bahasa sansekerta, tuna artinya rugi, kurang;
dan grahita artinya berfikir (Mumpuniarti, 2000:25). Tuna Grahita dipakai sebagai
istilah resmi di Indonesia sejak dikeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan
Luar Biasa Nomor 72 tahun 1991.
2
3
a. Karakteristik Tunagrahita
1. Karakteristik Umum
Karakteristik anak tunagrahita (Moh. Amin, 1995: 18) pada umumnya:
a) Kecerdasan kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal
yang kongkrit, mengalami kesulitan menangkap rangsangan atau
lamban., memerlukan waktu lama untuk menyelesaikan tugas, memiliki
kesanggupan yang rendah dalam menginat memerlukan jangka waktu
yang lama.
2. Karakteristik Khusus
a. Tunagrahita Ringan (maron atau debil)
Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet.
Sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) Anak tunagrahita ringan
merupakan salah satu klasifikasi anak tunagrahita yang memiliki
kecerdasan intelektual/ IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar membaca,
menulis, dan berhitung sederhana sampai tingkat tertentu. Biasanya
hanya sampai pada kelas IV sekolah dasar (SD).
b) Masa Kanak-kanak
ciri-ciri klinis seperti mongoloid, kepala besar, kepala kecil, dan
lain-lain. Tetapi anak tunagrahita ringan (yang lambat) memperlihatkan
ciri-ciri: sukar memulai dan melanjutkan sesuatu, mengerjakan sesuatu
berulang-ulang tetapi tidak ada variasi, penglihatannya tampak kosong,
melamun, ekspresi muka tanpa ada pengertian. Selanjutnya tunagrahita
ringan (yang cepat) memperlihatkan ciri-ciri: mereaksi cepat tetapi tidak
tepat, tampak aktif sehingga member kesan anak ini pintar, pemusatan
perhatian sedikit, hiperaktif, bermain dengan tangannya sendiri, cepat
bergerak tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
c) Masa Sekolah
Ciri-ciri yang mereka munculkan seperti adanya kesulitan
belajar hampir pada semua mata pelajaran , prestasi yang kurang,
5
d) Masa Puber
Beberapa karakteristik dari anak tunagrahita antara lain lamban
dalam mempelajari hal-hal yang baru, kesulitan dalam menggeneralisasi
dan mempelajari hal-hal yang baru, kemampuan bicaranya sangat
kurang bagi anak tunagrahita berat, cacat fisik dan perkembangan
gerak, kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri, tingkah laku
dan interaksi tidak lazim, serta tingkah laku yang kurang wajar dan
terus menerus.
c) Pendidikan Inklusif
Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada
kelas dan guru atau pembimbing yanga sama. Pada kelas inklusif siswa
dibimbing oleh 2 orang guru, satu guru reguler dan satu guru khusus. Guna
guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak
tersebut mempunyai kesulitan di dalam kelas.
f) Kelas transisi
Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga
pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi
merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan
kurikulum SD dengan modifikas sesuai kebutuhan anak.
b) Strategi kooperatif
Strategi kooperatif memiliki keunggulan, seperti meningkatkan
sosialisasi antara anak tunagrahita dengan anak normal, menumbuhkan
penghargaan dan sikap positif anak normal terhadap prestasi belajar anak
tunagrahita sehingga memungkinkan harga diri anak tunagrahita
meningkat, dan memberi kesempatan pada anak tunagrahita untuk
mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
2) Media
Alat-alat khusus yang ada diantaranya adalah alat latihan
kematangan motorik berupa form board, puzzle; latihan kematangan indra,
seperti latihan perabaan, penciuman; alat latihan untuk mengurus diri sendiri,
8
B. Autisme
Autisme atau autis merupakan salah satu gangguan perkembangan pada anak,
dimana terjadi permasalahan pada interaksi sosial, masalah komunikasi dan bermain
imajinatif (seolah-olah hidup memiliki dunia bermain sendiri) yang mulai muncul
sejak anak berusia di bawah tiga tahun. Istilah autisme berasal dari bahasa Yunani
yaitu autos yang berarti aku atau diri (self).
e. penanganan yang telah dikembangan untuk membantu anak autisme antara lain :
a) Terapi Tingkah laku
Berbagai jenis terapi tingkah laku telah dikembangkan untuk mendidik
penyandang autisme, mengurangi tingkahlaku yang tidak lazim dan
menggantinya dengan tingkahlaku yang bisa diterima dalam masyarakat Terapi
ini sangat penting untuk membantu penyandang autisme untuk lebih bisa
menyesuaikan diri dalam masyarakat.
b) Terapi wicara
Terapi wicara seringkali masih tetap dibutuhkan untuk memperlancar
bahasa anak. Menerapkan terapi wicara pada anak autisme berbeda daripada
anak lain. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang cukup mendalam
tentang gangguan bicara pada anak autisme.
d) Terapi okupasi
Terapi okupasi diberikan untuk membantu menguatkan, memperbaiki
koordinasi dan keterampilan otot halus seperti tangan. Otot jari tangan penting
dilatih terutama untuk persiapan menulis dan melakukan segala pekerjaan yang
membutuhkan keterampilan motorik halus.
C. Anak Berbakat
Batasan anak berbakat secara umum adalah “mereka yang karena memiliki
kemampuan-kemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi yang
tinggi”.Istilah yang sering digunakan bagi anak-anak yang memiliki kemampuan-
kemampuan yang unggul atau anak yang tingkat kecerdasannya di atas rata-rata anak
normal, diantaranya adalah; cerdas, cemerlang, superior, supernormal, berbakat,
genius, gifted, gifted and talented, dan super. Precocity menunjukkan perkembangan
yang sangat cepat.Beberapa anak gifted memperlihatkan precocity dalam area
perkembangan sepert; bahasa, musik, atau kemampuan matematika.
bakat yang telah terwujud dalam prestasi yang tinggi. Semua anak berbakat
mempunyai potensi yang ungul, tetapi tidak semuanya telah berhasil mewujudkan
potensi unggul tersebut secara oftimal.
Anak ini disebut juga gifted and talented adalah anak yang
tingkatkecerdasannya (IQ) antara 125 sampai dengan 140. Di samping memiliki IQ
tinggi, juga bakatnya yang sangat menonjol, seperti ; bakat seni musik, drama, dan
ahli dalam memimpin masyarakat. Anak gifted diantaranya memiliki karakteristik;
mempunyai perhatian terhadap sains, serba ingin tahu, imajinasinya kuat, senang
membaca, dan senang akan koleksi.
a. Ciri – Ciri Anak Berbakat
Menurut Martinson (1974) mendaftar ciri-ciri anak berbakat sebagai berikut :
1. Membaca pada usia lebih muda
2. Membaca lebih cepat dan lebih banyak
3. Memiliki perbendaharaan yang luas
4. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat
5. Mempunyai minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa
6. Mempunyai inisiatif dan dapat bekerja sendiri
7. Menunjukan keaslian dalam ungkapan variable
8. Memberi jawaban – jawaban yang baik
9. Dapat memberikan banyak gagasan
13
Karakteristik bahasa
Kemampuan verbal
Perkembangan yang tinggi pada pengenalan bahasa dan penulisan bahasa.
Perkembangan yang baik pada perkembangan sensorik
Tidak kebal untuk keretakan kekurangan integrasi di antara pikiran dan badan.
Karakteristik afektik
Pendekatan evaluasi terhadap diri sendiri dan lainya.
Gigih, tujuan perilaku tak langsung.
14
Kepekaan yang tak bias untuk harapan & perasaan orang lain.
Tingginya kesadaran diri, menyesuaikan dengan perbedaan perasaan.
Perkembangan awal dalam focus of control dan kepuasan kedalam dan
identitas emosional yang tidak biasa.
Harapan yang tinggi dan lainya, sering menuju tingkat frustasi dirinya, lainya
dan situasinya.
Kemampuan tingkat perkembangan moral.
Kemajuan kognitif dan kapasitas afektif dan konseptualisasi dan pemecahan
masalah sosial.
Masalah anak berbakat lebih rawan dari pada anak biasa.Anak-anak dengan
bakat luar biasa ternyata besar kemungkinannya untuk gagal maupun sukses pada
masa dewasa.Kebanyakan dari mereka tidak sukses pada masa dewasa karena
perlakuan yang mereka alami dan dalam beberapa kasus direngut dari masa kanak-
kanak.Dalam beberapa kejadian, orang tua menekan anaknya begitu keras atau
malah dipisahkan dari kelompok sebayanya, sehingga akhirnya hanya mempunyai
sedikit teman .karena anak berbakat lebih rawan dari pada anak biasa, anak
berbakat harus lebihdi berikan perhatian khusus.
d. Cara Pengananan
Khusus untuk anak-anak yang berkemampuan di atas rata-rata (dalam
konteks ini dikatakan sebagai anak berbakat) perlu ditemukenali lebih jauh agar
para guru dan orangtua dapat memahami kemampuan anak berbakat dibandingkan
dengan kemampuan anak lainnya, sehingga para guru dan orangtua akan lebih
efektif dalam membina dan membimbing anak. Sementara bagi sang anak sendiri,
akan tercukupi kebutuhan-kebutuhannya serta terpuaskan keinginannya untuk
mengembangkan bakatnya.
Menurut Virgil Ward, pendidikan anak berbakat intelektual berbeda
dengan anak yang lain dan seyogyanya amat menekankan pada aspek aktivitas
16
3. Adanya hiperaktivitas.
Kriteria ADHD dari DSM IV (1994). Berikut ini kriteria ADHD berdasar
Diagnostic Statistical Manual.
a) Kurang Perhatian
Pada kriteria ini penderita ADHD paling sedikit mengalami 6 atau
lebih dari gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung paling sedikit 6 bulan,
1) Seringkali gagal memperhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail
atau membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah dan
kegiatan-kegiatan lainnya.
2) Seringkali mengalami kesulitan memusatkan perhatian terhadap tugas-
tugas atau kegiatan bermain.
3) Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung.
4) Seringkali tidak mengikuti instruksi dan gagal dalam menyelesaikan
pekerjaan sekolah (bukan disebbkan karena perilaku melawan atau
kegagalan untuk mengerti instruksi).
5) Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan.
19
b) Hiperkaktifitas Impulsifitas
Paling sedikit 6 atau lebih gejala heperaktivitas impulsifitas
berikutnya bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan bertahan
sampai dengan tingkatan yang maladaptif dan dengan tingkat perkembangan.
Hiperaktivitas
1) Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering
menggeliat di kursi,
2) Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi
lainnya di mana diharapkan agar anak tetap duduk,
3) Sering berlarian atau naik-naik secaraberlebihan dalam situasi dimana hal
ini tidak tepat.
4) Sering mengalami kesulitan dalam bermainatau terlibat dalam kegiatan
senggang secara tenang,
5) Sering 'bergerak' atau bertindak seolah-olah dikendalikan oleh motor, dan
6) Sering berbicara berlebihan.
Implusifitas
1) Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.
2) Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran.
3) Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya
memotong pembicaraan atau permainan.
e) Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan dalam fungsi sosial,
akademik, ataupekerjaan.
20
b. Tipe ADHD
Sekarang ini anak ADHD dibedakan ke dalam tiga tipe. Pertama, Tipe
ADHD gabungan,. Kedua tipe ADHD kurang memperhatikan dan hiperaktif
implusif. Ketiga, tipe ADHD hiperaktif implusif.
Sebuah laporan yang ditulis pada 1987 dalam Kongres Amerika Serikat
yang disiapkan oleh Inter-Agency Committee of Learning Disabilities
menerangkan, bahwa sebab-sebab ADHD ada kaitannya dengan gangguan fungsi
neurologis khususnya gangguan di dalam biokimia otak yang mencakup aspek
neurologis dari neurotransmitter. Namun para peneliti kurang mengerti dengan
jelas mekanisme khusus mengenai bahan kimia neurotransmitter ini. Ternyata,
neurotransmitter dapat mempengaruhi perhatian, pengendalian impuls, dan tingkat
aktivitas anak.
Penyebab ADHD telah banyak diteliti dan dipelajari, tetapi belum ada satu
pun penyebab pasti yang tampak berlaku untuk semua gangguan yang ada.
Berbagai virus, zat-zat kimia yang berbahaya dijumpai di lingkungan sekitar, baik
di rumah maupun di luar rumah dalam bentuk limbah pabrik, faktor genetika dari
salah satu orang tua atau genetik kedua orang tua, masalah selama kehamilan ibu,
dan pada saat kelahiran, atau apa saja yang dapat menimbulkan kerusakan
perkembangan otak berperan penting sebagai penyebab ADHD.
Sebuah laporan yang ditulis pada 1987 dalam Kongres Amerika Serikat
yang disiapkan oleh Inter-Agency Committee of Learning Disabilities
menerangkan, bahwa sebab-sebab ADHD ada kaitannya dengan gangguan fungsi
neurologis khususnya gangguan di dalam biokimia otak yang mencakup aspek
neurologis dari neurotransmitter. Namun para peneliti kurang mengerti dengan
jelas mekanisme khusus mengenai bahan kimia neurotransmitter ini. Ternyata,
neurotransmitter dapat mempengaruhi perhatian, pengendalian impuls, dan tingkat
aktivitas anak.
Penyebab ADHD telah banyak diteliti dan dipelajari, tetapi belum ada satu
pun penyebab pasti yang tampak berlaku untuk semua gangguan yang ada.
Berbagai virus, zat-zat kimia yang berbahaya dijumpai di lingkungan sekitar, baik
di rumah maupun di luar rumah dalam bentuk limbah pabrik, faktor genetika dari
salah satu orang tua atau genetik kedua orang tua, masalah selama kehamilan ibu,
dan pada saat kelahiran, atau apa saja yang dapat menimbulkan kerusakan
perkembangan otak berperan penting sebagai penyebab ADHD.
1. Faktor genetika
Beberapa bukti penelitian menyatakan, bahwa factor genetika adalah
factor pentingdalam memunculkan perilaku ADHD (Kuntsi dan Stevenson,
2000; Tannock, 1998).
2. Faktor neurobiologist
ADHD sangat sulit dipahami, namun begitu diduga ada factor langsung
maupun tidak langsung dari keadaan neurobiologist (Barkley, 2003; Faraone
dan Biederman, 1998). Factor tidak langsung adalah bukti yang tidak
mengikutsertakan factor langsung dari otak atau fungsinya dan berasal dari
keterkaitan antara peristiwa atau kondisi yang berhubungan dengan status
neurologis atau simtom-simtom ADHD, di antaranya adalah:
• Petistiwa pasca kelahiran, seperti komplikasi kelahiran dan penyakit.
• Keracunan lingkungan, seperti kandungan timah.
• Gangguan bahasa dan pembelajaran.
• Tanda-tanda ketidakmatangan neurologis, seperti berperilaku aneh, lemah
keseimbangan dan koordinasi, serta adanya refleks yang tidak normal.
• Peningkatan dalam simtom-simtom ADHD diakibatkan oleh zat obat-
obatan yang dilakukan dalam terapi medis dan diketahui sangat
berpengaruh terhadap system jaringan otak sentral.
• Persamaan di antara simtom-simtom ADHD, simto-simtom yang
dihubungkan dengan kerusakan pada korteks prefrontal (Fuster, 1989;
Grattal dan Eslinger, 1991).
24
Twin studi sampai saat ini telah menyarankan bahwa sekitar 9% sampai
20% dari varians dalam perilaku hiperaktif-impulsif-leha atau gejala ADHD
dapat dikaitkan dengan nonshared lingkungan (nongenetic) faktor. Lingkungan
25
faktor terlibat termasuk alkohol dan paparan asap tembakau selama kehamilan
dan paparan lingkungan untuk memimpin dalam kehidupan yang sangat awal.
Hubungan merokok dengan ADHD bisa disebabkan oleh nikotin menyebabkan
hipoksia (kekurangan oksigen) untuk janin dalam rahim. Bisa juga bahwa
wanita dengan ADHD lebih mungkin untuk merokok dan oleh karena itu,
karena komponen genetik yang kuat ADHD, lebih cenderung memiliki anak-
anak dengan ADHD. Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran-termasuk.
prematur lahir mungkin juga memainkan peran. ADHD pasien telah diamati
memiliki lebih tinggi daripada tingkat rata-rata cedera kepala. Namun, bukti
saat ini tidak menunjukkan bahwa cedera kepala adalah penyebab ADHD pada
pasien yang diamati. Infeksi selama kehamilan, saat lahir, dan pada anak usia
dini terkait dengan peningkatan risiko mengembangkan ADHD. Ini termasuk
berbagai virus (campak, varicella, rubella, Enterovirus) dan infeksi bakteri
streptokokus.
Zat timah dalam tingkat rendah yang ditemukan pada debu, minyak,
dan cat di daerah-daerah yang terdapat gasoline dan cat bertimah yang sekali
pakai langsung dibuang dapat dikaitkan dengan simtom-simtom ADHD diruang
kelas (Fergusson, Horwood, dan Lynskey, 1993). Namun sebagian besar anak
ADHD adalah lemah (Kahn, Kelly, dan Walker, 1995). Kesimpulannya
26
meskipun diet, elergi, dan zat timah telah mendapat perhatian sebagai penyebab
ADHD, tetapi jika disebutkan sebagai penyebab utama ADHD belumlah
terbukti.
2. Perlakuan intensif
Program-program bulanan: melakukan penyesuaian di rumah dan
keberhasilan ke depan di sekolah dengan mengomindasikan perlakuan
tambahan dan pokok dalam program yang intensif
3. Perlakuan tambahan
Konseling keluarga: coping terhadap stress keluarga dan individu yang
berkaitan dengan ADHD, termasuk kekacauan hati dan permasalahan
suami istri
Kelompok pendukung: menghubungkan orang tua dengan orang tua anak
ADHD lainnya, berbagi informasi dan pengalaman mengenai
permasalahan umum dan member dukungan moral
Konseling individu: memberi dukungan di mana anak dapat membahas
permasalahan dan curahan hati pribadinya
5. Dari sekolah
Tempatkan siswa di dekat guru, masukkan mereka sabagai bagian dari
kelas biasa.
Tempatkan siswa di depan dengan membelakangi kelas agar siswa-siswa
lainnya tidak tampak.
Kelilingi siswa ADHD dengan model peran yang baik.
Hindari rangsangan yang mengalihkan perhatian.
Anak ADHD tidak menghadapi perubahan dengan baik. Jadi, hindari
peralihan, perubahan jadwal, relokasi fisik (meja atau kursi yang dipindah
sembarangan), atau gangguan teman.
Kreatif dan tenang
Memberikan petunjuk yang jelas
Sederhanakan petunjuk-petunjuk yang kompleks
Pastikan bahwa siswa ADHD memahami apa yang mereka lakukan
sebelum mereka memulai tugas
Membantu anak ADHD agar merasa nyaman dengan meminta bantuan
Anak ADHD membutuhkan lebih banyak bantuan untuk waktu yang lebih
lamadibandingkan anak rata-rata. Setelah itu, secara bertahap kurangi
bantuan.
Buatkan buku catatan tugas sehari-hari
Memberikan tugas satu per satu
28
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar atau learning
disabilities merupakan istilah generic yang merujuk kepada keragaman kelompok-
kelompok yang mengalami gangguan dimana gangguan tersebut diwujudkan dalam
kesulitan-kesulitan yang signifikan yang dapal menimbulkan gangguan proses belajar.
b. Karakteristik akademik
Ditemukan bahwa kemiripan kondisi psikologis (gangguan persepsi dan
konsentrasi) dan kondisi neurologis (gangguan keseimbangan dan motorik halus)
dapat melahirkan perbedaan dalam karakteristik akademik, dan sebaliknya
kemiripan karakatei‘istik akademik yang ditampilkan kasus dapat disebabkan oleh
kondisi neurologis dan psikologis yang berbeda.
Temuan di atas mengisyaratkan bahwa karakteristik akademik yang
ditampilkan anak LD sifatnya khas untuk masing-masing anak, tergantung pada
berbagai faktor yang mengitarinya.
30
Kelas Reguler
Peserta didik berkesulitan belajar berada di kelas reguler tanpa dipisah
dengan peserta didik yang lain. Apabila peserta didik berkesulitan
belajar yang berada di kelas reguler mendapat layanan sesuai dengan
kebutuhannya maka disebut kelas Inklusif. Layanan yang diberikan
dapat menggunakan setting individual seperti yang dijelaskan di
bawah (bagian c). Sedangkan bila peserta didik berkesulitan belajar
tidak mendapat layanan maka disebut kelas integrasi.
31
Kelompok
Beberapa peserta didik berkesulitan belajar digabung dalam satu ruang
khusus dan diberikan layanan pembelajaran tersendiri.
Individual
Setting pembelajaran ini dirancang dan dilaksanakan pada peserta
didik secara individual. Dalam pelaksanaannya, guru melayani peserta
didik berkesulitan belajar secara terpisah atau dapat melayani peserta
didik berkesulitan belajar bersama peserta didik yang lain di dalam
kelas (klasikal).Setting pembelajaran di atas dapat dilakukan di
sekolah model inklusif ataupun sekolah reguler pada umumnya.
a. Pendekatan Perkembangan:
Kemampuan peserta didik berkembang sesuai dengan usia.
Kemampuan atau hambatan dipengaruhi oleh tahap
perkembangan sebelumnya.
b. Pendekatan Perilaku:
Kemampuan atau hambatan peserta didik muncul dalam bentuk
perilaku
Kemampuan atau hambatan yang muncul merupakan masalah
saat ini
c. Pendekatan Kognitif:
Peserta didik harus mempelajari makna belajar
Belajar merupakan proses penataan pikiran
Pemahaman merupakan tujuan dari proses dan hasil belajar
d. Pendekatan Humanistik
32
b) Pendekatan Perilaku
Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan
teori perilaku memandang bahwa membaca merupakan
bentuk kemampuan yang kemampuan dan hambatannya
tampak pada saat proses membacanya sendiri.
Ketidaklancaran membaca merupakan salah satu bentuk
hambatan yang sering tampak. Model layanan pembelajaran
yang ditawarkan oleh pendekatan pembelajaran ini berupa
kegiatan remediasi, seperti:
Pembiasaan membaca huruf, suku kata, kata dan
kalimat yang secara bertahap taraf kesulitannya kian
ditingkatkan
Pengenalan huruf, suku kata, kata dan kalimat,
terutama pada bagian di mana anak kerap
menunjukkan kesulitan.
Rekomendasi : Metode Bunyi untuk aktivitas
membaca permulaan dan Metode Linguistik untuk
aktivitas membaca pemahaman
c) Pendekatan Kognitif
Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan
teori kognitif memandang bahwa membaca merupakan suatu
pemrosesan terhadap informasi yang berupa pola-pola. Baik
itu pola penggabungan huruf menjadi suku kata, suku kata
menjadi kata maunpun gabungan kata menjadi kalimat. Pola-
35
b) Pendekatan Perilaku
Pendekatan teori perilaku memandang bahwa menulis
merupakan bentuk keterampilan yang perlu terus dilatih untuk
37
c) Pendekatan Kognitif
Pendekatan teori kognitif memandang bahwa menulis
merupakan bentuk kemampuan terpola dan terencana dalam
aktivitas mengaitkan, menuangkan, dan mengembangkan apa
yang dipikirkan atau dirasakan dalam bentuk tulisan.
b) Pendekatan Perilaku
Pendekatan teori perilaku memandang bahwa berhitung
merupakan bentuk keterampilan yang perlu terus dilatih untuk
semakin mengasah dan meningkatkan taraf kemahirannya.
Kesulitan dan hambatan dalam berhitung mencerminkan kurang
terampilnya anak melakukan aktivitas berhitung. Oleh karena itu,
model pembelajaran yang ditawarkan pendekatan ini berupa
aktivitas yang mempercepat dan mempermahir proses berhitung.
Bentuk latihan-latihannya antara lain:
Membilang (mengurutkan nama bilangan)
Berhitung cepat dalam mencongak
Mengaitkan nama bilangan dengan jumlahnya
Latihan soal penjumlahan, dengan atau tanpa teknik
menyimpan
Latihan soal pengurangan, dengan atau tanpa teknik
meminjam
Latihan soal perkalian dan pembagian
Rekomendasi : Semua metode pengajaran dan latihan
soal berhitung, yang selain meningkatkan kemahiran
berhitungnya sekaligus juga mengembangkan daya ingat
dan daya tahan belajar.
40
c) Pendekatan Kognitif
Pendekatan teori kognitif memandang bahwa berhitung
merupakan bentuk kemampuan memahami pola dalam aktivitas
menjumlah, mengurang, mengali, dan membagi. Pemahaman
akan pola/rumus operasi hitung adalah tujuan yang ingin dicapai
oleh pendekatan ini. Beberapa bentuk latihannya antara lain:
Melatih anak menemukan pola dan makna nilai tempat
Melatih anak menemukan cara mendayagunakan
objek/benda untuk memudahkan proses operasi hitungnya
Membimbing anak menemukan sifat operasi hitung,
seperti sifat komutatif, asosiatif dan distributif
Rekomendasi : Semua metode pengajaran aritmatika,
yang memampukan siswa menggunakan pola atau rumus
operasi hitung
a) Golongan Ringan
Cerebral palsy golongan ringan umumnya dapat hidup bersama anak -
anak sehat lainnya, kelainan yang dialami tidak mengganggu
dalam kegiatan sehari - hari, maupun dalam mengikuti pendidikan.
b) Golongan Sedang
Cerebral palsy yang termasuk sedang sudah kelihatan adanya
pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat
bergerak atau bicara. Anak memerlukan alat bantuan khusus untuk
memperbaiki pola geraknya.
c) Golongan Berat
Cerebral palsy yang termasuk berat sudah menunjukkan kelainan
yang sedemikian rupa, sama sekali sulit melakukan kegiatan dan tidak
mungkin dapat hidup tanpa bantuan orang lain.
b. Penanganan
Meskipun tidak ada ‘obat’ untuk menyembuhkan cerebral palsy,
namun penyakit ini dapat dikelola secara efektif. Hal yang sangat penting
bagi orang tua adalah jangan kehilangan harapan terhadap anak dengan
cerebral palsy dan tetap positif berfikir positif. Metode pengobatan umum
termasuk obat-obatan, fisioterapi dan terapi okupasi. Terapi bicara dan
bahasa terapi serta pengobatan untuk masalah pendengaran dan penglihatan
mungkin diperlukan. Berkuda atau hippotherapy dianggap sebagai strategi
neuro-development yang paling efektif. Para ilmuwan telah
mengembangkan sebuah alat yang disebut robo-ankle yang dapat membantu
anak dengan cerebral palsy untuk bergerak. Dalam penelitian baru, para
dokter telah menemukan cara bagaimana mengubah sel kulit menjadi sel-sel
otak, tentu ini sangat berguna bagi mereka yang menderita masalah kelainan
otak seperti penyakit ini.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan-
perbedaan interindividual maupun intraindividual yang signifikan, dan
membutuhkan layanan khusus dalam berbagai aspek kehidupan seperti dalam
pembelajaran, komunikasi-interaksi dengan lingkungan dan lain-lain sehingga
untuk mengembangkan potensinya pendidikan dan pembelajran khusus mutlak
diperlukan.
47
Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu & Widodo, Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
48