You are on page 1of 52

RAGAM ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS NON FISIK

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pendidikan Inklusi


Diasuh Oleh : Dr. Karyono Ibnu Ahmad

Oleh :
Kelompok 11
AMALIA (A1C115005)
AVIKA AGUSTINA UTAYA (A1C115044)
DIAN RIZKI (A1C1152)
DITA AMELIA (A1C115047)
HARDINA NOVEISYA (A1C115016)
I WAYAN MANUABA (A1C115018)
SHINTA DWI NANDA (A1C115066)
USWATUN HASANAH (A1C115039)

ROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
NOVEMBER 2017
RAGAM ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS NON FISIK

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pendidikan Inklusi


Diasuh Oleh : Dr. Karyono Ibnu Ahmad

Oleh :
Kelompok 11
AMALIA (A1C115005)
AVIKA AGUSTINA UTAYA (A1C115044)
DIAN RIZKI (A1C115203)
DITA AMELIA (A1C115047)
HARDINA NOVEISYA (A1C115016)
I WAYAN MANUABA (A1C115018)
SHINTA DWI NANDA (A1C115066)
USWATUN HASANAH (A1C115039)

ROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
NOVEMBER 2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan Rahmat,
Taufik dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca.
Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Inklusi yang dibimbing oleh Dr. Karyono Ibnu Ahmad.
Akhirnya, penulis mengucapkan rasa syukur yang tidak terhingga kepada
Allah SWT, yang telah memberikan nikmat kesehatan dan waktu sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul “RAGAM ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS NON FISIK”. Penulis juga menyadari bahwa
makalah ini belum sempurna, baik dari segi teknik penyajian maupun dari segi
materi, oleh karena itu, untuk kesempurnaan makalah ini, kritik dan saran dari
para pembaca dan pemakai sangat penulis harapkan.

Banjarmasin, 1 November 2017


Penulis

ii
Daftar Isi

BAB I .................................................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 1

D. Manfaat Penulisan ................................................................................................... 1

BAB II................................................................................................................................. 2

A. Tunagrahita ............................................................................................................. 2

B. Autisme ................................................................................................................... 8

C. Anak Berbakat ...................................................................................................... 11

D. Hiperaktif / Adhd (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).............................. 17

E. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik (ABBS) ........................................................ 28

F. Celebral Palsy (Cp) ............................................................................................... 40

BAB III ............................................................................................................................. 47

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 47

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat,
anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak
luar biasa dan anak cacat.
Sejalan dengan gencarnya gerakan Hak Asasi Manusia muncul pandangan baru
bahwa semua anak berkebtuhan khusus harus dididik bersama-sama dengan anak normal
di tempat yang sama. Dengan maksud anak luar biasa tidak boleh ditolak untuk belajar
sekolah umum yang mereka inginkan. Pendidikan Inklusif dapat diartikan sebagai model
penyelenggaraan pendidikan dimana anak yang memiliki kelainan dan yang normal dapat
belajar bersama-sama disekolah umum. Bagi mereka yang memiliki kesulitan sesuai
kecacatannya disediakan bantuan khusus. Hal ini mengandung makna bahwa setiap anak
mempunyai kebutuhan khusus baik yang permanen atau tidak permanen.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja ragam anak berkebutuhan khusus non fisik ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa saja ragam anak berkebutuhan khusus non fisik.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah agar
penulis dan para pembaca dapat lebih memahami mengenai ragam anak
berkebutuhan khusus non fisik.

1
BAB II

ISI

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan-


perbedaan interindividual maupun intraindividual yang signifikan, dan
membutuhkan layanan khusus dalam berbagai aspek kehidupan seperti dalam
pembelajaran, komunikasi-interaksi dengan lingkungan dan lain-lain sehingga
untuk mengembangkan potensinya pendidikan dan pembelajran khusus mutlak
diperlukan.

Belum semua penyebab anak berkebutuhan khusus dapat diketahui, namun sudah
banyak faktor penyebab yang dapat kita ketahui. Berdasarkan waktu terjadinya, ada
beberapa penyebab anak berkebutuhan khusus. Penyebab pertama terjasi pada masa
prenatal, yaitu penyebab yang terjadi sebelum kelahiran. Artinya, pada saat janin masih
berada dalam kandungan, sang ibu terkena virus, mengalami trauma atau salah minum
obat. Penyebab kedua pada masa prenatal, yaitu penyebab yang muncul pada saat proses
kelahiran, seperti terjadinya benturan atau infeksi ketika melahirkan, dan proses kelahiran
dengan penyedotan (di-vacuum). Penyebab ketiga pada masa postnatal, yaitu penyebab
yang muncul setelah kelahiran, misalnya kecelakaan jatuh atau terkena penyakit tertentu.

Anak berkebutuhan khusus ini biasanya dibagi menjadi dua kelompok


yaitu anak berkebutuhan khusus fisik dan non fisik. Untuk ragam anak
berkebutuhan khusus non fisik diantaranya yaitu :

A. Tunagrahita
Istilah tuna grahita berasal dari bahasa sansekerta, tuna artinya rugi, kurang;
dan grahita artinya berfikir (Mumpuniarti, 2000:25). Tuna Grahita dipakai sebagai
istilah resmi di Indonesia sejak dikeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan
Luar Biasa Nomor 72 tahun 1991.

Beltasar Taringan (2000;30) mengemukakan bahwa terdapat dua criteria dari


individu yang dianggap tunagrahita, yaitu: pertama, kecerdasan dibawah rata-rata anak
normal yang seusianya, dan yang kedua kekurangan dalam adaptasi tingkah laku yang
terjadi selama masa perkembangan.

2
3

a. Karakteristik Tunagrahita
1. Karakteristik Umum
Karakteristik anak tunagrahita (Moh. Amin, 1995: 18) pada umumnya:
a) Kecerdasan kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal
yang kongkrit, mengalami kesulitan menangkap rangsangan atau
lamban., memerlukan waktu lama untuk menyelesaikan tugas, memiliki
kesanggupan yang rendah dalam menginat memerlukan jangka waktu
yang lama.

b) Tidak dapat mengurus memelihara dan memimpin diri, waktu masih


kanak-kanak setiap aktivitasnya harus selalu dibantu, mereka bermain
dengan teman yang lebih muda usianya dan setelah dewasa kepentingan
ekonominya sangat tergantung pada bantuan orang lain serta mudah
terjerumus ke dalam tingkat terlarang.

c) Fungsi mental lainnya seperti mengalami kesulitan dalam memusatkan


perhatiannya dan mudah lupa.

d) Tidak percaya terhadap kemampuannya sendiri, tidak mampu mengontrol


dan menyerahkan diri, selalu tergantung pada pihak luar, terlalu percaya
diri.

2. Karakteristik Khusus
a. Tunagrahita Ringan (maron atau debil)
Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet.
Sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) Anak tunagrahita ringan
merupakan salah satu klasifikasi anak tunagrahita yang memiliki
kecerdasan intelektual/ IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar membaca,
menulis, dan berhitung sederhana sampai tingkat tertentu. Biasanya
hanya sampai pada kelas IV sekolah dasar (SD).

b. Tunagrahita Sedang (imbesil)


Kelompok ini memiliki IQ 51-36 menurut Skala Binet dan 54-
40 menurut Skala Weschler (WISC).Anak terbelakang mental sedang
bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Anak
tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara
akademik seperti menulis, membaca, dan berhitung walaupun mereka
masih dapat menulis secara social. Dalam kehidupan sehari-hari, anak
4

tunagrahita membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. Mereka


juga masih dapat bekerja ditempat kerja terlindung (sheltered
workshop).

c. Tunagrahita Berat (idiot)


Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut
Skala Binetdan antara 39-25 menurut Skala Weschler (WISC).
Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah 19 menurut
Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut Skala Weschler (WISC).
Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari
tiga tahun atau empat tahun. Anak tunagrahita berat memerlukan
bantuan perawatan secara total dalam berpakaian, mandi, makan, dan
lain-lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya
sepanjang hidupnya.

3. Karakteristik Pada Masa Perkembangan


Beberapa ciri yang dapat dijadikan indicator adanya kecurigaan
berbeda dengan anak pada umumnya menurut Triman Prasadio (Wardani,
dkk., 2002) adalah sebagai berikut :
a) Masa Bayi
ciri-ciri bayi tunagrahita adalah : tampak mengantuk saja,
apatis, tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau menangis terus
menerus, terlambat duduk, bicara, dan berjalan.

b) Masa Kanak-kanak
ciri-ciri klinis seperti mongoloid, kepala besar, kepala kecil, dan
lain-lain. Tetapi anak tunagrahita ringan (yang lambat) memperlihatkan
ciri-ciri: sukar memulai dan melanjutkan sesuatu, mengerjakan sesuatu
berulang-ulang tetapi tidak ada variasi, penglihatannya tampak kosong,
melamun, ekspresi muka tanpa ada pengertian. Selanjutnya tunagrahita
ringan (yang cepat) memperlihatkan ciri-ciri: mereaksi cepat tetapi tidak
tepat, tampak aktif sehingga member kesan anak ini pintar, pemusatan
perhatian sedikit, hiperaktif, bermain dengan tangannya sendiri, cepat
bergerak tanpa dipikirkan terlebih dahulu.

c) Masa Sekolah
Ciri-ciri yang mereka munculkan seperti adanya kesulitan
belajar hampir pada semua mata pelajaran , prestasi yang kurang,
5

kebiasaan kerja yang tidak baik, perhatian yang mudah beralih,


kemampuan motorik yang kurang, perkembangan bahasa yang jelek dan
kesulitan menyesuaikan diri.

d) Masa Puber
Beberapa karakteristik dari anak tunagrahita antara lain lamban
dalam mempelajari hal-hal yang baru, kesulitan dalam menggeneralisasi
dan mempelajari hal-hal yang baru, kemampuan bicaranya sangat
kurang bagi anak tunagrahita berat, cacat fisik dan perkembangan
gerak, kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri, tingkah laku
dan interaksi tidak lazim, serta tingkah laku yang kurang wajar dan
terus menerus.

b. Penanganan Anak Tunagrahita


1. Implikasi Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita
Pendekatan yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita adalah :
a) Occuppasional terapy ( terapi gerak),
Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak
fungsional anggota tubuh gerak kasar atau halus

b) Paly terapi (terapi bermain),


Seperti memberikan pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan
tentang tata cara sosial derama , bermain jual beli.

c) Aktivity daily living (ADL) atau kemampuan merawat diri


Untuk memandirikan anak tunagrahita, mereka haus diberian
pengetahuan dan ketermpilan tenang kegiatan kehidupan sehati-hari (ADL)
agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak
tergantung kepada orang ain

d) Live skill (keterampilan hidup)


e) Fokastional terapy (terapy bekerja)

2. Model pelayanan pendidilan untuk anak tunagrahita


a) Pendidikan terpadu
Yang termasuk ke dalam kategori borderline yang biasanya
mempnyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (learning difficulties) atau
disebut dengan lamban belajar (slow learner).
6

b) Program sekolah di rumah


Program yang diperuntukan bagi anak tunagrahita yang tidak
mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya.
Misalnya: sakit. Perorang dilaksanakan di rumah dengan cara
mendatangkan guru PLB (GPK) terrapis

c) Pendidikan Inklusif
Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada
kelas dan guru atau pembimbing yanga sama. Pada kelas inklusif siswa
dibimbing oleh 2 orang guru, satu guru reguler dan satu guru khusus. Guna
guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak
tersebut mempunyai kesulitan di dalam kelas.

d) Panti (griya) rehabilitasi


Panti ini diperuntukan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat,
Pengembangan pada panti ini terbatas dalam hal pengenalan diri, sensor
motor dan persepsi, motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu tempat
ke tempat lain), kemampuan berbahasa dan komunikasi, .bina diri dan
kemampuan sosial.

e) Sekolah khusus (sekolah luar biasa bagian C dan C 1/SLB – C, C 1)


Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini dibeikan
pada sekolah luar biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan
pembimbing atau pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap
sama kemampuanya (tunagrahita).

f) Kelas transisi
Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga
pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi
merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan
kurikulum SD dengan modifikas sesuai kebutuhan anak.

3. Strategi dan Media bagi Anak Tunagrahita


1) Strategi
a) Strategi pengajaran yang diindividualisasikan
7

Dalam pelaksanaannya guru perlu melakukan hal-hal berikut ini:


 Pengelompokan murid yang memungkinkan murid dapat berinteraksi,
bekerja sama, dan bekerja selaku anggota kelompok dan tidak menjadi
anggota tetap dalam kelompok tertentu.

 Pengaturan lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan


kegiatan yang beraneka ragam, dapat berpindah tempat sesuai dengan
kebutuhan murid tersebut, serta adanya keseimbangan antara bagian
yang sunyi dan gaduh dalam pekerjaan di kelas

 Mengadakan pusat belajar (learning centre)


Pusat belajar ini dibentuk pada sudut-sudut ruangan kelas, misalnya
sudut bahasa, sudut IPA, berhitung. Di pusat belajar itu tersedia tujuan
Pembelajaran Khusus sehingga mengarahkan kegiatan belajar yang
lebih banyak bernuansa aplikasi, seperti mengisi, mengatur, menyusun,
mengumpulkan, memisahkan, mengklasifikasi, menggunting, membuat
bagan, menyetel, mendengarkan, mengobservasi.

b) Strategi kooperatif
Strategi kooperatif memiliki keunggulan, seperti meningkatkan
sosialisasi antara anak tunagrahita dengan anak normal, menumbuhkan
penghargaan dan sikap positif anak normal terhadap prestasi belajar anak
tunagrahita sehingga memungkinkan harga diri anak tunagrahita
meningkat, dan memberi kesempatan pada anak tunagrahita untuk
mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.

c) Strategi modifikasi tingkah laku


Strategi ini digunakan apabila menghadapi anak tunagrahita sedang
ke bawah atau anak tunagrahita dengan gangguan lain. Tujuan strategi ini
adalah mengubah, menghilangkan atau mengurangi tingkah laku yang
tidak baik ke tingkah laku yang baik. Dalam pelaksanaannya guru harus
terampil memilih tingkah laku yang harus dihilangkan. Sementara itu perlu
pula teknik khusus dalam melaksanakan modifikasi tingkah laku tersebut,
seperti reinforcement.

2) Media
Alat-alat khusus yang ada diantaranya adalah alat latihan
kematangan motorik berupa form board, puzzle; latihan kematangan indra,
seperti latihan perabaan, penciuman; alat latihan untuk mengurus diri sendiri,
8

seperti latihan memasang kancing, memasang retsluiting; alat latihan


konsentrasi, seperti papan keseimbangan, alat latihan membaca, berhitung,
dan lain-lain.
Dalam menciptakan media pendidikan anak tunagrahita, guru perlu
memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain (1) bahan tidak berbahaya
bagi anak, mudah diperoleh, dapat digunakan oleh anak; (2) warna tidak
mencolok dan tidak abstrak; serta (3) ukurannya harus dapat digunakan atau
diatur penggunaannya oleh anak itu sendiri (ukuran meja dan kursi).

B. Autisme
Autisme atau autis merupakan salah satu gangguan perkembangan pada anak,
dimana terjadi permasalahan pada interaksi sosial, masalah komunikasi dan bermain
imajinatif (seolah-olah hidup memiliki dunia bermain sendiri) yang mulai muncul
sejak anak berusia di bawah tiga tahun. Istilah autisme berasal dari bahasa Yunani
yaitu autos yang berarti aku atau diri (self).

a. Tanda-tanda awal dari autisme mencakup:


• Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang kali (misalnya bergoyang atau
berputar)
• Menghindari kontak mata atau sentuhan fisik
• Lambat dalam belajar berbicara
• Mengulangi kata-kata atau kalimat yang sama
• Marah karena hal-hal sepele

b. Ciri-Ciri Anak Autis—Tahun Pertama


Orang tua dapat mendeteksi tanda-tanda autisme pada bagaimana bayi
berinteraksi dengan dunia sekitar. Pada usia pertama, anak autis mungkin:
• Tidak bereaksi pada suara ibunya
• Tidak respon ketika dipanggil namanya
• Tidak melihat mata orang lain
• Tidak mengoceh atau menunjuk-nunjuk benda seperti bayi pada umumnya
• Tidak tersenyum atau merespon ketika diajak berinteraksi
Bayi normal juga bisa menunjukkan tanda-tanda ini, tapi ada baiknya untuk
memeriksakannya ke dokter apabila Anda merasa khawatir.
9

c. Ciri-Ciri Anak Autis—Tahun Kedua


Tanda-Tanda autisme jadi lebih terlihat jelas pada tahun kedua anak.
Sementara anak-anak lain belajar mengucapkan kata-kata dan tangannya
menunjuk-nunjuk sesuatu yang menarik perhatian, tapi anak autis berbeda sendiri.
Ciri-cirinya mencakup:
• Tidak menguasai kata apapun sampai usia 16 bulan
• Tidak bermain pura-pura seperti anak kebanyakan sampai usia 18 bulan
• Kehilangan kemampuan berbahasa
• Tidak bereaksi ketika orang dewasa menunjukkan sesuatu, misalnya pesawat
terbang di langit
• Penderita autisme kadang-kadang mengalami gejala-gejala fisik, termasuk
masalah pencernaan (misalnya sembelit) dan gangguan tidur. Anak autis
mungkin memiliki koordinasi otot besar (biasa digunakan untuk memanjat atau
berlari) dan otot kecil di tangan yang buruk. Dan sekitar sepertiga penderita
autisme juga sering mengalami kejang-kejang.

d. Adapun ciri gangguan pada autisme tersebut adalah sebagai berikut:


a) Gangguan dalam komunikasi
• Terlambat bicara, tidak ada usaha untuk berkomunikasi dengan gerak dan
mimik - meracau dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain
• Sering mengulang apa yang dikatakan orang lain
• Meniru kalimat-kalimat iklan atau nyanyian tanpa mengerti
• Bicara tidak dipakai untuk komunikasi
• Bila kata-kata telah diucapkan, ia tidak mengerti artinya
• Tidak memahami pembicaraan orang lain - menarik tangan orang lain bila
menginginkan sesuatu

b) Gangguan dalam interaksi sosial


• Menghindari atau menolak kontak mata
• Tidak mau menengok bila dipanggil
• Lebih asik main sendiri
• Bila diajak main malah menjauh
• Tidak dapat merasakan empati

c) Gangguan dalam tingkah laku


• Asyik main sendiri
• Tidak acuh terhadap lingkungan
10

• Tidak mau diatur, semaunya - menyakiti diri

d) Gangguan dalam emosi


• Rasa takut terhadap objek yang sebenarnya tidak menakutkan
• Tertawa, menangis, marah-marah sendiri tanpa sebab
• Tidak dapat mengendalikan emosi; ngamuk bila tidak mendapatkan
keinginannya

e) Gangguan dalam sensoris atau penginderaan


• Menjilat-jilat benda
• Mencium benda-benda atau makanan
• Menutup telinga bila mendengar suara keras dengan nada tertentu
• Tidak suka memakai baju dengan bahan yang kasar

e. penanganan yang telah dikembangan untuk membantu anak autisme antara lain :
a) Terapi Tingkah laku
Berbagai jenis terapi tingkah laku telah dikembangkan untuk mendidik
penyandang autisme, mengurangi tingkahlaku yang tidak lazim dan
menggantinya dengan tingkahlaku yang bisa diterima dalam masyarakat Terapi
ini sangat penting untuk membantu penyandang autisme untuk lebih bisa
menyesuaikan diri dalam masyarakat.

b) Terapi wicara
Terapi wicara seringkali masih tetap dibutuhkan untuk memperlancar
bahasa anak. Menerapkan terapi wicara pada anak autisme berbeda daripada
anak lain. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang cukup mendalam
tentang gangguan bicara pada anak autisme.

c) Pendidikan kebutuhan khusus


Pendidikan pada tahap awal diterapkan satu guru untuk satu anak. Cara
ini paling efektif karena anak sulit memusatkan perhatiannya dalam suatu kelas
yang besar. Secara bertahap anak dimasukan dalam kelompok kelas untuk dapat
mengikuti pembelajaran secara klasikal. Penggunaan guru pendamping
sebaiknya tidak terlalu dominan, yang diharapkan adalah anak dengan gangguan
autisme dapat secara terus menerus belajar dengan anak-anak lainnya dalam
satu pembelajaran bersama. Pola pendidikan yang terstruktur baik di sekolah
maupun di rumah sangat diperlukan bagi anak ini. Mereka harus dilatih untuk
mandiri, terutama soal bantu diri. Maka seluruh keluarga di rumah harus
memakai pola yang sama Agar tidak membingungkan anak.
11

d) Terapi okupasi
Terapi okupasi diberikan untuk membantu menguatkan, memperbaiki
koordinasi dan keterampilan otot halus seperti tangan. Otot jari tangan penting
dilatih terutama untuk persiapan menulis dan melakukan segala pekerjaan yang
membutuhkan keterampilan motorik halus.

e) Terapi medikamentosa (obat)


Pada keadaan tertentu individu dengan gangguan autisme mempunyai
beberapa gejala yang menyertai gangguan autisme, seperti perilaku agresif atau
hiperaktivitas. Pada individu dengan keadaan demikian dianjurkan untuk
menggunakan pemberian obat-obatan secara tepat. Penggunaaan obat-obat yang
digunkan biasanya dilakukan dengan cermat agar memperoleh pengaruh positif
terhadap perkembangan anak.

f. Alat bantu dalam pembelajaran

C. Anak Berbakat
Batasan anak berbakat secara umum adalah “mereka yang karena memiliki
kemampuan-kemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi yang
tinggi”.Istilah yang sering digunakan bagi anak-anak yang memiliki kemampuan-
kemampuan yang unggul atau anak yang tingkat kecerdasannya di atas rata-rata anak
normal, diantaranya adalah; cerdas, cemerlang, superior, supernormal, berbakat,
genius, gifted, gifted and talented, dan super. Precocity menunjukkan perkembangan
yang sangat cepat.Beberapa anak gifted memperlihatkan precocity dalam area
perkembangan sepert; bahasa, musik, atau kemampuan matematika.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anak


berbakat itu disamping memiliki kemampuan intelektual tinggi, juga menunjukkan
penonjolan kecakapan khusus yang bidangnya berbeda-beda antara anak yang satu
dengan anak lainnya. Anak ini disebut juga “gifted and talented” yang berarti berbakat
intelektual. Di sini kita harus membedakan antara bakat sebagai potensi bawaan dan
12

bakat yang telah terwujud dalam prestasi yang tinggi. Semua anak berbakat
mempunyai potensi yang ungul, tetapi tidak semuanya telah berhasil mewujudkan
potensi unggul tersebut secara oftimal.

Pengertian keberbakatan dalam pengembangannya telah mengalami berbagai


perubahan, dan kini pengertian keberbakatan selain mencakup kemampuan intelektual
tinggi, juga menunjuk kepada kemampuan kreatif., bahkan menurut Clark (1986)
dalam Conny Semiawan (1994), kreativitas adalah ekpresi tertinggi keberbakatan.

Keberbakatan dipengaruhi oleh berbagai unsur kebudayaan, bahkan bagi


sementara ahli sifat-sifat anak berbakat tersebut bercirikan “cultur bound” (dibatasi
oleh batasan kebudayaan). Dengan demikian ada dua petunjuk kunci dalam
mengamati dan mengerti keberbakatan tersebut yaitu :
1) Keberbakatan itu adalah ciri-ciri universal yang khusus dan luar biasa yang
dibawasejak lahir maupun yang merupakan hasil interaksi dari pengaruh
lingkungannya.
2) Keberbakatan itu ikut ditentukan oleh kebutuhan maupun
kecenderungankebudayaan dimana seseorang yang berbakat itu hidup. (Conny
semiawan; 1994 :40).

Anak ini disebut juga gifted and talented adalah anak yang
tingkatkecerdasannya (IQ) antara 125 sampai dengan 140. Di samping memiliki IQ
tinggi, juga bakatnya yang sangat menonjol, seperti ; bakat seni musik, drama, dan
ahli dalam memimpin masyarakat. Anak gifted diantaranya memiliki karakteristik;
mempunyai perhatian terhadap sains, serba ingin tahu, imajinasinya kuat, senang
membaca, dan senang akan koleksi.
a. Ciri – Ciri Anak Berbakat
Menurut Martinson (1974) mendaftar ciri-ciri anak berbakat sebagai berikut :
1. Membaca pada usia lebih muda
2. Membaca lebih cepat dan lebih banyak
3. Memiliki perbendaharaan yang luas
4. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat
5. Mempunyai minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa
6. Mempunyai inisiatif dan dapat bekerja sendiri
7. Menunjukan keaslian dalam ungkapan variable
8. Memberi jawaban – jawaban yang baik
9. Dapat memberikan banyak gagasan
13

10. Luwes dalam berfikir


11. Terbuka terhadap rangsangan – rangsangan dari lingkungan
12. Mempunyai pengamatan yang tajam
13. Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu yang panjang, terutama terhadap
tugas atau bidang yang diminati
14. Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri
15. Senang mencoba hal – hal yang baru
16. Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi
17. Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan – pemecahan masalah
18. Cepat menangkap hubungan sebab akibat
19. Berperilaku terarah pada tujuan
20. Menpunyai daya imajinasi yang kuat
21. Mempunyai banyak kegemaran
22. Mempunyai daya ingat yang kuat
23. Tidak cepat kuat dengan pretasinya
24. Peka serta menggunakan firasat
25. Menginginkan kebebasan dalam gerkan dan tindakan

b. Karakteristik Anak Berbakat


Apabila dilihat dari kemampuan –kemampuan yang membedakan mereka
dari anak-anak sebayanya, maka kita akan menemukan karakteristik – karakteritik
berikut pada anak-anak berbakat.
Karakteristik kognitif
 Kualitas luar biasa di informasi
 Ingatan yang kuat
 Kebiasaan perubhan minat & keinginan kemampuan menghasilkan ide-ide dan
solusi yang asli’

Karakteristik bahasa
 Kemampuan verbal
 Perkembangan yang tinggi pada pengenalan bahasa dan penulisan bahasa.
 Perkembangan yang baik pada perkembangan sensorik
 Tidak kebal untuk keretakan kekurangan integrasi di antara pikiran dan badan.

Karakteristik afektik
 Pendekatan evaluasi terhadap diri sendiri dan lainya.
 Gigih, tujuan perilaku tak langsung.
14

 Kepekaan yang tak bias untuk harapan & perasaan orang lain.
 Tingginya kesadaran diri, menyesuaikan dengan perbedaan perasaan.
 Perkembangan awal dalam focus of control dan kepuasan kedalam dan
identitas emosional yang tidak biasa.
 Harapan yang tinggi dan lainya, sering menuju tingkat frustasi dirinya, lainya
dan situasinya.
 Kemampuan tingkat perkembangan moral.
 Kemajuan kognitif dan kapasitas afektif dan konseptualisasi dan pemecahan
masalah sosial.

c. Problem Anak Berbakat


Keberbakatan menimbulkan permasalahan bagi penyandangnya apabila
mereka tidak memperoleh dukungan dan bantuan yang
diperlukannya.Permasalahan itu terutama timbul pada masa remaja. Buescher dan
Higham (1990) mengemukakan bahwa anak anak berbakat antara usia 11 dan 15
tahun sering menghadapi berbagai masalah sebagai akibat dari keberbakatannya
yang meliputi: perfeksionisme, competitiveness, penilaian yang tidak realistis
terhadap keberbakatannya, penolakan dari teman sebaya, kebingungan akibat
“pesan-pesan” yang beraneka ragam sehubungan dengan bakatnya, dan tekanan
dari orang tua serta masyarakat agar berprestasi, di samping permasalahan yang
ditimbulkan oleh terlalu tingginya ekspektasi terhadap diri mereka.
Beberapa anak berbakat mengalami kesulitan dalam mendapatkan dan
memilih teman, memilih jurusan di sekolah atau perguruan tinggi, dan akhirnya
juga mengalami kesulitan dalam memilih karir.Masalah-masalah perkembangan
yang dialami oleh semua remaja juga dialami oleh remaja berbakat tetapi
masalahnya dibuat lebih kompleks oleh kebutuhan khusus dan karakteristik anak
berbakat.Kemudian kesulitan utama remaja berbakat Salah satu nya juga
disebabkan karena lingkungan belajar yang kurang menantang kepada mereka
untukmewujudkan kemampuannya secara optimal.
Permasalahan tersebut sering di perdebatkan karena Di sisi lain memang
masih adanya suara-suara sumbang yang menyangsikan keberhasilan pendidikan
khusus bagi siswa cerdas dan berbakat. Kubu ini berpendapat bahwa
penyelenggaraan pendidikan khusus bagi siswa cerdas dan berbakat lebih banyak
mudaratnya ketimbang manfaatnya dan tidak mencerminkan alam demokratis,
membentuk kelompok elit dan merupakan pemborosan.Beberapa alasan mengapa
anak berbakat perlu diberikan pendidikan khusus (diutip dari soreson,1988).
15

1. Keberbakatan muncul dari proses interaktif, dimana tantangan dari rangsangan


lingkungan membawa keluar kapasitas yang dimiliki diri sendiri dan
memprosesnya.
2. System politik dan sosial kita bersandar pada prinif demokratis, jika sekolah
mnediakan kesempatan pendidikan yang sama untuk semua anak, ini berarti
mengingkari adanya hak perkembangan pendidikan yang cocok bagi anak
berbakat.
3. Anak berbakat dapat segera menemukan gagasan dan minat mereka yang
berbeda dari anak sebayanya.
4. Jika pendidik mempertimbangkan kebutuhan anak berbakat dan mendesain
program pendidikan yang memenuhi kebutuhanya,maka siswa akan
menunjukkan prestasi dan perkembangan yang luar biasa, sesuai dengan rasa
kompetisi dan kesehaan mentalnya.
5. Kontribusi anak berbakat pada masyarakat berada pada seluruh aspek
kehidupan, dan proporsional dalam keseluruhan. Masyarakat akan banyak
membutuhkan siswa seperti ini.

Masalah anak berbakat lebih rawan dari pada anak biasa.Anak-anak dengan
bakat luar biasa ternyata besar kemungkinannya untuk gagal maupun sukses pada
masa dewasa.Kebanyakan dari mereka tidak sukses pada masa dewasa karena
perlakuan yang mereka alami dan dalam beberapa kasus direngut dari masa kanak-
kanak.Dalam beberapa kejadian, orang tua menekan anaknya begitu keras atau
malah dipisahkan dari kelompok sebayanya, sehingga akhirnya hanya mempunyai
sedikit teman .karena anak berbakat lebih rawan dari pada anak biasa, anak
berbakat harus lebihdi berikan perhatian khusus.

d. Cara Pengananan
Khusus untuk anak-anak yang berkemampuan di atas rata-rata (dalam
konteks ini dikatakan sebagai anak berbakat) perlu ditemukenali lebih jauh agar
para guru dan orangtua dapat memahami kemampuan anak berbakat dibandingkan
dengan kemampuan anak lainnya, sehingga para guru dan orangtua akan lebih
efektif dalam membina dan membimbing anak. Sementara bagi sang anak sendiri,
akan tercukupi kebutuhan-kebutuhannya serta terpuaskan keinginannya untuk
mengembangkan bakatnya.
Menurut Virgil Ward, pendidikan anak berbakat intelektual berbeda
dengan anak yang lain dan seyogyanya amat menekankan pada aspek aktivitas
16

intelektualnya. Disamping itu, pembelajaran anak berbakat harus diwarnai


kecepatan dan tingkat kompleksitas yang lebih sesuai kemampuannya yang secara
riil lebih tinggi dari anak biasa.
Sementara Kitano dan Kirby menambahkan bahwa individu berbakat
memerlukan pertimbangan khusus dalam pendidikannya, karena secara kualitatif
berbeda dengan individu lainnya. Program pendidikan yang dirancangpun harus
berbeda dengan program pendidikan untuk anak lainnya, dengan penekanan luar
biasa pada perkembangan kreatif dan proses berpikir tinggi. Sehubungan dengan
itu, hafalan dalam pembelajaran bagi anak berbakat harus sejauh mungkin dicegah.
Tekanannya justru pada teknik yang berorientasi pada penemuan (discovery
oriented) dan pendekatan induktif.
Di sinilah dibutuhkan kurikulum yang berdiferensiasi bagi anak berbakat,
terutama yang mengacu pada penanjakan kehidupan mental melalui berbagai
program yang akan menumbuhkan kreativitasnya serta mencakup berbagai
pengalaman belajar intelektual tingkat tinggi, meskipun kurikulum nasional
sepenuhnya juga diperlukan oleh anak berbakat.
Agar materi belajar tidak terlalu sempit maka berbagai wahana luar sekolah
seperti kegiatan di masyarakat atau kegiatan ekstrakurikuler dengan pengkajian
suatu obyek perlu lebih digiatkan untuk mendukung kurikulum yang
berdiferensiasi.
Sementara bagi orangtua, anak berbakat tetap harus dibimbing dan diasuh
sebagai anak lainnya, yakni dicukupi kebutuhan-kebutuhannya baik fisik (sandang,
pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dll) maupun psikis (kenyamanan,
ketenangan, kasih sayang dan perlindungan maupun rekreasi) secara penuh.
Itu artinya, anak berbakat memerlukan perlakuan dan penanganan khusus agar
anak berbakat dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Tugas guru dan orangtua adalah mengkondisikan situasi lingkungan
belajar anak agar mampu mendukung tumbuh kembang keberbakatannya sesuai
dengan spesifikasi yang dimiliki.

e. Faktor Pendukung Anak Dalam Belajar


Salah satu satu potret penting dari anak berbakat adalah mereka lahir dari
orangtua yang unggul secara intelektual dan fisik. Mereka sendiripun memiliki
kesehatan dan fisik yang di atas rata-rata anak-anak lain. Tidak itu saja, ternyata
emosi dan penyesuaian diri anak berbakat juga lebih baik dari anak-anak lain
17

sebayanya. Mereka lebih jarang mengalami berbagai problem kepibadian,


kenakalan remaja, alkoholisme dan homoseksualitas.
Minat sosial dan aktivitas bermain anak berbakat sangat baik. Dan
tentunya pencapaian prestasi anak-anak berbakat ini jauh lebih baik diatas usia
sebayanya. Namun Jerman mengingatkan adanya fakta bahwa beberapa anak
berbakat memiliki keberhasilan yang sangat tinggi, namun sebagian tidak.
Kesuksesan bukan semata- mata berkaitan dengan inteligensi, namun
faktor motivasional dan latar belakang keluarga juga tidak kalah pentingnya dalam
keberhasilan hidup.
Kesuksesan dalam hidup dilihat dari aspek kebahagiaan, kesenangan,
kematangan emosional dan integritas diri. Jadi bukan dari pencapaian kedudukan
dalam hidup, tetapi lebih pada seberapa banyak pengorbanan heroik yang telah
dilakukan, perbuatan baik yang tidak terhitung banyaknya, Pengambilan keputusan
yang tidak lazim dalam mengatasi masalah hidup, serta kesadaran untuk
bertanggung jawab dalam masalah-masalah sosial.

D. Hiperaktif / Adhd (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)


ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau dalam Bahasa
Indonesia ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif yaitu
gangguan pemusatan pikiran dalam bentuk yang jernih dan gambling,
ketidakmampuan mengabaikan objek-objek lain agar seseorang sanggup menangani
objek tertentu secara efektif.
Sebelumnya pernah ada istilah ADD (Attention Deficit Disorder) yang berarti
gangguan pemusatan perhatian. Pada saat ditambahkah hyper-activity/hiper-aktif
penulisan istilahnya manjadi beragam. Ada yang ditulis ADHD,AD-HD, ada pula
yang menulis ADD/H. Penulisan istilah itu, maksudnya adalah sama.
Definisi ADHD secara umum yaitu menjelaskan kodisi anak-anak yang
memperlihatkan sintom-sintom (cirri atau gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif, dan
impulsif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup
mereka.

a. Ciri-Ciri Utama ADHD


1. Rentan perhatian yang kurang dengan gejala-gejala:
• Gerakan yang kacau
• Cepat lupa
• Mudah bingung
18

• Kesulitan dalam mencurahkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan


bermain

2. Impulsivitas yang berlebihan dengan gejala-gejala:


• Emosi gelisah
• Mengalami kesulitan bermain dengan tenang
• Mengganggu anak lain
• Selalu bergerak

3. Adanya hiperaktivitas.

4. Beberapa masalah perilaku yang muncul di sekolah:


• Aktivitas motorik yang berlebihan
• Menjawab tanpa ditanya
• Menghindari tugas
• Kurang perhatian
• Tidak menyelesaikan tugas secara tuntas
• Bingung terhadap arahan
• Disorganisasi aktivitas
• Tulisan yang jelek
• Masalah-masalah social

Kriteria ADHD dari DSM IV (1994). Berikut ini kriteria ADHD berdasar
Diagnostic Statistical Manual.
a) Kurang Perhatian
Pada kriteria ini penderita ADHD paling sedikit mengalami 6 atau
lebih dari gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung paling sedikit 6 bulan,
1) Seringkali gagal memperhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail
atau membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah dan
kegiatan-kegiatan lainnya.
2) Seringkali mengalami kesulitan memusatkan perhatian terhadap tugas-
tugas atau kegiatan bermain.
3) Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung.
4) Seringkali tidak mengikuti instruksi dan gagal dalam menyelesaikan
pekerjaan sekolah (bukan disebbkan karena perilaku melawan atau
kegagalan untuk mengerti instruksi).
5) Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan.
19

6) Seringkali kehilangan barang/benda penting untuk tugas-tugas dan


kegiatan, misalnya kehilangan permanan;kehilangan tugas
sekolah;kehilangan pensil, buku, dan alat tulis lain.
7) Sering menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan
tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental ang ddukung, seperti
menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah.
8) Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar.
9) Seringkali lekas lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari.

b) Hiperkaktifitas Impulsifitas
Paling sedikit 6 atau lebih gejala heperaktivitas impulsifitas
berikutnya bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan bertahan
sampai dengan tingkatan yang maladaptif dan dengan tingkat perkembangan.

Hiperaktivitas
1) Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering
menggeliat di kursi,
2) Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi
lainnya di mana diharapkan agar anak tetap duduk,
3) Sering berlarian atau naik-naik secaraberlebihan dalam situasi dimana hal
ini tidak tepat.
4) Sering mengalami kesulitan dalam bermainatau terlibat dalam kegiatan
senggang secara tenang,
5) Sering 'bergerak' atau bertindak seolah-olah dikendalikan oleh motor, dan
6) Sering berbicara berlebihan.

Implusifitas
1) Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.
2) Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran.
3) Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya
memotong pembicaraan atau permainan.

c) Beberapa gejala hiperaktivitas impulsifitas atau kurang perhatian yang


menyebabkan gangguan muncul sebelum anak berusia 7 tahun.

d) Ada suatu gangguan di satu atau lebih situasi.

e) Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan dalam fungsi sosial,
akademik, ataupekerjaan.
20

f) Gejala terjadi karena bukan gangguan zkizofrenia, psikotik atau gangguan


mental

b. Tipe ADHD
Sekarang ini anak ADHD dibedakan ke dalam tiga tipe. Pertama, Tipe
ADHD gabungan,. Kedua tipe ADHD kurang memperhatikan dan hiperaktif
implusif. Ketiga, tipe ADHD hiperaktif implusif.

1. Tipe ADHD gabungan


Untuk megetahui ADHD tipe ini, dapat dideteksi oleh adanya paling
sedikit 6 diantara 9 kriteria untuk perhatian, ditambah paling sedikit 6 di
antara 9 kriteria untuk hiperaktivitas implusifitas. Munculnya enam gejala
tersebut berkali-kali sampai dengan tingkat yang signifikan disertai adanya
beberapa bukti, antara lan sebagai berikut.
1) Gejala-gejala tersebut tampak sebelum anak mencapai usia 7 tahun.
2) Gejala-gejala diwujudkan pada paling sedikit dua setting yang berbeda.
3) Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang signifikan dalam
kemampuan akademik.
4) Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh kondisi
psikologi atau psikiatri lainnya.

2. Tipe ADHD kurang memerhatikan dan Tipe ADHD hiperaktif implusif


Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis oleh adanya
paling sedikit 6 di antara 9 gejala untuk 'perhatian' dan mengakui bahwa
individu-individu tertentu mengalami sikap kurang memerhatikan yang
mendalam tanpa hiperaktivitas / implusifitas. Hal ini merupakan salah satu
alasan mengapa dalam beberapa buku teks, kita menemukan ADHD ditulis
dengan garis -AD/HD. Hal ini membedakan bahwa 'ADHD kurang
memerhatikan dari jenis ketiga yang dikenal dengan tipe hiperaktif implusif.

3. Tipe ADHD hiperaktif implusif


Tipe ketiga ini menuntut sedikit 6 di antara 9 gejala yang terdaftar
pada bagian hiperaktif implufisitas. Tipe 'ADHD kurang memperhatikan' ini
mengacu pada anak-anak yang mengalami kesulitan lebih besar dengan
memori (ingatan) mereka dan kecepatan motor perseptual(persepsi gerak),
cenerung untuk melamun, dan kerap kali menyendiri secara sosial.
21

c. Faktor Penyebab ADHD


ADHD tidak dapat diidentifikasi secara fisik dengan laboratorium. ADHD
hanya dapat dilihat dari perilaku yang sangat kentara pada diri anak ADHD.
Karena ADHD adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan beberapa pola
perilaku yang sulit dibedakan di antara anak-anak yang kelak suatu hari ditemukan
perbedaan beserta penyebabnya.

Perasaan frustrasi dan perasaan tidak berdaya dapat menyerang secara


bertubi-tubi pada diri anak ADHD. Sebagaimana David berkata,”Aku tidak punya
teman. Oleh karena itu, aku tidak dapat bermain seperti mereka dan jika mereka
memanggilku ‘Dope Freak’ atau ‘David Dopey’ aku menangis. Aku tidak tahu
harus melakukan apa”. (D.M. Ross dan Ross, 1982)

Sebuah laporan yang ditulis pada 1987 dalam Kongres Amerika Serikat
yang disiapkan oleh Inter-Agency Committee of Learning Disabilities
menerangkan, bahwa sebab-sebab ADHD ada kaitannya dengan gangguan fungsi
neurologis khususnya gangguan di dalam biokimia otak yang mencakup aspek
neurologis dari neurotransmitter. Namun para peneliti kurang mengerti dengan
jelas mekanisme khusus mengenai bahan kimia neurotransmitter ini. Ternyata,
neurotransmitter dapat mempengaruhi perhatian, pengendalian impuls, dan tingkat
aktivitas anak.

Penyebab ADHD telah banyak diteliti dan dipelajari, tetapi belum ada satu
pun penyebab pasti yang tampak berlaku untuk semua gangguan yang ada.
Berbagai virus, zat-zat kimia yang berbahaya dijumpai di lingkungan sekitar, baik
di rumah maupun di luar rumah dalam bentuk limbah pabrik, faktor genetika dari
salah satu orang tua atau genetik kedua orang tua, masalah selama kehamilan ibu,
dan pada saat kelahiran, atau apa saja yang dapat menimbulkan kerusakan
perkembangan otak berperan penting sebagai penyebab ADHD.

d. Faktor Penyebab ADHD


ADHD tidak dapat diidentifikasi secara fisik dengan laboratorium. ADHD
hanya dapat dilihat dari perilaku yang sangat kentara pada diri anak ADHD.
Karena ADHD adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan beberapa pola
perilaku yang sulit dibedakan di antara anak-anak yang kelak suatu hari ditemukan
perbedaan beserta penyebabnya.
22

Perasaan frustrasi dan perasaan tidak berdaya dapat menyerang secara


bertubi-tubi pada diri anak ADHD. Sebagaimana David berkata,”Aku tidak punya
teman. Oleh karena itu, aku tidak dapat bermain seperti mereka dan jika mereka
memanggilku ‘Dope Freak’ atau ‘David Dopey’ aku menangis. Aku tidak tahu
harus melakukan apa”. (D.M. Ross dan Ross, 1982)

Sebuah laporan yang ditulis pada 1987 dalam Kongres Amerika Serikat
yang disiapkan oleh Inter-Agency Committee of Learning Disabilities
menerangkan, bahwa sebab-sebab ADHD ada kaitannya dengan gangguan fungsi
neurologis khususnya gangguan di dalam biokimia otak yang mencakup aspek
neurologis dari neurotransmitter. Namun para peneliti kurang mengerti dengan
jelas mekanisme khusus mengenai bahan kimia neurotransmitter ini. Ternyata,
neurotransmitter dapat mempengaruhi perhatian, pengendalian impuls, dan tingkat
aktivitas anak.

Penyebab ADHD telah banyak diteliti dan dipelajari, tetapi belum ada satu
pun penyebab pasti yang tampak berlaku untuk semua gangguan yang ada.
Berbagai virus, zat-zat kimia yang berbahaya dijumpai di lingkungan sekitar, baik
di rumah maupun di luar rumah dalam bentuk limbah pabrik, faktor genetika dari
salah satu orang tua atau genetik kedua orang tua, masalah selama kehamilan ibu,
dan pada saat kelahiran, atau apa saja yang dapat menimbulkan kerusakan
perkembangan otak berperan penting sebagai penyebab ADHD.
1. Faktor genetika
Beberapa bukti penelitian menyatakan, bahwa factor genetika adalah
factor pentingdalam memunculkan perilaku ADHD (Kuntsi dan Stevenson,
2000; Tannock, 1998).

• ADHD terjadi dalam keluarga


Satu per tiga dari anggota keluarga anak ADHD memiliki gangguan
(Farone,dkk. 2000; Smalley, dkk. 2000). Jadi, jika orang tua mengidap
ADHD, anak-anak memiliki resiko ADHD sebesar 60% (Biederman, dkk.
1995).

• Studi pada anak adopsi


Angka ADHD mendekati tiga kali lebih banyak terjadi pada keturunan
langsung dari pada keturunan adopsi (Sprich, Biederan, Crawford, Munday,
dan France, 2000).
23

• Studi pada anak kembar


Pada anak kembar, jika salah satu anak, yaitu 70-80% mengidap ADHD
maka saudaranya juga mengidap ADHD (Levy dan Hay, 2001; Thapar,
2003).

• Studi gen khusus


Analisis molekul genetika menyatakan, bahwa gen-gen tertentu dapat
menyebabkan ADHD pada anak (Faraone, dkk, 1992). Utamanya adalah
gen-gen dalam system dopaminergik dan adrenergic dengan dua alasan yaitu
struktur otak pada anak ADHD penuh dengan innervasi dopamin dan terapi
medis yang meredakan simtom-simtom ADHD.

Secara umum, berdasarkan beberapa penemuan dari sisi keluarga,


adopsi, anak kembar, dan gen-gen tertentu, bahwa ADHD adalah penyakit
keturunan, meskipun mekanismenya yang lebih tepat belum diketahui (Levydan
Hay, 2001)

2. Faktor neurobiologist
ADHD sangat sulit dipahami, namun begitu diduga ada factor langsung
maupun tidak langsung dari keadaan neurobiologist (Barkley, 2003; Faraone
dan Biederman, 1998). Factor tidak langsung adalah bukti yang tidak
mengikutsertakan factor langsung dari otak atau fungsinya dan berasal dari
keterkaitan antara peristiwa atau kondisi yang berhubungan dengan status
neurologis atau simtom-simtom ADHD, di antaranya adalah:
• Petistiwa pasca kelahiran, seperti komplikasi kelahiran dan penyakit.
• Keracunan lingkungan, seperti kandungan timah.
• Gangguan bahasa dan pembelajaran.
• Tanda-tanda ketidakmatangan neurologis, seperti berperilaku aneh, lemah
keseimbangan dan koordinasi, serta adanya refleks yang tidak normal.
• Peningkatan dalam simtom-simtom ADHD diakibatkan oleh zat obat-
obatan yang dilakukan dalam terapi medis dan diketahui sangat
berpengaruh terhadap system jaringan otak sentral.
• Persamaan di antara simtom-simtom ADHD, simto-simtom yang
dihubungkan dengan kerusakan pada korteks prefrontal (Fuster, 1989;
Grattal dan Eslinger, 1991).
24

• Menurunnya kemampuan anak ADHD pada tes neuropsikologis yang


dikaitkan pada fungsi lobus prefrontal (Barkeley, Grodzinsky, dan DuPaul,
1992).

Perbedaan dalam tingkat aliran darah yang menuju bagian otak


prefrontal dan jalur-jalur yang menghubungkan daerah ini dengan system
limbic, memperlihatkan aliran darah yang lemah pada bagian-bagian ini
(Hendren, De Becker, dan Pandina, 2000). Adapun perbedaan yang lain yaitu
ketidaknormalan otak dan penemuan-penemuan neurofisiologis dan
neurochemical.

3. Diet, Alergi, dan Zat Timah


Terlalu banyak kontroversi mengenai kemungkinan bahwa reaksi
karena alergi dan diet adalah penyebab ADHD. Penghubungan ini tidak banyak
diterima oleh banyak kalangan (McGee, Stanton, dan Sears, 1993). Sebuah
pandangan yang popular pada tahun 70 dan 80-an, bahwa zat tambahan pada
makanan menyebabkan anak hiperaktif dan inatentif. Namun penelitian tidak
mendukung aturan zat tambahan makanan sebagai penyebab utama ADHD
(Onners, 1980; Kavale dan Fornass, 1983). Diet dapat membantu sekelompok
kecil anak ADHD. Sebagian besar dari mereka berusia sangat muda dan
sebagian dari mereka elergi terhadap makanan tertentu (Arnold, 1999).

Pemburu vs Teori petani adalah hipotesis yang diajukan oleh penulis


Thom Hartmann tentang asal-usul ADHD. Teori ini mengusulkan hiperaktif
yang mungkin merupakan perilaku adaptif pada manusia pra-modern dan bahwa
mereka dengan ADHD mempertahankan beberapa karakteristik yang lebih tua
“pemburu” yang berhubungan dengan masyarakat manusia purba pra-pertanian.
Menurut teori ini, individu dengan ADHD mungkin lebih mahir mencari dan
mencari dan kurang mahir tinggal menempatkan dan mengelola tugas-tugas
kompleks dari waktu ke waktu. Bukti lebih lanjut menunjukkan hiperaktif
mungkin evolusi bermanfaat adalah mengajukan pada tahun 2006 dalam sebuah
studi yang menemukan mungkin membawa manfaat spesifik untuk bentuk
tertentu dari masyarakat kuno. Dalam masyarakat, orang dengan ADHD yang
diduga telah lebih mahir dalam tugas yang melibatkan risiko atau persaingan

Twin studi sampai saat ini telah menyarankan bahwa sekitar 9% sampai
20% dari varians dalam perilaku hiperaktif-impulsif-leha atau gejala ADHD
dapat dikaitkan dengan nonshared lingkungan (nongenetic) faktor. Lingkungan
25

faktor terlibat termasuk alkohol dan paparan asap tembakau selama kehamilan
dan paparan lingkungan untuk memimpin dalam kehidupan yang sangat awal.
Hubungan merokok dengan ADHD bisa disebabkan oleh nikotin menyebabkan
hipoksia (kekurangan oksigen) untuk janin dalam rahim. Bisa juga bahwa
wanita dengan ADHD lebih mungkin untuk merokok dan oleh karena itu,
karena komponen genetik yang kuat ADHD, lebih cenderung memiliki anak-
anak dengan ADHD. Komplikasi selama kehamilan dan kelahiran-termasuk.
prematur lahir mungkin juga memainkan peran. ADHD pasien telah diamati
memiliki lebih tinggi daripada tingkat rata-rata cedera kepala. Namun, bukti
saat ini tidak menunjukkan bahwa cedera kepala adalah penyebab ADHD pada
pasien yang diamati. Infeksi selama kehamilan, saat lahir, dan pada anak usia
dini terkait dengan peningkatan risiko mengembangkan ADHD. Ini termasuk
berbagai virus (campak, varicella, rubella, Enterovirus) dan infeksi bakteri
streptokokus.

Sebuah studi 2007 menghubungkan klorpirifos insektisida organofosfat,


yang digunakan pada beberapa buah-buahan dan sayuran, dengan keterlambatan
dalam belajar tarif, dikurangi koordinasi fisik, dan masalah perilaku pada anak,
terutama ADHD.

Sebuah studi 2010 menemukan bahwa paparan pestisida sangat terkait


dengan peningkatan risiko ADHD pada anak-anak. Peneliti menganalisis
tingkat residu organofosfat di urin lebih dari 1.100 anak usia 8 sampai 15 tahun,
dan menemukan bahwa mereka dengan tingkat tertinggi dialkyl fosfat, yang
merupakan hasil pecahan dari pestisida organofosfat, juga memiliki insiden
tertinggi ADHD . Secara keseluruhan, mereka menemukan kenaikan 35% pada
kemungkinan mengembangkan ADHD dengan setiap kenaikan 10-kali lipat
konsentrasi urin residu pestisida. Efeknya terlihat bahkan pada akhir rendah
paparan: anak-anak yang punya tingkat, terdeteksi di atas rata-rata dari
metabolit pestisida dalam air seni mereka dua kali lebih mungkin seperti yang
dilakukan dengan tingkat tidak terdeteksi untuk merekam gejala ADHD.

Zat timah dalam tingkat rendah yang ditemukan pada debu, minyak,
dan cat di daerah-daerah yang terdapat gasoline dan cat bertimah yang sekali
pakai langsung dibuang dapat dikaitkan dengan simtom-simtom ADHD diruang
kelas (Fergusson, Horwood, dan Lynskey, 1993). Namun sebagian besar anak
ADHD adalah lemah (Kahn, Kelly, dan Walker, 1995). Kesimpulannya
26

meskipun diet, elergi, dan zat timah telah mendapat perhatian sebagai penyebab
ADHD, tetapi jika disebutkan sebagai penyebab utama ADHD belumlah
terbukti.

e. Perlakuan Dan Penanggulangan


1. Perlakuan pokok
 Terapi medis: Mengendalikan simtom-simtom ADHD
 Pelatihan manajemen orang tua: mengendalikan perilaku anak yang
merusak di rumah, mengurangi konflik antara anak dan orang tua, serta
meningkatkan pro-sosial dan perilaku regulasi diri
 Intervensi pendidikan: mengendalikan perilaku yang merusak di kelas,
meningkatkan kemampuan akademis, serta mengajarkan perilaku pro-
sosial dan regulasi diri

2. Perlakuan intensif
Program-program bulanan: melakukan penyesuaian di rumah dan
keberhasilan ke depan di sekolah dengan mengomindasikan perlakuan
tambahan dan pokok dalam program yang intensif

3. Perlakuan tambahan
 Konseling keluarga: coping terhadap stress keluarga dan individu yang
berkaitan dengan ADHD, termasuk kekacauan hati dan permasalahan
suami istri
 Kelompok pendukung: menghubungkan orang tua dengan orang tua anak
ADHD lainnya, berbagi informasi dan pengalaman mengenai
permasalahan umum dan member dukungan moral
 Konseling individu: memberi dukungan di mana anak dapat membahas
permasalahan dan curahan hati pribadinya

4. Dari orang tua


Jika orang tua mencurigai adanya gangguan ADHD pada anak-anaknya, hal
yang harus dilakukan orang tua adalah sebagai berikut.
 Berkonsultasi dengan ahli jwa (psikiater), psikolog, ahli syaraf anak, atau
dokter spesialis anak-anak guna meminta saran terbaik.
 Bersabar ketika anak mengalami ADHD, dan diperlukan waktu yang cukup
lama untuk memperoleh kemajuan bagi anak.
 Bersikap jeli, kreatif, dan tanggap.
 Yakinlah bahwa anak masih memiliki kelebihan.
27

 Berikan dukungan pada kekuatan anak, kemampuannya, serta bangkitkan


perasaan dalam diri anak bahwa dia berharga bagi keluarga dan lingkungan
sekitar.
 Ingatlah, bahwa dalam beberapa kasus, rasa gagal, frustrasi, rendah hati,
dan tekanan kejiwaan yang biasa dialami anak dapat menimbulkan masalah
yang lebih besar dibandingkan kelainan atau gangguan itu sendiri.
 Dapatkan informasi lebih akurat yang berkaitan dengan gangguan ini dari
perpustakaan, internet, atau sumber-sumber lainnya.
 Bicara atau tukar pikiran dengan keluarga lain yang memiliki anak ADHD.
 Berjumpa dan bergabung dengan organisasi atau perkumpulan yang
anggotanya terdiri dari keluarga yang mempunyai masalah yang sama.

5. Dari sekolah
 Tempatkan siswa di dekat guru, masukkan mereka sabagai bagian dari
kelas biasa.
 Tempatkan siswa di depan dengan membelakangi kelas agar siswa-siswa
lainnya tidak tampak.
 Kelilingi siswa ADHD dengan model peran yang baik.
 Hindari rangsangan yang mengalihkan perhatian.
 Anak ADHD tidak menghadapi perubahan dengan baik. Jadi, hindari
peralihan, perubahan jadwal, relokasi fisik (meja atau kursi yang dipindah
sembarangan), atau gangguan teman.
 Kreatif dan tenang
 Memberikan petunjuk yang jelas
 Sederhanakan petunjuk-petunjuk yang kompleks
 Pastikan bahwa siswa ADHD memahami apa yang mereka lakukan
sebelum mereka memulai tugas
 Membantu anak ADHD agar merasa nyaman dengan meminta bantuan
 Anak ADHD membutuhkan lebih banyak bantuan untuk waktu yang lebih
lamadibandingkan anak rata-rata. Setelah itu, secara bertahap kurangi
bantuan.
 Buatkan buku catatan tugas sehari-hari
 Memberikan tugas satu per satu
28

E. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik (ABBS)


Dalam perkembangannya, penggunaan istilah learning disability menjadi tidak
populer dan tidak pernah digunakan lagi. Kini lebih sering digunakan istilah yang
lebih manusiawi, learning differences, yang dalam bahasa Indonesia diartikan
”Perbedaan cara belajar”. Istilah lain yang sering digunakan adalah anak dengan
kebutuhan khusus (children with special needs).

Deflnisi yang dikemukakan The National Joint Committee for Learning


Disability (NICLD) yang mengemukakan bahwa “Kesulitan belajar menunjuk pada
sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam
kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca,
menulis, bernalar, atau kemampuan dalam bidang studi matematik. Gangguan tersebut
instrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi sitem syaraf pusat. Meskipun
suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang
mengganggu (seperti; gangguan sensoris, tunagrahita, hambatan social dan ekonomi)
atau berbagai pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang
tidak tepat, factor-faktor psikogenik) berbagai hambatan tersebut bukan penyebab atau
pengaruh langsung (Hammill et al, 1981, dari Mulyono, 1996).

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar atau learning
disabilities merupakan istilah generic yang merujuk kepada keragaman kelompok-
kelompok yang mengalami gangguan dimana gangguan tersebut diwujudkan dalam
kesulitan-kesulitan yang signifikan yang dapal menimbulkan gangguan proses belajar.

a. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar


Anak berkesulitan belajar spesiflk terdiri dari:
1. Kesulitan belajar menulis (Disgraphia).
a) Jarang menikmati pekerjaan menulis dan berespons negatif pada kegiatan
menulis.
b) Ide tidak mudah diekpresikan dan ditulis dengan baik
c) Tulisan tangan tidak mudah dibaca
d) Mengalami kesulitan ketika menyalin instruksi dari papan tulis, bicara dan
tulisan di kertas
e) Iarang menyelesaikan tugas menulis
f) Lemah dalam mengeja
g) Pekerjaan menulis kurang terorganisasi dan sulit diikuti
h) Huruf dan kata sering berlawanan atau terbalik
29

i) Lemah dalam tata bahasa atau tanda baca sering hilang


j) Ide menulis tidak menyatu dan terarah k) Pekerjaan menulis sering sulit
dimengerti

2. Kesulitan belajar membaca (Disleksia)


a) Bingung dengan kata-kata dan huruf
b) Sering kehilangan letak ketika membaca, menggunakan jejak tangan
c) Kesulitan ketika membaca diam, perlu menggunakan mulut atau berbisik
saat membaca
d) Keterampilan memprediksi lemah
e) Tidak senang membaca
f) Pembaca yang enggan
g) Membaca dengan lambat dan hati-hati
h) banyak kata yang diganti, dihapus dan dikarang/dibuat buat

i) Tidak dapat membaca sepintas atau menatap sejenak berkenaan dengan


informasi
j) Tidak dapat menceritakan kembali bagian darl sebuah centa

3. kesulitan belajar matematika (diskalkulia)


a) Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
b) Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
c) Sering salah membilang dengan urut,
d) Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
e) Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71‘ 2 dengan 5,
3 dengan 8, dan sebagainya,

b. Karakteristik akademik
Ditemukan bahwa kemiripan kondisi psikologis (gangguan persepsi dan
konsentrasi) dan kondisi neurologis (gangguan keseimbangan dan motorik halus)
dapat melahirkan perbedaan dalam karakteristik akademik, dan sebaliknya
kemiripan karakatei‘istik akademik yang ditampilkan kasus dapat disebabkan oleh
kondisi neurologis dan psikologis yang berbeda.
Temuan di atas mengisyaratkan bahwa karakteristik akademik yang
ditampilkan anak LD sifatnya khas untuk masing-masing anak, tergantung pada
berbagai faktor yang mengitarinya.
30

c. Karakteristik psikologis dan sosial


Ditemukan bahwa karakteristik psikologis anak LD yang memiliki
inteligensi di atas rata-rata cukup bervariasi. Namun, ditemukan beberapa
kecenderungan menarik, yaitu:
1. Memiliki daya tangkap yang bagus, tetapi cenderung hiperaktif dan kurang
mampu menyeuaikan diri.
2. Memiliki daya imaginatif yang tinggi, tetapi cenderung emosional.
3. Mampu mengambil keputusan dengan cepat, tetapi cenderung kurang disertai
pertimbangan yang matang, terburu-buru, semaunya.
4. Lebih cepat dalam belajar dan mengerjakan suatu persoalan, tetapi cenderung
malas dan memiliki toleransi yang rendah terhadap frustrasi.
5. Lebih percaya diri, tetapi cenderung meremehkan dan menolak tugas-tugas
yang diberikan dengan berbagai alasan.

d. Perencanaan Dan Model Pembelajaran Bagi Peserta Didik Berkesulitan


Belajar
1. Perencanan Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar
a. Melakukan Asesmen.
b. Asesmen Akademik.
c. Mengumpulkan informasi tentang kemampuan membaca, menulis,
dan berhitung.
d. Asesmen Non-akademik
e. Mengumpulkan informasi tentang perilaku anak

2. Menetapkan Setting Pembelajaran

 Kelas Reguler
Peserta didik berkesulitan belajar berada di kelas reguler tanpa dipisah
dengan peserta didik yang lain. Apabila peserta didik berkesulitan
belajar yang berada di kelas reguler mendapat layanan sesuai dengan
kebutuhannya maka disebut kelas Inklusif. Layanan yang diberikan
dapat menggunakan setting individual seperti yang dijelaskan di
bawah (bagian c). Sedangkan bila peserta didik berkesulitan belajar
tidak mendapat layanan maka disebut kelas integrasi.
31

 Kelompok
Beberapa peserta didik berkesulitan belajar digabung dalam satu ruang
khusus dan diberikan layanan pembelajaran tersendiri.

 Individual
Setting pembelajaran ini dirancang dan dilaksanakan pada peserta
didik secara individual. Dalam pelaksanaannya, guru melayani peserta
didik berkesulitan belajar secara terpisah atau dapat melayani peserta
didik berkesulitan belajar bersama peserta didik yang lain di dalam
kelas (klasikal).Setting pembelajaran di atas dapat dilakukan di
sekolah model inklusif ataupun sekolah reguler pada umumnya.

3. Mempertimbangkan Pendekatan Pembelajaran


Perencanaan pembelajaran untuk peserta didik berkesulitan belajar perlu
mempertimbangkan beberapa pendekatan. Masing-masing pendekatan
pembelajaran memiliki asumsi yang berbeda-beda. Berikut ini beberapa
pendekatan pembelajaran.

a. Pendekatan Perkembangan:
 Kemampuan peserta didik berkembang sesuai dengan usia.
 Kemampuan atau hambatan dipengaruhi oleh tahap
perkembangan sebelumnya.

b. Pendekatan Perilaku:
 Kemampuan atau hambatan peserta didik muncul dalam bentuk
perilaku
 Kemampuan atau hambatan yang muncul merupakan masalah
saat ini

c. Pendekatan Kognitif:
 Peserta didik harus mempelajari makna belajar
 Belajar merupakan proses penataan pikiran
 Pemahaman merupakan tujuan dari proses dan hasil belajar

d. Pendekatan Humanistik
32

Pendekatan humanistik merupakan pandangan yang berusaha


memahami manusia sebagai makhluk yang bermartabat. Beberapa hal
yang patut menjadi perhatian dalam pendekatan humanistik adalah:
 Kebutuhan individu
 Potensi diri
 Pengembangan harga diri
Setiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Ragam
kebutuhann ini perlu diperhatikan, agar potensi peserta didik dapat
berkembang secara optimal. Menurut Maslow, kebutuhan dasar
meliputi kebutuhan fisik, rasa aman, harga diri, kebutuhan akan cinta
kasih, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Karena keunikannya,
seorang peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda dengan
peserta didik lain dan kondisi ini perlu diidentifikasi.

Selain memperhatikan kebutuhan individual, potensi setiap peserta


didik perlu digali. Dengan memahami kelebihan dan kekurangan
setiap peserta didik, pengarahan diri peserta didik dapat
dikembangkan. Dalam hal ini, aspek-aspek positif dari peserta didik
lebih ditekankan, sehingga harga dirinya dapat ditngkatkan. Dengan
harga diri yang tinggi, diharapkan peserta didik lebih memiliki
kesediaan belajar dan mengembangkan diri. Tujuan dari pendekatan
humanistik pada dasarnya untuk mengembangkan potensi dan
aktualisasi seluruh kemampuan peserta didik. Dalam pembelajaran,
perlu dikembangkan sikap empatik agar proses pembelajaran dapat
berlangsung secara optimal. Dengan demikian, peserta didik dapat
belajar dengan rasa aman, nyaman, dalam situasi pembelajaran yang
menyenangkan.

4. Menyiapkan Rancangan Pembelajaran Individual


Tahapan-tahapan dalam pembelajaran sesuai dengan setting
pembelajaran (setting inklusif/kelompok dan setting individual).
33

5. Model Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar


a. Pembelajaran Membaca
Membaca Permulaan merupakan proses penerjemahan simbol bunyi
menjadi bunyi yang bermakna. Sedangkan Membaca Pemahaman
merupakan proses menemukan makna/pesan/informasi dari bacaan.
Beberapa tahapan membaca antara lain:
 Pra-Membaca memerlukan proses pengenalan konsep arah
(atas-bawah; depan-belakang; kanan-kiri), bentuk simbol
huruf, dan konsep urutan.
 Membaca Permulaan memerlukan proses pengenalan huruf,
suku kata, tanda baca, kata, dan kalimat. Ketepatan artikulasi
dan Intonasi juga dikembangkan pada tahap membaca
permulaan ini.
 Membaca Pemahaman memerlukan proses pemahaman
makna kata, kelompok kata dan kalimat.

Pembelajaran membaca dapat dilakukan dengan menggunakan


pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
a) Pendekatan Perkembangan
Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan
teori perkembangan memandang bahwa membaca merupakan
bentuk kemampuan yang dipengaruhi oleh faktor
kemampuan pra-membaca. Oleh karena itu, penanganan
kesulitan membaca lebih diarahkan pada penguatan
kemampuan pra-membacanya. Latihan-latihan persepsi visual
amat dipentingkan di sini, misalnya:

 Latihan konsep lateral yang mengembangkan konsep


arah (atas-bawah, depan-belakang, tengah-tepi, kiri-
kanan)
 Aktivitas pengenalan simbol/bentuk bermakna (tanda
panah, gambar simbol umum, huruf, angka)
34

 Aktivitas mengurutkan benda (sesuai warna, bentuk,


pola, dan seterusnya)
 Aktivitas mengaitkan antara bentuk pola huruf dan
bunyinya
 Rekomendasi : Metode Selusur untuk aktivitas
membaca permulaan dan Metode Pengalaman
Berbahasa untuk aktivitas membaca pemahaman.

b) Pendekatan Perilaku
Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan
teori perilaku memandang bahwa membaca merupakan
bentuk kemampuan yang kemampuan dan hambatannya
tampak pada saat proses membacanya sendiri.
Ketidaklancaran membaca merupakan salah satu bentuk
hambatan yang sering tampak. Model layanan pembelajaran
yang ditawarkan oleh pendekatan pembelajaran ini berupa
kegiatan remediasi, seperti:
 Pembiasaan membaca huruf, suku kata, kata dan
kalimat yang secara bertahap taraf kesulitannya kian
ditingkatkan
 Pengenalan huruf, suku kata, kata dan kalimat,
terutama pada bagian di mana anak kerap
menunjukkan kesulitan.
 Rekomendasi : Metode Bunyi untuk aktivitas
membaca permulaan dan Metode Linguistik untuk
aktivitas membaca pemahaman

c) Pendekatan Kognitif
Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan
teori kognitif memandang bahwa membaca merupakan suatu
pemrosesan terhadap informasi yang berupa pola-pola. Baik
itu pola penggabungan huruf menjadi suku kata, suku kata
menjadi kata maunpun gabungan kata menjadi kalimat. Pola-
35

polanya sendiri bisa diajarkan secara langsung maupun secara


tak langsung, atau anak akan menemukan sendiri polanya.
Model layanan pembelajaran yang ditawarkan oleh
pendekatan pembelajaran ini berupa kegiatan penemuan pola-
pola seperti:

 Menemukan pola gabungan huruf vokal-konsonan


menjadi suku kata tertentu
 Menggunakan pola kata tertentu dalam kalimat (D-M
dan M-D; frasa, kata majemuk, kata ulang, dll.)
 Memahami pola kalimat sesuai jabatan katanya.
 Melakukan proses membaca pemahaman secara
bertahap, sehingga pengalaman membaca menjadi
sesatu yang bermakna
 Rekomendasi : Metode Pengalaman Berbahasa
untuk aktivitas membaca permulaan dan Metode
SAS, Metode KWL, Metode Mindmap untuk
aktivitas membaca pemahaman

b. Pengembangan Kemampuan Menulis


Menulis Permulaan merupakan aktivitas menerjemahkan simbol
bunyi menjadi simbol visual (huruf). Sedangkan Menulis Komposisi
adalah penuangan ide, pikiran, dan perasaan secara tertulis. Beberapa
tahapan menulis antara lain:
 Pra-Menulis meliputi kemampuan motorik halus, ketepatan
posisi tubuh dan tangan saat menulis, ketepatan pengaturan
pensil-kertas, pengenalan polabentuk huruf. Perkembangan
pra-menulis ini juga dipengaruhi oleh kemampuan persepsi
visual dan auditoris.
 Menulis-Permulaan meliputi pengenalan bentuk huruf,
gerakan membuat pola bentuk huruf, dan aktivitas mengaitkan
simbol bunyi dengan simbol visual-huruf.
36

 Menulis-Komposisi (Mengarang) meliputi aktivitas


menuangkan ide, pikiran dan perasaan secara tertulis,
sehingga dapat dipahami oleh orang yang sebahasa (Hallahan,
Kauffman, & Lloyd, 1985). Aktivitas ini meliputi pemahaman
dan penerapan akan penataan dan pengembangan pokok
pikiran dalam bentuk karangan.

Pendekatan kemampuan menulis dapat dilakukan dengan


menggunakan pendekatan-pendekatan berikut ini:
a) Pendekatan Perkembangan
Pendekatan teori perkembangan memandang bahwa
kemampuan menulis dipengaruhi oleh kemampuan pra-
menulis. Oleh karena itu, penanganan kesulitan menulis lebih
diarahkan pada penguatan kemampuan pramenulisnya.
Beberapa latihan untuk mengembangkan kemampuan
membaca dapat pula digunakan untuk mengembangkan
kemampuan menulis, misalnya:
 Latihan konsep lateral yang mengembangkan konsep
arah (atas-bawah, depan-belakang, tengah-tepi, kiri-
kanan.
 Aktivitas membuat pola simbol/bentuk/pola garis lurus,
garis lengkung, atau pola geometris, dan pada akhirnya
pola huruf dan angka. Proses membuat garis bisa
dilakukan dengan menyambungkan titik-titik,
menyambungkan 2 buah titik menelusuri lorong, dst.
 Latihan mewarnai gambar tanpa melewati garis batas
juga baik untuk melatih koordinasi visual-motorik
 Rekomendasi : Metode Fernald/Multisensori untuk
menulis permulaan dan Latihan-latihan Gravomotor
dan Occupational Therapy

b) Pendekatan Perilaku
Pendekatan teori perilaku memandang bahwa menulis
merupakan bentuk keterampilan yang perlu terus dilatih untuk
37

semakin mengasah dan meningkatkan taraf kemahirannya.


Kesulitan dan hambatan dalam menulis mencerminkan kurang
terampilnya anak melakukan aktivitas menulis. Oleh karena
itu, model pembelajaran yang ditawarkan pendekatan ini
berupa aktivitas yang diharapkan mengembangkan
kemampuan koordinasi motorik (matatangan), kemahiran
mengasosiasikan bunyi dan bentuk hurufnya, dan
meningkatkan daya ingatnya. Bentuk latihan-latihannya antara
lain:
 Latihan menulis dengan huruf tegak bersambung dan
huruf tak bersambung
 Aktivitas menjiplak, menyalin dan membuat bentuk
huruf, kata atau kalimat
 Latihan dikte, baik itu dikte suku kata, kata maupun
dikte kalimat
 Latihan menemukan huruf/kata tertentu dalam teks lalu
menuliskannya
 Rekomendasi : Metode Dikte untuk aktivitas menulis,
baik pada tahap menulis permulaan maupun menulis
lanjut dan Mengarang dengan panduan gambar

c) Pendekatan Kognitif
Pendekatan teori kognitif memandang bahwa menulis
merupakan bentuk kemampuan terpola dan terencana dalam
aktivitas mengaitkan, menuangkan, dan mengembangkan apa
yang dipikirkan atau dirasakan dalam bentuk tulisan.

 Latihan menemukan kaitan antara bunyi, simbol, dan


makna.
 Membuat gambar tentang apa yang dipikirkan atau
dirasakan dalam bentuk skema atau grafik
 Melakukan proses menulis yang terencana, sehingga
dapat menampung pikiran dan perasaan yang ingin
38

dituangkannya serta hasilnya dapat dipahami oleh


orang lain
 Rekomendasi : Metode Mind Mapping, bisa
digunakan untuk aktivitas menulis permulaan maupun
menulis komposisi dan Metode 5W+1H

c. Pengembangan Kemampuan Berhitung


Berhitung merupakan salah satu bagian dari kemampuan matematis.
Berhitung adalah kegiatan memaknai dan memanipulasi bilangan
dalam aktivitas menjumlah, mengurang, mengali dan membagi
(Naga, dalam Abdurahman, 1994). Sesuai taraf kesulitannya, secara
sederhana, keterampilan berhitung bisa dipilah dalam beberapa
tingkatan, yaitu:
1. Pra-Berhitung meliputi beragam kemampuan prasyarat
matematis, yaitu kemampuan melakukan mengelompokkan,
membandingkan, mengurutkan, menyimbolkan, dan konservasi.
2. Berhitung Sederhana meliputi aktivitas berhitung yang
melibatkan kemampuan operasi hitung sederhana (menjumlah,
mengurang, mengali, membagi).
3. Berhitung Kompleks meliputi aktivitas berhitung yang melibatkan
kombinasi kemampuan operasi hitung sederhana (menjumlah,
mengurang, mengali, membagi) secara bersamaan.

Pengembangan kemampuan berhitung dapat dilakukan dengan


menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
a) Pendekatan Perkembangan
Pendekatan teori perkembangan memandang bahwa kemampuan
berhitung dipengaruhi oleh kemampuan pra-berhitung. Oleh
karena itu, penanganan kesulitan berhitung lebih diarahkan pada
penguatan kemampuan praberhitung. Berikut beberapa bentuk
aktivitas yang dapat diterapkan dalam pembelajaran berhitung
dengan pendekatan perkembangan:
39

 Latihan-latihan yang mengembangkan kemampuan


mengelompokkan objek, sesuai bentuk, warna, maupun
ukurannya
 Latihan-latihan yang mengembangkan kemampuan
membandingkan dua buah objek, berdasarkan ukuran
(panjang-pendek, besar-kecil) jumlah (banyak-sedikit,
ganjil-genap), posisi (tinggi-rendah, atas-bawah,
depanbelakang, kiri-kanan), dan seterusnya.
 Latihan mengaitkan simbol angka dengan jumlahnya.
 Misalnya simbol angka 5 memiliki nama lima Jumlah
yang terkandung dari simbol itu [◊ ◊ ◊ ◊ ◊]

b) Pendekatan Perilaku
Pendekatan teori perilaku memandang bahwa berhitung
merupakan bentuk keterampilan yang perlu terus dilatih untuk
semakin mengasah dan meningkatkan taraf kemahirannya.
Kesulitan dan hambatan dalam berhitung mencerminkan kurang
terampilnya anak melakukan aktivitas berhitung. Oleh karena itu,
model pembelajaran yang ditawarkan pendekatan ini berupa
aktivitas yang mempercepat dan mempermahir proses berhitung.
Bentuk latihan-latihannya antara lain:
 Membilang (mengurutkan nama bilangan)
 Berhitung cepat dalam mencongak
 Mengaitkan nama bilangan dengan jumlahnya
 Latihan soal penjumlahan, dengan atau tanpa teknik
menyimpan
 Latihan soal pengurangan, dengan atau tanpa teknik
meminjam
 Latihan soal perkalian dan pembagian
 Rekomendasi : Semua metode pengajaran dan latihan
soal berhitung, yang selain meningkatkan kemahiran
berhitungnya sekaligus juga mengembangkan daya ingat
dan daya tahan belajar.
40

c) Pendekatan Kognitif
Pendekatan teori kognitif memandang bahwa berhitung
merupakan bentuk kemampuan memahami pola dalam aktivitas
menjumlah, mengurang, mengali, dan membagi. Pemahaman
akan pola/rumus operasi hitung adalah tujuan yang ingin dicapai
oleh pendekatan ini. Beberapa bentuk latihannya antara lain:
 Melatih anak menemukan pola dan makna nilai tempat
 Melatih anak menemukan cara mendayagunakan
objek/benda untuk memudahkan proses operasi hitungnya
 Membimbing anak menemukan sifat operasi hitung,
seperti sifat komutatif, asosiatif dan distributif
 Rekomendasi : Semua metode pengajaran aritmatika,
yang memampukan siswa menggunakan pola atau rumus
operasi hitung

F. Celebral Palsy (Cp)


Cerebral palsy adalah kelainan neurologis (otak) yang mempengaruhi
saraf motorik untuk pergerakan tubuh, penyakit ini biasanya muncul pada masa
bayi atau anak usia dini. Fungsi motorik dan koordinasi otot mengalami
masalah secara permanen, meskipun kondisinya tidak memburuk seiring
dengan waktu. Secara harfiah cerebral palsy (CP) diartikan sebagai lumpuh
otak, memang agak seram mendengar istilah yang terakhir ini mengingat
banyaknya fungsi otak yang begitu penting bagi tubuh. Seorang anak bisa
berjalan, berlari, makan, tertawa dan seterusnya semua diatur oleh otak, lantas
apa yang terjadi apabila otak mengalami kelumpuhan.

a. Karakteristik / Ciri-ciri Anak:


Manusia adalah mahluk yang unik dengan ciri-ciri atau
karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain. Begitu juga
dengan karakteristik anak cerebral palsy.
Karakteristik anak cerebral palsy dapat dilihat dari ciri- ciri yang
tampak pada anak-anak cerebral palsy. Penyebab utamanya adalah
41

adanya kerusakan, gangguan atau adanya kelainan yang terjadi pada


otak.
Menurut Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178-182), cerebral palsy
diklasifikasikan menjadi enam, yaitu:
a) Spasticity, anak yang mengalami kekakuan otot atau ketegangan otot,
menyebabkan sebagian otot menjai kaku, gerakan-gerakan lambat dan
canggung.
b) Athetosis, merupakan salah satu jenis cerebral palsy dengan ciri
menonjol, gerakan-gerakan tidak terkontrol, terdapat pada kaki,
lengan, tangan, atau otot-otot wajah yang lambat bergeliat-geliut tiba-
tiba dan cepat.
c) Ataxia, ditandai gerakan-gerakan tidak terorganisasi dan kehilangan
keseimbangan. Jadi keseimbangan buruk, ia mengalami kesulitan
untuk memulai duduk dan berdiri.
d) Tremor,ditandai dengan adanya otot yang sangat kaku, demikian juga
gerakannya, otot terlalu tegang diseluruh tubuh,cenderung menyerupai
robot waktu berjalan tahan- tahan dan kaku.
e) Rigiditi, ditandai dengan adanya gerakan - gerakan yang kecil tanpa
disadari, dengan irama tetap. Lebih mirip dengan getaran.
f) Campuran, yang disebut dengan campuran anak yang memiliki
beberapa jenis kelainan cerebral palsy.

Dari pendapat Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178 - 182) di atas,


cerebral palsy mempunyai karakteristik sebagai berikut: mengalami
kekakuan kekakuan otot; terdapat gerakan - gerakan yang tidak
terkontrol pada kaki, tangan. lengan, dan otot - otot wajah; hilangnya
keseimbangan yang ditandai dengan gerakan yang tidak terorganisasi;
otot mengalami kekakuan sehingga seperti robot apabila sedang berjalan;
adanya gerakan - gerakan kecil tanpa disadari; dan anak mengalami
beberapa kondisi campuran. Dalam teori yang lain, Bakwin - bakwin
(Sutjihati Somantri, 2006:122), cerebral palsy dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
42

1. Spasticity, yaitu kerusakan pada kortex cerebellum yang menyebabkan


hiperaktive reflex dan strech relex. Spasticity dapat dibedakan
menjadi:
1) Paraplegia, apabila kelainan menyerang kedua tungkai
2) Quadriplegia, apabila kelainan menyerang kedua tungkai dan
kedua tangan.
3) Hemiplegia, apabila kelainan menyerang satu lengan dan satu
tungkai dengan terletak pada belahan tubuh yang sama.

2. Athetosis, yaitu kerusakan pada bangsal banglia yang mengakibatkan


gerakan - gerakan menjadi tidak terkendali dan terarah.
3. Ataxsia, yaitu kerusakan otot pada cerebellum yang mengakibatkan
gagguan pada keseimbangan.
4. Tremor, yaitu kerusakan pada bangsal ganglia yang berakibat
timbulnya getaran - getaran berirama, baik yang bertujuan meupun
yang tidak bertujuan.
5. Rigiditi, yaitu kerusakan pada bangsal ganglia yang mengakibatkan
kekakuan pada otot.

Dari pendapat Bakwin - bakwin (Sutjihati Somantri, 2006: 122)


di atas, cerebral palsy mempunyai karakteristik sebagai berikut: mengalami
kelainan pada satu atau kedua tungkai dan juga tangan yang disebabkan
kerusakan kortex cerebellum yang menyebabkan hiperaktive dan strech
relex ; adanya gerakan - gerakan yang tidak terkendali dan terarah yang
diakibatkan kerusakan pada bangsal banglia; adanya gangguan
keseimbangan yang diakibatkan kerusakan otot pada cerebellum; terjadi
getaran - getaran berirama, baik yang bertujuan maupun yang tidak
bertujuan yang diakibatkan kerusakan pada bangsal banglia; dan
kekakuan otot yang diakibatkan kerusakan pada bagsal banglia.
Menurut Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178 - 182), karakteristik
cerebral palsy dibagi sesua dengan derajat kemampuan fungsional. Adapun
karakteristik cerebral palsy sesuai dengan derajat kemampuan fungsional
yaitu:
43

a) Golongan Ringan
Cerebral palsy golongan ringan umumnya dapat hidup bersama anak -
anak sehat lainnya, kelainan yang dialami tidak mengganggu
dalam kegiatan sehari - hari, maupun dalam mengikuti pendidikan.

b) Golongan Sedang
Cerebral palsy yang termasuk sedang sudah kelihatan adanya
pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat
bergerak atau bicara. Anak memerlukan alat bantuan khusus untuk
memperbaiki pola geraknya.

c) Golongan Berat
Cerebral palsy yang termasuk berat sudah menunjukkan kelainan
yang sedemikian rupa, sama sekali sulit melakukan kegiatan dan tidak
mungkin dapat hidup tanpa bantuan orang lain.

Dari pendapat Yulianto (Abdul Salim, 2007: 178 - 182) di atas,


cerebral palsy mempunyai karakteristik sebagai berikut: cerebral palsy
golongan ringan dapat hidup bersama anak - anak sehat lainnya, baik dalam
kehidupan sehari - hari maupun pendidikan; cerebral palsy golongan
ringan membutuhkan pendidikan khusus agar dapat mengurus diri sendiri,
bergerak dan bicara dan memerlukan alat bantu khsusu untuk
pola geraknya; dan cerebral palsy golongan berat menunjukkan kelainan
yang sedemikian rupa, sama sekali sulit melakukan kegiatan dan tidak
mungkin hidup tanpa bantua orag lain.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat


disimpulkan bahwa secara umum anak cerbral palsy memiliki karakteristik
sebagai berikut: mengalami kekakuan otot atau ketegangan otot,
gerakan - gerakan tidak terkendali, gerakan – gerakan tidak terkoordinasi,
keseimbangannya buruk, dan terdapat getaran – getaran kecil yang muncul
tanpa terkendali. Kondisi anak cerebral palsy yang demikian
mengakibatkan anak membutuhkan bantuan dan layanan khusus pada
tingkatan tertentu.
44

b. Penanganan
Meskipun tidak ada ‘obat’ untuk menyembuhkan cerebral palsy,
namun penyakit ini dapat dikelola secara efektif. Hal yang sangat penting
bagi orang tua adalah jangan kehilangan harapan terhadap anak dengan
cerebral palsy dan tetap positif berfikir positif. Metode pengobatan umum
termasuk obat-obatan, fisioterapi dan terapi okupasi. Terapi bicara dan
bahasa terapi serta pengobatan untuk masalah pendengaran dan penglihatan
mungkin diperlukan. Berkuda atau hippotherapy dianggap sebagai strategi
neuro-development yang paling efektif. Para ilmuwan telah
mengembangkan sebuah alat yang disebut robo-ankle yang dapat membantu
anak dengan cerebral palsy untuk bergerak. Dalam penelitian baru, para
dokter telah menemukan cara bagaimana mengubah sel kulit menjadi sel-sel
otak, tentu ini sangat berguna bagi mereka yang menderita masalah kelainan
otak seperti penyakit ini.

c. Pendukung Anak dalam belajar


1. Pengembangan intelektual akademik
Cerebral palsy sebagian besar mengalami retardasi mental, ini
berarti bahwa pengembangan akademis berkaitan dengan kurikulum
diarahkan pada kurikulum yang fleksibel. Kurikulum fleksibel dimaknai
sebagai kurikulum yang mendekati anak, dan bukan anak yang
mengejar kurikulum. Dengan kata lain kurikulum yang harus
menyesuaikan dengan kebutuhan anak. Yang paling penting dan
mendasar dalam pengembangan intelektual dan akademik anak harus
diberi kepercayaan bahwa dia mampu untuk melakukan tugas. Jika anak
selalu kecewa karena tidak mampu mengerjakan tugas tertentu anak
akan mengalami kekecewaan dan akhirnya menuntun anak menjadi
trauma dalam belajar.

2. Membantu perkembangan fisik


Seperti kita ketahui bersama bahwa kondisi fisik anak cerebral
palsy berbeda dengan anak pada umunya.kemampuan fisik dan motorik
yang masih ada pada anak perlu dikembangkan dan dipelihara agar
45

tidak terjadi kondisi fisik yang memburuk, misalnya terjadinya


kontraktur pada persendian. Latihan-latihan tertentu berkaitan dengan
kemampuan fisik yang masih ada bila tidak ada profesi lain seperti
tenaga medis dan para medis maka guru berperan dalam membantu hal-
hal yang masih mungkin dilakukan.

3. Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak


Para ortopedagog dan profesi lain seperti psikolog, psikiater
anak berkolaborasi membentuk suatu tim dalam meningkatkan
kepercayaan diri anak bahwa kecacatan bukanlah satu-satunya
penghambat kehidupan. Anak harus selalu diberi motivasi unuk
melawan keputusan lingkungan yang kondusif antar masyarakat
sekolah, seperti siswa,guru, kepala sekolah, orang tua siswa, pesuruh
sekolah dan ahli lain yang terkait perlu diciptakan. Terciptanya kondisi
yang kondusif akan meningkatkan rasa percaya diri anak sehingga anak
akan menerima keadaan dirinya dan mampu akan merugikan dirinya.

4. Mematangkan aspek sosial


Sebagai makhluk sosial anak CP dituntut untuk mampu mengisi
kehidupan sosialnya secara menyenangkan. Kehidupan sosial anak CP
menuntut peniadaan atau eliminasi pengurangan hambatan. Hambatan
mereka dalam melakukan keterampilan sosial melibatkan mobilitas dan
komunikasi. Mobilitas bagi mereka merupakan hambatan yang paling
dominan disamping hambatan lain seperti hambatan intelektual ,
hambatan komunikasi dan sebagainya. Gangguan mobilitas menuntut
latihan yang konsisten baik frekuensi atau durasi latihannya. Dalam
pembelajaran kebutuhan tersebut terwakili dalam mata ajar
kompensatoris yaitu Bina Diri dan Bina Gerak. Gangguan komunikasi
diatasi dengan latihan Bina Bicara.

5. Mematangkan moral dan spritual


Tidak berbeda dengan anak-anak pada umumnya anak Celebral
Palsy pun memiliki kebutuhan akan pengembangan moral dan
spritualnya. Norma-norma kehisupan dapat dipelajari anak lewat
46

contoh0contoh yang diperlihatkan oleh guru dibandingkan dengan


teori-teori yang disampaikan dikelas. Contoh-contoh yang baik dan
datang dari peraturan agama berangsur-angsur akan dimitasi oleh anak
yang pada akhirnya anak akan memiliki aspek moral dan spritual yang
diharpkan.

6. Meningkatkan ekpresi dari anak


Anak Celebral Palsy dengan berbagai hambatan dan
keterbatasan dan keterbatasan gerak membutuhkan keterampilan-
keterampilan khusus atau keterampilan dasar kehidupan dalam
meningkatkan ekpresi dirinya, sekolah bertanggung jawab membawa
anak untuk mencapai ekspresi diri ini melalui berbagai kegiatan seperti
kegiatan pramuka, olahraga, lomba kreativitas seni, membuat
keterampilan dan produk-produk lain sebagai hasil kreativitas anak
perlu ditonjolkan. Sekolah harus mengikutsertakan semua anak, karena
tujuan dari pengikutsertaan dari suatu lomba bukanlah kemenangan
melainkan keikutsertaan anak atau partisipan anak dalam suatu lomba.
Kepercayaan dari sekolah guru mengikutsertakan anak pada suatu
lomba merupakan wujud ekpresi diri dari seorang siswa dengan
berekpresi diri akan menimbulkan perasaan senang pada diri anak.

7. Mempersiapkan masa depan anak


Mempersiapkan masa depan anak mempunyai arti yang sangat
luas karena melibatkan hal-hal yang harus dilakukan anak setelah
selesai pendidikan. Mempersiapkan masa depan menyangkut pemilihan
pasangan hidup dan menggali sumber ekonomi atau pekerjaan. Hal
yang terberat dalam menentukan jenis pekerjaan sangat berkaitan
dengan kondisi fisik, kemampuan kecerdasan, dan status ekonomi orang
tua. Sebagai contoh seorang siswa yang hanya mampu membuat keset
atau produk-produk sederhana yang dibuat cukup lama dan tidak
bernilai ekonomi tinggi. Kondisi yang demikian tidak mungkin
dilakukan oleh seorang siswa yang status ekonominya mapan. Sekolah
harus mengupayakan adanya Sheltered workshop untuk menaungi
proses pembuatan produk sampai pemasaran produk.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan-
perbedaan interindividual maupun intraindividual yang signifikan, dan
membutuhkan layanan khusus dalam berbagai aspek kehidupan seperti dalam
pembelajaran, komunikasi-interaksi dengan lingkungan dan lain-lain sehingga
untuk mengembangkan potensinya pendidikan dan pembelajran khusus mutlak
diperlukan.

Anak berkebutuhan khusus ini biasanya dibagi menjadi dua kelompok


yaitu anak berkebutuhan khusus fisik dan non fisik. Untuk ragam anak
berkebutuhan khusus non fisik diantaranya yaitu : Tunagrahita, Gerebral Palsy,
Autisme, Gifted, Kesulitan Belajar, Hyperaktif.

47
Daftar Pustaka

(t.thn.). Dipetik 10 25, 2017, dari https://www.deherba.com/ciri-ciri-anak-autis-tanda-


tanda-awal-autisme.html

(t.thn.). Dipetik oktober 25, 2017, dari


http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195405271987031
-
MOHAMAD_SUGIARMIN/INDIVIDU_DENGAN_GANGGUAN_AUTISME.
pdf

(t.thn.). Dipetik Oktober 22, 2017, dari


http://indraztugaskuliah.blogspot.co.id/2016/02/anak-tunagrahita.html

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta:


Depdikbud RI

Ahmadi, Abu & Widodo, Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta

Hernowo. 2003. Melejitkan Diri dengan Mengarang, Bandung: Mizan

Istiningrum, Maria (2005) Meningkatkan Keterampilan Mengarang pada Anak


Berkesulitan Belajar melalui Pendekatan Proses di SD Pantara Jakarta
Selatan, Skripsi,

Sunardi, dkk.1997. Menangani Kesulitan Belajar Membaca, Jakarta: Depdikbud RI

Utomo. (2016). Pendidikan Inklusif. Banjarmasin: Pustaka Banua.

Apriyanto, Nunung. 2012. Seluk-Beluk Tunagrahita & Strategi Pembelajarannya.


Jogjakarta: Javalitera
Rahardja, Djaja, Sujarwanto. 2010. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Surabaya :
Universitas Negeri Surabaya
Wardani, I.G.A.K. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka
Libal, Autumn. 2009. Namaku Bukan Si Lamban Pemuda Penyandang Tunagrahita.
Jogjakarta: KTSP

48

You might also like