You are on page 1of 29

HUBUNGAN TERAPETIK

Oleh :
Dr. H. Setyo Trisnadi, Sp.F
PENDAHULUAN
 Sejak zaman Priestly Medicine sudah ada
hubungan terapetik yi, suatu hubungan
paternalistik (kekeluargaan) atas dasar
kepercayaan.
 Jika terjadi konflik antara health care provider
dg health care receiver, maka model hubungan
tadi mempunyai kelemahan karena konsep
penyelesaiannya kurang jelas, tidak memiliki
instrumen yang memadai dan tidak memiliki
kekuatan guna memaksakan keputusannya.
 Penyelesaian konflik melalui lembaga yang
disusun oleh lembaga profesi, lebih banyak
menekankan upaya menjaga kehormatan profesi
ketimbang memperjuangkan nasib pasien dan
keluarganya. Yang diperlukan adalah
penyelesaian yang adil atas penderitaan yang
terjadi akibat kelalaian atau kesalahan dokter.
 Keputusan dari lembaga profesi menurut
masyarakat sering memihak pada dokter,
lembaga tersebut hanya dapat melakukan
pemeriksaan guna menemukan adanya
pelanggaran Kode Etik Kedokteran yang bersifat
internal.
 Dengan kekurangan-kekurangan tadi
maka banyak orang memilih hukum
sebagai acuan penyelesaian konflik. Sebab
hukum mempunyai konsep yang jelas,
instrumen yang memadai dan kekuatan
melaksanakan keputusannya.
 Penyelesaian lewat jalur hukum sangat
birokratik, membutuhkan waktu lama dan
biaya yg tidak sedikit.
 Jalur hukum sebagai pilihan terakhir
setelah upaya2 lainnya tdk memuaskan.
KONSEP HUKUM HUBUNGAN
TERAPETIK
 Menurut hukum perdata hubungan
terapetik sebagai hubungan kontraktual
yang menghasilkan perikatan (verbintenis)
antara penyedia dan penerima jasa
layanan medis.
 Ada hak dan kewajiban masing2 pihak,
penyedia layanan medik (dokter atau
rumah sakit) wajib memberikan
prestasinya sedangkan penerimanya
(pasien atau keluarganya) wajib
memberikan kontra-prestasi.
 Jenis perikatan dalam hubungan terapetik ada 2,
yi :
1. Inspaning-verbintennis.
Bentuk prestasi tdk ditentukan secara khusus.
Dokter atau rs hanya dituntut pretasinya berupa
upaya medik yang layak berdasarkan teori
kedokteran yang sudah teruji kebenarannya.
Dokter atau rs tdk diwajibkan memberikan atau
menciptakan sesuatu hasil seperti yang
diinginkan pasien atau keluarganya, mengingat
hasil dari suatu upaya medik tidak dapat
diperhitungkan secara matematik (uncertainty)
karena dipengaruhi banyak faktor, yi : daya
tahan tubuh, virulensi penyakit, kondisi fisik,
kepatuhan pasien dan kualitas obat.
Jika pasien tdk sembuh dokter atau rs tdk dapat
digugat sepanjang upaya medik yg telah
dilakukan sudah benar dan sesuai standar.

2. Resultaat-verbintennis.
Pemberi layanan medis akan memberikan
prestasinya berupa hasil tertentu sesuai dg
special agreement.
Pemberi layanan medik dapat digugat jika hasil
yang dijanjikan tdk terwujud.
AZAS-AZAS HUBUNGAN TERAPETIK
1. Azas konsensual.
Masing2 pihak harus menyatakan
persetujuannya, baik secara eksplisit
maupun implisit.
2. Azas iktikat baik.
Azas paling utama dalam hubungan
kontraktual, termasuk hubungan
terapetik.
Merupakan syarat syahnya hubungan
terapetik menurut hukum.
3. Azas bebas.
Kedua pihak bebas menentukan apa saja
yang akan menjadi hak dan kewajiban
masing2 sepanjang hal itu disepakati
semua pihak.
Perlu disadari bahwa upaya medik itu
penuh dg uncertainty dan hasilnya tdk
dapat diperhitungkan secara matematik,
oleh karena itu perlu pertimbangan
sebelum memberikan garansi kepada
pasien.
4. Azas tidak melanggar hukum.
Meskipun kedua pihak bebas menentukan isi
kesepakatan, namun tidak boleh melangar
hukum.
5. Azas kepatutan dan kebiasaan.
Dalam hukum perdata menyatakan bahwa para
pihak yg telah mengadakan perikatan harus
tunduk pada apa yg sudah disepakati juga
pada apa yang sudah menjadi kebiasaan dan
kepatutan.
Hubungan terapetik merupakan hubungan
kontraktual yg dilandasi hubungan
kepercayaan, sehingga sudah sepatutnya jika
pasien secara sepihak dapat memutuskan
kapan saja bila kepercayaannya pada dokter
hilang.
BERLAKUNYA HUBUNGAN
KONTRAKTUAL
 Tidak dimulai dari saat pasien memasuki tempat
dokter, tetapi sejak dokter menyatakan
kesediaannya yg dinyatakan secara lisan
maupun secara tersirat.
 Apakah dokter bebas menerima atau menolak
pasien yg datang untuk berobat?
 Hubungan kontraktual antara dokter atau rs dg
pihak pasien berakhir sejak pasien sembuh, tdk
lagi memerlukan penanganan dokter, pasien
meninggal dunia, dokter telah selesai
melaksanakan kewajibannya atau meninggal
dunia.
PEMUTUSAN SEPIHAK
 Jika hubungan kontraktual telah disepakati
bersama maka tidak ada satu pihakpun yg boleh
memutuskan hubungan secara sepihak di
tengah jalan tanpa persetujuan pihak lainnya.
 Apakah ketentuan tersebut berlaku bagi
hubungan terapetik?
 Alasan apa pasien memutuskan hubungan
terapetik secara sepihak?
 Alasan apa dokter atau rs memutuskan
hubungan terapetik secara sepihak?
HAK DAN KEWAJIBAN
 Merupakan konsekuensi hukum
disepakatinya hubungan terapetik antara
dokter dan pasien.
 Tidak hanya terbatas pada apa yg telah
disepakati ataupun yg ditentukan undang-
undang saja, tetapi juga timbul dari
kebiasaan dan kepatutan di dunia
kedokteran.
Hak-hak pasien
 Hak memperoleh pelayanan medik yg
benar dan layak, berdasarkan teori
kedokteran yg telah teruji kebenarannya.
 Hak memperoleh informasi medik tentang
penyakitnya.
 Hak memperoleh informasi tentang
tindakan medik yg akan dilakukan oleh
dokter.
 Hak memberikan konsen atas tindakan
medik yg akan dilakukan oleh dokter.
 Hak memutuskan hubungan kontraktual
setiap saat (sesuai azas kepatutan dan
kebiasaan).
 Hak atas rahasia kedokteran.
 Hak memperoleh surat keterangan dokter
bagi kepentingan pasien yg bersifat non
yustisial; misalnya surat keterangan sakit,
surat keterangan untuk kepentingan
asuransi, surat kematian dsb.
 Hak atas second opinion.
Hak-hak dokter
 Hak untuk memperoleh imbalan jasa yg
layak.
 Hak memperoleh informasi yg selengkap-
lengkapnya dan sejujur-jujurnya bagi
kepentingan diagnosis dan terapi.
Kewajiban pasien
 Memberikan informasi yg sejujur-jujurnya
dan selengkap-lengkapnya bagi
kepentingan diagnosis dan terapi.
 Mematuhi semua nasehat dokter.
 Memberikan imbalan yg layak.
Kewajiban dokter
 Memberikan pelayanan medik yg benar
dan layak, berdasarkan teori kedokteran
yg telah teruji kebenarannya.
 Memberikan informasi medik tentang
penyakit pasien.
 Memberikan informasi tentang tindakan
medik yg akan dilakukan.
 Memberikan kepada pasien untuk
memutuskan apakah ia akan menerima
atau menolak tindakan medik yg akan
dilakukan oleh dokter.
 Menyimpan rahasia kedokteran.
 Memberikan kepada pasien untuk
mendapatkan second opinion.
 Memberikan surat keterangan dokter bagi
berbagai kepentingan pasien (misalnya
surat rekomendasi dokter untuk cuti sakit,
cuti hamil, mengurus akte atau klaim
asuransi).
Wanprestasi (ingkar janji)
 Dalam hubungan kontraktual antara
dokter dan pasien, masing2 pihak dapat
melakukan gugatan apabila dokter atau
pasien tidak melaksanakan kewajibannya.
 Gugatan didasarkan atas kerugian yg
terjadi, baik material ataupun immaterial
sebagai akibat tidak dilaksanakannya
sesuatu kewajiban oleh pihak lain.
Syarat-syarat gugatan medik
 Dokter yg digugat memang mempunyai
kewajiban sbg akibat adanya hubungan
kontraktual.
 Adanya wanprestasi atau melalaikan
kewajiban.
 Terjadi kerugian.
 Adanya hubungan langsung antara
kerugian itu dengan kelalaian
melaksanakan kewajiban.
Catatan
 Tolok ukur kelalaian mejalankan kewajiban
dokter adalah standar of care; yaitu suatu
tingkatan tindakan medik yg menggambarkan
penerapan pengetahuan, ketrampilan, perhatian
dan pertimbangan yg rata2 oleh dokter dg
keahlian yg sama dalam menghadapi pasien dg
situasi kondisi yg sama pula.
 Pasien ingkar janji juga dapat digugat untuk
membayar semua biaya yg menjadi
kewajibannya. Tidak dibenarkan melakukan
penyanderaan di rumah sakit.
– Bentuk kontra-prestasi dapat berupa uang
atau materi sesuai dengan kesepakatan
(hubungan kontraktual atas beban).
– Jika dokter atau rs membebaskan pasien atau
keluarganya dari kewajiban membayar kontra-
prestasi maka yg terjadi adalah hubungan
kontraktual cuma-cuma. Kendati demikian
kewajiban yang harus dilaksanakan dokter
atau rs tdk boleh berkurang sedikitpun.
– Apakah dokter boleh menolak menjalin
hubungan kontraktual jika calon pasiennya
tidak dapat membayar jasa medik sebesar yg
diingini dokter?
Aspek hukum kelalaian medik
 Pasal 55 UU No. 23 Th. 1992 tentang Kesehatan
: 1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat
kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan.
 Pasal 1365 KUHPerdata : Setiap perbuatan
melanggar hukum yang membawa kerugian
kepada orang kain mewajibkan kepada orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.
 Pasal 1366 KUHPerdata : Setiap orang
bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian
yang disebabkan perbuatannya tetapi juga untuk
kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang
kehati-hatiannya.
 Pasal 1367 KUHPerdata : Seorang tidak saja
bertanggungjawab untuk kerugian yang
disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga
untuk kerugian yang disebabkan perbuatan
orang-orang yang menjadi tanggungannya atau
disebabkan oleh orang-orang yang berada di
bawah pengawasannya.
 Pasal 7 UU No. 8 Th. 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Kewajiban pelaku usaha :
 Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau
penggantian atas kerugian akibat penggunaan
dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang
diperdagangkan.
 Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau
penggantian atas kerugian apabila barang dan
atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian.
 Pasal 1370 KUHPerdata : Dalam halnya suatu
kematian dengan sengaja atau kurang hati-
hatinya seorang, maka suami atau istri yang
ditinggalkan, anak atau orang tua si korban
yang lazimnya mendapat nafkah dari si korban
mempunyai hak menuntut ganti rugi.
 Pasal 1371 KUHPerdata : Penyebab luka atau
cacatnya sesuatu anggota badan dengan
sengaja atau kurang hati-hati memberikan hak
kepada si korban untuk selain biaya-biaya
penyembuhan juga kerugian yang disebabkan
oleh luka atau cacat tersebut.
 Pasal 1372 KUHPerdata : Tuntutan perdata
tentang hal penghinaan adalah bertujuan
mendapat penggantian kerugian serta
pemulihan kehormatan dan nama baik.
 Pasal 359 KUHP : Barang siapa karena
kesalahannya/kelalaiannya menyebabkan
orang lain mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun atau pidana
kurungan paling lama 1 tahun.
 Pasal 360 KUHP : 1). Luka berat, 5 tahun
penjara, 1 tahun
kurungan.
2). Luka sedang, 9
bulan penjara, 6 bulan
kurungan.
 Pasal 361 KUHP : Lalai dalam menjalankan
pekerjaan jabatan, pidana ditambah
sepertiga.

You might also like