Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenali
masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah
sekum. Organ apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang
tidak mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah
sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi
immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh).
Apendisitis adalah peradangan apendiks vermiformis yang mengenai
semua lapisan dinding organ tersebut. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan namun paling sering kita temukan pada laki-laki
berusia 10-30 tahun.
Patogenesis utamanya diduga karena adanya obstruksi lumen, sumbatan
ini akan mengakibatkan hambatan pengeluaran sekret lumen sehingga akan terjadi
pembengkakan, infeksi dan ulserasi (Lindseth, 2006). Sumbatan ini dapat
dikarenakan hiperplasia jaringan limfoid, fekalit, tumor apendiks, cacing askaris
dan E.histolytica (Pieter (ed), 2005). Berdasarkan lama gejala yang dialami,
apendiks dapat dibagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronik.
Penatalaksanaan apendisitis akut dan kronik hanya memerlukan tindakan
bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memperbaiki keadaan umum
pasien.
2.1. Definisi
Apendisitis merupakan terjadinya peradangan pada mukosa organ
apendiks vermiformis yang bisa terjadi karena obstrusksi saluran limfe,
peradangan mukosa dan obstruksi lumen karena fekolit atau telur cacing.
3. Apendisitis Kronik
Ditandai dengan nyeri yang sering hilang timbul pada perut kanan.
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang
kronk apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan
menghilang setelah apendektomi (Peiter (ed), 2005). Kriteria mikroskopik
apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di
mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik (Pieter (ed), 2005).
3. Rectal toucher
Sangat penting dilakukan, kecuali pada anak-anak karena dapat menambah
trauma. Kadang-kadang tak ditemui kelainan, kecuali apendik posisi pelvic dan
terasa nyeri jam 9-11
2.8. Pemeriksaan Penunjang
Test Laboratorium
Tes darah digunakan untuk memeriksa tanda-tanda infeksi, seperti
leukositosis ringan, kecuali kalau perforasi leukosit >10.000. Tes darah juga
menunjukkan dehidrasi atau ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Urine
digunakan untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih. Biasanya urin normal, tapi
kadang-kadang pada sediment ditemui leukosit (+) atau eritrosit (+) karena
apendiks dekat ureter. Dokter mungkin juga dapat memesan tes kehamilan bagi
perempuan.
Imaging Tes
Foto polos abdominal menemukan air fluid level local (± 50%), adanya
fecolith local dan terjadi peningkatan densitas jaringan lokal. Selain itu, tes
Barium Enema merupakan kontra indikasi untuk dilakukan karena bisa terjadi
perforasi dan hanya boleh dilakukan hanya pada anak-anak atau orang muda
dengan diagnosa masih ragu dan gejala masih 6-12 jam. Foto polos abdominal
akan jarang membantu dalam mendiagnosis usus buntu tetapi dapat digunakan
untuk mencari sumber-sumber lain sakit perut.
Computerized tomography (CT) scan, yang membuat gambar penampang
tubuh, dapat membantu mendiagnosis apendisitis dan lokasi sakit perut. USG
kadang-kadang digunakan untuk mencari tanda-tanda apendisitis, terutama pada
orang yang kurus atau muda. Perempuan usia produktif harus memiliki tes
kehamilan sebelum menjalani Rontgen atau CT Scan. Radiasi dari pemeriksaan
Rontgen atau CT Scan dapat berbahaya bagi janin yang sedang berkembang. USG
tidak menggunakan radiasi dan tidak berbahaya bagi janin.
2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendisitis berdasarkan klasifikasi apendisitis :
1. Apendisitis akut tanpa perforasi
Untuk semua umur dilakukan appendictomy
2. Apendisitis infitrat / abses
a. Operatif
Kalau apendiksnya bisa dipisahkan dengan jaringan lain lakukan
appendectomy dan pemasangan drainage. Kalau apendiksnya tidak
bisa dipisahkan dengan jaringan sekitar, maka hanya dilakukan
drainage.
b. Konservatif
Menggunakan 5 cara : F 5 Regimen
- Fowler position
- Feel of mass
- Feel of pulse and temperature
- Fungi and antibiotic
- Food
Biasanya dengan cara ini setelah 3-4 hari, keadaan penderita akan
membaik seperti demam berkurang, massa berkurang dan LED
normal. Appendectomy dapat dilakukan secara elektif 3bulan
kemudian.
3. Apendisitis akut perforasi + Perintonitis difusa
Drug of choice bagi peritonitis adalah operatif untuk membuang sumber
kontaminasi.
2.10. Komplikasi
Yang paling sering adalah komplikasi apendisitis perforasi. Perforasi dari
apendiks dapat mengakibatkan abses periappendiceal (koleksi terinfeksi nanah)
atau menyebar peritonitis (infeksi dari seluruh lapisan perut dan panggul). Alasan
utama untuk perforasi adalah appendiceal keterlambatan dalam diagnosis dan
pengobatan. Secara umum, semakin lama penundaan antara diagnosis dan
pembedahan, semakin besar kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam
setelah onset gejala adalah sekurang-kurangnya 15%. Oleh karena itu, setelah
didiagnosa apendisitis, operasi harus dilakukan tanpa penundaan yang tidak perlu.
Komplikasi yang kurang umum apendisitis adalah penyumbatan pada
usus. Penyumbatan terjadi ketika apendisitis sekitarnya menyebabkan otot usus
untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah dari isi usus yang lewat. Jika usus di
atas penyumbatan mulai mengisi dengan cair dan gas, mengalami distensi perut
dan mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian mungkin diperlukan untuk
menguras isi usus melalui pipa melewati hidung dan kerongkongan dan ke dalam
perut dan usus.
Sebuah ditakuti komplikasi apendisitis adalah sepsis, suatu kondisi di
mana bakteri menginfeksi memasuki darah dan perjalanan ke bagian lain dari
tubuh. Ini adalah sangat serius, bahkan mengancam nyawa komplikasi.
LAPORAN KASUS
Seorang paasien perempuan usia 20 tahun dirawat di bangsal bedah RS.Dr.
M. A. Hanafiah ,SM Batusangkar dengan
Keluhan Utama:
Nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu yang lalu.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak Ikterik
Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar, JVP= 5-2 cmH20
Thorak
Jantung I : Iktus tidak terlihat
Pa : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Pe : batas jantung normal
Aus : irama murni, teratur, bising (-)
Paru I : simetris kiri dan kanan
Pa : fremitus kiri dan kanan sama
Pe : sonor
Aus : vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik
Status Lokalisata
Abdomen : Regio iliaca dekstra
I : Tidak tampak membuncit, darm countur (-), darm steifung (-)
Pa : Distensi (-), Nyeri tekan (+) dan nyeri lepas (-), tidak teraba massa,
Rovsing sign (+), Obturator sign (+), Psoas sign (+), Muscle rigidity (-)
Pe : Tympani
Aus : Bising usus (+) normal
Rectal Toucher :
Anus : tenang, fisura tidak ada, fistel tidak ada.
Tonus sfingter ani : baik
Mukosa : licin
Ampula : kosong
Handschoen : feses (+), darah (-), lendir (-).