Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Kelompok 6
1. Eva Febrianti S (151001011)
2. Mahda Fanindha W (151001022)
3. M. Amang Handaris (151001028)
4. Shinta Lukita Kirana Putri (151001039)
5. Usha Meilasari (151001042)
6. Yuyun Siti Nur Jannah (151001047)
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat-Nya kepada penulis, sehingga askep ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini penulis membahas tentang “Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut”.
Karena itu penulis sangat membutuhkan masukan-masukan agar askep yang dibuat ini bisa
menambah pengetahuan penulis dan pembaca. Sesungguhnya askep ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, jika terdapat kesalahan dalam penulisan askep ini, mohon
sekiranya dimaafkan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan askep ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Dan penulis
juga membutuhkan kritik dan saran dari pembaca untuk menambah pemahaman penulis
dalam menulis makalah selanjutnya. Dan lebih baik lagi dalam pembuatan askep di kemudian
hari.
Penulis
Kelompok 6
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mampu menjelaskan dan mengetahui definisi gagal ginjal akut ?
2. Mampu menjelaskan dan mengetahui etiologi dari gagal ginjal akut?
3. Mampu menjelaskan dan mengetahui patofisiologi dari gagal ginjal akut?
4. Mampu menjelaskan dan mengetahui manisfestasi dari gagal ginjal akut ?
5. Mampu menjelaskan dan mengetahui penatalaksanaan dari gagal Ginjal akut ?
6. Mampu menjelaskan dan mengetahui komplikasi dari gagal ginjal akut?
7. Mampu menjelaskan dan mengetahui pemeriksaan diagnostik gagal ginjal akut ?
8. Mampu menjelaskan dan mengetahui asuhan keperawatan gagal ginjal akut?
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mengsekresi
produk-produk limbah metabolisme . Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini biasa
berakibat azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan
aliguria dimana keluaran urine kurangdari 400 ml / 24 jam. (Tambayong, jan 2000).
Menurut levinsky dan Alexander (1976), gagal ginjal akut terjadi akibat penyebab-
penyebab yang berbeda. Ternyata 43% dari 2200 kasus gagal ginjal akut berhubungan
dengan trauma atau tindakan bedah 26% dengan berbagai kondisi medic 13%, pada
kehamilan dan 9% disebabkan nefrotoksin penyebab GGA dibagi dalam katagori renal,
renal dan pasca renal
Gagal ginjal akut dikenal dengan Acute Renal Fallure (ARF) adalah sekumpulan
gejala yang mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. (M. Nursalam 2006).
2.2 Etiologi
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut(Muttaqin,arif.2011) :
1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya
laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya
hipoperfusi renal adalah :
a) Penipisan volume
b) Hemoragi
c) Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)
d) Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik
e) Gangguan efisiensi jantung
f) Infark miokard
g) Gagal jantung kongestif
h) Disritmia
i) Syok kardiogenik
j) Vasodilatasi
k) Sepsis
l) Anafilaksis
m) Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi
2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal
yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a) Cedera akibat terbakar dan benturan
b) Reaksi transfusi yang parah
c) Agen nefrotoksik
d) Antibiotik aminoglikosida
e) Agen kontras radiopaque
f) Logam berat (timah, merkuri)
g) Obat NSAID
h) Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)
i) Pielonefritis akut
j) Glumerulonefritis
3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi
di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai
berikut :
a) Batu traktus urinarius
b) Tumor
c) BPH
d) Striktur
e) Bekuan darah.
Menurut Mansjoer (1999 : 532), etiologi gagal ginjal kronik adalah :
a) Glomerulonefritis
b) Nefropati analgesic
c) Nefropati refluk
d) Ginjal polikistik
e) Nefropati diabetik
f) Hipertensi
g) Obstruksi
h) Gout
i) Tidak diketahui
2.3 Manifestasi Klinis
a) Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit, mengandung darah dan
gravitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015-1,025)
b) Peningkatan BUN, creatinin
c) Kelebihan volume cairan
d) Oedem anasarka
e) Hiperkalemia
f) Serum calsium menurun, phospat meningkat
g) Asidosis metabolic
h) Anemia
i) Letargi
j) Mual persisten, muntah dan diare
k) Nafas berbau urea
l) Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot
dan kejang.
Menurut Mansjoer (1999 : 532), manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal kronik :
2.4 Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal
dan ganggun fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan
gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor,
bekuan darah atau ginjal, obstryksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu
ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN,
oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat
ditangani.
Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu :
a. Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
b. Stadium oliguria.
Volume urine 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru
mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-
beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum
mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanyaringan kecualibila
penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal jntung/dehidrasi. Pada stadium
ini pula mengalami gejala nokturia (akibat kegagalan pemekatan) mulai timbul.
Gejala-gejala mulai timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan
makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terrlalu
memperhatikan gejala ini. Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang
menetap sampai sebanyak 700ml atau penderita terbangun untuk
berkemihbeberapa kali pada waktu malam hari.
Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam
hari adalah 3:1 atau 4:1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai
respon terhadap kegelisahan atau minum yang berlebihan. Poliuria akibat gagal
ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus,
meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya
ditemukan anemia pada gagal ginjal dengn faal ginjal diantara 5%-25%. Faal
ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala-gejala kekurangan farahm tekanan
darah nakan naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.
c. Stadium III
Semua gejala semua sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana
tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejal yang
timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang tidur, kejang-
kejang dan akhrirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir
timbul pada sekitar 90% dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10% dari
kadaaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10ml/menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan
sangat mencolok sehingga penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita
merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan hemeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguria (pengeluaran kemih) kurang dari 500ml/hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus
ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleksperubahan biokimia dab
gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam
tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal/dialisis.
2.5 WOC
3 GGA prerenal: GGA renal : GGA posrenal
- Obstruksi
4 - Volume sirkulasi berkurang - NTA
- Ekstravasasi
- Penurunan curah jantung - Infeksi bakteri gr(-)
5 - Kenaikan kapasitas vaskuler - nefrotoksis
Hipertensi
MK: Resiko
penurunan Curah
jantung
2.6 Dampak Gagal Ginjal Kronik Terhadap Sistem Tubuh
Menurut Slamet (2001 : 428-429), dampak gagal ginjal kronik terhadap sistem imun
tubuh meliputi :
a) Sistem Gastrointestinal
2.7 Komplikasi
1. Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium
2. Gangguan elektrolit : hyperkalemia, hiponatremia, asidosis
3. Neurlogi : iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang
4. Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus, peptikum, perdarahaan
gastrointestinal
5. Hematologi : anemia, diathesis hemoragik
6. Infeksi : pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan labolaturium :
- Darah : ureum, kreatini, elektrolit, serta osmolaritis.
- Urin : ureum, kreatini, elektrolit, osmolaritis dan berat jenis.
- Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
- Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
- Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia, atau
hiponatremia, hipokalesemia, dan hiperfosfatemia.
- Volume urin biasnya kurang dari 400ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam
setelah ginjal rusak.
- Warna urine : kotor,sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin.
- Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit gagal ginjal, contoh:
glimerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk
memekatkan; menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan berat.
- PH Urine : lebih dari ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal, dan gagal
ginjal kronik.
- Osmolarits urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan
retio urine/serum sering 1:1
- Klirens kreatinin urine: mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan
kreatinin serum menunjukn peningkatan bermakna.
- Natrium urine : biasanya menurun tetapi dapat lebih lebih dari 40 mEq/L bila
gijal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
- Bikarbonat urine : meningkat bila ada asidosis metabolik.
- SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan
GF.
- Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah
(1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis intersisial. Pada NTA biasanya
ada proteinuria minimal.
- Warnah tambahan: biasanya tanpa penyakit ginjal atau infeksi. Warna tambahan
seluler dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal
terdiagnostik pada NTA. Tabahan warna merah diduga glumerulonefritis.
b. Darah
- Hb : menurun pada adanya anemia.
- Sel darah merah : sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan / penurunan
hidup.
- PH : asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dn hasil khir metbolisme.
- BUN / kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1.
- Osmolaritas serum : lebih besar dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
- Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan
selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
- Natrium : biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
- Ph : kalium, dan bikarbonat menurun, klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
- Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan
sistensi, karena kekurangan asam amino esensial.
c. CT scan
d. MRI
e. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidak seimbangan elektrolit dan asam /
basa.
2.9 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (1999 : 533), penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik adalah :
a) Tentukan dan tatalaksana penyebab
b) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan dan cairan dan garam, pada beberapa
pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretin loop (bumetarid, asam
etokrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan pengawasan dilakukan melalui
berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan/masukan melebihi keluaran
sekitar 500 ml.
c) Diit tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/hari) menghilangkan gejala anoreksia
dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari
masukan dan berlebihan dari kalium dan garam.
d) Kontrol Hipertensi.
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan di atur
sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik koop, selain obat
anti hipertensi.
e) Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperglikemia dan asidosis berat hindari kalium yang
besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang
berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya menghambat ACE dan obat anti inflasi
nonsteroid). Asidosis berat atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan
kalium dari sel dan ikut dalam kaniresis. Deteksi melalui kalium plasma EKG. Gejala-
gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter.
f) Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal
Hiperpospatemia dikontrol oleh obat yang mengikat posfat seperti alumunium hidroks
(330-800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan.
g) Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus di terapi sebagai pasien imunosupresif dan di terapi lebih ketat.
h) Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya misalnya digoksin aminogikosid,
analgetik opiat, amfoteris dan alopurinol.
i) Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan enselopati uremia, perikarditis neunpari perifer,
hiperkolemia yang meningkat kelebihan cairan infeksi yang mengancam jiwa,
kegagalan untuk bertahan sehingga diperlukan dialisis.
j) Persiapan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diabetes. Indikasi dilakukan dialisa
biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas mesti telah dilakukan
terapi konservatif atau terjadi komplikasi.
BAB III
ASKEP TEORI
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Berisi nama, usia, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS, tanggal pengkajian,
Nomor MRS, diagnosa medis
2. Penanggung Jawab
Berisi nama, usia, pekerjaan, pendidikan, alamat, hubungan dengan pasien.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada
prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan
penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada
hubungannya dnegna predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah
melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar nluas, cedera luka bakar, setelah
mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau
pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat
trauma langsung pada ginjal.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan
dokumentasikan.
5. Riwayat Psikokultural
Adanya kelemahan fisik, penurunan urine output dan prognosis penyakit yang berat
akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
6. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi.
9. Persepsi sensori
Anamnesa :Normal
Mata
Inspeksi :Warna konjungtiva normal/ mata simetris/ edema/ nyeri tekan
Kornea : normal berkilau/simetris
Iris dan pupil : normal
Lensa : bening
Sclera : adanya ikterik
Palpasi
Tidak nyeri dan tidak terjadi pembengkakan kelopak mata
Penciuman (Hidung)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : normal
NIC NOC
Intervensi Aktifitas Outcome Indikator
Kolaborasi
- Pemberian obat
Health Education
Anjurkan untuk
memberikan cairan atau
minuman secukupnya
3.9 Implementasi
3.10 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Tahap evaluasi merupakan indikator keberhasilan dalam penggunaan proses
keperawatan.
Evaluasi terdiri dari dua bagian yaitu :
1. Tinjauan laporan klien harus mencakup riwayat perawatan, kartu catatan, hasil-hasil
tes dan semua laporan observasi.
2. Pengkajian kembali terhadap klien berdasarkan pada tujuan kriteria yang diukur dan
mencakup reaksi klien terhadap lingkungan yang dilakukan. Reaksi klien secara
fisiologis dapat diukur dengan kriteria seperti mengukur tekanan darah, suhu dan lain
– lain.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang
ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan
kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk
keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau
patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta
terjadinya azotemia.
Peningkatan kadar kreatinin juga bisa disebabkan oleh obat-obatan (misalnya
cimetidin dan trimehoprim) yang menghambat sekresi tubular ginjal. Peningkatan tingkat
BUN juga dapat terjadi tanpa disertai kerusakan ginjal, seperti pada perdarahan mukosa
atau saluran pencernaan, penggunaan steroid, pemasukan protein. Oleh karena itu
diperlukan pengkajian yang hati-hati dalam menentukan apakah seseorang terkena
kerusakan ginjal atau tidak
4.2 Saran
Berikan penjelasan yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan untuk
mencegah terjangkitnya penyakit gagal ginjal dan mempercepat penyembuhan.
Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Egran, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, BukuKedokteran,
EGC
Nursalam, Dr. NursM . 2006 Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan system
perkemihan, salemka medika
Muttaqin Arif dan Sari Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan,
Edisi 1, Salemba Medika : Jakarta
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.