You are on page 1of 25

REFERAT

Pembimbing :
dr. Eko Sugihanto, Sp.PD, FINASIM
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD RAA SOEWONDO PATI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Acute Coronary Syndrome/Sindrom Koroner
AKut
• Penyakit Jantung Iskemik
• kondisi di mana terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen pada miokoard atau otot jantung, paling sering karena adanya
aterosklerosis pada arteri koroner jantung sehingga menyebabkan hipoksia
miokard dan akumulasi sisa metabolit.
• Acute Coronary Syndrome
• Kondisi mengancam jiwa yang terdiri atas unstable angina pectoris hingga
infark miokard akut, yang merupakan nekrosis miokard yang ireversibel.
Angina Kardiak Angina Non-Kardiak
 Sensasi nyeri seperti  Nyeri pleuritik  nyeri tajam
tertekan/berat yang berhubungan dengan
 Lokasi retrosternal repsirasi atau batuk
 Penjalaran ke lengan kiri, leher,  Nyeri abdominal bagian
area interskapuler, bahu atau tengah/bawah
epigastrium  Nyeri dada dapat ditunjuk
 Durasi intermitten/persisten dengan jari terutama di derarah
(>20 menit) apeks ventrikel sinistra atau
 Gejala penyerta diaphoresis, pertemuan costochondral.
mual/muntah, nyeri abdominal,  Nyeri dada akibat gerakan
sesak napas, sinkop tubuh/palpasi
 Nyeri dada dengan durasi
beberapa detik
 Nyeri dada yang menjalar ke
ekstremitas bawah.
Non-ST Elevation Acute Coronary Syndrome

• Unstable Angina: angina yang tanpa disertai dengan peningkatan


biomarker nekrosis miokard, tanpa ST elevasi pada EKG

• NSTEMI: Kumpulan gejala klinis penyakit jantung iskemik dengan


manifestasi khas angina disertai dengan peningkatan biomarker
nekrosis miokard tanpa adanya gambaran elevasi segmen ST pada
EKG.
• Tanda dan Gejala

• Nyeri dada pada daerah retrosternal/nyeri dapat berupa


sensasi terbakar, gangguan pencernaan, atau sesak napas.
Nyeri dirasakan secara intens dan berlangsung lama ± 20 menit

• Gejala nyeri dada dirasakan menjalar ke leher, rahang bawah,


lengan kiri, punggung atau epigastrium. Nyeri dada memberat
dengan adanya aktivitas fisik, dan dipresipitasi oleh anemia
berat, infeksi, peradangan, demam, kelainan metabolik atau
endokrin (tiroid) dan membaik dengan istirahat atau
pemberian nitrogliserin

• Gejala tambahan dapat berupa diaphoresis, mual, nyeri


abdomen, sesak napas, dan sinkop
• Pemeriksaan Fisik  Pemeriksaan Penunjang

• Normal  BJ ¾  EKG

• Takipneu  Depresi segmen ST ≥ 0.5-1mm pada dua


atau lebih sadapan yang berkaitan
• Takikardia dan/atau inversi gelombang T ≥ 2mm;
kadang terdapat elevasi segmen ST yang
• Pulsus paradoksus tidak persisten (<20 menit).
• Distensi vena juguler  Gelombang Q menetap (≥ 0.04 s).
 Nondiagnostik  bila angina masih
berlangsung, perlu pemeriksaan lanjutan
berupa biomarker jantung dan
melakukam tambahan perekaman pada
lead V7-V9 10-20 menit.
 Normal.
• Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan biomarker jantung
• Cardiac Troponin I/T
• CK-MB
• Ekokardiografi transtorakal saat istirahat  gambaran
fungsi ventrikel kiri. Adanya hypokinesia/akinesia
segmental dinding ventrikel kiri dapat terlihat saat iskemia
dan kembali normal saat iskemia membaik
• Stress test/Exercise ECG  membantu menyingkirkan DD
PJK obstrktif pada pasien tanpa nyeri, EKG istirahat normal
dan biomarker negatif.
• Coronary Angiography  memberikan informasi tentang
lokasi trombosis dan tingkat keparahan penyakit jantung
koroner. Penemuan angiografi khas, antara lain: batas
ireguler, ekstrentrisitas, ulserasi, filling defect  thrombus
intrakoroner.
ST-Elevation Acute Coronary Syndrome

• Infark miokard akut merupakan suatu keadaan adanya


cedera miokard dengan nekrosis jaringan miokard yang
ditandai dengan peningkatan segmen ST pada EKG disertai
dengan peningkatan kadar troponin paling sedikit >
persentil 99th dari nilai normal.
• Tanda dan gejala:
• Chest discomfort
• Rasa nyeri seperti ditekan atau terasa tumpul pafa bagian tengah
dada dan menjalar ke lengan kiri bagian ulnaris atau ke leher
sebelah kiri
• Levine sign  nyeri membuat pasien meletakkan kepalan tangan
di atas sternum
• Keluhan tambahan lain berupa sesak napas, nausea,
palpitasi dan terasa seperti mau mati.
• Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum  tampak pucat, berkeringat, agitasi, kelelahan
• Tanda-tanda vital  hipertensi (akibat nyeri); hipotensi (infark
miokard  syok kardiogenik)
• Peningkatan JVP
• Auskultasi  regurgitasi mitral, murmur pansistolik; pericardial
friction  infark telah belangsung beberapa hari sebelum gejlala
timbul; BJ3  gagal jantung akibat infark miokard.
• Pemeriksaan penunjang
• Elektrokardiografi
• Pemeriksaan EKG harus dilakukan secara cepat dalam
waktu 10 menit setelah pasien datang
• Untuk diagnosis STEMI adanya gambaran elevasi
segmen ST paling tidak pada dua lead yang
berhubungan, ≥ 2.5 mm pada pria < 40 tahun, ≥ 2 mm
pada pria
• Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan biomarker jantung
• Cardiac Troponin I/T
• CK-MB
Penatalaksanaan
• Pasien dengan angina kecurigaan SKA atau SKA, perlu MONA (Morfin, Oksigenasi, Nitrat,
Aspirin)
• Lakukan ABC, pasang monitor, pantau tanda vital, mempersiapkan alat resusitasi dan
defibrillator.
• Tirah baring.
• Pemberian suplementasi oksigen segera, terutama pada pasien dengan saturasi O2 <95%
atau pada pasien dengan distress napas. Pada pasien dengan SKA, suplementasi oksigen
dapat diberikan pada semua pasien dalam waktu 6 jam pertama tanpa mempertimbangkan
saturasi O2
• Pemberian aspirin secara sublingual dengan dosis 160-320 mg diberikan segera pada
semua pasien yang tidak diketahui ada/tidaknya intoleransi terhadap aspirin.
• Pemberian penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate) berupa clopidogrel 300 mg
dosis awal, 75 mg/hari dosis maintenance. Ticagerol 180 mg dosis awal dan 2 x 90 mg/hari
sebagai dosis maintenance.
• Pemberian nitrogliserin (NTG) secara spray/sublingual bagi pasien dengan angina yang
berlangsung saat tiba di instalasi gawat darurat. Bila nyeri dada tidak membaik dengan 1x
pemberian, dapat diulang setiap 5 menit maksimal 3x. Bila tidak responsif, dapat
dilanjutkan dengan nitrogliserin intravena. Preparat NTG dapat digantikan dengan ISDN.
• Pemberian morfin sulfat 1-5 mg IV dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang tidak
responsif dengan terapi 3x dosis NTG sublingual.
Penatalaksanaan NSTEMI
• Kontraindikasi Absolut  Kontraindikasi Relatif

 Transient ischaemic attack (TIA) dalam 6


• Adanya stroke hemoragik atau bulan terakhir.
stroke yang penyebabnya belum
diketahui dengan onset  Pemakaian antikoagulan oral.
kapanpun.  Kehamilan atau dalam 1 minggu
postpartum.
• Stroke iskemik dalam 6 bulan
terakhir.  Tempat tusukan yang tidak dapat
dikompresi.
• Kerusakan sistem saraf pusat
dan atau adanya neoplasma  Resusitasi traumatic
• Trauma operasi/trauma kepala  Hipertensi refrakter (tekanan darah sistolik
> 180 mmHg).
berat dalam 3 minggu terakhir.
• Perdarahan saluran cerna dalam  Penyakit hepar kronis
1 bulan terakhir.  Endokarditis
• Penyakit perdarahan.  Ulkus peptikum aktif.
• Diseksi aorta.
Komplikasi yang mungkin terjadi
• Syok kardiogenik; yang ditandai hipoperfusi perifer serta hipotensi yang tidak
membaik dengan pemberian cairan yang kemudian menyebabkan disfungsi
ventrikel kiri.
• Gagal Jantung Kongestif
• Regurgitasi Katup Mitral Akut akibat ruptur m. papillaris posteromedial karena
suplai darah berasal dari a. coronaria descendens posterior.
• Ruptur Septum Ventrikel Akut
• Ruptur Jantung
• Iskemia rekuren
• Perikarditis
• Gangguan konduksi
• Aritmia
• Thrombus mural
• Aneurisma
• Infark ventrikel kanan

Daftar Pustaka
Wong WD. Epidemiological studies of CHD and the evolution of preventive cardiology. Nature. 2014;11:276-89.
• Mendis S. Global target 1: A 25% relative reduction in overall mortality from cardiovascular diseases, cancer, diabetes or chronic
respiratory diseases. In: Armstrong T. Editor. Global Status Report on Non Communicable Disease. Switzerland: WHO, 2014; p. 9-20.
• Walls RM et al. Editor. Rosen’s emergency medicine: Concepts and clinical practice. 9th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2017
• Mihardja LK, Delima, Soetiarto F, Suhardi, Kristanto AY. Penyakit tidak menular. In: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
penyunting. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Republik Indonesia, 2013;
p. 83-99.
• Kim AS, Johnston C. Global variation in the relative burden of stroke and ischemic heart disease. Circulation. 2011; 124: p. 314-323
• Putz, R., Pabst, R., Putz, R. Bedoui, S. Sobotta Atlas of human anatomy. 14th ed. München: Elsevier, Urban & Fischer; 2009
• Barret KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Editor. Ganong’s review of medical physiology. 24th Ed. New York: McGraw-Hill
Education; 2012
• Sherwood L. Human physiology: From cells to systems. 8th Ed. Canada: Cengage Learning; 2013
• Firdaus I et al. Panduan praktik klinis (PPK) dan clinical pathway (CP) penyakit jantung dan pembuluh darah. Edisi 1. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia; 2016
• Irmalita et al. Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut. Edisi 3. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia;
2015
• Crawford MH. Editor. CURRENT diagnosis & treatment cardiology. 4th Ed. New York: McGraw-Hill Education; 2014
• Mann DL, Zipes DP, Libby P, Bonow RO, Braunwald E. Editor. Braunwald’s heart disease: A textbook of cardiovascular medicine. 10th
Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2015
• Hazinski MF et al. Highlights of the 2015 American Heart Association: Guidelines update for CPR and ECC. American Heart
Association; 2015
• Kosasih A, Sugiman T. Editor. Buku panduan kursus bantuan hidup jantung lanjut. Indonesia: PERKI; 2016
• Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Editor. Kapita selekta kedokteran jilid II. Ed 4. Jakarta: FKUI; 2014
• Roffi M et al. 2015 ESC guidelines for the management of acute coronary syndrome in patients presenting without persistent ST-
segment elevation. European Heart Journal. 2015. 1-59.

You might also like