Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
melindungi badan kita dan dilain pihak merupakan suatu siksaan. Ketidak mampuan
seseorang untuk berkomunikasi secara verbal tidak menjadikan orang tersebut tidak
mengalami nyeri dan tidak membutuhkan terapi anti nyeri yang sesuai. Oleh karena
itu perlu ditekankan pentingnya pemeriksaan dan penatalaksanaan nyeri yang teliti
terutama bila berhadapan dengan pasien dengan gangguan kesadaran, pasien anak
dengan gangguan pertumbuhan dan gangguan kemampuan pra verbal, dan pasien
kendala bahasa.
Hal utama untuk praktek penaggulangan nyeri adalah diagnosis yang tepat.
Teknologi yang semakin canggih dan tuntutan untuk menjadi lebih efisien
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rasa nyeri (nosisepsi) merupakan masalah unik, disatu pihak melindungi badan kita
dan dilain pihak merupakan suatu siksaan. Nyeri sering dilukiskan sebagai suatu yang
berbahaya (noksius, protofatik) atau yang tidak berbahaya (nonnoksius, epikritik)
misalnya sentuhan ringan, kehangatan, tekanan ringan. [ CITATION lat09 \l 1057 ]
1) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang dimulai secara tiba-tiba dan biasanya tidak
berlangsung lama. Jika nyerinya hebat, bisa menyebabkan denyut jantung yang cepat,
laju pernafasan meningkat, tekanan darah meninggi, berkeringat dan pupil melebar.
b. Nyeri somatik dalam (nyeri tumpul di otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat).
2) Nyeri kronik
Nyeri kronis adalah nyeri yang berlangsung selama beberapa minggu atau bulan;
istilah ini biasanya digunakan jika:
Nyeri kronis biasanya tidak mempengaruhi denyut jantung, laju pernafasan, tekanan
darah maupun pupil; tetapi bisa menyebabkan gangguan tidur, mengurangi nafsu makan
dan menyebabkan sembelit, penurunan berat badan, berkurangnya gairah seksual dan
depresi.
II.2 . Kualitas Nyeri [ CITATION lat09 \l 1057 ]
1. Nyeri cepat (fast pain) singkat, tempatnya jelas sesuai rangsang yang diberi. Nyeri
dihantar oleh serabut saraf kecil bermielin jenis A-delta dengan kecepatan konduksi
12-30 m/detik. Misalnya nyeri tusuk, pembedahan.
2. Nyeri lambat (slow pain) sulit dilokalisir dan tak ada hubungan dengan rangsang
misalnya rasa terbakar, rasa berdenyut, rasa ngilu, linu. Nyeri dihantar oleh serabut
saraf primitif tak bermielin jenis C dengan kecepatan konduksi 0,5-2 meter/detik
Proses inflamasi ialah proses unik baik secara biokimia atau seluler yang
disebabkan oleh kerusakan jaringan atau adanya benda asing. Proses inflamasi tidak
hanya berusaha menghilangkan jaringan yang rusak, tetapi berusaha pula untuk
menyembuhkannya.
Tanda utama inflamasi :
1. Rubor (kemerahan)
2. Kalor (kehangatan)
3. Tumor (pembengkakan)
4. Dolor (nyeri)
Reseptor nyeri
Ujung-ujung saraf bebas. Nyeri dapat memicu mual muntah melalui peningkatan
sirkulasi katekolain akibat stres.
a) Transduksi
b) Transmisi
Jaringan saraf yang naik dari medula spinalis ke batang otak dan talamus disebut
neuron penerima kedua
c) Modulasi
Modulasi nyeri dapat timbul di nosireseptor perifer, medula spinalis atau supraspinal.
Modulasi ini dapat menghambat atau memberi fasilitasi.
d) Persepsi
Nyeri sangat dipengaruhi oleh faktor subyektif, walaupun mekanismenya belum jelas.
1. Anamnesis umum
2. Pemeriksaan fisik
a. Lokasi nyeri
b. Keadaan yang berhubungan dengan timbulnya nyeri
c. Karakter nyeri
d. Intensitas nyeri
Dengan penilaian nyeri yang lengkap dapat di bedakan antara nyeri nosiseptif
(somatic dan visera) dengan nyeri neuropatik.
- Nyeri visera di deskripsikan sebagai nyeri tumpul, kram atau kolik yang tidak
terlokalisir dan dapat disertai dengan nyeri tekan lokal, nyeri alih, mual,
berkeringat dan perubahan kardiovaskular.
Terdapat kolerasi yang baik antara SDV dengan skala analog visual, namun
SDV kurang sensitive mengukur hasil terapi nyeri dibandingkan dengan Skala
Analog Visual (SAV).
b. Skala Numerik
Skala numerik (Numerical Rating Scale) terdiri atas 2 bentuk, verbal dan
tertulis. Pasien mengukur intensitas nyeri yang dirasakannya dalam skala 0 – 10
dimana 0 menunjukan tidak ada nyeri dan 10 menunjukan nyeri terburuk yang
dapat dibayangkan, ataupun tingkat berkurangnya nyeri mulai dari 0 yang tidak
ada perbaikan hingga 10 menunjukan perbaikan total
Skala Analog Visual (SAV, VAS = Visual Analog Scale) merupakan garis
horizontal sepanjang 100 mm dengan “tanda” verbal pada kedua ujungnya.
Pasien diminta membuat tanda pada garis tersebut dan skor yang didapat ialah
jarak dalam mm dari tanda disebelah kiri skala hingga tanda yang dibuat. VAS
adalah skala yang paling sering digunakan untuk mengukur intensitas nyeri
dengan kata “tidak nyeri” diujung kiri dan “sangat nyeri” diujung kanan,
sementara bila digunakan untuk mengukur berkurangnya nyeri, tanda verbal yang
digunakan adalah “tidak ada perbaikan” dan “perbaikan total”. VAS dapat pula
digunakan untuk mengukur aspek lain dari nyeri (seperti komponen afektif,
kepuasan pasien, efek samping).
Nilai VAS lebih dari 70 mm dikategorikan sebagai nyeri berat dan 0-5 mm
“tidak nyeri” ; 5-44 mm “nyeri ringan” dan 45-74 “nyeri sedang”
VAS telah terbukti merupakan skala yang linear bila diterapkan pada pasien
dengan nyeri pasca bedah akut dengan intensitas ringan – sedang. Sebagai skala
linear, derajat nyeri terdistribusi merata sepanjang skala sedemikian sehingga
perbedaan derajat nyeri yang dirasakan pasien untuk tiap pertambahan satuan
skala adalah sama.
Skala numerik vebal (SNV, VNRS = Verbal Numerical Rating Scale) adalah
pengukuran derajat nyeri yang dilakukan dengan meminta pasien mengukur
derajat nyeri dengan membayangkan 0 sebagai “tidak nyeri” dan 10 sebagai
“sangat nyeri”. Pengukuran dengan skala ini cukup mudah dilakukan, serta
memberikan hasil yang konsisten dan berkolerasi baik dengan VAS.
c. Pengukuran Nyeri Multidimensi
Obat analgesia opioid dan non opioid bisa diberikan secara sistemik dengan
berbagai cara. Pemilihan cara pemberian obat bisa ditentukan dengan dberbgai
faktor meliputi etiologi, keparahan, dari nyeri: kondisi dari pasien beroperasi
menyeluruh dan karakteristik dari teknik pemberian yang dipilih. Faktor
tambahan yang bisa dipertimbangkan lagi adalah mudahnya cara penggunaan,
kecepatan analgesia onset, realitas efeknya pada pasien, durasi obat, harga dan
penerimaan pasien pada cara tersebut pemberian. Keterbatasan fleksibilitas dalam
penjadwalan pemberian dosis analgesia terutama dengan cara intermiten dan prn
(tergantung kebutuhan) dalam menghilangkan nyeri terbukti tidak efektif dalam
pembahasan cara pemberian obat analgesia. Penilaian berkala pada tingkat nyeri
pasien dan respon mereka pada terapi yang (termasuk timbulnya berbagai efek
samping) lebih baik dibandingkan dengan sekedar ketaatan pemberian dosis obat.
[ CITATION Mar09 \l 1057 ]
1. Jalur oral
Pemberian obat analgesia beroperasi oral adalah sangat mudah, non invasif,
memiliki efikasi yang baik dan diterima dengan baik oleh pasien. Selain dalam
penanganan nyeri akut yang berat, pemberian beroperasi oral tidak ada
kontraindikasi penggunaannya. Jalur oral adalah cara yang banyak dipilih dalam
pemberian sebagian besar obat analgesia. Keterbatasan pemberian oral adalah
muntah atau memperlambat waktu pengosongan lambung. Bila analgesia oral
dengan dosis multipel diberikan sebelum motilitas lambung kembali normal, akan
menimbulkan akumulasi dosis yang kemudian masuk melalui usus halus kedalam
tubuh kembali secara bersamaan (efek dumping). ini akan menghasilkan
penyerapan sistemik yang tidak bisa diduga dari obat tersebut dan meningkatkan
risiko terjadinya efek samping yang merugikan.[ CITATION Mar09 \l 1057 ]
Secara umum analgetika dibagi dalam dua golongan, yaitu :[ CITATION Muc12 \l 1057 ]
[ CITATION Ari14 \l 1057 ]
a) analgeti non-narkotinik atau analgesik non-opioid atau integumental analgesic
(misalnya asetosal dan acetaminofen).
b) analgetika narkotik atau analgesik opioid atau visceral analgesic (misalnya
morfin)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim
siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya
adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah memblok
pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang
Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung
usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping
biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar. Obat-
1. Salicylates
tromboksan A2, pada dosis yang biasa efek sampingnya adalah gangguan lambung
(intoleransi). Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok (minum aspirin
ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek
anti-inflamasi yang bermakna. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti
nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan dan keadaan lain. Efek samping kadang-
kadang timbul 10 kali peningkatan ringan enzim hati. Pada dosis besar dapat
Contoh obatnya : Indomethacin (Indocin), obat ini lebih efektif daripada aspirin,
terhadap saluran cerna seperti nyeri abdomen, diare, pendarahan saluran cerna, dan
pancreatitis, serta menimbulkan nyeri kepala, dan jarang terjadi kelainan hati.
4. Derivat Fenamates
mempunyai waktu paruh pendek, efek samping yang serupa dengan obat-obat AINS baru
yang lain dan tak ada keuntungan lain yang melebihinya. Obat ini meningkatkan efek
Contoh obatnya : Ibuprofen (Advil), tersedia bebas dalam dosis rendah dengan
berbagai nama dagang. Obat ini dikontraindikasikan pada mereka yang menderita polip
6. Pyrazolone Derivatives
dan berbagai kelainan otot rangka. Obat ini mempunya efek anti-inflamasi yang kuat.
Tetapi memiliki efek samping yang serius seperti agranulositosis, anemia aplastik,
7. Oxicam Derivatives
Contoh obatnya : Piroxicam (Feldene), obat AINS dengan struktur baru. Waktu
paruhnya panjang untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka.
siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi , analgetik, dan antipiretik. Waktu
kelainan otot rangka. Efek sampingnya distress saluran cerna, perdarahan saluran cerna
b. Analgetik Opioid
Pada sistem supraspinal, tempat kerja opioid ialah di reseptor substansia grisea,
yaitu di periakuaduktus dan periventrikular. Sedangkan pada sistem spinal tempat
kerjanya di substansia gelatinosa korda spinalis. Morfin (agonis) terutama bekerja di
reseptor µ dan sisanya di reseptor k.[ CITATION lat09 \l 1057 ][ CITATION Muc12 \l
1057 ][ CITATION Ari14 \l 1057 ]
1. Agonis
2. Antagonis
3. Agonis-antagonis
Pentasosin, nalbufin, butarfanol, buprenorfin.
Efek samping : Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya)
pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan pada traktus bilier, retensi urin, dan
hipotensi.
Morfin oral dalam bentuk larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis
anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/
kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai
yang diperlukan.
Dosis dan sediaan : Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ;
mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis
poten. Sebagai suatu analgesik, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan
dengan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan
kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil
(dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan
itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi
menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada terminal saraf
neureptanalgesia.
kualitatif hampir sama dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru
urin.
dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis
anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi dosis rendah, pada bedah
Efek samping : Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung
yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat
dan kortisol.
3) Sufentanil
Sufat sufentanilkira-kira sama dengan fentanil. Efek pulihnya lebih cepat
mg/kgBB.
4) Alfentanil
5) Tramadol
Tramadol atau tramal adalah anagesik sentral dengan afinitas rendah pada
Tamadol dapat diberikan secara oral, im, atau iv dengan dosis 50-100 mg dan dapat
ANTAGONIS
6) Nalokson
Nalokson adalah antagonis murni opioid dan bekerja pada reseptor mu,
delta, kappa, signa. Pemberian nalokson pada pasien setelah mendapatkan morfin
akan terliat laju napas meningkat, kantuk hilang, pupil mata dilatasi, tekanan darah
pembedahan dengan dosis cicil 1-2µg/kgBB intravena dan dapat diulang tiap 3-5
menit, sampai ventilasi dianggap baik. Dosis lebih dari 0,2 mg jarang digunakan.
ml.
7) Naltrekson
Merupakan antagonis opioid kerja panjang yang biasanya diberikan peroral,
pada pasien ketergantungan opioid . waktu paro plasma 8-12 jam. Permberian oral
Terapi non
farmakologi
Pertimbangan Biasanya dioleskan pada bagian yang Alat pacu jantung
Rangsangan sebagai tambahan akan di insisi. atau atau
elektrik manajemen defibrilator implan,
transkutaneus perawatan nyeri lymphedema, kulit
saraf pascaoperasi yang rusak.
lainnya
Termasuk pencitraan terpadu dan
metode relaksasi lainnya, hipnosis, Tidak ada, hati-hati
Pertimbangan saran intraoperatif dan musik pada pasien dengan
Modalitas sebgai tambahan Mungkin memerlukan pendidikan pra riwayat psikosis
kognitif perawatan operasi dan pelatihan pasien untuk
manajemen nyeri hasil yang optimal
pasca operasi
lainnya
Terapi
farmakologi
sistemik
Digunakan Tidak jelas pemberian perbedaan antara Acetaminofen :
Acetami
sebagai i.v dan oral hepatotoxicity
nophen komponen dari
dan analgesis Mengurangi penggnaan opioid NSAIDs :
NSAIDs multimodal postoperatif perdarahan
gastrointestinal dan
Celecoxib dosis 200-400 mg,
ulserasi, penyakit
30 menit sampai 1 jam
jantung, disfungsi
preoperatif dan kemudian 200
ginjal.
mg dua kali sehari postopertif
Acetaminofen dosis biasa 500
– 1000 mg p.o atau i.v setiap 6
jam
Beberapa bukti pengamatan
menghubungkan antara dosis
tinggi NSAIDs dan nonunion
pada fusi spinal dan
pembedahan untuk fraktur,
dan antara penggunaan
NSAID dan kebocoran
anastomosis pada operasi
usus.
NSAID dikontraindikasikan
pada pasien yang menjalani
operasi bypass arteri koroner.
Opioid oral Digunakan Oral adalah cara pilihan untuk pasien Depresi pernafasan,
sebagai yang dapat minum per oral. berpotensi untuk
komponen ketergantungan dan
analgetik kematian,
multimodal mengantuk, mual
dan muntah,
konstipasi
Pasien dikontrol Digunakan ketika Hindari infus basal opioid pada orang Lihat opioid oral
dengan jalur parenteral dewasa yang baik-baik saja dengan
menggunakan dibutuhkan opioid
analgesik i.v dan setelah lebih dari
opioid sejam untuk
analgetik sistemik
postoperatif
Gabapentin dan Pertimbangkan Gabapentin dosis bervariasi; Dalam uji Pusing, mengantuk;
pregabalin sebagai coba yang biasanya dilakukan pada 600 dosis diturunkan
komponen sampai 1200 mg 1 sampai 2 jam pada gangguan
analgesia sebelum operasi, 600 mg pasca operasi ginjal.
multimodal, (dosis tunggal atau beberapa dosis)
terutama Pregabalin dosis bervariasi; Dalam uji
dipelajari pada coba yang biasanya dilakukan pada 100
pasien yang atau 300 mg sebelum operasi, atau 150
BAB III
KESIMPULAN
2016 terdapat 3 rekomendasi kuat lainnya dengan bukti berkualitas tinggi dalam
penangan nyeri post opersi yaitu:
2009
3. Muchtar, Armen. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Badan Penerbit FK UI.
Jakarta. 2012
4. Arif, Azalia. Cara Mudah Belajar Farmakologi. Badan Penerbit FK UI. Jakarta.
2014
From the American Pain Society. Journal American Pain Society. 2016