You are on page 1of 20

A.

KONSEP MEDIS
1. Definisi Batu SaluranKemih
Definisi BSK Batu saluran kemih adalah batu yang terbetuk dari
berbagai macam proses kimia di dalam tubuh manusia dan terletak di dalam
ginjal serta saluran kemih pada manusia seperti ureter (Pharos, 2012)
Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada
saluran kencing yang berbentuk karena faktor presifitasi endapan dan senyawa
tertentu. Batu tersebut bias berbentuk dari berbagai senyawa, misalnya
kalsium oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%) dan sistin (1%).
(Prabowo. E dan Pranata, 2014)

2. Etiologi
a. Peningkatan pH urine
Peningkatan pada urine merangsang kristalisasi pada senyawa-
senyawa tertentu, misalnya kalsium. Pada waktu terjadinya
peningkatan pH (basa)
b. Penurunan pH urine
Jika peningkatan urine bisa menyebabkan pembentukan batu, maka
penurunan pH pun menjadi prekursor terbentuknya batu. pH yang
rendah (asam) akan memudahkan senyawa-senyawa yang bersifat
rendah asam
c. Kandungan matriks batu tinggi
Ginjal yang berfungsi sebagai tempat filtrasi sangat beresiko untuk
menjadi endapan. Partikel-partikel dalam darah dan urine memberikan
beban terhadap ginjal untuk melakukan filtrasi
d. Kebiasaan makan (lifestyle)
Secara tidak disadari, pola hidup utamanya konsumsi makanan
memberikan kontribusi terhadap batu. Sumber makanan yang
mengandung purin, kolestrol, dan kalsium berpengaruh pada proses
terbentuknya batu
e. Obat-obat
Obat-obatan yang mempengaruhi filtrasi ginjal, maupun yang
mempengaruhi keseimbangan asam basa menjadi prekursor
terbentuknya batu
f. Stagnansi urine
Sesuai dengan prinsip cairan, bahwa mobilitas cairann yang rendah
akan mempengaruhi tingkat sedimentasi tinggi
g. Penyakit
Beberapa penyakit sering kali menjadi penyebab terbentuknya batu.
Infeksi saluran kemih sering menjadi pemicu terbentuknya batu yang
disebut batu struvit
h. Obesitas
Kondisi berat badan lebih meningkatkan resiko terbentuknya batu
ginjal sebagai dampak dari peningkatan ekskresi kalsium, oksalat dan
asam urat, sehingga menjadi bahan/matriks pembentuk batu (Prabowo
dan Pranata, 2014 )

3. Patofisiologi
Menurut (Dinda, 2011) Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh
saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering
mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu sistem kalises ginjal
atau buli-buli. Adnya kelainan bawaan pada pelvikalises,
divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat
berigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadi pembentukan batu. (Dinda, 2011)
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic
yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam
keadaan metastable (tetap larut) kemudian akan mengadakan agregasi, dan
menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat Kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat Kristal menempel
pada epitel saluran kemih, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pad
agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat
saluran kemih. (Dinda, 2011)
Kondisi metasble di pengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid
didalam urine, kosentrasi solute di dalam urine, laju aliran di dalam saluran
kemih, atau adanya koloid di dalam urine, kosentrasi solute di dalam saluran
kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak
sebagai inti batu. (Dinda, 2011)
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang
berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium
oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat,
batu magnesium ammonium fosfat, batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis
lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu di atas hampir sama,
tetapi suasana di dalam saluran kemihyang memungkinkan terbentuknya jenis
batu itu tidak sama. Misalkanbatu asam urat mudah terbentuk dalam suasana
asam, sedangkan batumagnesium amonium fosfat terbentuk karena urine
bersifat basa.(Dinda, 2011)

4. Manifestasi Klinis
a. Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri
kolik dan non kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi batu pada
saluran kemih sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan
sekitar (Brooker, 2009).
Nyeri kolik juga karena adanya aktivitas peristaltik otot polos
sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan
batu pada saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan
tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan pada
terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri (Purnomo, 2012)
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena
terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal sehingga menyebabkan nyeri
hebat dengan peningkatan produksi prostglandin E2 ginjal (O’Callaghan,
2009).
Rasa nyeri akan bertambah berat apabila batu bergerak turun dan
menyebabkan obstruksi. Pada ureter bagian distal (bawah) akan
menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria dan labia mayora pada
wanita. Nyeri kostovertebral menjadi ciri khas dari urolithiasis, khsusnya
nefrolithiasis (Brunner & Suddart, 2015).
b. Gangguan miksi
Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urin (urine
flow) mengalami penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara
spontan. Pada pasien nefrolithiasis, obstruksi saluran kemih terjadi
diginjal sehingga urin yang masuk ke vesika urinaria mengalami
penurunan. Sedangkan pada pasien uretrolithiasis, obstruksi urin terjadi di
saluran paling akhir sehingga kekuatan untuk mengeluarkan urin ada
namun hambatan pada saluran menyebabkan urin stagnansi (Brooker,
2009).
Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar secara spontan
setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat ureter
menyilang vasa iliaka dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli (Purnomo,
2012).
c. Hematuria
Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering
mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar.
Keadaan ini akan menimbulkan gesekan yang disebabkan oleh batu
sehingga urin yang dikeluarkan bercampur dengan darah (hematuria)
(Brunner & Suddart, 2015).
Hematuria tidak selalu terjadi pada pasien urolithiasis, namun jika
terjadi lesi pada saluran kemih utamanya ginjal maka seringkali
menimbulkan hematuria yang masive, hal ini dikarenakan vaskuler pada
ginjal sangat kaya dan memiliki sensitivitas yang tinggi dan didukung jika
karakteristik batu yang tajam pada sisinya (Brooker, 2009)
d. Mual dan muntah
Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi
ketidaknyamananpada pasien karena nyeri yang sangat hebat sehingga
pasien mengalami stress yang tinggi dan memacu sekresi HCl pada
lambung(Brooker, 2009).
Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan karenaadanya stimulasi
dari celiac plexus, namun gejala gastrointestinal biasanya tidak ada (Portis
& Sundaram, 2001)
e. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat
lain. Tanda demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi
pembuluh darah di kulit merupakan tanda terjadinya urosepsis.Urosepsis
merupakan kedaruratan dibidang urologi, dalam hal iniharus secepatnya
ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari
timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan
pemberian antibiotik (Purnomo, 2012)
f. Distensi vesika urinaria
Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria
akan menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh karena itu,
akan teraba bendungan (distensi) pada waktu dilakukan palpasi pada regio
vesika (Brooker, 2009)

5. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus
dikeluarkan secepatnya agar tiak menimbulkan penyulit yang lebih berat.
Indikasi dilakukan terapi jika batu telah menimbulkan obstruksi (pada
hidroureter atau hidronefrosis), infeksi dan indikasi sosial. Batu dapat
dikeluarkan dengan cara :
a. Medikamentosa
Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm,
sehingga batu diharapkan dapat keluar spontan. Tujuan terapi ini untuk
mengurangi nyeri, mengurangi muntah, memperlancar aliran urine
dengan pemberian diuretikum dan minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar.
b. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ESWL adalah pemecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau
batu buli–buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan.
Batu dipecah menjadi fragmen kecil, sehingga mudah dikeluarkan.
Pecahan-pecahan batu yang sedang keluar dapat menimbulkan perasaan
nyeri \ kolik dan hematuri.
ESWL terbatas penggunaanya bergantung pada ukuran dan lokasi batu.
Batu yang berukuran diameter > 1,5 cm atau berlokasi di bagian bawah
dari ginjal akan lebih sulit diatasi. Fragmentasi tetap terjadi, namun
sebagian besar fragmen pada daerah tersebut menyulitkan pengeluaran
batu secara komplit. ESWL tidak dapat dilakukan terdapat obstruksi di
distal kalkulus atau pada wanita hamil.
c. Endourologi
Merupakan tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu
dengan cara memecahkan batu dan mengeluarkannya melalui alat yang
dimasukan langsung ke dalam saluran kemih (alat tersebut dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit/ perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik dengan memakai
energi hidrolik, energi gelombang suara atau energi laser.
Beberapa tindakan endourologi adalah :
1) PNL (Percutaneous Nephro Lithotripsy), yaitu mengeluarkan batu
yang sebelumnya terlebih dahulu dipecah menjadi fragmen–
fragmen kecil dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem
kalises melalui insisi pada kulit. Karena cara ini lebih memberikan
rasa sakit dibandingkan dengan ESWL ureteroskopi, maka
umumnya ia hanya digunakan pada batu yang besar atau batu yang
kompleks dan gagal diatasi menggunakan kedua metode tersebut.
Pada beberapa kasus, dilakukan kombinasi antara PNL dengan
ESWL untuk mengeluarkan batu ginjal secara keseluruhan, yang
disebut terapi sandwich, yang digunakan pada staghorn atau kasus-
kasus batu yang sulit.
2) Litotripsi, yaitu memecah batu buli – buli atau uretra dengan
memasukkan pemecah batu (litotriptor). Pecahan dikeluarkan
dengan ekuator Ellik.
3) Uretroskopi atau uretro – renoskopi, yaitu memasukkan alat
uretroskopi per-uretram untuk melihat keadaan ureter atau system
pielo-kaliks dengan memakai energi tertentu, batu dapat dipecah
dengan tuntunan uretroskopi/uretrorenoskopi. Menggunakan
endoskopi berukuran kecil, dapat rigid, semirigid, atau fleksibel,
melewati buli-buli dan ke ureter untuk melihat batu secara
langsung. Biasanya silakukan pada pasien dengan gejala akut yang
disebabkan batu pada distal ureter, biasanya berukuran 5-8 mm.
Batu ini biasany dapat langsung dikeluarkan menggunakan
instrumen kecil, dapat berupa keranjang atau pencapit, atau dipecah
menjadi pecahan-pecahan kecil menggunakan lithotrites (misalnya
laser, ultrasonik, elektrohidrulik, balistik). Seringkali diperlukan
pemasangan stent ureter setelah prosedur ini, untuk mencegah
spasme dan udem pada ureter.
d. Bedah laparoskopi
Pembedahan dilakukan untuk mengambil batu saluran kemih saat
ini berkembang (banyak dipakai pada batu ureter),
e. Bedah terbuka
Indikasi utama dilakukannya terapi pembedahan antara lain nyeri,
infeksi, dan obstruksi. Selain itu, juga dipertimbangkan pekerjaan
pasien serta alasan-alasan kesehatan lainnya. Sedangkan kontraindikasi
dari manipulasi terhadap batu antara lain infeksi aktif saluran kemih
yang tidak diobati, perdarahan yang belum teratasi, serta kehamilan
(kontraindikasi relatif).
Pembedahan terbuka dilakukan bila alat - alat yang disebut di atas
tidak ada. Bedah terbuka antara lain pielolitotomi (untuk mengambil
batu ureter) atau nefrolitotomi (untuk mengambil batu ginjal). Tidak
jarang pasien menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal
karena sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya
sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran
kemih yang menibulkan obstruksi dan infeksi yang menahun (Purnomo,
2012)

6. Komplikasi
Komplikasi menurut Mansjoer,dkk (2007) adalah:
a. Hidronefrosis.
Kelainan umum pada saluran kemih. Ini disebabkan oleh gangguan
aliran urin dalam ureter (tabung yang mengeluarkan urin dari ginjal ke
kantung kemih).
b. Pionefrosis.
Jenis infeksi saluran kemih atau ISK, yang menyerang ginjal.
Saluran kemih terdiri dari kandung kemih, uretra, ginjal, dan ureter.
Kebanyakan infeksi saluran kemih dimulai dari uretra, yaitu saluran
paling akhir saat urin dikeluarkan dari tubuh.
c. Uremia
Uremia adalah keadaan toksik yang disebabkan gagal ginjal. Hal
ini terjadi bila fungsi ginjal tidak dapat membuang urea keluar dari
tubuh sehingga urea menumpuk dalam darah
d. Gagal ginjal
Kondisi dimana ginjal kehilangan kemampuannya untuk
menyaring cairan dan sisa-sisa makanan. Saat kondisi ini terjadi, kadar
racun dan cairan berbahaya akan terkumpul di dalam tubuh dan dapat
berakibat fatal jika tidak diobati.

7. Prognosis
Prognosis batu saluran kencing tergantung dari besar batu, letak batu,
adanya infeksi dan adanya obstruksi. Makin besar batu makin jelek
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan
adanya infeksi karena factor obstruksi akan dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal sehingga prognosis menjadi jelek.(Purnomo,
2012)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Secara otomatis ,tidak ada factor jenis kelamin dan usia yang signifikan
dalam proses pembentukan batu. Namun, angka kejadian urolgitiasis
dilapangan sering kali terjadi pada laki-laki dan pada masa usia dewasa.
Hal ini dimungkinkan karena pola hidup, aktifitas, dan geografis.
(Prabowo E, dan Pranata, 2014)
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri
pada saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada
lokasi dan besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga
mengalami gangguan gastrointestinal dan perubahan. (Dinda, 2011)
c. Pola psikososial
Hambatan dalam interaksi social dikarenakan adanya ketidaknyamanan
(nyeri hebat) pada pasien, sehingga focus perhatiannya hanya pada
sakitnya.Isolasi social tidak terjadi karena bukan merupakan penyakit
menular. (Prabowo E, dan Pranata, 2014)
d. Pola pemenuhan kebutuhansehari-hari
1) Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan
otot, tetapi dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan
aktifitas relative dibantu oleh keluarga,misalnya berpakaian, mandi
makan,minum dan lain sebagainya,terlebih jika kolik mendadak
terjadi. (Prabowo E, dan Pranata, 2014)
Terjadi mual mutah karena peningkatan tingkat stres pasien akibat
nyeri hebat.Anoreksia sering kali terjadi karena kondisi ph
pencernaan yang asam akibat sekresi HCL berlebihan.Pemenuhan
kebutuhan cairan sbenarnya tidak ada masalah.Namun, klien sering
kali membatasi minum karena takut urinenya semakin banyak dan
memperparah nyeri yang dialami. (Prabowo E, dan Pranata, 2014)
2) Eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola,
kecuali diikuti oleh penyakit penyerta lainnya. Klien mengalami
nyeri saat kencing (disuria, pada diagnosis uretrolithiasis).
Hematuria (gross/flek), kencing sedikit (oliguaria), disertai vesika
(vesikolithiasis). (Prabowo E, dan Pranata, 2014)
3) Pemeriksaan fisik persistem
a) Sistem pernafasan, nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan
jalan nafas. Atau tidak mengeluh batuk atau sesak. Tidak ada
riwayat bronchitis, TB, asma, empisema, pneumonia. (Nahdi
Tf, 2013)
b) Sistem persyarafan, tingkat kesadaran, GCS, reflex bicara,
compos mentis. (Nahdi Tf, 2013)
c) Sistem penglihatan,termasukpenglihatan pupil isokor,
dengan reflex cahaya (+) . (Nahdi Tf, 2013)
d) Sistem pendengaran, tidak ditemukan gangguan pada sistem
pendengaran. (Nahdi Tf, 2013)
e) Sistem pencernaan, Mulut dan tenggorokan: Fungsi
mengunyah dan menelan baik, Bising usus normal. (Nahdi Tf,
2013)
f) Sistem abdomen, adanya nyeri tekan abdomen, teraba massa
keras atau batu, nyeri ketok pada pinggang. (Prabowo E, dan
Pranata, 2014)
g) Sistem perkemihan, adanya oliguria, disuria, gross hematuria,
menjadi ciri khas dari urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri
ketok pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/ urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok pada
pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu
(uretrolithiasis). nilai frekuensi buang air kecil dan jumlahnya,
Gangguan pola berkemih. (Prabowo E, dan Pranata, 2014)
h) Sistem reproduksi tidak ada masalah/gangguan pada sistem
reproduksi. (Nahdi Tf, 2013)
i) Sistem kardiovaskuler, tidak ditemukan gangguan pada sistem
kardiovaskular. (Nahdi Tf, 2013)
j) Sistem integumen, hangat, kemerahan, pucat. (Dian, 2011 :)
k) Sistem muskuluskletal, mengalami intoleransi aktivitas karena
nyeri yang dirasakan yang melakukan mobilitas fisik tertentu.
(Nahdi Tf, 2013)
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, kimia
darah (ureum, kreatinin, asam urat), dan urin lengkap.Hasilnya
ditemukan peningkatan kadar leukosit 11.700/μl (normalnya:5000-
10.000/μl); kimia darah tidak ditemukan peningkatan kadar ureum,
kreatinin, maupun asam urat; urin lengkap ditemukan warna keruh, epitel
(+), sedimen (+), peningkatan kadar eritrosit 5-7/LPB (normalnya: 0-
1/LPB), leukosit 10-11/LPB (0-5/LPB). (Nahdi Tf, 2013: hal 48)
b. Radiologis
Pada pemeriksaan radiologi dilakukan rontgen Blass Nier Overzicht
(BNO) dan ultrasonografi (USG) abdomen. Hasilnya pada rontgen BNO
didapatkan tampak bayangan radioopaque pada pielum ginjal setinggi
linea paravertebrae sinistra setinggi lumbal III Ukuran 1,5 x 2 cm; USG
didapatkan tampak batu pada ginjal kiri di pole atas-tengah- bawah
berukuran 1 cm x 1,2 cm x 1,8 cm; tampak pelebaran sistem
pelvicokaliseal. (Nahdi Tf, 2013: hal 48)
c. Foto PolosAbdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat
kemungkinanadanya batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis
kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radiopak dan paling sering
dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asama urat bersifat non-
opak (radiolusen)
d. Pielografi Intra Vena(PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batuk semi- opak ataupun
batu non-opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut.
Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat
adanya penurunan fungis ginjal sebagai gantinya adalah pemeriksaan
pielografi retrograde.
e. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV,
yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap kontras, faal ginjal yang
menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat
menilai adanya batu di ginjal atau di buli- buli, hidronefrosis,
pionefrosis.(Dinda, 2011:hal 3)
f. CT-scan
Pemindaian CT-scan akan menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang
ukuran dan lokasi batu. Pemeriksaan ini dipakai untuk mengidentifikasi
kalkuli dan masa lain; ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih. Sangat
akurat mendiagnosa ureteral kalkuli, sensitifitas sangat tinggi untuk
mengidentifikasi obstruksi. Selain itu, CT-scan juga sebagai Gold
Standart dari pemeriksaan trauma urinari. Mengidentifikasi atau
menggambarkan kalkuli dan massa lain; ginjal, ureter, dan distensi
kandung kemih (Borley 2006).
Indikasi:
1) Obstruksi saluran kemih
2) BSK (Batu saluran kemih)
3) Trauma urinari
4) Kalkuli ureter
5) Distensi bladder
g. Sistoskopi
Sistoskopi adalah prosedur pemeriksaan dengan menyisipkan sebuah
tabung kecil fleksibel melalui uretra, yang memuat sebuah lensa dan
sistem pencahayaan yang membantu dokter untuk melihat bagian dalam
uretra dan kandung kemih untuk mengetahui kelainan dalam kandung
kemih dan saluran kemih bawah.
Dengan prosedur ini, batu ginjal dapat diambil dari ureter, kandung
kemih atau uretra, dan biopsi jaringan dapat dilakukan. Retrograde
pielografi adalah pemasukan zat kontras melalui kateter ke dalam ureter
dan pelvis ginjal, yang dapat dilakukan selama sistoskopi. Dan berguna
untuk mengetahui kerusakan dari serabut-serabut otot pada kandung
kemih (Chang 2009). Indikasi pemeriksaan ini yaitu klien dengan
kelainan anomali bladder, saluran kemih, dan batu ginjal.
h. Magnetic Resonance Urography (MRU)
Magnetic resonance urography (MRU) memiliki peran minimal dalam
diagnosis dan manajemen urolithiasis. MRU memberikan alternatif untuk
NCCT dalam pengaturan klinis tertentu, termasuk klien anak-anak dan ibu
hamil. MRU memberikan gambaran yang luar biasa dari saluran kemih
dan telah terbukti memiliki akurasi diagnosis batu dari 92,8%. Peran
sekarang dari MRU masih berkembang dan belum dianggap sebagai
standar perawatan (Pearl dan Nakada, 2009).
Indikasi:
1) Hidronefrosis
2) Batu saluran kemih (BSK)
3) Obstruksi saluran kemih
4) Striktur uretra
4. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi uroteral,trauma
jaringan, pembentukan oedema, iskemia seluler.
b. Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi
ginjal atau ureteral, inflamsi atau obstruksi mekanik.
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d mual muntal, diuresis
paska obstruksi.
5. Intervensi dan rasional

NO Diagnosa Tujuan-Kriteria Intervensi Rasionala


. Keperawatan yang diharapkan

1. Nyeri akut b/d Nyeri hilang 1. Catat 1. Evaluasi tempat


peningkatan dengan spasme lokasi,lamanya obstruksi dan
frekuensi terkontrol. intensitas,penyebara kemajuan gerakan
/dorongan n,perhatikan tanda- kalkulus
kontraksi Kriteria ; tanda non
ureteral,trauma - Pasien verbal,misalnya 2. Membantu dalam
jaringan,pemb merintih,mengaduh meningkatkan
tampak rileks.
entukan dan gelisah ansietas. kemampuan
edema, - Pasien koping pasien
iskemia 2. Jelaskan penyebab serta menurunkan
mampu
seluler. nyeri dan perubahan ansietas
tidur/istirahat karakteristik nyeri.
3. Meningkatkan
dengan
3. Berikan tindakan relaksasi,menurun
tenang nyaman,misalnya kan tegangan otot,
pijatan
- Tidak gelisah,
punggung,ciptakan 4. Mengarahkan
tidak merintih lingkungan yang kembali
tenang. perhatiandan
membantu dalam
4. Bantu atau dorong relaksasi otot.
penggunaan nafas
berfokus 5. Meningkatkan
lewatnya
5. Bantu dengan batu,mencegah
ambulasi sering s/d stasis
indikasi tingkatkan urine,mencegah
pemasukan cairan pembentukan batu
sedikitnya 3-4 selanjutnya.
lt/hariatau s/d
indikasi. 6. Obstruksi lengkap
ureter
6. Perhatikan keluhan dpt.menyebabkan
peningkatan/meneta ferforasi,dan
pnya nyeri ekstravasasi urine
abdomen. ke dalam area
perirenal.
7. Berikan kompres
hangat pada 7. Dipakai selama
punggung episode akut,
untuk menurunkan
8. .KOLABORASI: kolik ureter dan
relaksasi otot.
Berikan obat
sesuai dengan 8. .Menurunkan
indikasi refleks spasme
- Narkotik shg. Mengurangi
nyeri dan kolik.
- Antispasmodik
- Kortikosteroid
9. Menurunkan
9. Pertahankan patensi
edema jaringan
kateter bila
,shg. Membantu
digunakan.
gerakan batu.
10. Mencegah stasis
urine,menurunkan
resiko peningkatan
tekanan ginjal dan
infeksi.
.
2. Perubahan Perubahan 1. Awasi pemasukan 1. Evaluasi fungsi
eliminasi urine eliminasi urine dan pengeluaran ginjal
b/d stimulasi tidak terjadi serta karakteristik dgn.memerhatikan
kandung urine tanda-tanda
kemih oleh Kriteria : komplikasimisalnya
batu, iritasi - Haematuria 2. Tentukan pola infeksi,atau
ginjal, atau berkemih normal. perdarahan.
tidak ada.
ureter,
obstruksi - Piuria tidak 3. Dorong 2. Kalkulus
mekanik atau meningkatkan dpt.menyebabkan
terjadi
inflamsi. pemasukan cairan eksitabiliats
- Rasa terbakar saraf,yg.menyebabk
4. Catat adanya an kebutuhan
tidak ada.
pengeluaran dalam sensasi berkemih
- Dorongan urinek/p kirim ke .segera.
lab untuk dianalisa.
ingin
3. Membilas
berkemih 5. Observasi keluhan bakteri,darah.dan
kandung debris,membantu
terus
kemih,palpasi dan lewatnya batu.
berkurang. perhatikan
output,dan edema. 4. Identifikasi tipe
batudan alternatif
6. Obserevasi terapi
perubahan status
mental.,prilaku atau 5. Retensi
tingkat kesadaran. urine,menyebabkan
distensi
7. Kolaborasi ; jaringan.,potensial
Monitoring resiko infeksi dan
pem.Lab,BUN.kreat GGK.
inin
8. Ambil urine untuk 6. Ketidakseimbangan
kultur dan elektrolit
sensitivitas dpt.menjadi toksik
9. Berikan obat sesuai pada SSP.
dgn program;
10. diamox, alupurinol 7. Peninggian
BUN,indikasi
11. Esidrix, Higroton disfungsi ginjal.

8. Evaluasi adanya
12. Amonium
ISK.atau penyebab
Klorida,Kalium,,ata komplikasi.
u Natrium,fosfat,.
9. Meningkatkan
pH.urine
13. Agen antigon, menurunkan
pembentukan batu
(Ziloprim)
asam

14. Nabic 10. Mencegah stasis


urine
15. Asam Askorbat 11. Menurunkan
pembentukan batu
fosfat
16. Pertahankan patensi
kateter. 12. Menurunkan
produksi asam urat
17. Irigasi dgn. Asam
13. Adanya ISK
atau larutan alkalin.
potensuial
pembentukan batu.

14. Mencegah
pembentukan
beberapa kalkuli.

15. Mencegah
berulangnya
pembentukan batu
alkalin.

16. Mencegah
retensi,dan
komplikasi.

17. Mengubah pH.urine


mencegah
pembentukan batu.
3. Resiko tinggi Keseimbangan 1. Catat insiden 1. Mengesampingkan
kekurangan cairan adekuat muntah kejadian abdominal
volume cairan perrhatikan lain.
b/d mual, Kriteria : karakteristik,
muntah, - Intake dan dan frekuensi. 2. Mempertahankan
diuresis pasca keseimbangan
output
obstruksi. 2. Tingkatkan cairan dan
seimbang pemasukan homeostasis.
cairan
- Tanda vital
3. Penurunan
stabil (TD 3. 3-4 lt / hari LFG.merangasang
dalam toleransi produksi renin, yg.
120/80
jantung. Bekerja
mmHg. Nadi
4. Awasi tanda 4. meningktakan TD.
60-100,
vital, evaluasi
RR16-20, nadi, turgor 5. Peningkatan
kulit dan BB.yang
suhu 36.5°-
membran cepat,waspada
37°C) mukosa. retensi
- -Membran
5. Timbang berat
mukosa badan tiap hari 6. Mengkaji hidrasi,
kebutuhan
lembab
intervensdi.
- Turgor kulit 6. Kolaborasi:
Awasi 7. Mempertahankan
baik.
Hb,Ht,elektrolit, volume sirkulasi

7. Berikan cairan
IV 8. Mempertahnakan
keseimbangan
8. Berikan diet nutruisi.
tepat,cairan
jernih,makanan
lembut s/d
toleransi 9. Menurunkan mual
muntah
9. Berikan obat s/d
indikasi
antiemetik,(misa
l compazin )
DAFTAR PUSTAKA

Prabowo dan Pranata, 2014.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Purnomo, B.B. 2010.Pedoman diagnosis & terapi smf urologi LAB ilmu
bedah.Malang: Universitas Kedokteran Brawijaya.

Judith.M.Wilkison dan Nancy.R.2013.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed


9.Jakarta: EGC

You might also like