You are on page 1of 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bioteknologi merupakan teknik penggunaan bahan yang didapat dari makhluk


hidup, untuk membuat produk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Bioteknologi biasa disebut juga dengan pemuliaan makhluk hidup, karena tujuan dari
bioteknologi adalah untuk mendapatkan sifat baik atau bibit unggul pada suatu
makhluk hidup.
ADN (asam deoksiribosa nukleat) memiliki pengaruh besar terhadap
bioteknologi. Bahkan ada anggapan bahwa masa depan manusia nantinya didominasi
oleh produk-produk bioteknologi. Apalagi sejak dikuasainya teknologi DNA
rekombinan, yaitu kemampuan merekayasa materi dasar kehidupan yang disebut gen
itu.
DNA adalah sesuatu yang molekul yang mengkode instruksi biologis. Proses
rekayasa genetika pada dasarnya adalah proses mengambil gen-gen individual dari
DNA suatu spesies dan menyisipkannya ke dalam spesies lain. Dengan enzim
endonuklease restriksi, manusia dapat memotong dan mengeluarkan gen dari
dtempatnya pada kromosom, dan memindahkannya ke sel individu lain atau jenis
makhluk hidup lain. Bioteknologi dapat diterapkan di berbagai bidang dalam
kehidupan manusia, berikut gambaran aplikasi bioteknologi di berbagai bidang :
1. Bidang industri, misalnya produksi protein sel tunggal, produksi protein asing,
produksi antibiotika, produksi hormon, produksi enzim, produksi surfaktan, produksi
pengharum dan penyedap, dan lain sebagainya.
2. Bidang kesehatan, dengan menggunakan antibodi klon sel tunggal, dapat
digunakan untuk mencari penyebab penyakit manusia.

1
3. Bidang pertambangan, dapat melepaskan logam dari sulfide jebakan dengan
menggunakan Thiobachillus ferrooxidans.
4. Bidang Pertanian, pengembangan tanaman transgenik.

Seleksi genetik untuk pemuliaan tanaman (perbaikan kualitas/sifat tanaman)


telah dilakukan sejak tahun 8000 SM ketika praktik pertanian dimulai di
Mesopotamia. Secara konvensional, pemuliaan tanaman dilakukan dengan
memanfaatkan proses seleksi dan persilangan tanaman. Kedua proses tersebut
memakan waktu yang cukup lama dan hasil yang didapat tidak menentu karena
bergantung dari mutasi alamiah secara acak.

Sejarah penemuan tanaman transgenik dimulai pada tahun 1977 ketika bakteri
Agrobacterium tumefaciens diketahui dapat mentransfer DNA atau gen yang
dimilikinya ke dalam tanaman. Pada tahun 1983, tanaman transgenik pertama, yaitu
bunga matahari yang disisipi gen dari buncis (Phaseolus vulgaris) telah berhasil
dikembangkan oleh manusia. Sejak saat itu, pengembangan tanaman transgenik untuk
kebutuhan komersial dan peningkatan tanaman terus dilakukan manusia. Dengan
kemajuan teknologi yang berkembang secara pesat, banyak jenis tanaman yang dapat
di rekayasa melalui transgenik. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan membahas
mengenai tanaman transgenik pada kelapa sawit.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa itu tanaman transgenik?
2. Bagaimana cara mendapatkan tanaman kelapa sawit transgenik?
3. Apa saja dampak dari pembuatan tanaman transgenik?

2
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami prinsip-prinsip dasar tanaman transgenik.
2. Untuk memahami pembuatan tanaman kelapa sawit transgenik.
3. Untuk memahami dampak dari pembuatan tanaman transgenik.

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui prinsip-prinsip dasar tanaman transgenik.
2. Dapat mengetahui pembuatan tanaman kelapa sawit transgenik.
3. Dapat mengetahui dampak dari tanaman trangenik.

3
BAB 2
TRANSGENIK

2.1 Pengertian Tanaman Transgenik


Transgenik adalah tanaman yang telah direkayasa bentuk maupun kualitasnya
melalui penyisipan gen atau DNA binatang, bakteri, mikroba, atau virus untuk tujuan
tertentu Organisme transgenik adalah organisme yang mendapatkan pindahan gen
dari organisme lain. Gen yang ditransfer dapat berasal dari jenis (spesies) lain seperti
bakteri, virus, hewan, atau tanaman lain.
Secara ontologi tanaman transgenik adalah suatu produk rekayasa genetika
melalui transformasi gen dari makhluk hidup lain ke dalam tanaman yang tujuannya
untuk menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat unggul yang lebih baik dari
tanaman sebelumnya.
Secara epistemologi, proses pembuatan tanaman transgenik sebelum
dilepas ke masyarakat telah melalui hasil penelitian yang panjang, studi kelayakan
dan uji lapangan dengan pengawasan yang ketat, termasuk melalui analisis
dampak lingkungan untuk jangka pendek dan jangka panjang. Secara aksiologi:
berdasarkan pendapat kelompok masyarakat yang pro dan kontra tanaman
transgenik memiliki manfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk, tetapi
manfaat tersebut belum teruji, apakah lebih besar manfaatnya atau kerugiannya.
Tanaman transgenik adalah tanaman yang telah disisipi atau memiliki gen
asing dari spesies tanaman yang berbeda atau makhluk hidup lainnya. Penggabungan
gen asing ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang
diinginkan, misalnya pembuatan tanaman yang tahan suhu tinggi, suhu rendah,
kekeringan, resisten terhadap organisme pengganggu tanaman, serta kuantitas dan
kualitas yang lebih tinggi dari tanaman alami.
Sebagian besar rekayasa atau modifikasi sifat tanaman dilakukan untuk
mengatasi kebutuhan pangan penduduk dunia yang semakin meningkat dan juga

4
permasalahan kekurangan gizi manusia sehingga pembuatan tanaman transgenik juga
menjadi bagian dari pemuliaan tanaman. Hadirnya tanaman transgenik menimbulkan
kontroversi masyarakat dunia karena sebagian masyarakat khawatir apabila tanaman
tersebut akan mengganggu keseimbangan lingkungan (ekologi), membahayakan
kesehatan manusia, dan memengaruhi perekonomian global.

2.2 Pembuatan Tanaman Transgenik


Pembuatan tanaman transgenic Untuk membuat suatu tanaman transgenik,
pertama-tama dilakukan identifikasi atau pencarian gen yang akan menghasilkan sifat
tertentu (sifat yang diinginkan).Gen yang diinginkan dapat diambil dari tanaman lain,
hewan, cendawan, atau bakteri.Setelah gen yang diinginkan didapat maka dilakukan
perbanyakan gen yang disebut dengan istilah kloning gen.Pada tahapan kloning gen,
DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor kloning (agen pembawa DNA),
contohnya plasmid (DNA yang digunakan untuk transfer gen).Kemudian, vektor
kloning akan dimasukkan ke dalam bakteri sehingga DNA dapat diperbanyak seiring
dengan perkembangbiakan bakteri tersebut. Apabila gen yang diinginkan telah
diperbanyak dalam jumlah yang cukup maka akan dilakukan transfer gen asing
tersebut ke dalam sel tumbuhan yang berasal dari bagian tertentu, salah satunya
adalah bagian daun. Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu
metode senjata gen, metode transformasi DNA yang diperantarai bakteri
Agrobacterium tumefaciens, dan elektroporasi (metode transfer DNA dengan bantuan
listrik).
Metode senjata gen atau penembakan mikro-proyektil. Metode ini sering
digunakan pada spesies jagung dan padi. Untuk melakukannya, digunakan senjata
yang dapat menembakkan mikro-proyektil berkecepatan tinggi ke dalam sel
tanaman.Mikro-proyektil tersebut akan mengantarkan DNA untuk masuk ke dalam
sel tanaman. Penggunaan senjata gen memberikan hasil yang bersih dan aman,
meskipun ada kemungkinan terjadi kerusakan sel selama penembakan berlangsung.

5
Metode transformasi yang diperantarai oleh Agrobacterium tumefaciens.
Bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat menginfeksi tanaman secara alami karena
memiliki plasmid Ti, suatu vektor (pembawa DNA) untuk menyisipkan gen asing.Di
dalam plasmid Ti terdapat gen yang menyandikan sifat virulensi untuk menyebabkan
penyakit tanaman tertentu. Gen asing yang ingin dimasukkan ke dalam tanaman dapat
disisipkan di dalam plasmid Ti. Selanjutnya, A. tumefaciens secara langsung dapat
memindahkan gen pada plasmid tersebut ke dalam genom (DNA) tanaman. Setelah
DNA asing menyatu dengan DNA tanaman maka sifat-sifat yang diinginkan dapat
diekspresikan tumbuhan.
Metode elektroporasi. Pada metode elektroporasi ini, sel tanaman yang akan
menerima gen asing harus mengalami pelepasan dinding sel hingga menjadi protoplas
(sel yang kehilangan dinding sel). Selanjutnya sel diberi kejutan listrik dengan voltase
tinggi untuk membuka pori-pori membran sel tanaman sehingga DNA asing dapat
masuk ke dalam sel dan bersatu (terintegrasi) dengan DNA kromosom tanaman.
Kemudian, dilakukan proses pengembalian dinding sel tanaman.
Setelah proses transfer DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun untuk
mendapatkan sel yang berhasil disisipi gen asing. Hasil seleksi ditumbuhkan menjadi
kalus (sekumpulan sel yang belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan
tunas. Apabila telah terbentuk tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan
pemindahan ke tanah dan sifat baru tanaman dapat diamati. Gen yang telah
diidentikfikasi diisolasi dan kemudian dimasukkan ke dalam sel tanaman. Melalui
suatu sistem tertentu, sel tanaman yang membawa gen tersebut dapat dipisahkan dari
sel tanaman yang tidak membawa gen. Tanaman pembawa gen ini kemudian
ditumbuhkan secara normal. Tanaman inilah yang disebut sebagai tanaman
transgenik karena ada gen asing yang telah dipindahkan dari makhluk hidup lain
ke tanaman tersebut (Muladno, 2002).
Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu
atau sejumlah gen. Gen yang dimasukkan itu - disebut transgene - bisa diisolasi dari
tanaman tidak sekerabat atau spesies yang lain sama sekali.

6
Transgenik per definisi adalah the use of gene manipulation to permanently
modify the cell or germ cells of organism (BPPT,2000). Karena berisi transgene tadi,
tanaman itu disebut genetically modified crops (GM crops). Atau, organisme yang
mengalami rekayasa genetika (genetically modified organisms, GMOs).
Transgene umumnya diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul
tertentu. Misal, pada proses membuat jagung Bt tahan hama, pakar bioteknologi
memanfaatkan gen bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang
mematikan bagi hama tertentu. Gen Bt ini disisipkan ke rangkaian gen tanaman
jagung. Sehingga tanaman resipien (jagung) juga mewarisi sifat toksis bagi hama.
Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan mati (Intisari, 2003).

Proses Transgenik

Cara seleksi sel transforman akan diuraikan lebih rinci pada penjelasan
tentang plasmid (lihat Bab XI). Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat
terjadi setelah transformasi dilakukan, yaitu (1) sel inang tidak dimasuki DNA apa
pun atau berarti transformasi gagal, (2) sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti
ligasi gagal, dan (3) sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa fragmen
sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara kemungkinan pertama
dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang
memperlihatkan dua sifat marker vektor, Seleksi sel rekombinan yang membawa
fragmen yang diinginkan dilakukan dengan mencari fragmen tersebut menggunakan
fragmen pelacak (probe), yang pembuatannya dilakukan secara in vitro menggunakan
teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase chain reaction (PCR). Penjelasan
lebih rinci tentang teknik PCR dapat dilihat pada Bab XII. Pelacakan fragmen yang
diinginkan antara lain dapat dilakukan melalui cara yang dinamakan hibridisasi
koloni (lihat Bab X). Koloni-koloni sel rekombinan ditransfer ke membran nilon,
dilisis agar isi selnya keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga
tinggal tersisa DNAnya saja. Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di

7
dalam larutan pelacak. Posisi-posisi DNA yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak
dicocokkan dengan posisi koloni pada kultur awal (master plate). Dengan demikian,
kita bisa menentukan koloni-koloni sel rekombinan yang membawa fragmen yang
diinginkan.
Susunan materil genetik diubah dengan jalan menyisipkan gen baru yang
unggul ke dalam kromosomnya.Tanaman transgenik memiliki kualitas lebih
dibanding tanaman konvensional, kandungan nutrisi lebih tinggi, tahan hama, tahan
cuaca, umur pendek, dll; sehingga penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi
kebutuhan pangan secara cepat dan menghemat devisa akibat penghematan
pemakaian pestisida atau bahan kimia lain serta tanaman transgenik produksi lebih
baik
Teknik rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman; yaitu
memperbaiki sifat-sifat tanaman dengan menambah sifat-sifat ketahanan terhadap
cekaman hama maupun lingkungan yang kurang menguntungkan; sehingga tanaman
transgenik memiliki kualitas lebih baik dari tanaman konvensional, serta bukan hal
baru karena sudah lama dilakukan tetapi tidak disadari oleh masyarakat.

8
BAB 3
TRANSGENIK PADA KELAPA SAWIT

3.1 Kelapa Sawit Transgenik


Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) bersumbangsih penting
terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan memiliki potensi dalam pembangunan
ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Pohon penghasil minyak ini banyak
dibudidayakan di Indonesia, dimana sekitar 8,04 juta hektar tersebar hamper seluruh
provinsi di Indonesia. Hal ini penting bagi industry kelapa sawit, khususnya
perkebunan, untuk menjaadi lebih kompetitif dengan meningkatkan produktivitas
tanaman per hektar, serta memperluas nilai tambah dan kualitas minyak sawit.
Rekayasa genetika adalah metode untuk meningkatkan kualitas tanaman
dalam periode waktu yang lebih singkat. Tujuan dari studi ini adalah untuk
meningkatkan kualitas tanaman dalam periode waktu yang lebih singkat. Tujuan dari
studi ini adalah untuk meningkatkan hasil dan kualitas kelapa sawit menggunakan
teknologi DNA dan rekayasa genetika. Lingkup pekerjaan ini adalah mengidentifikasi
dan mengumpulkan tanaman induk unggul dan klon, isolasi DNA dan konstruksi
plasmid, transformasi genetic, dan pengembangan serta perbaikan komposisi minyak
yang dihasilkan buah dan biji kelapa sawit.
Metodologi yang diterapkan meliputi kultur jaringan tanaman untuk
menghasilkan kalus embriogenik dan plantlet berkualitas, transformasi genetic
dengan penembakan partikel dan metode yang dimediasi Agrobacterium, serta isolasi
gen yang terlibat dalam sintesis minyak. Gen-gen tersebut adalah SAD, PATE/FATB,
dan KASIL. Laporan ini menggambarkan hasil yang diperoleh pada tahun pertama
kerjasama penelitianantara bioteknologi BPPT Pusat, Indonesia dan Fuji Oil Co Ltd,
Jepang pada tahun 2012. Transformasi Agrobacterium tumefaciens dilakukan
terhadap embrio, daun, kalus, dan kalus embriogenik menggunakan strain
Agrobacterium LBA 4404, yang mengundang plasmid pBGGN atau PalSelect

9
(Gambar 1 dan 2) yang membawa gen penanda seleksi (bar atau MALS) untuk
ketahanan terhadap herbisida (Glucfosinate atau Bispyribac)

Awalnya material tanaman ditembak menggunakan partikel tanpa plasmid


untuk membuat lubnag atau memecah dinding sel untuk infeksi Agrobacterium.
Infeksi terjadi selama 1 jam dalam kondisi gelap. Setelah dicuci dengan medium cair
yang mengandung carbenisilin dan cefotaxime, bahan tanaman dikeringkan diatas
kertas saring, kemudian dipindahkan pada media ko-kultivasi selama 3 hari (Gambar
3). Selanjutnya, bahan tanaman di subkultur pada medium yang mengandung
carbenisilin dan cefotaxime. Dua minggu kemudian, observasi dilakukan di bawah
mikroskop.

10
Gambar 4 dan 5 menunjukkan hasil transformasi Agrobacterium. Bintik-
bintik hijau muncul pada kedua perlakuan, yaitu pada eksplan yang ditransformasi
menggunakan pBGGN-GFP dan PalSelect-GFP. Bintik-bintik hijau pada perlakuan
pertama, pBGGN-GFP, jauh lebih intens daripada PalSelect-GFP. Munculnya bintik-
bintik hijau ini berlanjut, sebagaimana diperlihatkan pada pengamatan berikutnya,
satu bulan kemudian.

11
Usmani (2011) dalam penelitiannya melakukan pemanfaatan lahan marginal
untuk perkebunan kelapa sawit menuntut ketersedian jenis tanaman sait yang tahan
terhadap cekaman kekeringan. Rekayasa genetika dilakukan dengan cara
menstransformasi gen P5CS pembawa sifat ketahanan terhadap cekaman kekeringan
ke dalam kalus kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk mentransformasi rakitan
gen P5CS ke dalam kalus kelapa sawit untuk mendapatkan kalus rekombinan yang
memiliki sifat toleran terhadap kekeringan. Tahapan penelitian diawali dengan
tranformasi plasmid rekombinan pBI-P5CS dari Escheria coli XL1 Blue pBIP5CS ke
Agrobacterium tumefaciens AGL0. Selanjutnya, dilakukan seleksi A.tumefaciens
AGL0 transforman dan deteksi gen P5CS dengan PCR plasmid pBI-P5CS
menggunakan primer P5CS. Metode transfer gen P5CS ke dalam kalus kelapa sawit
melalui A.tumefaciens AGL0. Seleksi kalus transforman dilakukan pada media de
Fossard padat diikuti pengujian adanya gen P5CS di dalam kalus kelapa sawit
menggunakan PCR dengan bantuan gen nptII sebagai gen penanda. Keberhasilan
transformasi plasmid rekombinan pBI-P5CS ke dalam kalus kelapa sawit melalui A.
tumefaciens AGL0 di tunjukkan dengan adanya fragmen gen P5CS berukuran sekitar
2,3 Kb serta keberadaan gen penanda nptII yang berukuran 700 pb.

12
BAB 4

DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF


REKAYASA GENETIK TRANSGENIK

4.1 Dampak Positif Transgenik

1. Rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber


yang lebih sedikit.
2. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan
memperluas daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
3. Makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.

4.2 Dampak Negatif Transgenik


Adapun dampak negatif dari rekayasa transgenik meliputi beberapa aspek yaitu:

4.2.1 Aspek sosial Yang meliputi :

1. Aspek agama

Penggunaan gen yang berasal dari babi untuk memproduksi bahan makanan
dengan sendirinya akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemeluk agama
Islam. Demikian pula, penggunaan gen dari hewan dalam rangka meningkatkan
produksi bahan makanan akan menimbulkan kekhawatiran bagi kaum vegetarian,
yang mempunyai keyakinan tidak boleh mengonsumsi produk hewani. Sementara itu,
kloning manusia, baik parsial (hanya organ-organ tertentu) maupun seutuhnya,
apabila telah berhasil menjadi kenyataan akan mengundang kontroversi, baik dari
segi agama maupun nilai-nilai moral kemanusiaan universal. Demikian juga,

13
xenotransplantasi (transplantasi organ hewan ke tubuh manusia) serta kloning stem
cell dari embrio manusia untuk kepentingan medis juga dapat dinilai sebagai bentuk
pelanggaran terhadap norma agama.

2. Aspek etika dan estetika

Penggunaan bakteri E coli sebagai sel inang bagi gen tertentu yang akan
diekspresikan produknya dalam skala industri, misalnya industri pangan, akan terasa
menjijikkan bagi sebagian masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan tersebut.
Hal ini karena E coli merupakan bakteri yang secara alami menghuni kolon manusia
sehingga pada umumnya diisolasi dari tinja manusia.

4.2.2 Aspek ekonomi

Berbagai komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah memberikan


ancaman persaingan serius terhadap komoditas serupa yang dihasilkan secara
konvensional. Penggunaan tebu transgenik mampu menghasilkan gula dengan
derajad kemanisan jauh lebih tinggi daripada gula dari tebu atau bit biasa. Hal ini
jelas menimbulkan kekhawatiran bagi masa depan pabrik-pabrik gula yang
menggunakan bahan alami. Begitu juga, produksi minyak goreng canola dari tanaman
rapeseeds transgenik dapat berpuluh kali lipat bila dibandingkan dengan produksi dari
kelapa atau kelapa sawit sehingga mengancam eksistensi industri minyak goreng
konvensional. Di bidang peternakan, enzim yang dihasilkan oleh organisme
transgenik dapat memberikan kandungan protein hewani yang lebih tinggi pada
pakan ternak sehingga mengancam keberadaan pabrik-pabrik tepung ikan, tepung
daging, dan tepung tulang.

14
4.2.3 Aspek kesehatan

1. Potensi toksisitas bahan pangan

Dengan terjadinya transfer genetik di dalam tubuh organisme transgenik akan


muncul bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada
bahan pangan. Sebagai contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang
tidak pernah berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang
membahayakan kesehatan. Rekayasa genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat
mengintroduksi alergen atau toksin baru yang semula tidak pernah dijumpai pada
bahan pangan konvensional. Di antara kedelai transgenik, misalnya, pernah
dilaporkan adanya kasus reaksi alergi yang serius. Begitu pula, pernah ditemukan
kontaminan toksik dari bakteri transgenik yang digunakan untuk menghasilkan
pelengkap makanan (food supplement) triptofan. Kemungkinan timbulnya risiko
yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan terkait dengan akumulasi hasil
metabolisme tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang dapat memberikan
kontribusi toksin, alergen, dan bahaya genetik lainnya di dalam pangan manusia.

Beberapa organisme transgenik telah ditarik dari peredaran karena terjadinya


peningkatan kadar bahan toksik. Kentang Lenape (Amerika Serikat dan Kanada) dan
kentang Magnum Bonum (Swedia) diketahui mempunyai kadar glikoalkaloid yang
tinggi di dalam umbinya. Demikian pula, tanaman seleri transgenik (Amerika Serikat)
yang resisten terhadap serangga ternyata memiliki kadar psoralen, suatu karsinogen,
yang tinggi.

15
2. Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan

WHO pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan
kimia baru, baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya,
berpotensi menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit
lain. Sebagai contoh, gen aad yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat
berpindah ke bakteri penyebab kencing nanah (GO), Neisseria gonorrhoeae.
Akibatnya, bakteri ini menjadi kebal terhadap antibiotik streptomisin dan
spektinomisin. Padahal, selama ini hanya dua macam antibiotik itulah yang dapat
mematikan bakteri tersebut. Oleh karena itu, penyakit GO dikhawatirkan tidak dapat
diobati lagi dengan adanya kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita penderita GO
untuk tidak memakai pembalut dari bahan kapas transgenik.
Contoh lainnya adalah karet transgenik yang diketahui menghasilkan lateks dengan
kadar protein tinggi sehingga apabila digunakan dalam pembuatan sarung tangan dan
kondom, dapat diperoleh kualitas yang sangat baik. Namun, di Amerika Serikat pada
tahun 1999 dilaporkan ada sekitar 20 juta penderita alergi akibat pemakaian sarung
tangan dan kondom dari bahan karet transgenik.

Selain pada manusia, organisme transgenik juga diketahui dapat menimbulkan


penyakit pada hewan. A. Putzai di Inggris pada tahun 1998 melaporkan bahwa tikus
percobaan yang diberi pakan kentang transgenik memperlihatkan gejala kekerdilan
dan imunodepresi. Fenomena yang serupa dijumpai pada ternak unggas di Indonesia,
yang diberi pakan jagung pipil dan bungkil kedelai impor. Jagung dan bungkil
kedelai tersebut diimpor dari negara-negara yang telah mengembangkan berbagai
tanaman transgenik sehingga diduga kuat bahwa kedua tanaman tersebut merupakan
tanaman transgenik.

16
4.2.4 Aspek lingkungan

1. Potensi erosi plasma nutfah


Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan
tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah
tanaman, plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai
contoh, dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek
pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies
kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan
gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu
tersebut. Hal ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt
dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang berada pada
jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi larva kupu-kupu
raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan daun gulma milkweed yang telah
kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami kematian. Dengan
demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang cepat atau lambat dapat
memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.

2. Potensi pergeseran gen

Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera


setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme
dan organisme tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini dikatakan
telah mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi
kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman
tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur
tanah di areal pertanamannya.

17
3. Potensi pergeseran ekologi

Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme


yang pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak
dapat memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan
terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik
dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.

4. Potensi terbentuknya barrier species

Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya


barrier species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat
ditimbulkan adalah terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.

5. Potensi mudah diserang penyakit

Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi


dengan gulma liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi
lingkungan yang buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah
diserang penyakit dan lebih disukai oleh serangga.
Sebagai contoh, penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap
herbisida akan mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya,
akan makin banyak cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman
tersebut. Dengan perkataan lain, terjadi peningkatan jumlah dan jenis
mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik tahan herbisida. Jadi, tanaman
transgenik tahan herbisida justru memerlukan penggunaan pestisida yang lebih
banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri bagi
lingkungan.
Beberapa kekhawatiran tersebut diantaranya:

18
1. Kekhawatiran bahwa tanaman transgenik menimbulkan keracunan
Masyarakat mengkhawatirkan bahwa produk transgenik berupa tanaman tahan
serangga yang mengandung gen Bt (Bacillus thuringiensis) yang berfungsi sebagai
racun terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia. Dalam artikel ini,
kehawatiran ini disanggah dengan pendapat bahwa gen Bt hanya dapat bekerja aktif
dan bersifat racun jika bertemu dengan reseptor dalam usus serangga dari golongan
yang sesuai virulensinya.
2. Kekhawatiran terhadap kemungkinan alergi
Sekitar 1-2% orang dewasa dan 4-6% anak-anak mengalami alergi terhadap
makanan. Penyebab alergi (allergen) tersebut diantaranya brazil nut, crustacean,
gandum, ikan, kacang-kacangan, dan padi. Konsumsi produk makanan dari kedelai
yang diintroduksi dengan gen penghasil protein metionin dari tanaman brazil nut,
diduga menimbulkan alergi terhadap manusia. Hal ini diketahui lewat pengujian skin
prick test yang menunjukkan bahwa kedelai transgenik tersebut memberikan hasil
positif sebagai allergen. Dalam artikel ini, penulis berpendapat bahwa alergi tersebut
belum tentu disebabkan karena konsumsi tanaman transgenik. Hal ini dikarenakan
semua allergen merupakan protein sedangkan semua protein belum tentu allergen.
Allergenmemiliki sifat stabil dan membutuhkan waktu yang lama untuk terurai dalam
sistem pencernaan, sedangkan protein bersifat tidak stabil dan mudah terurai oleh
panas pada suhu >65 C sehingga jika dipanaskan tidak berfungsi lagi.
Masyarakat tidak perlu bersikap anti terhadap teknologi, namun sebaiknya
dapat menerima dengan sikap kehati-hatian untuk menghindari resiko jangka panjang
1. Berubahnya urutan informasi genetik yang dimiliki, maka sifat organisme
yang bersangkutan juga berubah.
2. Bakteri hasil rekayasa yang lolos laboratorium atau pabrik yang dampaknya
tidak dapat diperkirakan.
3. Kemungkinan menimbulkan keracunan.
4. Kemungkinan menimbulkan alergi

19
5. Kemungkinan menyebabkan bakteri dalam tubuh manusia dan tahan
antibiotik.

20
BAB 5

KESIMPULAN

KESIMPULAN

Dari uraian yang telah kami sajikan dapat kami simpulkan bahwa :
1. Rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber
yang lebih sedikit.
2. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan
memperluas daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
3. Makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.
Namun selain itu juga dapat menimbulkan berbagai ke kawatiran, diantaranya yaitu:
1. Terjadinya silang luar
2. Adanya efek kompensasi
3. Munculnya hama target yang tahan terhadap insektisida
4. Munculnya efek samping terhadap hama non target

21
DAFTAR PUSTAKA

Aguzzi A, Brandner S, Isenmann S, Steinbach JP, and Sure U : Transgenic and gene
disruption techniques in the study of neurocarcinogenesis. Glia 1995: 15: 348-364

Jusuf, A.A : Transgenic and gene disruption techniques from a concept to a tool in
studying the basic pathogenesis of various human disease. Medical Journal Of
Indonesia. 1998: 7; 2 : 55-64

Anonim (http://y0un13.blogspot.com/2006/03/Transgenik Tanaman.html). Diakses


tanggal 14 desember 2017.

Anonim. ( http://ekarielanalis.blogspot.co.id/2016/05/makalah-tanaman-
transgenik.html). Diakses tanggal 14 desember 2017.

Anonim. (http://abidinn.blogspot.co.id/2014/12/tanaman-transgenik.html). Diakses


tanggal 14 desember 2017.

Anonim. (https://www.scribd.com/document/350093971/REKAYASA-GENETIKA-
PADA-TUMBUHAN-pdf). Diakses tanggal 14 Desember 2017.

22

You might also like