You are on page 1of 33

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Warga Negara : Indonesia
Tanggal Pemeriksaan : 9 Oktober 2017
Tempat Pemeriksaan : Poli Kesehatan Jiwa RSU Anutapura Palu

LAPORAN PSIKIATRIK
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Susah Tidur

B. Riwayat Gangguan Sekarang


Seorang laki-laki umur 60 tahun dibawa ke poli kesehatan jiwa RSU
Anutapura Palu oleh keluarganya dengan keluhan susah tidur, keluhan ini
sudah dirasakan sejak kurang lebih 4 bulan yang lalu, pasien mengaku sulit
untuk memulai tidur, pasien merasa gelisah, jantung berdebar- debar,
napsu makan menurun sampai terjadi penurunan berat badan. Pada saat
pasien merasa sulit untuk tidur, pasien akan berjalan- jalan keluar rumah.
Pasien mengatakan lebih tenang saat berada di luar rumah, karena
pada saat di dalam rumah pasien merasa gelisah, emosinya mudah
terpancing, sampai mengamuk dan membanting- banting barang, hal
tersebut dikarenakan pasien selalu beranggapan bahwa isterinya
mempunyai selingkuhan. Pasien juga mengatakan sudah ada keinginan
untuk melukai orang yang dianggap selingkuhan isterinya tapi masih bisa
dikontrol. Karena kondisi tersebut pasien mengatakan bahwa pekerjaannya
terbengkalai. Pasien mengaku bahwa ia sering membayangkan lelaki yang
dianggap selingkuhan isterinya sehingga pasein kerap kali merasa gelisah.
Menurut isteri pasien, sebelumnya pasien adalah pribadi yang baik,
tidak pernah kasar, tidak pernah melarang- larang atau curiga yang

1
berlebihan pada isterinya seperti sekarang serta tidak ada masalah yang
terjadi sebelumnya. Isterinya mengaku kecurigaan pasien timbul
mendadak dan tanpa sebab yang jelas. Sampai pasien melarang isterinya
terlalu sering beraktivitas di luar rumah.
Pasien punya riwayat hipertensi tidak terkontrol, riwayat penyakit
maag, pernah mengalami kecelakaan motor setelah lebaran id Fitri tahun
ini, riwayat penyakit psikiatri tidak ada, pasien juga pernah berobat ke
Puskesmas karena susah tidur yang diderita, tetapi pasien mengatakan
tidak ada perubahan meskipun telah mengkonsumsi obat.

 Hendaya/Disfungsi
Hendaya Sosial (+)
Hendaya Pekerjaan (+)
Hendaya Penggunaan Waktu Senggang (+)

 Faktor Stressor Psikososial


Sering curiga isterinya selingkuh

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


 Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami hal yang sama dan
tidak pernah dirawat di Rumah Sakit akibat keluhan yang diderita saat
ini.

 Riwayat Gangguan Medis


Riwayat kejang : Tidak ada
Riwayat cedera kepala : Tidak ada
Riwayat asma : Tidak ada
Riwayat hipertensi : Ada
Riwayat malaria : Tidak ada
Riwayat diabetes melitus : Tidak ada
Riwayat alergi : Tidak ada
Riwayat opname : Tidak ada
Riwayat Maag : Ada

 Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif


Merokok (+)

D. Riwayat Kehidupan Pribadi (Past Personal History)


 Riwayat Prenatal dan Perinatal

2
Pasien lahir dalam keadaan normal dan cukup bulan, lahir tanpa
penyulit apapun dalam persalinan, tidak ada gangguan-gangguan
ataupun penyakit yang diderita ibunya saat mengandung hingga
melahirkan. Pasien lahir tanpa penyakit apapun dalam persalinan.

 Riwayat Masa Kanak-Kanak Awal (1-3 tahun)


Tidak terdapat persoalan-persoalan diusia ini. Pertumbuhan
dan perkembangan sesuai umur dan tidak terdapat gejala-gejala
problem perilaku. Tidak ada riwayat kejang, trauma atau infeksi pada
masa ini. Hubungan pasien dengan keluarga, kerabat, dan lingkungan
tempat tinggal cukup baik dan mendapatkan kasih sayang dari orang
tua dan saudara-saudaranya.

 Riwayat Masa Kanak-Kanak Pertengahan (4-11 tahun)


Pertumbuhan dan perkembangan baik, sesuai dengan anak
seusianya.

 Riwayat Masa Kanak-Kanak Akhir/Pubertas/Remaja (12-18


tahun)
Hubungan pasien dengan keluarga, kerabat, dan lingkungan
tempat tinggal cukup baik. Tidak pernah terjadi masalah apapun.

 Riwayat Masa Dewasa (>18 tahun)


Pasien sudah menikah dan mempunyai dua orang anak, pasien bekerja
sebagai wiraswasta.

E. Riwayat Kehidupan Keluarga


Hubungan pasien dengan isteri dan anak- anaknya terjalin baik,
tidakpernah ada masalah yang timbul yang dapat menyebabkan tekanan
atau stress berlebihan.

F. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama isteri dan anak- anaknya

G. Persepsi (Tanggapan) Pasien Tentang Diri dan Kehidupan.

3
Pasien ingin sembuh dan kembali beraktifitas seperti sebelumnya.

II. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan:
Pasien laki- laki mengenakan baju kaos berwarna hitam dan celana
jeans panjang berwana hitam, wajah sesuai umur, perawatan diri baik.
2. Kesadaran: Komposmentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor: Tampak tenang
4. Pembicaraan: Bicara spontan, bicara jelas dan mudah dimengerti
5. Sikap terhadap pemeriksa: Kooperatif

B. Keadaan Afektif
1. Mood : Eutimia
2. Afek : Luas
3. Keserasian : Serasi
4. Empati : Tidak dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)


1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan: Pengetahuan
dan kecerdasan sesuai taraf pendidikannya.
2. Daya konsentrasi : baik
3. Orientasi:
 Waktu : baik
 Tempat : baik
 Perorangan : baik
4. Daya ingat
 Jangka Pendek : baik
 Segera (immediate memory) : baik
 Jangka Panjang : baik
5. Pikiran abstrak : baik
6. Bakat kreatif : Belum ditemukan
7. Kemampuan menolong diri sendiri: baik

D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : ada
2. Ilusi : tidak ada
3. Depersonalisasi : tidak ada
4. Derealisasi : tidak ada

E. Proses Berpikir
1. Arus pikiran :
a. Produktivitas : Cukup

4
b. Kontinuitas pikiran : Relevan
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi Pikiran
a. Preokupasi : curiga isterinya selingkuh
b. Gangguan isi pikiran : Waham curiga berupa pasien merasa
isterinya selingkuh

F. Pengendalian impuls
Baik

G. Daya nilai
1. Norma sosial : terganggu
2. Uji daya nilai : terganggu
3. Penilaian Realitas : Terganggu

H. Tilikan (insight)
Derajat 2: Ambivalensi terhadap penyakitnya

I. Taraf Dapat Dipercaya


Dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan fisik
 Status internus:
Keadaan umum : Komposmentis
Tanda-tanda Vital :
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,60C
Konjungtiva : Anemis (-)/(-)
Sklera : Ikterus (-)/(-)
Pemeriksaan jantung-paru: tidak dilakukan pemeriksaan

 Status neurologis:
GCS: E4M6V5
Pemeriksaan N. Cranialis & Perifer: Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan Tekanan Intrakranial: Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

5
 Seorang laki-laki umur 60 tahun dibawa ke poli kesehatan jiwa RSU
Anutapura Palu oleh keluarganya dengan keluhan susah tidur, keluhan ini
sudah dirasakan sejak kurang lebih 4 bulan yang lalu, pasien mengaku sulit
untuk memulai tidur, pasien merasa gelisah, jantung berdebar- debar, napsu
makan menurun sampai terjadi penurunan berat badan. Pada saat pasien
merasa sulit untuk tidur, pasien akan berjalan- jalan keluar rumah.
 Pasien merasa emosinya mudah terpancing, sampai mengamuk dan
membanting- banting barang
 Pasien selalu beranggapan bahwa isterinya mempunyai selingkuhan.
 Pasien juga mengatakan sudah ada keinginan untuk melukai orang yang
dianggap selingkuhan isterinya tapi masih bisa dikontrol.
 Pekerjaannya terbengkalai
 Pasien sering membayangkan lelaki yang dianggap selingkuhan isterinya
sehingga pasein kerap kali merasa gelisah.
 Pasien punya riwayat hipertensi tidak terkontrol, riwayat penyakit maag,
riwayat penyakit psikiatri tidak ada
 Pasien juga pernah berobat ke Puskesmas karena susah tidur yang diderita,
tetapi pasien mengatakan tidak ada perubahan meskipun telah mengkonsumsi
obat.

Kata kunci
• laki-laki 60 tahun
• susah tidur
• gelisah
• Jantung berdebar-debar
• sulit memulai tidur
• nafsu makan menurun
• penurunan berat badan
• emosi labil
• mengamuk
• perasaan curiga berlebihan terhadap istrinya

Pertanyaan
1. Bagaimana konsep gangguan jiwa?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya waham?
3. bagaimana psikopatologi dari kasus diatas?
4. Bagaimana psikodinamik pada kasus diatas ?

6
5. Apa saja DD pada kasus ini?
6. Bagaimana diagnosis multi aksial dari kasus ini?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus ini?
8. Rencana terapi pada kasus ini?
9. Efek samping dari obat anti psikotik?
10. Bagaimana prognosis dari kasus ini?

1. Bagaimana konsep gangguan jiwa?


• Konsep gangguan jiwa :
1. Adanya gejala klinis yang bermakna berupa :
 Sindrom atau pola perilaku
 Sindrom atau pola psikologik
2. Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” (distress) antara lain berupa
rasa nyeri, tidak nyaman,tidak tenteram,terganggu,disfungsi organ tubuh,dll
3.Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” (disability) dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan
kelangsungan hidup (mandi,berpakaian,makan,dll)

2. Bagaimana mekanisme terjadinya waham?

Neurotransmitter yang menjadi pemicu terjadinya gangguan waham menetap


adalah dopamine yang meningkat.

3. Bagaimanakah Psikopatologi pada kasus ini ?

Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan


disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson.Zat kimia ini dilepaskan
dari akson terminal. Melalui eksositosis dan juga direabsorpsi untuk daur ulang.

7
Neurotransmiter merupakan cara komunikasi antar neuron. Zat-za tkimia ini
menyebabkan perubahan permeabilitas sel neuron, sehingga neuron menjadi lebih
kurang dapat menyalurkan impuls, tergantung dari neuron dan transmitter
tersebut. Contoh-contoh neurotransmitter adalah norepinefrin, acetilkolin,
dopamin, serotonin, asam gama amino butirat (GABA), glisin, dan lain-lain.

Norepinefrin, epinephrine, dan dopamine


Noepinephrine, epinephrine, dan dopamine dikelompokkan dalam
cathecolamines. Hidroksilasi tirosin merupakan tahap penentu (rate-limiting step)
dalam biosintesis cathecolamin. Disamping itu, enzim tirosin hidroksilase ini
dihambat oleh oleh katekol (umpan balik negatif oleh hasil akhirnya).
a. Dopamin
Merupakan neurotransmiter yang mirip dengan adrenalin dimana
mempengaruhi proses otak yang mengontrol gerakan, respon emosional dan
kemampuan untuk merasakan kesenangan dan rasa sakit. Dopamin sangat penting
untuk mengontrol gerakan keseimbangan.Jika kekurangan dopamine akan
menyebabkan berkurangnya control gerakan seperti kasus pada penyakit
Parkinson. Jika kekurangan atau masalah dengan aliran dopamine dapat
menyebabkan orang kehilangan kemampuan untuk berpikir rasionil, ditunjukkan
dalam skizofrenia. Dari perut tegmental area yang banyak bagian limbic system
akan menyebabkan seseorang selalu curiga dan memungkinkan untuk mempunyai
kepribadian paranoia. Jika kekuranganDopamin di bidang mesocortical dari
daerah perut tegmental ke neocortex terutama di daerah prefrontal dapat
mengurangi salah satu dari memori.
b. Norephineprin
Disekresi oleh sebagian besar neuron yang badan sel/somanya terletak
pada batang otak dan hipothalamus. Secara khas neuron-neuron penyekresi
norephineprin yang terletak di lokus seruleus di dalam pons akan mengirimkan
serabut-serabut saraf yang luas di dalam otak dan akan membantu pengaturan
seluruh aktivitas dan perasaan, seperti peningkatan kewaspadaan. Pada sebagian
daerah ini, norephineprin mungkin mengaktivasi reseptor aksitasi, namun pada
yang lebih sempit malahan mengatur reseptor inhibisi. Norephineprin juga

8
sebagian disekresikan oleh sebagian besar neuron post ganglion sistem saraf
simpatis dimana ephineprin merangsang beberapa organ tetapi menghambat organ
yang lain
c. Epinefrin
merupakan salah satu hormon yang berperan pada reaksi stres jangka
pendek. Epinefrin disekresi oleh kelenjar adrenal saat ada keadaan gawat ataupun
berbahaya. Di dalam aliran darah epinefrin dengan cepat menjaga kebutuhan
tubuh saat terjadu ketegangan, atau kondisi gawat dengan memberi suplai oksigen
dan glukosa lebih pada otak dan otot. Selain itu epinefrin juga meningkatkan
denyut jantung, stroke volume, dilatasi dan kontraksi arteriol pada gastrointestinal
dan otot skeleton. Epinefrin akan meningkatkan gula darah dengan jalan
meningkatkan katabolisme dari glikogen menjadi glukosa di hati dan saat
bersamaan menurunkan pembentukan lipid dari sel-sel lemak.
Epinefrin memiliki banyak sekali fungsi di hampir seluruh tubuh,
diantaranya dalam mengatur konsentrasi asam lemak, konsentrasi glukosa darah,
kontrol aliran darah ginjal, mengatur laju metabolisme, kontraksi otot polos,
termogenesis kimia, vasodilatasi, vasokonstriksi, dll.

Serotonin
Serotonin (5-hydroxytryptamine, atau 5-HT) adalah suatu neurotransmitte
rmonoamino yang disintesiskan dalam neuron-neuron serotonergis dalam sistem
saraf pusat (CNS) dan sel-sel enterochromaffin dalam saluran pencernaan.
Pada system sarafpusat serotonin memiliki peranan penting sebagai
neurotransmitter yang berperan pada proses marah, agresif, temperature tubuh,
mood, tidur, human sexuality, selera makan, dan metabolisme, serta rangsang
muntah.
Serotonin memiliki aktivitas yang luas pada otak dan variasi genetic pada
reseptor serotonin dan transporter serotonin, yang juga memiliki kemampuan
untuk reuptake yang jika terganggu akan memiliki dampak pada kelainan
neurologist.
Obat-obatan yang mempengaruhi jalur dari pembentukan serotonin
biasanya digunakan sebagai terapi pada banyak gangguan psikiatri, selain itu

9
serotonin juga merupakan salah satu dari pusat penelitian pengaruh genetic pada
perubahan genetic psikiatri.
Pada beberapa studi yang telah dilakukan dapat dibuktikan bahwa pada
beberapa orang dengan gangguan cemas memiliki serotonin transporter yang tidak
normal dan efek dari perubahan ini adalah adanya peluang terjadinya depresi jauh
lebih besar dibanding orang normal.Dari peneltian terbaru juga didapatkan bahwa
serotonin bersama-sama dengan asetilkolin dan norepinefrin akan bertindak
sebagai neurotransmitter yang dilepaskan pada ujung-ujung saraf enteric.
Kebanyakan nuclei rafe akan mensekresi serotonin yang membantu dalam
pengaturan tidur normal. Serotonin juga merupakan salah satu dari beberapa
bahan aktif yang akan mengaktifkan proses peradangan, yang akan dimulai
dengan vasodilatasi pembuluhdarah local sampa ipada tahap pembengkakan sel
jaringan, selain itu serotonin juga memiliki kendali pada aliran darah, kontraksi
otot polos, rangsang nyeri, system analgesic, dan peristaltic usushalus.

4. Apa Saja Diagnosis Differential pada kasus ini ?

- Skizofrenia Paranoid
- Gangguan Waham Menetap
- Psikotik akut Non Organik

1. Skizofrenia Paranoid

Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia paranoid dapat didiganosis apabila


terdapat butir-butir berikut :
 Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
 Sebagai tambahan :
o Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
 Suara-suara halusinasi satu atau lebih yang
saling berkomentar tentang diri pasien, yang
mengancam pasien atau memberi perintah, atau
tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit,
mendengung, atau bunyi tawa.

10
 Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau
bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh
halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
 Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi
waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau
“Passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas.
o Gangguan afektif, dorongan kehendak dan
pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak
nyata / tidak menonjol.

Pada pasien hanya didapatkan waham yang dominan tetapi tidak


memenuhi 1 gejala dari skizofrenia dan tidak memenuhi 2 gejala skizofrenia
karena tidak terdapat arus pikir yang terputus serta gejala-gejala negatif tidak
didapatkan sehingga pasien tidak dapat didiagnosa Skizofrenia Paranoid.

2. Gangguan Waham Menetap

Untuk mendiagnosa suatu gangguan waham menetap, dapat digunakan


kriteria berdasarkan DSM-IV-TR, yaitu :

A : Waham yang tidak aneh (yaitu melibatkan situasi yang terjadi didalam
kehidupan nyata, seperti sedang diikuti, diracuni, ditulari virus, dicintai dari jarak
jauh atau dikhianati oleh pasangan atau kekasih atau menderita suatu penyakit)
selama sekurangnya 3 bulan.

B : Kriteria A untuk skizofrenia tidak terpenuhi (pasein tidak menunjukkan gejala


halusinasi yang dominan, bicara terdisorganisasi, gejala negatif seperti afek datar).
Catatan : halusinasi taktil dan cium mungkin ditemukan pada gangguan delusional
jika berhubungan dengan waham.

11
C : Terlepas dari gangguan waham (-waham) atau percabangannya, fungsi adalah
tidak terganggu dengan jelas dan perilaku tidak jelas aneh atau kacau.

D : Jika episode mood telah terjadi secara bersama-sama dengan waham, lama
totalnya adalah relatif singkat dibandingkan lama periode waham.

E : Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis
umum.

Pada Pasien memenuhi kriteria dari gangguan waham dimana terdapat


gejala waham yang tidak aneh dengan onset lebih dari 3 bulan, tidak memenuhi
kriteria Skizofrenia, tidak ada riwayat penggunaa Napza sehingga pasien
memenuhi kriteria gangguan waham menetap dan bisa didiagnosa sebagai
gangguan waham menetap

5. Bagaimana psikodinamik pada kasus diatas ?

Teori psikodinamika menurut Sigmund Freud :

Pengalaman masa kanak-kanak awal dan motivasi di bawah sadar sangat


mempengaruhi perilaku.

• Dorongan seks, instink, dorongan agresif adalah penentu utama dari


perilaku.

• Kepribadian seseorang tersusun dalam tiga komponen, yakni: id, ego dan
superego

• Adanya Mekanisme pertahanan diri, yang merupakan cara untuk


mengubah realitas yang ada

• Tahap-tahap perkembangan psikoseksual ; oral, anal, phalik, laten, dan


genital

12
Teori Topografik Tentang Kesadaran

1. Alam tak sadar (Uncosciuos):

Mengandung ide dan perasaan yang ditekan. Tempat terbentuknya ide


Kegiatan mental utama adalah memuaskan keinginan sebagai proses primer
berhubungan dengan naluri, mengandung hasrat terutama bersangkutan naluri
seksual.

2. Alam prasadar / bawah sadar (preconsciuos)

Kegiatan mental serrkunder sebagai proses sekunder bertujuan menghambat


keinginan instintual, menghindari ketidak senangan dan menahan energi mental
agar sesuai dengan kenyataan ( ajaran dan norma) .

3. Alam sadar (Consciuos)

Elemen mental yang selalu berada dalam kesadaran.

Teori Struktur Pikiran

• Id

Id dibawa sejak lahir dan sepenuhnya adalah dorongan naluri dibawah


pengawasan proses primer (unconsciuos). Bekerja dengan prinsip kenikmatan
(Pleasure principle) tanpa memperdulikan kenyataan. Dimana ia menuntut sebuah
kepuasan yang disegerakan dari kebutuhan dan keinginkan. Jika tidak dipenuhi
akan timbul kecemasan atau ketegangan.

• Ego

Ego mulai terbentuk saat anak mulai merasakan perbedaan yaitu pada usia 1
tahun. Merupakan komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk
memenuhi keinginan id secara realitas, objektif dan tepat secara sosial.

13
Jika kecemasan berkembang menjadi ketegangan yang berlebihan maka ego
akan menempuh beberapa cara yang ekstrem untuk mereduksi ketegangan yang
disebut dengan mekanisme pertahanan ego.

Mekanisme pertahanan Ego :

• Represi

• Sublimasi

• Proyeksi

• Displacement

• Rasionalisasi

• Reaction Formation

• Regresi

• Super Ego

Super Ego merupakan komponen kepribadian terakhir yang dikembangkan.


Merupakan aspek kepribadian yang menampung semua standarisasi secara
internal yang berupa moral value dan cita-cita yang diperoleh dari oran tua dan
masyarakat yang selanjutnya menilai dan membimbing perilaku dari dalam. Super
Ego mulai terbentuk pada usia 5-6 tahun membantu Ego dalam pengawasan dan
pengaturan pelepasan impuls dari Id

Tahapan Perkembangan

14
Menurut Freud tahapan perkembangan terdapat beberapa fase yaitu fase oral,
fase anal, fase falik, fase laten, fase genital. Pada fase ini anak mengembangkan
Teori Naluri (instinct), libido sebagai lambang naluri seksual, objek cinta dan
hubungan cinta berjalan melalui fase ke fase berikutnya , setiap fase memiliki
objek cinta dan area erotic, terdapat fase oral, fase anal, fase falik, fase laten, fase
genital.

1. Fase Oral (0-1.5 Tahun)

Pada fase ini kenikmatin erotik melalui mulut (kepuasan melalui mulut), rasa
lapar yang timbul mendorong anak mengenal dunia luar, menelan memberi
kepuasan, ibu sebagai sumber makanan dan muntah akan menimbulkan
ketegangan, Ibu sebagai objek cinta pertama. Pada fase ini bayi akan
mengembagkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral. Fiksasi
pada fase ini akan mengakibatkan masalah dengan minum, merokok, makan, atau
mengigit kuku dan mengakibatkan gangguan kecemasan.

2. Fase Anal (1.5-3 Tahun)

Pada fase ini kenikmatan erotik melalui anus. Fokus utama libido adalah pada
pengendalian kandungkemih dan buang air besar. Kesenangan mengeluarkan
tinja, kepuasan ditunjukkan dengan melepaskan tinja atau tidak. Tinja sebagai
objek libidinal yang ambivalen (dikeluarkan dan ditahan).

3. Fase Falik (3-5 Tahun)

Pada fase ini fokus libido adalah pada alat kelamin, mulai menemukan
perbedaan anatara laki-laki dan perempuan dan pada fase ini, anak perempuan
dekat pada Ayahnya, anak laki dekat pada Ibunya, kegiatan erotik berhubungan
dengan perasaan dengan pengeluran air seni.

Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet training- anak harus
belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini

15
akan menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.Tahap ini menjadi dasar
seseorang menjadi dewasa, kompeten produktif dan kreatif.

Jika terjadi kesalahan pada fase ini, maka anak berkembang menajdi pribadi
yang boros, merusak, atau pribadi yang berantakan. Jika orang tua terlalu ketat
atau toilet training nya terlalu ketat, maka anak akan berkembang menjadi pribadi
yang ketat, tertib, kaku dan obsesif.

4. Fase Laten (6-11 Tahun)

Pada fase laten perkembangan berhenti hingga anak mencapai masa pubertas.
Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan
komunikasi serta kepercayaan diri. Fase ini relatif stabil, Tidak ada organisasi
baru seksualias yang berkembang

5. Fase Genital (12-18 Tahun)

Fase akhir perkembangan psikoseksual. Pada fase genetal alat kelamin mulai
tumbuh dan berkembang dan dorongan seksual mulai muncul, mulai dengan
persiapan terakhir untuk peran seksual sesungguhnya. Jika pada tahap yang lain
telah terlewati dengan baik maka individu pada fase ini akan seimbang. Tujuan
utama pada fase ini adalah untuk menetapkan keseimabngan antara berbagai
bidang kehidupan.

Teori perkembangan aspek psikososial dari Erikson :

 Penekanan teori adalan otonomi Ego “Ego Psychology”

 Teori menggambarkan bagaimana memperolen kekuatan Ego dan


kehilangan kekuatan Ego dalam perkembangan

 Neopsychoanalytic: pengalaman hidup sebelumnya sangat menentukan


pembentukan kepribadian

 Epigenetis principle: genetik menentukan maturitas dan fungsi organ

16
 Proses tumbuh kembang merupakan interaksi antara nature (biologi
genetik) dan nuture (fungsi sosioal/lingkungan)

 Setiap tahapan perkemb (menurut erikson) menghadapi titik kritis / titik


balik dalam perkemb psikososial menuju terbantuknya identitas diri pada
masa remaja

 Resolusi titik kritis menentukan kondisi sehat atau maladaptasi dalam


perjalanan dewasanya

1. Perkembangan Psikososial (0-1.5 Tahun)

Bayi yang baru lahir segera dihadapkan dlm lingkunghan asing anak
butuhkan: rasa aman untuk mendapatkan kebutuha fisiologi dan sosial . Titik kritis
: Rasa Aman dan Percaya

 Hubungan Ibu – Anak: Dwi – Tunggal

 Memberi – Menerima

 Sikap : Suportif, kasih sayang, membelai, memeluk, menyusui, dll.

2. Perkembangan Terhambat (Usia 0-2 Tahun)

Bila Perkembangan terhambat, timbul Titik Kritis “Rasa Tidak Aman Dan
Tidak Percaya”

Bentuk Penyimpangan Berapa :

 Kesulitan Makan

 Ketakutan/ Kecemasan

 Menolak yang baru

17
 Pelekatan

 Dewasa : Ketergantungan

Terfiksasi pada masa ini akan meimbulkan : Depresi, Skizofrenia, dan Adiksi

3. Perkembangan Psikososial (Usia 2-3 Tahun)

Motorik dan saraf matang

 Bebas bergerak

 Menuntut/menolak

 Ada perasaan OTONOMI DIRI

Sebagai titik kritis : Autonomy Vs Shame And Doubt

 Sikap Ibu / Orang tua, beri kesempatan, tegas lindungi anak

 Perkembangan terhambat timbul

“rasa malu dan ragu-ragu” karena pertentengan antara kemauan anak dan ibu

 Penyimpangan Perkembangan (2-3 Tahun)

 Temper tantrum ngambak & berguling-guling dilantai

 Tingkah laku: sadis, sikap menentang / Agresif

 Ngompol

 GANGUAN JIWA :

- Gangguan cemas (ringan -berat) , gangguan obsesi kompulsif.


- Psikosis paranoid

18
Perkembangan Psikososial 3-6 Tahun

 KEMAMPUAN

- Gerak bertujuan,bahasa, meniru, ingin tahu kebisaan diri sebagai rasa


INISIATIF vs BERSALAH
- Bertanya-tanya
- Pertentangan antara keterbatasan anak dan lingkungan yang menuntut
- Hubungan ayah-ibu-anak (cinta segi tiga) sebagai proses identifikasi

Penyimpangan (3-6 Tahun)

 Kesulitan belajar

 Masalah pergaulan

 Anak pasif dan takut

 Inisiatif kurang

 DEWASA :

 Neurosis / hysteria
 Masalah identifikasi
 Masalah pasiko-seksual

4. Perkembangan Psikososial (Usia 6-12 Tahun)

 Perhatian org lain, mencintai, menghibur, berbelas kasih dan berbagi


dengan orang

 Berkelompok terutama dengan lawan sejenis

 Percaya diri kerja bertanggung jawab menyelesaikan tugas. Menghasilkan


sesuatu merupakan dorongan utama disebut “Industry” TITIK KRITIS
“INDUSTRY” VS ”INFERIOR”

Penyimpangan Perkembangan 6-12 tahun:

19
 Tidak percaya diri rasa inferior

 Tidak / kurang berprestasi, takut berkompetisi

 Pasif diluar dan berani dirumah

 Tidak bertanggung jawab dlm pekerjaan

Perkembangan Psikososial Usia 12 – 18 Tahun :

 Berkembang rasa ingin berhungan antara diri dengan orang lain

 Hubungan diri dgn pikiran dan kebutuhan diringa dalam mrnentukan


identitas sosial dan personal dirinya

 Hal yang harus dicapai anak remaja pada akhir remaja ialah adanya
perspektif waktu pada pembentukan identitas, adanya “self consciousness”
sebagai kepastian diri, eksperimen peran, berkreasi dan berprestasi,
memperoleh identitas diri TITIK KRITIS : IDENTITY Vs ROLE
CONFUSION

Penyimpangan :

 Peran kabur

 Memperpanjang masa anak

 Peran seks kabur

 Gangguan tingkah laku dll

5. Perkembangan Psikososial (Usia 20-40 Tahun)

 Sangat ditentukan bagaimana dewasa berinteraksi dengan lingkungan

20
 Menjalin hubungan intimasi dalam menerima dan memberi kasih sayang/
cinta

 Membina hubungan selama hidupnya dengan pasangan Titik KRISIS


INTIMACY Vs ISOLATION

6. Perkembangan Psikososial (Usia 40-65 Tahun)

 Mempunyai minat membesarkan anak

 Minat diluar membimbing generasi muda

 Mengembangkan altruisme dan kreativitas menunjukkan dorongan


generativitas . TITIK KRITIS: GENERATIVITY Vs STAGNATION

7. Perkembangan Psikososial (Usia > 65 Tahun)

 Menunjukkan perasaan puas dalam merefleksi kehidupannya

 Menerima hidup sebagai tanggung jawab diri sendiri

 Ada keyakinan hidup dan tujuan hidup

 TITIK KRITIS: INTEGRITAS Vs DESPAIR AND ISOLATION (rasa


putus asa, timbul ketakutan akan kematian serta kebencian)

6. Bagaimana diagnosis multi aksial dari kasus ini?

EVALUASI MULTIAKSIAL

• AXIS I

21
Step 1 : Berdasarkan autoanamnesa didapatkan adanya gejala klinis
dimana pasien dibawa oleh keluarganya dengan keluhan susah tidur,
gelisah, suka marah-marah, Keadaan tersebut menimbulkan distress bagi
pasien dan keluarganya, serta menimbulkan disabilitas dalam hal sosial,
pekerjaan dan penggunaan waktu senggang sehingga dapat disimpulkan
bahwa pasien mengalami Gangguan Jiwa.

Step 2 : Pada pasien telah ditemukan adanya hendaya dalam menilai realita
berupa halusinasi visual tetapi perlangsungan timbulnya tidak setiap hari,
sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami Gangguan Psikotik .

Step 3 : Pada riwayat penyakit sebelumnya tidak diperoleh riwayat


gangguan yang sama. Pemeriksaan status interna diperoleh Hipertensi (+),
dan dispepsia (+), serta pada pemeriksaan neurologis tidak ditemukan
adanya kelainan. Berdasarkan penemuan tersebut dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat faktor yang dapat mengindikasi adanya gangguan
medis umum yang bisa menimbulkan gangguan fungsi otak serta dapat
mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita oleh pasien, sehingga dapat
disimpulkan pasien mengalami Gangguan mental non organik.

Step 3 : Berdasarkan deskripsi dari kasusdiatas, menurut pedomana


diagnostik PPDGJ III Gangguan waham Menetap (F22.0) dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan waham karena telah
memenuhi kriteria diagnosa untuk Gangguan Waham Menetap tersebut.

• Aksis II : Ciri Kepribadian tidak Khas.

• Aksis III : (Hipertensi dan Dispepsia)

• Aksis IV : Tidak Jelas

• Aksis V : GAF scale 60-51 (Gejala sedang [moderate], disabilitas


sedang).

22
7. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus ini?

Anti psikotik : Resperidon 1 mg 2x/hari. (dosis awal)

8. Efek samping obat anti psikosis dapat berupa

 Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,


kinerja pikomotor menurun, dan kemampuan kognitif menurun)

 Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik : mulut


kering, kesulitan miksi dan defakasi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung)

 Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson :


tremor, bradikinesia, rigiditas)

 Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),


hematologi (agranulocytosis), biasanya pada pemakaian jangka panjang.

Efek samping Resperidon

 Tremor

 Kejang

 mulut kering

 demam, merinding tidak enak badan

 otot terasa kaku

 megatuk

 detak jantung cepat atau tidak seperti biasanya

23
9. prognosis pada kasus ini ?

: dubia ad bonam

Karena pada kasus tersebut terjadi pada usia tua dan juga masih dalam perwatan
yang baik.

- 50% sembuh dengan pengobatan

- 20% pengurangan gejala

- 30% tidak ada perbaikan

- <25% menjadi skizofrenia

- <10% menjadi gangguan mood

- Prognosis ke arah baik :


- 1. Tidak terjadi pada usia muda
- 2. Onset waktu masih tergolong baru
- 3. Ada dukungan dari keluarga
- 4. Activities Daily Leaving (ADL) masih dalam keadaan baik.

24
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Gangguan waham adalah suatu keyakinan tentang suatu isi pikiran
yang tidak sesuai dengan kenyataanya atau tidak cocok dengan intelegensi
dan latar belakang kebudayaan, biarpun dibuktikan kemustahilan hal tersebut.
Waham sering ditemui pada pasien gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk
waham yang spesifik sering di temukan pada skizofrenia. Semakin akut
skizofrenia semakin sering ditemui waham yang tidak sistematis. Waham
terdiri dari berbagai jenis, antara lain:

 Waham bizar : kepercayaan yang salah dan aneh, sangat tidak masuk akal.

 Waham sistematik : kepercayaan yang salah atau kepercayaan yang


disatukan oleh satu peristiwa atau tema tunggal

 Waham kongruen mood : waham yang isinya sesuai dengan mood (contoh:
pasien depresi yang merasa bahwa dirinya bertanggung jawab atas
kehancuran dunia)

 Waham kemiskinan : kepercayaan yang salah pada seseorang ia bangkrut


atau akan kehilangan semua hartanya.

 Waham paranoid : termasuk diantaranya adalah waham kejar dan waham


rujukan, kendali dan kebesaran (dibedakan dari ide paranoid yaitu
kecurigaan dengan kadar lebih rendahdari proporsi waham).

 Waham kejaran : pasien yakin bahwa ada orang atau komplotan yang
sedang menganggunya atau bahwa ia sedang ditipu, dimata – matai
atau dikejar.

 Waham kebesaran : keyakinan bahwa ia mempunyai kekuatan,


pendidikan, kepandaian atau kekayaan yang luar biasa, bahwa dialah

25
ratu keadilan, dapat membaca pikiran orang lain, mempunyai puluhan
rumah atau mobil.

 Waham rujukan : kepercayaan yang salah dalam diri seseorang bahwa


perilaku orang lain ditujukan pada dirinya; bahwa peristiwa, objek,
atau orang lain memiliki kepentingan tertentu dan luar biasa, biasanya
dalam konotasi negative; berasal dari ide rujukan, yaitu ketika
seseorang secara salah merasa bahwa orang lain membicarakan dirinya
(contoh: kepercayaan bahwa orang di tv dan radio berbicara kepada
atau mengenai dirinya)

 Waham somatik atau hipokondrik : keyakinan tentang sebagian tubuhnya


yang tidak mungkin benar (contoh: otaknya sudah cair, ususnya sudah
busuk, ada seekor kuda di dalam perutnya).

 Waham keagamaan : waham dengan tema keagamaan

 Waham dosa : keyakinan bahwa ia telah berbuat dosa atau kesalahan yang
besar, yang tidak dapat diampuni atau bahwa ia bertanggung jawab
atassuatu kejadian yang tidak baik (contoh: keluarganya kecelakaan karena
pikirannya tidak baik).

 Waham pengaruh : yakin bahwa pikirannya, emosi atau perbuatannya


diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain atau suatu kekuasaan yang aneh.

 Waham sindiran : yakin bahwa dirinya dibicarakan orang lain.

 Waham nihilistik : yakin bahwa dunia ini sudah hancur atau bahwa ia
sendiri dan atau orang lain sudah mati.

 Waham ketidaksetiaan (waham cemburu) : kepercayaan salah yang berasal


dari kecemburuan patologis seseorang bahwa kekasihnya tidak setianya.

 Erotomania : kepercayaan delusional, lebih sering ditemukan pada wanita


daripada pria, bahwa seseorang sedang jatuh cinta pada dirinya.

26
 Pseudologia fantastika : bentuk kebohongan ketika sesorang tampaknya
mempercayai bahwa khayalannya menjadi nyata dan terjadi pada dirinya;
dikaitkan dengan sindrom Munchausen, berulang kali memalsukan
penyakit.

 Tingkah laku yang dipengaruhi oleh waham : karena waham, maka ia


berbuat atau bertingkah demikian.

2.2. Etiologi
a. Faktor Biologik

Beberapa peneliti menemukan bahwa gangguan waham dapat


disebabkan oleh faktor biologis yang merupakan keadaan medis non
psikiatri, seperti pasien dengan tumor otak. Namun ini bukan berarti
bahwa semua pasien dengan tumor otak akan mengalami gangguan
waham.

Keadaan neurologis yang paling sering disertai waham adalah


gangguan yang mengenai sistem limbik dan ganglia basalis dari pasien.
Pasien yang gangguan waham nya disebabkan oleh gangguan
neuorologis yang tidak menunjukkan gangguan intelektual terkadang
mengalami gangguan waham kompleks sehingga sulit dibedakan dengan
penderita gangguan waham. Sedangkan pasien dengan gangguan waham
oleh karena gangguan neurologis yang disertai dengan gangguan
intelektual biasanya hanya mengalami gangguan waham ringan yang
tidak serupa dengan pasien gangguan waham.

Gangguan waham dapat timbul sebagai respon normal terhadap


pengalaman abnormal pada lingkungan, system saraf tepi, atau saraf
pusat. Oleh karena itu, jika pasien mengalami pengalaman sensorik
salah, contohnya seperti mendengar suara langkah kaki maka pasien
akan merasa benear – benar sedang diikuti.

b. Faktor Psikodinamik

27
Banyak praktisi yang meyakini faktor psikodinamik dapat
menyebabkan gangguan waham. Seperti pada pasien yang secara sosial
terisolasi dan pada pasien dengan pencapaian yang kurang dari yang
diharapkan. Hal ini melibatkan pasien dengan perasaan hipersensitif dan
mekanisme ego yang spesifik (pembentukan reaksi, proyeksi dan
penyangkalan).

c. Faktor Psikodinamik Lain

Berbagai observasi klinis menunjukkan banyak dari pasien


paranoid yang tidak mempunyai rasa percaya dalam membangun
hubungan. Hal ini mengakibatkan hubungan keluarga yang saling
bermusuhan secara konsisten. Biasanya di akibatkan oleh ibu yang
terlalu banyak mengatur dan ayah yang sadis ataupun kejam. Contoh
lain nya dalah dimana seseorang dalam pertumbuhannya tidak pernah
merasa dipuaskan oleh lingkungannya. Sehingga kemudian tidak dapat
membangun rasa percaya dalam berhubungan.

d. Faktor Relevan Lain

Waham dapat disebabkan oleh berbagai faktor tambahan seperti


isolasi sensorik dan social, depresi sosioekonomi, dan gangguan
kepribadian. Orang tuli, buta serta imigran yang tidak menguasai bahasa
setempat juga memiliki kecendrungan lebih besar untuk mengalami
gangguan waham. Gangguan waham dan gangguan paranoid lain juga
lebih rentan terjadi pada orang tua.

2.3. Perjalanan Penyakit


Menurut para ahli stressor psikososial sering menjadi penyebab
munculnya gangguan waham. Sifat stressor dapat sedemikian rupa sehingga
menimbulkan kecurigaan atau perhatian pada pasien tersebut. Contoh
stressor adalah pada imigran yang tidak menguasai bahasa setempat, atau

28
pada pasien dengan konflik social dengan teman maupun keluarga, dan pada
pasien yang terisolasi secara sosial. Awitan biasanya terjadi secara
mendadak.

Para ahli berpendapat bahwa orang – orang dengan gangguan waham


biasanya memiliki intelegensi di bawah rata – rata dan mungkin kepribadian
orang itu adalah ekstrover, dominan dan hipersensitif. Kecurigaan dan
perhatian pasien kemudian akan bertambah dan mejadi lebih rumit.

2.4. Tanda dan Gejala

Pasien biasanya rapi dan berpakaian layak, sehingga tidak terlihat


adanya tanda – tanda disintegrasi kepribadian. Pasien juga tampak eksentrik,
aneh, curiga atau tidak bersahabat. Selain itu pasien dengan gangguan ini
kerap kali bermasalah dengan hukum dan mempunyai kecendrungan
memperjelas hal ini bagi pemeriksa.

Hasil pemeriksaan status mental pada pasien gangguan waham adalah


normal, terkecuali ditemukannya system waham yang secara nyata abnormal.
Pasien juga kerap kali mempengaruhi klinisi sebagai sekutu dalam waham
nya, namun sebaiknya sebagai klinisi kita tidak berpura – pura menerima
waham. Karena hal ini dapat mengacaukan realitas dan merusak rasa percaya
yang ada antara dokter – pasien.

Selain itu pasien dengan gangguan waham tidak akan mengalami


halusinasi yang menonjol atau bertahan. Hanya halusinasi yang sesuai
dengan waham yang ia anut. Halusinasi yang paling sering terjadi pada
pasien gangguan waham adalah halusinasi pendengaran.

2.5. Diagnosis dan Kriteria Diagnostik (DSM-V R/PPDGJ III)


a) Waham – waham merupakan satau – satunya ciri khas klinis atau gejala
yang paling mencolok. Waham – waham tersebut (baik tunggal maupun

29
sebagai suatu system waham) harus bersifat khas pribadi (personal) dan
bukan budaya setempat.
b) Gejala – gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap
/ “full – blown” (F32.-) mungkin terjadi secara intermiten, dengan syarat
bahwa waham – waham tersebut menetap pada saat – saat tidak terdapat
gangguan afektif itu.
c) Tidak boleh ada bukti – buti tentang adanya penyakit otak.
d) Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang – kadang saja
ada dan bersifat sementara.
e) Tidak ada riwayat gejala – gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar
pikiran, penumpulan afek, dsb.)

2.6. Diangosa Banding


a) Gangguan kepribadian paranoid

b) Gangguan psikotik akut lainnya dengan predominan waham

c) Skozofrenia paranoid

d) Penyakit fisik dan neurologic sering disertai dengan waham


(ganglia basalis, system limbic)

e) Delirium

f) Demensia

g) Penyalahgunaan alcohol

h) Malingering

2.7. Penatalaksanaan
Gangguan waham umumnya dianggap resisten terhadap pengobatan.
Namun kini pandangan para klinisi sudah tidak sepesimistik dulu. Tata

30
laksana gangguan waham yang dapat dilakukan terdiri atas pemberian
farmakoterapi dan psikoterapi.

Tujuan dari tatalaksana adalah untuk memutuskan intervensi yang


sesuai serta menangani komplikasi. Selain itu tatalaksana yang baik akan
membangun hubungan dokter – pasien yang terapeutik dan efektif. Pada saat
menerapi pasien dengan gangguan waham ada hal – hal yang perlu kita
waspadai, diantaranya dimana kita tidak boleh terlihat mendukung maupun
menentang keyakinan pasien (penting karena pasien gangguan waham
cenderung berusaha menjaring psikiatrik kedalam waham mereka), selain itu
kita juga harus memisahkan pasien dengan waham terinduksi (tempat
berbeda dan tidak boleh melalkukan kontak).

a) Farmakoterapi.

Pada keadaan gawat darurat, pada pasien yang teragitasi berat perlu
diberikan antipsikotik intramuscular. Obat diberikan mulai dari dosis
rendah kemudian dinaikkan secara perlahan. Riwayat pasien terhadap
respon pengobatan adalah petunjuk terbaik untuk memilih obat.

Jika selama 6 minggu pasien tidak memberikan respon maupun


perkembangan berarti dengan pemberian antipsikotik tersebut, pemberian
antipsikotik golongan lain perlu diberikan dalam uji coba klinis. Pada
pasien yang tidak membaik dengan pemberian antipsikotik obat
dihentikan dan digantikan. Kita dapat memberikan antidepresan, litium
atau antikejang dan valproate.

b) Psikoterapi.

Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan


saling percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok.
Terapis tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak
boleh terus-menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus
tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan

31
yang dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya
dengan klien. Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan
dan permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan
dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan
dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan
mengganggu kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan
wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas.

Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman


internal klien, dan harus mampu menampung semua ungkapan perasaan
klien, misalnya dengan berkata : “Anda pasti merasa sangat lelah,
mengingat apa yang anda lalui, “tanpa menyetujui setiap mis persepsi
wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini
tujuannya adalah membantu klien memiliki keraguan terhadap
persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan
inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien
membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan
terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2.


Surabaya:Pusat Penerbitan dan Percetakan (AUP)

2. Badan Penerbit FKUI.2010.Buku Ajar Psikiatri.Jakarta: Badan Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. Sadock, Benjamin J.2010.Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis


Ed.2.Jakarta: Buku Kedokteran EGC

4. Maslim, Rusdi. 2014. Panduan Praktis, Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.


Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.

33

You might also like