You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis hepatis merupakan tahap akhir penyakit hati kronik akibat proses
difus fibrosis hati progresif yang ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan
pembentukan nodul regeneratif. Secara klinis perlu dibedakan antara sirosis
kompensata dan dekompensata yang didasari pada tingkan hipertensi portal dan
komplikasi. Umumnya, klinis muncul ketika seseorang sudah mengalami sirosis
hati dekompensata. Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya
sehingga perlui kualitas hidup pasien sirosis dengan pencegahan dan penanganan
komplikasinya

Prevalensi sirosis hepatis di dunia diperkirakan 100 dengan kisaran 25-100


per 100.000 penduduk, tetapi hal tersebut bervariasi menurut negara dan wilayah.
Sirosis hepatis menempati urutan ke-7 penyebab tersering kematian pada orang
dewasa di dunia. Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia,
rata-rata prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di
bangsal Penyakit Dalam. Penderita sirosis lebih banyak laki-lai, jika dibandingkan
dengan wanita dengan rasio sekitar 1,6:1 dengan umur rata-rata 30-59 tahun
dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun.

Penyebab utama sirosis hepatis di negara barat adalah penyakit hati


alkoholik dan nonalkoholik steatohepatitis serta Hepatitis C. Sedangkan di
Indonesia penyebab utama sirosis hepatis adalah Hepatitis B (40%-50%) dan
Hepatitis C (30%-40%). Prognosis pasien sirosis hepatis dapat diperkirakan
menggunakan klasifikasi Child Pugh, yang dibagi menjadi Child pugh A, B, dan
C yang masing-masing mempunyai angka ketahanan hidup dua tahun sebesar
85%, 57%, dan 35%. Komplikasi yang terjadi pada sirosis hepatis akan
meningkatkan risiko kematian dan angka kesakitan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Hepar


Hati merupakan organ intestinal terbesar dengan berat diantara 1,2-1,8
kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati
sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar
dengan ruang interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari
iga IX kanan ke iga VIII kiri.1

Gambar 1. Anatomi Hepar


Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000
lobuli, setiap lobules berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati
berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Ada juga
sinusosid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatica. Sinusoid
dibatasi oleh sel fagositik atau sel kuffer yang merupakan sistem
retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing lain
didalam tubuh.

2.2. Definisi
Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis
C (HCV= Hepatitis C virus). Dikatakan akut apabila inflamasi (radang) hati
akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama kurang dari 6 bulan,
dan kronis apabila hepatitis yang tetap bertahan selama lebih dari 6 bulan.
Keadaan kronis pada anak-anak lebih sukar dirumuskan karena perjalanan
penyakitnya lebih ringan daripada orang dewasa.

2.3. Etiologi
VHC (Virus Hepatitis C) adalah virus RNA rantai tunggal dengan
selubung glikoprotein digolongkan kedalam Flavivirus . Terdapat 6 genotipe
HCV dan lebih dari 50 subtipe. Target VHC adalah sel-sel hati dan mungkin
juga limfosit B melalui reseptor yang mungkin sekali serupa dengan CD 81
yang terdapat di sel hati maupun limfosit B atau reseptor LDL. Adapun 15%
dari kasus infeksi Hepatitis C adalah akut, artinya secara otomatis tubuh
membersihkannya dan tidak ada konsekuensinya. Sayangnya 85% dari kasus,
infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati
bertahun-tahun. Dalam waktu tersebut, hati bisa rusak menjadi sirosis
(pengerasan hati), stadium akhir penyakit hati dan kanker hati.

2.5. Patogenesis
Adapun proses siklus kehidupan HCV dengan cara :

 HCV masuk ke dalam hepatosit dengan mengikat suatu reseptor


permukaan sel yang spesifik. Salah satu protein khusus virus yang dikenal
sebagai protein E2 menempel pada reseptor site di bagian luar hepatosit.
 Kemudian protein inti dari virus menembus dinding sel hepatosit. Di
dalam hepatosit, selaput virus (nukleokapsid) melarut dalam sitoplasma
dan keluarlah RNA virus (virus uncoating) yang selanjutnya mengambil
alih.
 Selama proses ini virus menutup fungsi normal hepatosit atau membajak
mekanisme sintesis protein hepatosit dalam memproduksi protein yang
dibutuhkannya untuk berfungsi dan berkembang biak.
 RNA virus dipergunakan sebagai cetakan (template) untuk produksi masal
poliprotein (proses translasi).
 Sekarang RNA virus mengopi dirinya sendiri dalam jumlah besar
(miliaran kali) untuk menghasilkan bahan dalam membentuk virus baru.
 Proses ini berlangsung terus dan memberikan kesempatan untuk terjadinya
mutasi genetic menghasilkan RNA untuk strain baru virus dan subtype
virus hepatitis C.
 Virus dewasa kemudian dikeluarkan dari dalam hepatosit menuju ke
pembuluh darah menembus membrane sel.

Gambar 2. Siklus hidup HCV


2.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hepatitis virus C dikenal mulai dari hepatitis akut,
fulminan, kronis, yang dapat berkembang menjadi sirosis atau kanker hati.

1. Infeksi Akut
Umumnya infeksi akut HCV tidak memberi gejala atau hanya
bergejala minimal. Infeksi virus hepatitis terbagi 3 fase, yaitu fase prodormal,
fase ikterik, dan fase convalescent. Pada fase prodormal, onset terjadi pada
hari 1-14, namun rata-rata timbul pada hari 5-7 setelah paparan. Keluhan
yang sering yaitu malaise, fatique, mual dan muntah, kehilangan selera
makan, low grade fever, flu like symptoms, dan nyeri perut kanan atas. Pada
fase ikterik, gejala yang sering ditimbulkan yaitu warna kuning pada mukosa
sklera pada awalnya dan berlanjut pada perubahan warna pada kulit. Urin
menjadi gelap, feses berwarna seperti dempol (pucat). Selama fase ini,
setengah penderita menunjukkan gejala gatal-gatal. Pada fase convalescent,
kebanyakan gejala di atas menghilang (resolve). Ikterik tidak ditemukan,
warna pada kulit, urin dan feses kembali ke warna yang semula. Kembalinya
nafsu makan dan adanya peningkatan berat badan menunjukkan sudah adanya
tahap penyembuhan.

2. Infeksi kronis
Infeksi akan menjadi kronik pada 70 – 90% kasus dan sering kali tidak
menimbulkan gejala apapun walaupun proses kerusakan hati berjalan terus.
Adapun kriteria dari hepatitis kronis adalah naiknya kadar transaminase
serum lebih dari 2 kali nilai normal, yang berlangsung lebih dari 6 bulan.
Progresivitas hepatitis kronik menjadi sirosis hati tergantung beberapa faktor
resiko yaitu: asupan alkohol, ko-infeksi dengan virus hepatitis B atau Human
Immunodeficiency Virus (HIV), jenis kelamin laki-laki, usia tua saat
terjadinya infeksi dan kadar CD4 yang sangat rendah. Bila telah terjadinya
sirosis, maka risiko terjadinya karsinoma hepatoselular adalah sekitar 1-4%
pertahun.

3. Hepatitis C Fulminan
Hepatitis fulminan jarang terjadi. ALT (alanine amino-transferase)
meninggi sampai beberapa kali diatas batas atas normal tetapi umumnya tidak
sampai lebih dari 1000 U/L.9

2.6. Cara Penularan


Pada umumnya cara penularan HCV adalah parental. Semula
penularan HCV dihubungkan dengan transfusi darah atau produk darah,
melalui jarum suntik. Tetapi setelah ditemukan bentuk virus dari hepatitis,
makin banyak laporan mengenai cara penularan lainnya, yang umumnya
mirip dengan cara penularan HBV, yaitu:
1. Penularan horizontal
Penularan HCV terjadi terutama melalui cara parental, yaitu
tranfusi darah atau komponen produk darah, hemodialisa,
dan penyuntikan obat secara intravena.
2. Penularan vertikal
Penularan vertikal adalah penularan dari seseorang
ibu pengidap atau penderita Hepatitis C kepada bayinya
sebelum persalinan, pada saat persalinan atau beberapa saat
persalinan.
2.7. Diagnosis
Penegakan diagnosis pada hepatitis virus C berdasarkan uji serologi
untuk memeriksa antibodi dan Uji HCV RNA :
1. Uji serologi
Uji serologi yang berdasarkan pada deteksi antibodi telah
membantu mengurangi risiko infeksi terkait transfusi. Sekali pasien
pernah mengalami serokonversi, biasanya hasil pemeriksaan serologi
akan tetap positif, namun kadar antibodi anti-HCV akan menurun
secara gradual sejalan dengan waktu
2. Uji HCV RNA
HCV RNA dapat terdeteksi dan diukur dengan teknik
amplifikasi termasuk reverse transcription polymerase chain reation
(RT-PCR). Bagaimanapun uji HCV RNA yang rutin tidak dianjurkan
secara langsung karena standarisasi uji tersebut yang masih rendah.

3. Biopsi Hati
Biopsi hati direkomendasikan untuk penilaian awal seorang
pasien dengan infeksi HCV kronis. Biopsi berguna untuk menentukan
derajat beratnya penyakit (tingkat fibrosis) dan menentukan derajat
nekrosis dan inflamasi.
2.8. Penatalaksanaan

Pengobatan hepatitis C akut menggunakan IFN (alfa dan


beta) dengan dosis 6-10 juta unit selama 6 bulan dapat memicu
normalisasi SGPT dan hilangnya HCV RNA pada sekitar 50% pasien.
IFN profilaksis tidak dianjurkan pada trauma tusuk karena
bagaimanapun angka infeksi HCV termasuk rendah. Tujuan
pengobatan hepatitis C kronik adalah mencegah komplikasi penyakit
hati, termasuk HCC. Pemberian IFN harus diwaspadai pada hal-hal di
bawah ini:
· Neutopenia (jumlah netrofil < 1500 sel/uL)
· Trombositopenia (jumlah trobosit < 85.000 sel/uL)
· Transplantasi organ
· Penyakit autoimun
· Ditemukannya autoantibodi tyroid
· Umur lebih dari 70 tahun

2.9 Sirosis Hepatis

Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan

fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul

hepatosit. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati

yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi

arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro

menjadi tidak teratur. Penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit

hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan menyebabkan

penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah disertai

terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena

porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal.


Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan

pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan

penyakit lain. Bila sirosis hati sudah lanjut, gejala-gejala lebih menonjol

terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi

hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan deman tak begitu tinggi. Mungkin

disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,

gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,

muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa,

sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.


BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilakukan pemeriksaan terhadap pasien laki-laki usia 60 tahun


datang dengan keluhan perut yang semakin membesar sejak satu minggu SMRS
yang disertai dengan sesak nafas. Pasien juga mengeluhkan lemas, tidak memiliki
nafsu makan, sulit tidur, dan tidak BAB sudah lima hari. Pasien dengan riwayat
muntah hitam dua bulan yang lalu dan sudah didiagnosis dengan hepatitis C dan
kanker hati sejak satu tahun.

Berdasarkan teori, 70-90% kasus hepatitis C menjadi kronik dan sering


kali tidak menimbulkan gejala walaupun proses kerusakan hati terus berlangsung.
Kerusakan hati akibat infeksi kronik akan tergambar pada pemeriksaan fisik dan
laboratorium jika sudah terjadi sirosis hati. Sirosis hati adalah tahap akhir proses
difus fibrosis hati progresif yang ditandai oleh distorsi aristektur hati dan
pembentukan nodul degeneratif. Adapun tanda-tanda klinis yang dijumpai pada
pasien adalah perut yang semakin membesar. Asites adalah penimbunan cairan
abnormal pada rongga peritoneum. Hipertensi porta pada sirosis mengakibatkan
peningkatan tekanan hidrostatik sehingga terjadinya transudasi di sinusoid dan
kapiler usus dan berkumpul di rongga peritoneum.

Sesuai dengan teori bahwa perdarahan varises esofagus merupakan


komplikasi yang sangat serius, 30%-70% pasien sirosis hati dengan hipertensi
portal mengalami keadaan ini. Angka kematiannya dilaporkan mencapai 20%-
50%. Perdarahan varises esofagus akan bermanifestasi sebagai muntah berwarna
hitam atau hematemesis. Keluhan pasien berupa tidak BAB sejak lima hari dapat
mencetuskan koma hepatik. Hal ini karena pada penyakit hati kronis akan terjadi
gangguan metabolisme amonia sehingga terjadi peningkatan konsentrasi amonia
sebesar 5-10 kali lipat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik, konjungtiva palpebran
inferior pucat, splenomegali, asites vena kolateral, dan udem tungkai. Berdasarkan
literatur, tanda-tanda di atas merupakan klinis dari sirosis hati yang dapat
disebabkan oleh hipertensi portal. Adanya ikterus menandakan adanya
peningkatan bilirubin (sekurang-kurangnya 2-3 mg/dl). Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan adanya anemia, trombositopenia, peningkatan bilirubin direk,
peningkatan fungsi hati, dan fungsi ginjal. Peningkatan serum kreatinin
merupakan tanda adanya sindrom hepatorenal yang merupakan gangguna fungsi
ginjal tanpa kelainan organik ginjal, yang sering ditemukan pada penderita sirosis
tahap lanjut. Pemeriksaan lanjutan CT-Scan abdomen didapatkan adanya
hepatoma. Komplikasi sirosis berupa karsinoma hepatoseluler biasanya sudah
mencapai tahap lanjut. 5-year survival ratenya sangat rendah (kurang dari 5%) dan
sebagian besar penderita meninggal dalam 6 bulan. Meskipun begitu, pasien ini
sudah didiagnosis dengan kanker hati sejak satu tahun sebelumnya.

Pasien mendapatkan terapi non farmakologi berupa tirah baring, diet hati
II 1700 kkal/hari, dan O2 2-4 L/i (k/p). Terapi non farmakologi bertujuan untuk
memperbaiki efektivitas diuretika yang berhubungan dengan perbaikan aliran
darah ginjal dan filtrasi glomerulus. Diet rendah garam dianjurkan 40-60
mEq/hari untuk membantu diuresis. Namun, konsentrasi garam yang sangat
rendah dapat mengganggu fungsi ginjal. Terapi farmakologi yang didapatkan
adalah IVFD Camafusin 1 fls/hari, inj. Furosemid 20 mg/8 jam, spironolakton
1x100 mg, laktulosa 3x30 mg, propanolol 2x10 mg. Pemberian diuretik yang
dianjurkan adalah antialdosteron yang hemat kalium, seperti spironolakton
dengan dosis 100-600 mg/hari. Diuretik loop digunakan untuk terapi kombinasi
karena sifatnya lebih poten dibandingkan diuretik distal. Target yang diharapkan
pada terapi nonfarmakologi dan farmakologi adalah peningkatan diuresis dan
berat badan turun 400-800 g/hari. Laktulosa bertujuan untuk mengobati
ensefalopati hepatikum akibat hiperamonia. Pemberian propanolol bertujuan
untuk menurunkan tekanan porta sehingga mencegah terjadinya varises
esofagus. Pada keadaan akut dapat diberikan somatostatin atau okreotid.
DAFTAR PUSTAKA

1. Netter. Interactive Atlas Of Human Anatomy Ed.7. Philadephia:


Elseiver.2015
2. Referensi Gastrointestinal. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.
3. Sulaiman A. Hepatitis C. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi I. Editor:
Sulaiman A, Akbar N, Lesmana LA, Noer S. Pusat Penerbitan Divisi Hepatologi
Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: 2007. 211-235.
4. Konsensus FKUI-PPHI tentang penatalaksanaan hepatitis C kronik tahun
2003.
5. Sujono. Mengenal Hepatitis C Pada Umumnya dan Tinjauan Kejadiannya di
Indonesia. Dalam Buku: Hepatologi. CV Mandar Maju Bandung. Bandung; 2000.
125-132.
6. Sudoyo, Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 Edisi V.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006
7. Thomas DL. Hepatitis C Virus. In: Oxford Textbook of Medicine 4th Edition.
Editors: Warrel DA, Cox TM, Firth JD, Benz AJ. Oxford Press. United State;
2003.
8. Dienstag JL, Isselbacer KJ. Acute Viral Hepatitis. In Harrison’s Principles of
Internal Medicine 16th Edition. Editors: Kasper DL, Braunwald E, Anthpny F,
Hauser S, Longo D, Jameson JL. McGraw-Hill Professional. London; 2004.
9. Ghany MG, Liang TJ. Acute Viral Hepatitis. In: Yamada’s Textbook of
Gastroenterology 4th Edition. Editors: Yamada T, Alpers DH, Laine L, Kaplowitz
N, Owyang C, Powell DW.Lippincott Williams & Wilkins Publisher. United
State; 2003.
10. Buggs AM. Viral Hepatitis. 7 Juli 2009 [20 Juni 2018]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/775507-overview.html

You might also like