Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Sirosis hepatis merupakan tahap akhir penyakit hati kronik akibat proses
difus fibrosis hati progresif yang ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan
pembentukan nodul regeneratif. Secara klinis perlu dibedakan antara sirosis
kompensata dan dekompensata yang didasari pada tingkan hipertensi portal dan
komplikasi. Umumnya, klinis muncul ketika seseorang sudah mengalami sirosis
hati dekompensata. Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya
sehingga perlui kualitas hidup pasien sirosis dengan pencegahan dan penanganan
komplikasinya
2.2. Definisi
Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis
C (HCV= Hepatitis C virus). Dikatakan akut apabila inflamasi (radang) hati
akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama kurang dari 6 bulan,
dan kronis apabila hepatitis yang tetap bertahan selama lebih dari 6 bulan.
Keadaan kronis pada anak-anak lebih sukar dirumuskan karena perjalanan
penyakitnya lebih ringan daripada orang dewasa.
2.3. Etiologi
VHC (Virus Hepatitis C) adalah virus RNA rantai tunggal dengan
selubung glikoprotein digolongkan kedalam Flavivirus . Terdapat 6 genotipe
HCV dan lebih dari 50 subtipe. Target VHC adalah sel-sel hati dan mungkin
juga limfosit B melalui reseptor yang mungkin sekali serupa dengan CD 81
yang terdapat di sel hati maupun limfosit B atau reseptor LDL. Adapun 15%
dari kasus infeksi Hepatitis C adalah akut, artinya secara otomatis tubuh
membersihkannya dan tidak ada konsekuensinya. Sayangnya 85% dari kasus,
infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati
bertahun-tahun. Dalam waktu tersebut, hati bisa rusak menjadi sirosis
(pengerasan hati), stadium akhir penyakit hati dan kanker hati.
2.5. Patogenesis
Adapun proses siklus kehidupan HCV dengan cara :
1. Infeksi Akut
Umumnya infeksi akut HCV tidak memberi gejala atau hanya
bergejala minimal. Infeksi virus hepatitis terbagi 3 fase, yaitu fase prodormal,
fase ikterik, dan fase convalescent. Pada fase prodormal, onset terjadi pada
hari 1-14, namun rata-rata timbul pada hari 5-7 setelah paparan. Keluhan
yang sering yaitu malaise, fatique, mual dan muntah, kehilangan selera
makan, low grade fever, flu like symptoms, dan nyeri perut kanan atas. Pada
fase ikterik, gejala yang sering ditimbulkan yaitu warna kuning pada mukosa
sklera pada awalnya dan berlanjut pada perubahan warna pada kulit. Urin
menjadi gelap, feses berwarna seperti dempol (pucat). Selama fase ini,
setengah penderita menunjukkan gejala gatal-gatal. Pada fase convalescent,
kebanyakan gejala di atas menghilang (resolve). Ikterik tidak ditemukan,
warna pada kulit, urin dan feses kembali ke warna yang semula. Kembalinya
nafsu makan dan adanya peningkatan berat badan menunjukkan sudah adanya
tahap penyembuhan.
2. Infeksi kronis
Infeksi akan menjadi kronik pada 70 – 90% kasus dan sering kali tidak
menimbulkan gejala apapun walaupun proses kerusakan hati berjalan terus.
Adapun kriteria dari hepatitis kronis adalah naiknya kadar transaminase
serum lebih dari 2 kali nilai normal, yang berlangsung lebih dari 6 bulan.
Progresivitas hepatitis kronik menjadi sirosis hati tergantung beberapa faktor
resiko yaitu: asupan alkohol, ko-infeksi dengan virus hepatitis B atau Human
Immunodeficiency Virus (HIV), jenis kelamin laki-laki, usia tua saat
terjadinya infeksi dan kadar CD4 yang sangat rendah. Bila telah terjadinya
sirosis, maka risiko terjadinya karsinoma hepatoselular adalah sekitar 1-4%
pertahun.
3. Hepatitis C Fulminan
Hepatitis fulminan jarang terjadi. ALT (alanine amino-transferase)
meninggi sampai beberapa kali diatas batas atas normal tetapi umumnya tidak
sampai lebih dari 1000 U/L.9
3. Biopsi Hati
Biopsi hati direkomendasikan untuk penilaian awal seorang
pasien dengan infeksi HCV kronis. Biopsi berguna untuk menentukan
derajat beratnya penyakit (tingkat fibrosis) dan menentukan derajat
nekrosis dan inflamasi.
2.8. Penatalaksanaan
fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul
hepatosit. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati
yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
menjadi tidak teratur. Penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit
hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan menyebabkan
penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah disertai
terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena
pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan
penyakit lain. Bila sirosis hati sudah lanjut, gejala-gejala lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan deman tak begitu tinggi. Mungkin
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa,
Pasien mendapatkan terapi non farmakologi berupa tirah baring, diet hati
II 1700 kkal/hari, dan O2 2-4 L/i (k/p). Terapi non farmakologi bertujuan untuk
memperbaiki efektivitas diuretika yang berhubungan dengan perbaikan aliran
darah ginjal dan filtrasi glomerulus. Diet rendah garam dianjurkan 40-60
mEq/hari untuk membantu diuresis. Namun, konsentrasi garam yang sangat
rendah dapat mengganggu fungsi ginjal. Terapi farmakologi yang didapatkan
adalah IVFD Camafusin 1 fls/hari, inj. Furosemid 20 mg/8 jam, spironolakton
1x100 mg, laktulosa 3x30 mg, propanolol 2x10 mg. Pemberian diuretik yang
dianjurkan adalah antialdosteron yang hemat kalium, seperti spironolakton
dengan dosis 100-600 mg/hari. Diuretik loop digunakan untuk terapi kombinasi
karena sifatnya lebih poten dibandingkan diuretik distal. Target yang diharapkan
pada terapi nonfarmakologi dan farmakologi adalah peningkatan diuresis dan
berat badan turun 400-800 g/hari. Laktulosa bertujuan untuk mengobati
ensefalopati hepatikum akibat hiperamonia. Pemberian propanolol bertujuan
untuk menurunkan tekanan porta sehingga mencegah terjadinya varises
esofagus. Pada keadaan akut dapat diberikan somatostatin atau okreotid.
DAFTAR PUSTAKA