You are on page 1of 29

7

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka

1. Hakikat Pembelajaran
Belajar merupakan permasalahan yang umum dibicarakan setiap
orang terutama yang terlibat dalam dunia pendidikan. Namun kenyataanya,
banyak hal-hal yang berkaitan dengan belajar belum dipahami oleh sebagian
orang. Menurut Gagne dalam Agus Suprijono (2009:2), Belajar merupakan
perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui
aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses
pertumbuhan seseorang secara alamiah. Namun perubahan tersebut diperoleh
melalui interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan
lingkungan. Perubahan ini dapat berupa pengetahuan, pemahaman, sikap dan
ketrampilan. Sehingga pembelajaran berupaya untuk memacu (merangsang)
dan menumbuhkan belajar.
Pembelajaran sendiri merupakan terjemahan dari ”Learning” yang
berasal dari kata “to learn”. Pembelajaran menggambarkan suatu proses yang
dinamis karena pada hakikatnya perilaku belajar diwujudkan dalam suatu
proses yang dinamisdan bukan sesuatu yang diam atau pasif (Surya,
2013:111). Menurut Abdul Haris (2012:11), pembelajaran merupakan proses
yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu: belajar tertuju kepada apa yang
harus dilakukan oleh siswa dan mengajar berorientasi pada apa yang harus
dilakukan guru sebagai pemberi pelajaran. Sugihartono dkk. (2007:81)
mendefinisikan pembelajaran secara lebih opsional, yaitu sebagai upaya yang
dilakukan pendidik atau guru secara sengaja dengan tujuan meyampaikan
ilmu pengetahuan, dengan cara mengorganisasikan dan menciptakan suatu
sistem lingkungan belajar dengan berbagai metode sehingga siswa dapat
melakukan kegiatan belajar lebih maksimal.
Dari kedua pendapat yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan pendidik untuk
membimbing siswa dalam mempelajari sesuatu dari lingkungan dalam bentuk
8

ilmu pengetahuan untuk mengembangkan kemampuan kogntif, afektif dan


psikomotor dengan menggunakan berbagi metode pembelajaran. Melalui
proses pembelajaran seorang guru memiliki kesempatan dan peluang yang
sangat luas untuk melakukan proses bimbingan, mengatur dan membentuk
karakteristik siswa agar sesuai dengan rumusan tujuan yang ditetapkan.
2. Hakikat Pembelajaran Fisika
1) Hakikat Fisika
Fisika merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Oleh karena itu, ciri-ciri maupun definisi Fisika tidak berbeda jauh dari
definisi IPA, yang di dalamnya mencakup gejala-gejala alam. Menurut
Serway Jawett (2014:3) ilmu Fisika didasarkan pada pengamatan
eksperimental dan pengamatan kuantitatif. Tujuan utama Fisika adalah
mencari sejumlah hukum-hukum dasar yang mengatur berbagai
fenomena alam. Sedangkan menurut Douglas C. Giancoli (2001 : 1)
Fisika adalah ilmu pengetahuan yang paling mendasar, karena
berhubungan dengan perilaku dan struktur benda.
Dari kedua pendapat yang telah diuraikan, dapat disimpulkan
bahwa Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang paling dasar dan
mempelajari kejadian-kejadian alam yang bersifat fisik dan dapat
dipelajari secara pengamatan dan eksperimen serta teori. Secara
pengamatan dan eksperimen, Fisika dapat dipelajari secara langsung di
laboratorium, sedangkan secara teori Fisika dapat dipelajari dengan
kegiatan berdasarkan analisis rasional dengan berpijak pada teori yang
telah ditemukan sebelumnya. Hasil-hasil Fisika diungkapkan dalam
bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori.
2) Tujuan Pembelajaran Fisika di SMA
Tujuan pembelajaran merupakan arah yang hendak dicapai oleh
setiap strategi pembelajaran. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran harus
ditetapkan dan dirumuskan dengan jelas. Tujuan pengajaran Fisika di
Sekolah Menengah Atas menurut GBPP adalah sebagai berikut :
Mata pelajaran Fisika bertujuan agar siswa mampu menguasai
konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta mampu
menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk
9

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehingga lebih


menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa. (Depdikbud, 1995
: 2)
Berdasarkan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pengajaran
Fisika adalah memperoleh wawasan dan menguasai konsep Fisika dan
saling keterkaitannya dengan sikap ilmiah, kritis, dan obyektif.
Bahan kajian mata pelajaran Fisika di SMA dikembangkan dari
bahan kajian yang telah diajarkan di SMP, diperluas sampai bahan kajian
yang mengandung konsep abstrak dan dibahas secara kuantitatif dan
analisis. Pada pengajaran Fisika di SMA, diharapkan siswa tidak hanya
menguasai konsep, prinsip, dan hukum-hukum saja, tetapi juga
ditekankan pada aplikasi penerapan melalui penelitian dan pemecahan
masalah. Sehingga dengan demikian nantinya dapat bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Remediasi Pembelajaran
a. Pengertian Remidiasi Pembelajaran
Dilihat dari arti katanya, remedial berarti bersifat menyembuhkan
atau membuat menjadi baik. Menurut menurut Lilis Setiawati (1993:103).
Pembelajaran ulang (remediasi pembelajaran) adalah suatu bentuk
pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau membetulkan, atau
pengajaran yang membuat menjadi baik. Menurut Mohamad Irham
(2013:289) pengajaran remidial merupakan bentuk khusus dalam proses
belajar-mengajar yang bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran
yang dapat menimbulkan masalah atau kesulitan belajar siswa dan dapat
menghambat proses belajar siswa.
Dari kedua pendapat yang telah diuraikan, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran remediasi sebagai suatu bentuk pembelajaran yang
bersifat menyembuhkan atau membuat menjadi baik yang bertujuan untuk
memperbaiki sebagian atau seluruh kesulitan belajar yang dialami oleh
siswa guna mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Pelaksanaan
remediasi pembelajaran diharapkan dapat membantu siswa dalam
mengatasi masalah kesulitan belajar siswa, sehingga meningkatkan hasil
belajarnya. Dalam pelaksanaan pembelajaran remidial perlu bagi guru
10

menggunakan/menerapkan suatu model pembelajaran yang berbeda dari


model. Model pembelajaran yang inovatif dan bervariasi membuat siswa
cenderung tidak cepat merasa bosan. Salah satunya dengan model
pembelajaran yang mampu melibatkan siswa secara aktif.
b. Penerapan Remidiasi Pembelajaran
Pembelajaran remidial sendiri mempunyai peranan penting dalam
seseluruhan proses belajar mengajar, khususnya dalam mencapai hasil
belajar yang optimal. Menurut Sugiharto dkk. (2007:177-178) terdapat tiga
alternatif kemungkinan teknik atau metode layanan remedial, yaitu :
1) Metode kelompok belajar homogen
Dalam kelompok belajar homogen, siswa yang menjadi satu
kelompok memiliki kemampuan yang relatif sama sehingga masing-
masing kelompok akan mempelajari materi pelajaran yang sama
dengan metode penyampaian yang berbeda dengan pembelajaran di
kelas pada umumnya, baik guru yang berbeda atau guru yang sama.
2) Metode layanan pengajaran individual
Dalam metode layanan pengajaran individual lebih menekankan pada
proses pengajaran yang sifatnya lebih memerhatikan kondisi siswa
dalam belajar sehingga dilaksanakan secara individual. Program ini
membebaskan siswa memilih cara belajar, kapan melakukan
konsultasi dengan guru atau pihak lain, dan sebagainya tanpa ada
batasan waktu dan kapan melaksanakannya.
3) Metode layanan pengajaran kelas khusus
Dalam metode layanan pengajaran kelas khusus, memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengikuti program pembelajaran
dengan siswa yang sama dalam satu kelas. Bentuknya, bagi siswa
yang mengalami kesulitan belajar dalam mata pelajaran tertentu
disediakan kelas remedial khusus. Sementara bagi yang cepat
belajarnya disediakan kelas program pengayaan. Setelah semua
selesai, artinya siswa yang mengikuti program remedial telah
menyelesaikan tugas belajarnya dan mencapai ketuntasan, mereka
kembali ke kelas semula untuk mengikuti pembelajaran bersama
teman-teman kelasnya dan melanjutkan proses belajar mengajar pada
materi pelajaran selanjutnya.
11

c. Metode Pelaksanaan Remidiasi Pembelajaran


Menurut Mulyadi (2010:77-86) metode pengajaran remedial
merupakan metode yang dilaksanakan dalam keseluruhan kegitan
bimbingan kesulitan belajar mulai dari langkah-langkah identifikasi kasus
sampai dengan langkah selalanjutnya.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam
pembelajaran remdiasi yaitu:
1) Pemberian tugas
Dalam metode pemberian tugas, guru memberikan tugas-tugas
tertentu kepada murid baik individu maupun kelompok.
2) Diskusi
Dalam metode diskusi, siswa memecahkan berbagai masalah secara
analitis dilihat dari berbagai sudut pandang. Metode diskusi digunakan
sebagai salah satu metode remidial dengan memanfaatkan interaksi
antar individu dan kelompok untuk memperbaiki kesulitan belajar.
Melalui diskusi siswa dapat saling membantu satu sama lain dalam
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
3) Tanya Jawab
Dalam metode tanya jawab, guru berdialog dengan peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar.

4) Tutor sebaya
Dalam metode tutor sebaya, seorang murid yang ditunjuk dan
ditugaskan untuk membantu murid tertentu yang mengalami kesulitan
belajar.
5) Pengajaran Individual
Dalam pengajaran individual, guru melakukan proses belajar-
mengajar yang dilakukan secara individu, artinya dalam bentuk
interaksi antara guru dan murid secara individual..
4. Model Pembelajaran
Joyce dalam Trianto (2007:5) menyatakan bahwa model
pembelajaran merupakan suatu rencana atau suatu pola yang digunakan
12

sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas dan untuk


menentukan perengkat-perangkat yang diperlukan dalam pembelajaran.
Menurut Arends dalam Suprijono (2012:46), model pembelajaran
mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya
tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,
lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Sehingga model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar dan perangkat-perangkat yang diperlukan untuk mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran.
Menurut Agus Suprijono (2012:46-68) dalam pembelajaran terdapat
beberapa model pembelajaran, diantaranya:
a. Model pembelajaran langsung
Model pembelajaran langsung atau direct intruction dikenal dengan
sebutan active teaching. Pada model pembelajaran langsung, guru terlibat
aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada peserta didik dan
mengajarkannya secara langsung kepada seluruh siswa. Model
pembelajaran langsung dapat diterapkan pada mata pelajaran apapun,
namun yang paling tepat untuk mata pelajaran yang berorientasi kinerja
atau peformance dan berorientasi pada informasi.
b. Model pembelajaran kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah konsep pembelajaran yang
mengutamakan kerjasama di antara siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Peserta didik bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri
dan berusaha menemukan jawaban dari permasalahan yang dihadapi. Dan
guru bertindak sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda
latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain
atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan
koopertif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
c. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan berdasarkan konsep-
konsep yang dicetuskan oleh Jerome Bruner. Konsep tersebut adalah
13

belajar penemuan. Discovery learning, inquiry learning, dan problem


based learning merupakan pembelajaran beraksentuasi pada masalah-
masalah kontekstual. Ketiganya merupakan pembelajaran yang
menekankan aktivitas penyelidikan.
Pada penelitian yang dilakukan, model pembelajaran yang akan
diterapkan adalah model pembelajaran koopertif.
5. Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Roger, dkk. dalam Miftahul Huda (2013:29) menyatakan
pembelajaran koopertif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok kecil
yang di organisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan
pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok kecil
yang didalamnya setiap peserta didik bertanggung jawab atas
pembelajaranya sendiri dan di dorong untuk meningkatkan pembelajaran
anggota-anggota lain.
Menurut Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2007:42)
pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran
yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan
bersama. Sejalan dengan Robert E. Slavin (2005:4) Pembelajaran
kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para
siswa bekerja dalam kelompok-kecil untuk saling membantu satu sama
lain dalam mempelajari materi pelajaran.
Dari ketiga pendapat yang telah diuraikan, dapat ditarik suatu
pengertian bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang mengutamakan kerjasama secara kelompok dalam
mencapai tujuan pembelajaran dan setiap anggota dari kelompok tersebut
bertanggung jawab atas pembelajaranya sendiri.
b. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif terbagi menjadi beberapa macam tipe.
Miftahul Huda (2013:116-139) menyebutkan ada beberapa contoh model
pembelajaran kooperatif antara lain sebagai berikut:
14

1. Student Teams Achievement Division (STAD)


Metode tersebut dikembangkan oleh Slavin yang melibatkan
“komptisi” antar kelompok. Siswa mempelajari materi bersama
dengan teman-teman sekelompoknya, kemudian mereka diuji secara
individual melalui kuis-kuis.
2. Jigsaw
Metode tersebut dikembangkan oleh Aronson (1975). Dalam model
pembelajaran Jigsaw siswa dibagi kedalam kelompok kelompok asal
dan kelompok ahli.
3. Grup Investigation (GI)
Metode tersebut dikembangkan oleh Sharan dan Sharan (1976) yang
lebih menekankan pada pilihan dan control siswa daripada
menerapkan teknik-teknik pengajaran di ruang kelas. Siswa di bagi
kedalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing diberi tugas
atau proyek yang berbeda.
4. Numbered Head Together (NHT)
Metode tersebut dikembangkan oleh Slavin (1995) yang hampir sama
dengan diskusi kelompok. Namun pada NHT setelah kelompok
berdiskusi, guru memanggil nomor anggota secara acak untuk
mempresentasikan hasil diskusinya.
5. Think Pair Share (TPS)
Metode Think Pair Share (TPS) pertama kali dikembangkan oleh
Frank Lyman. Pertama-tama setiap siswa di suruh untuk duduk
berpasangan setelah itu guru mengajukan permasalahan dan setiap
pasangan diharuskan saling berdiskusi dalam memecahkan
permasalahan tersebut lalu di presentasikan di depan kelas.
6. Make a match
Metode tersebut dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Dalam
make a match setiap siswa diberi satu kartu mengenai suatu topic dan
di haruskan mencari pasangan dengan mencocokan kartu yang dia
bawa dengan kartu ;ain dalam suasana yang menyenangkan.
15

Pada penelitian yang dilakukan, penulis menggunakan kombinasi


model pembelajaran yaitu pembelajaran kooperatif tipe make a match dan
disertai mind mapping.
6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
a. Pengertian Make a Match
Model pembelajaran make a match dikembangkan oleh Lorna
Curran (1994). Menurut Rusman (2013 : 223) make a match merupakan
salah satu jenis dalam pembelajaran kooperatif. Dengan menggunakan
model make a match siswa dapat berperan aktif dalam proses
pembelajaran serta dapat memperkuat daya ingat siswa.
Model pembelajaran make a match menggunakan aktivitas fisik
yang menuntut kecepatan dan ketepatan siswa dalam mencocokan kartu
soal dan kartu jawaban. Hal tersebut berhubungan dengan aspek
psikomotorik, aspek psikomotorik merupakan aktivitas fisik yang
berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah
seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Tujuan dari model
pembelajaran kooperatif tipe make a match antara lain ada 3 yaitu untuk
pendalaman materi, penggalian materi, dan edutainment (Huda, 2014:251).
Dari kedua pendapat tersebut, maka dapat dipadukan bahwa
model pembelajaran make a match adalah model pembelajaran berbasis
evaluasi untuk mengulang kembali pelajaran yang telah dilakukan dalam
suasana yang menyenangkan. Dalam mencari pasangan para siswa
diberikan waktu yang telah ditentukan, hal ini berguna untuk melatih
kedisiplinannya.
b. Prosedur Pembelajaran Make a Match
Prosedur model pembelajaran make a match sebenarnya cukup
sederhana dan mudah dilakukan, guru hanya sebagai fasilitator saja.
Sebelum pembelajaran berlangsung, di perlukan beberapa persiapan yaitu
dengan membuat beberapa pernyataan yang sesuai dengan materi yang
telah diperlajari lalu menuliskan dalam beberapa kartu yang saling
berhubungan, serta menyiapkan lembaran untuk mencatat pasangangan
16

yang berhasil sekaligus untuk penskoran. Menurut Rusman (2012:223-


224) penerapan metode make a match dimulai dengan teknik, yaitu siswa
disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum
batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Sintak pembelajaran Make A Match adalah sebagai berikut :
1) Menyiapkan kartu yang digunakan untuk pembelajaran.
2) Siswa dibagi menjadi dua kelompok, misalnya kelompok A dan B.
3) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu
jawaban kepada kelompok B
4) Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus
mencari/mencocokan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok
lain, serta guru menyampaikan batasan waktunya.
5) Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangan
dikelompok B.
6) Apabila sudah menemukan pasanganya lalu melaporkan kepada guru,
siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi
poin.
7) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu
yang berbeda dari sebelumya, demikian seterusnya.
8) Kesimpulan/review.
(Huda, 2014:252).
c. Kelebihan dan Kekurangan Make a Match
Make a match adalah model pembelajaran yang melatih
ketelitian, kecermatan, dan kecepatan karena setiap siswa dituntut mencari
jawaban yang cocok dari kartu yang diperolehnya.
Model pembelajaran kooperatif tipe make a match mempunyai
beberapa kelebihan antara lain sebagai berikut:
1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif
maupun fisik.
2) Karena ada unsur permainan, metode ini termasuk metode yang
menyenangkan.
17

3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan


dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
4) Efektif melatih kedisiplinan siswa dalam menghargai waktu untuk
belajar.
(Huda, 2014: 253)
Selain kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan, make a match
juga mempunyai kelemahan. Kelemahan yang ditemui adalah apabila tidak
dipersiapkan baik-baik maka akan banyak waktu yang terbuang. Namun,
dapat diatasi dengan menjelaskan secara jelas prosedur pembelajaran yang
akan dilakukan.
18

7. Mind Mapping
a. Pengertian Mind Mapping
Mind Mapping pertama kali dipopulerkan oleh Tony Buzan.
Menurut Toni Buzan (2013:4), mind map adalah cara termudah untuk
menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar
otak, selain itu dengan mind map seseorang dapat mencatat suatu
informasi dengan lebih kreatif, efektif dan secara harfiah akan memetakan
pikiran-pikiran kita, selain mind mapping lebih menonjolkan tampilan
visualnya, dan penyusunanya sesuai dengan cara kerja pikiran atau agar
mudah dipahami otak. Berbeda dengan peta konsep yang berupa bagan
teratur yang terdiri dari suatu konsep yang di kelompokkan sesuai kriteria
dan dihubung-hubungkan antara konsep yang satu dengan yang lain. Peta
konsep menampilkan penjelasan dan tidak terlalu menonjolkan tampilan
visual.
Menurut Edward (2009:62) dengan teknik mind mapping, maka
anak akan mencatat/meringkas menggunakan kata kunci (keyword) dan
gambar. Perpaduan dua hal tadi akan membentuk sebuah asosiasi di kepala
anak dan ketika si anak melihat gambar tersebut maka akan terjelaskan
ribuan kata yang diwakili oleh kata kunci dan gambar tadi. Mind mapping
menjadi cara mencatat/meringkas yang mengakomodir cara kerja otak
secara natural. Berbeda dengan catatan konvensional yang ditulis dalam
bentuk daftar panjang ke bawah, maka pada konsep mind mapping akan
mengajak pikiran untuk membayangkan suatu subjek sebagai satu
kesatuan yang saling berhubungan.
Dari kedua pendapat yang telah diuraikan, maka dapat dipadukan
bahwa mind mapping adalah media pembelajaran yang mengutamakan
cara kerja otak secara alami untuk mencatat materi yang telah
diperoleh dengan menggambarkan apa yang dipikirkan siswa ke dalam
suatu kertas.
19

b. Langkah-langkah dalam Pembuatan Mind Mapping


Dalam pembuatan Mind Map lebih menonjolkan visual dan
penyusunanya sesuai dengan cara kerja pikiran atau agar tampak dipahami
otak. Seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Mind Map pada materi Hukum Gravitasi Newton


Menurut Susanto (2013:32-33), langkah-langkah dalam membuat Mind
Mapping adalah sebagai berikut :
1) Siapkan kan alat dan bahan yang diperlukan, seperti kertas karton dan
spidol.
2) Tentukan topic yang ingin dibuat.
3) Buatlah gambar atau judul di pusat Mind Map di tengah-tengah kertas.
4) Buatlah cabang utama yang merupakan cabang yang memancar
langsung dari pusat Mind Map.
5) Berikan informasi pada cabang sebagai kata kunci.
6) Kembangkan cabang utama dengan cabang-cabang lain berikutnya
yang berisi informasi yang berkaitan dengan cabang utama.
7) Kreasikan menggunakan warna atau gambar untuk memperkuat
informasi.
8) Selesai.
c. Prosedur Pembelajaran Mind Mapping
20

Sebelum melakukan prosedur pembelajaran mind mapping


sebaiknya guru menyiapkan bahan untuk mendukung model pembelajaran
tersebut agar dapat berjalan secara optimal. Bahan yang dibutuhkan dalam
pembelajaran mind mapping juga mudah didapat, bahan-bahan tersebut
adalah materi, kertas HVS, dan spidol warna-warni.
Menurut Aqib (2013:23) prosedur pembelajaran mind mapping
adalah sebagai berikut :
1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2) Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh
siswa/sebaliknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban.
3) Membentuk kelompok yang anggotanya 3-4 orang.
4) Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil
diskusi.
5) Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil
diskusinya, guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai
kebutuhan guru.
6) Dari data di papan, siswa diminta membuat kesimpulan atau guru
memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru.
d. Kelebihan Mind Mapping
Menurut Edward (2009:62) mind mapping mempunyai beberapa
kelebihan antara lain sebagai berikut:
1) Proses pembuatannya menyenangkan, karena tidak semata-mata
hanya mengandalkan otak kiri saja.
2) Sifatnya unik (tidak monoton seperti sistem pendidikan yang
kebanyakan digunakan dalam dunia pendidikan sekarang), sehingga
mudah diingat serta menarik perhatian mata dan otak.
3) Topik utama materi pelajaran ditentukan secara jelas, begitu juga
dengan hubungan antar informasi yang satu dengan yang lainnya.
Buzan sebagai pencetus mind map dalam bukunya yang berjudul
buku pintar mind map (2013:5) menyebutkan ada beberapa keunggulan
mind map yaitu:
21

1) Memberi pandangan menyeluruh terhadap pokok masalah.


2) Memungkinkan untuk merencanakan rute atau membuat pilihan-
pilihan.
3) Mengumpulkan sejumlah besar data pada satu tempat
4) Mendorong pemecahan masalah dengan membiarkan untuk berkreasi.
5) Menyenangkan untuk dilihat, dibaca, dicerna, dan diingat.
6) Menghemat waktu.
7) Memungkinkan kita untuk mengelompokan suatu konsep.
Selain kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan, mind mapping
juga mempunyai kelemahan. Kelemahan yang ditemui saat guru
menerapkan mind mapping adalah ada beberapa siswa yang tidak
membuat mind map karena siswa cenderung mengandalkan teman satu
kelompoknya. Namun, dapat diatasi dengan mengharusan siswa untuk
membuat mind map secara individu. Guru dapat berkeliling kelas untuk
mengawasi kinerja setiap siswa sehingga siswa tidak hanya mengandalkan
teman satu kelompoknya saja.
8. Kemampuan Kognitif
Mohammad Asrori (2007:47) berpendapat bahwa ”istilah kognitif
sering kali dikenal dengan istilah intelek. Intelek berasal dari Bahasa Inggris
intellect”. Menurut Chaplin (1981), seperti yang dikutip Mohammad Asrori
(2007:48), ”intelek dapat diartikan sebagai berikut: (a) Proses kognitif, proses
berpikir, daya menghubungkan, kemampuan menilai, dan kemampuan
mempertimbangkan. (b) Kemampuan mental atau intelegensi.” Sehingga
dapat diketahui bahwa kemampuan kognitif didasari oleh proses/pola berpikir
logis yang mencakup upaya untuk menghubungkan, menilai, dan
mempertimbangkan.
Kemampuan kognitif bisa diartikan sebagai kemampuan individu
untuk menggunakan pengetahuan yang dimiliki secara optimal untuk
pemecahan masalah yang berhubungan dengan diri dan lingkungan sekitar.
Oleh karena itu pendidikan dan pembelajaran perlu diupayakan agar
kemampuan kognitif para siswa dapat berfungsi secara positif dan
22

bertanggung jawab. Tanpa kemampuan kognitif, mustahil siswa dapat


memahami faedah dan menangkap pesan-pesan moral yang terkandung
dalam materi pelajaran yang diikuti.
Bloom (1968) dalam Mohammad Surya (2013:120-121), membagi
domain kognitif kedalam 6 tingkatan, yaitu sebagai berikut:
a. Pengetahuan
Didefinisikan sebagai ingatan terhadap materi-materi atau bahan yang
telah dipelajari sebelumnya. Ini mencakup mengingat semua hal, dari
fakta-fakta yang sangat khusus sampai pada teori yang kompleks, tetapi
semuanya diperlukan untuk menyimpan informasi yang tepat.
Pengetahuan merupakan hasil belajar yang sangat rendah tingkatannya.
b. Pemahaman
Didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau
bahan yang dipelajari. Ini dapat ditunjukkan dengan menerjemahkan
materi satu bentuk yang lain (dari kata-kata kepada angka-angka
menginterpretasikan materi (menjelaskan, meringkas), meramalkan akibat
dari sesuatu. Hasil belajar ini satu tingkat lebih tinggi dari yang pertama
tetapi masih merupakan pemahaman tingkat rendah
c. Aplikasi
Didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan apa yang telah
dipelajari dalam situasi konkret yang baru. Ini mencakup penggunaan hal
seperti peraturan, metode, konsep-konsep, hukum, dan teori. Hasil belajar
dalam bidang ini memerlukan tingkat pengertian yang lebih tinggi dari
pemahaman.
d. Analisis
Dimaksudkan sebagai kemampuan untuk menguraikan sesuatu materi atau
bahan ke dalam bagian-bagiannya sehingga struktur organisasinya dapat
dipahami. Ini mencakup identifikasi bagian, analisis hubungan antar
bagian, dan pengenalan prinsip-prinsip organisasi yang digunakan. Hasil
belajar di sini lebih menunjukkan tingkat intelektual yang tinggi daripada
23

pemahaman dan aplikasi karena hasil belajar menghendaki pengertian dari


isi dan bentuk struktur dari materi.
e. Sintesis
Dimaksudkan sebagai kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian
untuk membentuk keseluruhan yang baru. Ini mencakup produksi dari satu
komunikasi yang unit, suatu rencana pelaksanaan (reserch proposal) atau
susunan hubungan yang abstrak (skema untuk mengklasifikasikan
informasi). Hasil belajar di sini ditekankan pada tingkah laku yang kreatif
dengan penekanan utama pada formulasi pola atau struktur yang baru.
f. Evaluasi
Dimaksudkan sebagai kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu
materi (pernyataan, novel, puisi, laporan, dan penelitian), untuk tujuan-
tujuan yang telah ditentukan. Pertimbangan-pertimbangan itu berdasarkan
pada kriteria-kriteria yang jelas, kriteria ini dapat bersifat internal
(kesesuaiannya dengan tujuan). Hasil belajar dalam bidang ini adalah yang
tertinggi dalam hirarki kognitif karena hasil belajar ini menyangkut
elemen atau bagian dari domain yang lain.
Untuk selanjutnya dari keenam domain tersebut kita jabarkan ke
dalam beberapa kata kerja baik untuk tujuan instruksional umum maupun
tujuan instruksional khusus yang selanjutnya dapat dipergunakan dalam
perumusan atau perencanan pembuatan satuan pelajaran.
Kemampuan kognitif dapat diukur dengan pemberian tes setelah
peserta didik diberikan informasi yang cukup untuk mengerjakan tes tersebut.
Pencapaian hasil kognitif yang baik ditandai dengan terserapnya seluruh
informasi yang telah disampaikan. Perbedaan tingkat penyerapan informasi
menjadi tolak ukur kemampuan kognitif peserta didik.
24

9. Materi Hukum Gravitasi Newton


a. Hukum Gravitasi Newton
Pada tahun 1687, Newton mengemukakan Hukum Gravitasi
umum Newton yang menyatakan, “Setiap partikel di alam semesta tarik
menarik benda lain dengan gaya yang sebanding dengan massanya dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya”.
Besarnya gaya gravitasi, secara matematis dituliskan:
m1m 2
Fg  G
r2 (2.1)
Keterangan :
Fg = besarnya gaya gravitasi (N)
m1 = massa benda 1 (kg)
m2 = massa benda 2 (kg)
r = jarak antara kedua benda (m)
G = konstanta gravitasi (Nm2/kg2)
(Serway Jawett, 2014:591)
Nilai konstanta gravitasi G ditentukan dari hasil percobaan yang dilakukan
oleh Henry Cavendish pada tahun 1798 dengan menggunakan neraca
Cavendish dan mendapatkan nilai G sebesar:
G = 6,67 x 10-11 Nm2/kg2
b. Percepatan Gravitasi
Percepatan gravitasi adalah percepatan suatu benda akibat gaya
gravitasi. Besar gaya yang bekerja pada benda jatuh bebas bermasa m di
dekat permukaan bumi dinyatakan oleh persamaan (2.1), dapat disetarakan
mg dengan gaya tersebut untuk memperoleh :
Mm
mg  G
r2
M
gG
r2
25

Gambar 2.2 Percepatan Gravitasi pada Ketinggian h dari Permukaan


Bumi (Haryadi, 2009:35)
Apabila sebuah benda berada bermassa m yang terletak pada jarak
h diatas permukaan bumi atau pada jarak r dari pusat bumi dimana
r  R  h , Besar gaya gravitasi yang bekerja pada benda tersebut adalah:
Mm Mm
Fg  G G atau
r 2
(R  h) 2

GM
g (2.2)
(R  h) 2

Keterangan:
g = besar percepatan gravitasi (m/s2)
M = massa bumi (kg)
r = jari-jari bumi (m)
G = konstanta gravitasi (Nm2/kg2).
R = jarak dari pusat bumi (m)
h = jarak dari permukaan bumi (m)
(Serway Jawett, 2014:595)
c. Perbandingan Percepatan Gravitasi Bumi dengan Planet Lain
Bumi bukan satu-satunya planet di dalam system tata surya kita.
Masih terdapat planet-planet lain yang mempunyai ciri khas dan sifat yang
berbeda dengan Bumi. Selain itu, percepatan gravitasi setiap planet juga
berbeda-beda. Menurutmu, hal-hal apa saja yang perlu diketahui untuk
26

menentukan percepatan gravitasi suatu planet? Ternyata, percepatan


gravitasi suatu planet dapat ditentukan dari percepatan gravitasi Bumi.
Perbandingan percepatan gravitasi pada permukaan planet P
dengan percepatan gravitasi pada permukaan. Bumi ditentukan sebagai
berikut.
Mp
G 2
gP Rp M  R 2 
   P2    B 
gB M M
G B2  RP   B 
RB
2
g P M P RB
  (2.3)
g B M B RP 2

Keterangan:

gp = gravitasi di permukaan planet P (m/s2)


gB = percepatan gravitasi di permukaan Bumi (m/s)
MP = massa planet P (kg)
MB = massa Bumi (kg)
RP= jari-jari planet P (m)
RB = jari-jari Bumi (m)
d. Resultan Gaya Grafitasi
Pada kasus lain, jika suatu benda dipengaruhi oleh lebih dari dua
gaya gravitasi, resultan gaya gravitasi yang bekerja pada benda tersebut
ditentukan dengan penjumlahan vektor.
1) Tiga Benda Terletak Segaris
Perhatikan gambar berikut!

Gambar 2.3 Gaya tarik menarik pada tiga benda segaris (Sarwanto,
2016:180)
Berdasarkan Gambar 2.3, m1 mengalami gaya tarik oleh m2,
m2 mengalami gaya tarik oleh m 1 dan m3 sedangkan m3, mengalami
27

gaya tarik oleh m3. Selain itu, tampak bahwa m1 dan m2 dipisahkan
pada jarak r1 sedangkan m2 dengan m3 dipisahkan pada jarak r3.
Dari gambar, m2 mengalami gaya tarik oleh m1 sebesar F21
dan m2 mengalami gaya tarik oleh m3, sebesar F23. Secara matematis,
gaya gravitasi yang bekerja pada m2 dapat dinyatakan sebagai berikut.
m1 m 2
F21  G 2
r1
m2m3
F22  G 2
r2
Dengan demikian, resultan gaya gravitasi yang dialami oleh
benda m2 dinyatakan:
F2  F23  F21 (2.4)
2) Tiga Benda Saling Membentuk sudut
Cermatilah gambar di bawah!

Gambar 2.4 Gaya tarik menarik pada tiga benda yang saling
membentuk sudut (Sarwanto, 2016:181)
Jika tiga benda membentuk sudut sebesar Ѳ seperti tampak
pada gambar, besar resultan gaya gravitasi yang dialami oleh m2
dinyatakan sebagai berikut.

R F21  F23  2 F21 F23 cos


2 2
(2.5)
Keterangan :
F21 = gaya gravitasi m2 dari m1 (N)
F23 = gaya gravitasi m2 dari m3 (N)
Θ = sudut antara F21 dan F23
Persamaan (2.5) didapatkan melalui penurunan rumus
menggunakan analisis vektor, sebagai berikut
28

C
D
F21 R

A θ θ
F23 B E

Gambar 2.5 Diagram Gaya Gravitasi pada Tiga Benda Saling


Membentuk Sudut.
Berdasarkan gambar 2.5 maka:
BE  F21 cos 

DE  F21 sin 
AE  AB  BE
 F23  F21 cos

Besar resultan R di rumuskan:


AD  F21  F23
R 2  AE 2  DE 2
 ( F23  F21 cos ) 2  ( F21 sin  ) 2
2 2 2
 F23  2 F21 F23 cos  F21 cos 2  F21 sin  2
2 2
 F23  2 F21 F23 cos  F21 (cos 2  sin  2 )
2 2
 F21  F23  2 F21 F23 cos 

F21  F23  2 F21 F23 cos


2 2
R

Keterangan :
F21 = gaya gravitasi m2 dari m1 (N)
F23 = gaya gravitasi m2 dari m3 (N)
Θ = sudut antara F21 dan F23
29

e. Penerapan Hukum Gravitasi Newton


1) Menentukan Massa Matahari
Berdasarkan data pada Tabel 2.1, diketahui bahwa jarak
Matahari ke Bumi atau jarak orbit Bumi dalam mengelilingi Matahari
sebesar rB = 1,496 x 1011 m. Revolusi Bumi atau waktu yang
diperlukan Bumi untuk mengelilingi Matahari selama 1 tahun sebesar
3,16 x 107 s. Dengan menyamakan gaya gravitasi Matahari dengan
gaya sentripetal yang dilakukan bumi, dapat diperoleh taksiran massa
Matahari sebagai berikut.
F  Fs
Mm B m B v 2B
G 2 
rB rB
M
G  v 2B
rB
v 2B rB
M
G

2

 2ππ
2

4π 2 r 4
Karena v B 2 2 maka :
TB TB

 4π 2 rB 4 
 
 T 2 rB
M B 
G
3
4π 2 rB
 2
TB G
(2.6)
2) Orbit Satelit Bumi
30

Gambar 2.5 Kelajuan Satelit Mengorbit Bumi Dipengaruhi


Jarak r dari Pusat Bumi (Haryadi, 2009:36)
Satelit-satelit yang bergerak dengan orbit melingkar (hampir
berupa lingkaran) dan berada pada jarak r dari pusat bumi, maka
kelajuan satelit saat mengorbit bumi dapat dihitung dengan
menyamakan gaya gravitasi dan gaya sentripetalnya.
 
Berdasarkan Hukum II Newton F  ma , maka :
Mm v2
G  m
r2 r
GM
v (2.7)
r

Pada saat periode orbit satelit sama dengan periode rotasi bumi, maka
jari-jari orbit satelit dapat ditentukan sebagai berikut:
Mm v2
G  m
r2 r
GM  2πr 
2
2πr
karena v  , maka : 2 
T r rT 2

GMT 2
r3 (2.8)
4 2
T adalah periode satelit mengelilingi Bumi, yang besarnya sama
dengan periode rotasi bumi.
f. Hukum-Hukum Kepler
Johanes Kepler (1571 - 1630), telah berhasil menjelaskan secara
rinci mengenai gerak planet di sekitar Matahari. Kepler mengemukakan
tiga hukum yang berhubungan dengan peredaran planet terhadap Matahari
yang akan diuraikan berikut ini.
1) Hukum I Kepler
Hukum I Kepler berbunyi:
“Lintasan setiap planet mengelilngi Matahari matahari merupakan
sebuah elips, dengan matahari terletak pada salah satu fokusnya.”
Perhatikan Gambar 2.6 di bawah.
31

Gambar 2.6 Lintasan Planet Mengitari Matahari Berbentuk Elips


dengan Matahari Sebagai Pusatnya (Haryadi, 2009:39)
Elips merupakan sebuah kurva tertutup sedemikian sehingga
jumlah jarak pada sembarang titik P pada kurva dengan kedua titik yang
tetap (titik fokus) tetap konstan, sehingga jumlah jarak F1P + F2P tetap
sama untuk semua titik pada kurva.
(Douglas C. Giancoli, 2001:156)
2) Hukum II Kepler
Hukum II Kepler berbunyi:
“setiap planet bergerak sedemikian rupa sehingga suatu garis khayal
yang ditarik dari Matahari ke planet tersebut mencakup daerah dengan
luas yang sama dalam waktu yang sama”.
Perhatikan Gambar 2.5 di bawah.

Gambar 2.7 Dua Daerah yang Diarsir Mempunyai Luas yang


Sama (Haryadi, 2009:40)
Berdasarkan Hukum II Kepler, dua daerah yang diaksir
mempunyai luas yang sama. Planet bergerak dari titik satu ke titik 2
dalam waktu yang sama dengan geraknya dari titik 3 ke titik 4. Planet
akan bergerak paling cepat pada bagian orbitnya paling dekat Matahari.
(Douglas C. Giancoli, 2001:156-157)
32

3) Hukum III Kepler


Hukum III Kepler berbunyi:
“Perbandingan kuadrat periode dua planet yang mengitari Matahari
sama dengan perbandingan pangkat tiga jarak rata-rata planet-planet
tersebut dari Matahari.”
Secara matematis dituliskan :
2 3
 T1  r 
    1 
 T2   r2 
Sehingga dapat dituliskan kembali menjadi,
3 3
r1 r2
2
 2 (2.9)
T1 T2
yang berarti bahwa r 3 T 2 harus sama untuk setiap planet.
Tabel 2.1 Data Planet yang Dipakai pada Hukum III Kepler (Douglas
C. Giancoli, 2001:157)

Planet Jarak rata-rata dari Periode T r3/T2 (1024


matahari r (106 km) (tahun bumi) km3/th2)
Merkurius 57,9 0,241 3,34
Venus 108,2 0,615 3,35
Bumi 149,6 1,0 3,35
Mars 227,9 1,88 3,35
Jupiter 778,3 11,86 3,35
Saturnus 1427 29,5 3,34
Uranus 2870 84,0 3,35
Neptunus 4497 165 3,34

Newton dapat menunjukkan bahwa Hukum-Hukum Kepler


dapat diturunkan secara matematis dari Hukum Gravitasi universal dan
hukum-hukum gerak. Pertama, dengan menuliskan hukum Newton
kedua mengenai gerak, F  ma . Kemudian untuk F
disubsitusikan hukum gravitasi universal, dan untuk a percepatan
sentripetal, v 2 r .
33

F  ma

Mm v2
G  m
r2 r
Apabila periode planet adalah T, maka: , sehingga
GM  2π r 
2

r2 rT 2
T 2 4 2
 (2.10)
r3 GM
Persamaan (2.9) berlaku juga untuk planet lain :
2
T2 4 2
3

r2 GM
Dari persamaan (2.9) dan (2.10) dapat disimpulkan:
2 2 2 3
T1 T2 T  r 
3
 3 atau  1    1 
r1 r2  T2   r2 

Hal ini sesuai dengan Hukum III Kepler.


(Douglas C. Giancoli, 2001:157-158)
B. Kerangka Berfikir
Berdasarkan hasil nilai ulangan harian siswa kelas X MIA 4 SMA Negeri
3 boyolali Tahun Pelajaran 2016/2017 diperoleh data bahwa peserta didik yang
belum mencapai KKM sebanyak 69,70%. Rendahnya hasil belajar aspek kognitif
siswa terjadi karena guru cenderung mengunakan metode pembelajaran yang
bersifat Teacher Centered Learning (TCL), yang membuat siswa bersifat pasif dan
kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran. Sehingga menjadikan siswa sulit
memahami materi yang disampaikan oleh guru. Apabila siswa tertarik dengan
proses pembelajaran maka pemahaman terhadap materi yang disampaikan oleh
guru juga akan menjadi lebih baik dan hasil belajar siswa aspek kognitif juga akan
meningkat.
Siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM diberikan kesempatan
untuk mengikuti tes ulang, dengan dilakukan tes ulang diharapkan siswa yang
belum mencapai nilai KKM dapat mencapai nilai sesuai dengan KKM yang sudah
ditentukan. Namun pada kenyataannya, siswa yang mendapatkan nilai dibawah
34

KKM justru bertambah binggung apabila disuruh mengerjakan tes kembali tanpa
adanya penjelasan ulang dari materi yang tidak dimengerti. Pada saat remediasi
pembelajaran, guru hanya melakukan ujian ulang tanpa diadakan pengajaran
ulang sehingga masih banyak siswa yang belum mencapai KKM.
Untuk meningkatkan ketercapaian hasil belajar siswa aspek kognitif
dilakukan remediasi pembelajaran menggunakan kombinasi model pembelajaran
kooperatif tipe make a match dengan disertai mind mapping. Dengan
menggunakan model make a match siswa dapat berperan aktif dalam proses
pembelajaran serta dapat memperkuat daya ingat siswa. Dengan mind mapping
dapat memudahkan siswa dalam mencatat materi sesuai dengan cara kerja otak
sehingga akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang disampaiakan.
Dengan menggunakan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe
make a match dengan mind mapping pada pada pembelajaran remediasi siswa
akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang disampaiakan sehingga
berdampak pada peningkatan ketercapain KKM pada materi Hukum Gravitasi
Newton.
35

Kerangka berfikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

PERMASALAHAN
Hasil belajar aspek kognitif siswa
rendah dan belum mencapai KKM

AKAR PERMASALAHAN
1. Kelas X MIA 4 merupakan kelas yang memiliki kemampuan kognitif yang
rendah di SMA N 3 Boyolali
2. Guru cenderung mengunakan metode pembelajaran yang bersifat
Teacher Centered Learning (TCL). Peserta didik bosan saat mengikuti
proses pembelajaran.
3. Materi Hukum Gravitasi Newton termasuk materi yang cukup sulit bagi X
MIA 4 SMA N 3 Boyolali. AKIBAT
1. Peserta didik kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.
2. Pemahaman konsep Fisika siswa rendah.

PEMECAHAN MASALAH
Pemberian remidiasi pembelajaran untuk memperbaiki prestasi belajar
sehingga dapat mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan (Cece
Wijaya, 2007:42). Dalam proses remediasi hendaknya menggunakan
model pembelajaran yang inovatif yang membuat siswa aktif dalam
pembelajaran. Salah satunya adalah model pembelajaran make a match
dan
4. mind mapping. Keberhasilan model tersebut telah dibuktikan dalam
penelitian yang dilakukan oleh Prabandari mustika dan Gunay Balim

SOLUSI
Remediasi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran make a
match disertai mind mapping.

TARGET
Kemampuan kognitif peserta didik meningkat dan hasil
belajar dapat mencapai KKM yang ditetapkan.

Gambar 2.8 Bagan Kerangka Berfikir.

You might also like