You are on page 1of 39

FINAL PROJECT : MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

IBU HAMIL ( BUMIL ) “ ABORTUS ”

Dosen Mata Kuliah : Dian Sinta S.kep,Ns .M.Kep

DISUSUN OLEH :
Kelompok 9
1. Doni Purba Sunarko (201601072)
2. Kiki Silvita Sari ( 201601087)
3. Kristanti Aprilia Sari (201601088 )
4. Muji Lestari ( 201601095)
5.Naila Fitrotul Hidayah ( 201601097)
KELAS 3B

PRODI DIPLOMA III - KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Final Project : Makalah Asuhan keperawatan ibu hamil “abortus”.
Shalawat serta salam kami sampaikan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau, serta orang-orang mukmin
yang tetap istiqamah di jalan-Nya.
Makalah ini kami rancang untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Maternitas, bertujuan agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang bagaimana memberikan asuhan keperawatan maternitas pada
pasien ibu hamil, yang disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber.
Kami sangat berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan
makalah ini tidaklah sempurna. Kami mengharapkan adanya sumbangan
pikiran serta masukan yang sifatnya membangun dari pembaca, sehingga
dalam penyusunan makalah yang akan datang menjadi lebih baik.
Terima kasih.

Ponorogo, juni 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................... i


Kata Pengantar ..................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori Abortus
1.. Definisi ................................................................................... ........ 3
2.. Epidemologi ........................................................................... ........ 3
3.. Klasifikasi Abortus ................................................................. ........ 4
4.. Etiologi .................................................................................. ........ 10
5.. Patofisiologi ............................................................................ ........ 13
6.. Pemeriksaan ginekologi .......................................................... ........ 13
7.. Komplikasi ............................................................................. ........ 14
8.. Pemeriksaan Penunjang .......................................................... ........ 14
9.. Penatalaksanaan Abortus ........................................................ ........ 14
10. Pathway ................................................................................. ........ 19
B. Konsep Askep pada ibu hamil (bumil) dengan abortus
1. Pengkajian...................................................................................... 20
2. Diagnosa Keperawatan................................................................... 22
3. Intervensi........................................................................................ 23
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 32
B. Saran ..................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, terdapat beberapa macam kelainan dalam kehamilan, dan


yang paling sering terjadi adalah abortus. Abortus adalah keluarnya janin
sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai usia 22
minggu dan beratnya kurang dari 500gr (liewollyn, 2002). Terdapat beberapa
macam abortus, yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan abortus terapeutik.
Abortus spontan terjadi karena kualitas sel telur dan sel sperma yang kurang
baik untuk berkembang menjadi sebuah janin. Abortus buatan merupakan
pengakhiran kehamilan dengan disengaja sebelum usia kandungan 28 minggu.
Pengguguran kandungan buatan karena indikasi medik disebut abortus
terapeutik (Prawirohardjo, 2002).

Angka kejadian abortus, terutama abortus spontan berkisar 10-15%.


Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan banyaknya
wanita mengalami yang kehamilan dengan usia sangat dini, terlambatnya
menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui
kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun,
dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000 - 750.000 janin yang
mengalami abortus spontan.

Abortus terjadi pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu, janin


dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam. Pada kehamilan 8–14 minggu villi koriales menembus desidua
secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga banyak
perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah pecah janin
yang telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion kosong dan
kemudian plasenta (Prawirohardjo, 2002).

Menariknya pembahasan tentang abortus dikarenakan pemahaman di


kalangan masyarakat masih merupakan suatu tindakan yang masih dipandang
sebelah mata. Oleh karena itu, pandangan yang ada di dalam masyarakat

1
tidak boleh sama dengan pandangan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan,
dalam hal ini adalah perawat setelah membaca pokok bahasan ini.

Peran perawat dalam penanganan abortus dan mencegah terjadinya


abortus adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan
keperawatan yang tepat untuk klien harus dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan kejadian
abortus.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi abortus?
2. Bagaimana epidemiologi abortus?
3. Apa saja klasifikasi abortus?
4. Bagaimana etiologi abortus?
5. Bagaimana patofisiologi abortus?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang untuk abortus?
7. Apa saja komplikasi abortus?
8. Bagaimana penatalaksaan abortus?

C. Tujuan
Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi abortus
2. Mengetahui dan memahami jenis – jenis abortus beserta tanda dan
gejalanya.
3. Mengetahui dan memahami epidemiologi dari abortus
4. Mengetahui dan memahami etiologi abortus
5. Mengetahui dan memahami komplikasi dari abortus
6. Mengetahui dan memahami patofisiologi abortus
7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari abortus

8. Mampu menyusun dan melaksanakan asuhan keperawatan pada


klien dengan abortus.

2
BAB II
KONSEP TEORI ABORTUS

A. Konsep Teori
1. Definisi
Abortus adalah pengeluaran atau ekstraksi janin atau embrio yang
berbobot 500 gram atau kurang, dari ibunya yang kira – kira berumur 20
sampai 22 minggu kehamilan (Moore, 2001).
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana
masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari
500gr (Liewollyn, 2002).

2. Epidemiologi
Frekuensi Abortus sukar ditentukan karena Abortus buatan banyak tidak
dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang-
kadang hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik
tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai terlambat haid.
Diperkirakan frekuensi Abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini
dapat mencapai angka 50% bila diperhitungkan wanita yang hamil sangat
dini, terlambat haid beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak
mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan
per-tahun, dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 abortus spontan.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta Abortus
dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian :
 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura
 antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia
 antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina
 antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand
Di perkotaan Abortus dilakukan 24-57% oleh dokter,16-28% oleh bidan/
perawat, 19-25% oleh dukun dan 18-24% dilakukan sendiri. Sedangkan di
pedesaan Abortus dilakukan 13-26% oleh dokter, 18-26% oleh
bidan/perawat, 31-47% oleh dukun dan 17-22% dilakukan sendiri.

3
Cara Abortus yang dilakukan oleh dokter dan bidan/perawat adalah
berturut-turut: kuret isap (91%), dilatasi dan kuretase (30%) sertas
prostaglandin / suntikan (4%). Abortus yang dilakukan sendiri atau dukun
memakai obat/hormon (8%), jamu/obat tradisional (33%), alat lain (17%)
dan pemijatan (79%).
Data dan lapangan menunjukkan bahwa ternyata sekitar 70-80% wanita
yang meminta tindakan aborsi legal ternyata dalam status menikah, karena
tidak menginginkan kehamilannya. Sisanya antara lain dan kalangan remaja
puteri, yang walaupun lebih sedikit namun menunjukkan kecenderungan
meningkat, terutama di kota besar atau di daerah tertentu seperti di Sulawesi
Utara dan Bali. Bila ditinjaulebih lanjut, penyebab kehamilan yang tidak
diinginkan antara lain meliputi kegagalan KB, alasan ekonomi, kehamilan di
luar nikah atau kehamilan akibat perkosaan dan insest.
Abortus terkomplikasi berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15%.
Data tersebut seringkali tersembunyi di balik data kematian ibu akibat
perdarahan atau sepsis. Data lapangan menunjukkan bahwa sekitar 60-70%
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, dan sekitar 60% kematian akibat
perdarahan tersebut, atau sekitar 35-40% dan seluruh kematian ibu,
disebabkan oleh perdarahan postpartum. Sekitar15-20% kematian ibu
disebabkan oleh sepsis. Manajemen aktif kala III dalam persalinan normal
dikatakan dapat mencegah sekitar 50% perdarahan postpartum,atau sekitar
17-20% kematian ibu. Dengan demikian, paket intervensi berupa pelayanan
paska keguguran dan pertolongan persalinan yang bersih dengan manajemen
aktif kala III dapat berkontribusi dalam mencegah kematian ibu sampai
sekitar 50%.

3. Klasifikasi Abortus.
a. Abortus spontanea
Abortus spontanea adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan atau
terjadi dengan sendirinya. Aborsi ini sebagian besar terjadi pada gestasi
bulan kedua dan ketiga. Abortus spontan terdiri dari beberapa jenis yaitu:

4
1. Abortus Imminens
Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus
pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam
uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Gejala-gejala abortus imminens antara lalin :
a) perdarahan pervagina pada paruh pertama kehamilan. Perdarahan
biasanya terjadi beberapa jam sampai beberapa hari. Kadang-
kadang terjadi perdarahan ringan selama beberapa minggu.
b) nyeri kram perut. Nyeri di anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri
dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai
perasaan tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri
tumpul di garis tengah suprapubis.
Untuk pemeriksaan penunjang abortus imminen digunakan
Sonografi vagina, pemeriksaan kuantitatif serial kadar gonadotropin
korionik (HCG) serum, dan kadar progesteron serum, yang diperiksa
tersendiri atau dalam berbagai kombinasi, untuk memastikan apakah
terdapat janin hidup intrauterus. Selain itu, juga digunakan tekhnik
pencitraan colour and pulsed Doppler flow per vaginam dalam
mengidentifikasi gestasi intrauterus hidup.
Jika konseptus meninggal, uterus harus dikosongkan. Semua jaringan
yang keluar harus diperiksa untuk menentukan apakah abortusnya telah
lengkap. Kecuali apabila janin dan plasenta dapat didentifikasi secara pasti,
mungkin diperlukan kuretase. Ultrasonografi abdomen atau probe vagina
dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan ini. Apabila di
dalam rongga uterus terdapat jaringan dalam jumlah signifikan, maka
dianjurkan dilakukan kuretase.
 Penanganan abortus imminens meliputi :
a) Istirahat baring.
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan,
karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke
uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.

5
b) Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat
progestasional sintetik peroral atau secara intramuskular.
Walaupun bukti efektivitasnya tidak diketahui secara pasti.
c) Pemeriksaan ultrasonografi
2. Abortus Insipiens

Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada


kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang
meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.

Gejala-gejala abortus insipiens adalah:

a) rasa mules lebih sering dan kuat

b) perdarahan lebih banyak dari abortus imminens.

c) Nyeri karena kontraksi rahim kuat yang dapat menyebabkan


pembukaan.

Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum


atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan.

 Penanganan Abortus Insipiens meliputi :


1. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus
dengan aspirasi vakum manual.
Jika evaluasi tidak dapat dilakukan, maka segera lakukan :
a). Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah
15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat
diulang sesudah 4 jam bila perlu).
b). Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari
uterus.
2. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
a). Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa
hasil konsepsi.
b). Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan
intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat dengan
kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil
konsepsi.

6
c). Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
3. Abortus Inkompletus
Abortus Inkompletus merupakan pengeluaran sebagian hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa
tertinggal dalam uterus. Apabila plasenta (seluruhnya atau sebagian)
tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang
merupakan tanda utama abortus inkompletus. Pada abortus yang lebih
lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian masif sehingga
menyebabkan hipovolemia berat.
Gejala-gejala yang terpenting adalah:
a) Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan
berlangsung terus.
b) Servux sering tetap terbuka karena masih ada benda di dalam
rahim yang dianggap corpus allienum, maka uterus akan berusaha
mengeluarkannya dengan kontraksi. Tetapi setelah dibiarkan lama,
cervix akan menutup.
 Penanganan abortus inkomplit :
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16
minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan
cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar
melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia
kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi hasil konsepsi dengan :
a. Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang
terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya
dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
b. Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri
ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit
bila perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang
setelah 4 jam bila perlu).
3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:

7
a. Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena
(garam fisiologik atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes
permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
b. Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4
jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
c. Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
d. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah
penanganan.
4. Abortus kompletus
Pada jenis abortus ini, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup,
dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila
hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya
sudah keluar dengan lengkap.
Klien dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan
khusus, hanya apabila penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas
ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia berat maka perlu diberikan
transfusi darah.

b. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)


Abortus provokatus adalah peristiwa menghentikan kehamilan
sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap
bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum
mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi belum 1000 gram,
walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus
hidup.

1. Missed abortion

Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang


telah mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi
missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormone
progesterone. Pemakaian Hormone progesterone pada abortus
imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.

8
Gejala missed abortion adalah :

a. tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang


secara spontan atau setelah pengobatan.

b. Gejala subyektif kehamilan menghilang,

c. mamma agak mengendor lagi,

d. uterus tidak membesar lagi malah mengecil,

e. tes kehamilan menjadi negatif

f. gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya amenorhoe


berlangsung terus.

Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah


mati dan besamya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula
bahwa missed abortion kadang-kadang disertai oleh gangguan
pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke
arah ini perlu dilakukan. Tindakan pengeluaran janin, tergantung dari
berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudah mulai
turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari
1 bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu
diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa
gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin
supaya janin secepatnya dikeluarkan.
Sekarang kecenderungan untuk menyelesaikan missed abortus
dengan oxitocin dan antibiotic. Setelah kematian janin dapat dipastikan

2. Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau
lebih berturut turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil,
tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.

9
4. Etiologi

Sebab-sebab abortus tersebut antara lain:

a. Etiologi dari keadaan patologis

Abortus spontan terjadi dengan sendiri atau yang disebut dengan


keguguran. Prosentase abortus ini 20% dari semuajenis abortus. Sebab-sebab
abortus spontan yaitu :

1. Faktor Janin
Perkembangan zigot abnormal. Kondisi ini menyebabkan kelainan
pertumbuhan yang sedemikian rupa sehingga janin tidak mungkin hidup
terus. Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum
berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan,
artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin besar
kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum. Beberapa sebab abortus
adalah :
a. Kelainan kromosom
Pada umumnya kelainan kromosom yang terbanyak
mempengaruhi terjadinya aborsi adalah Trisomi dan Monosomi X.
Trisomi autosom terjadi pada abortus trisemester pertama yang
disebabkan oleh nondisjuntion atau inversi kromosom. Sedangkan pada
monosomi X (45, X) merupakan kelainan kromosom tersering dan
memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup (sindrom Turner).
b. Mutasi atau faktor poligenik
Dari kelainan janin ini dapat dibedakan dua jenis aborsi, yaitu
aborsi aneuploid dan aborsi euploid. Aborsi aneuploid terjadi karena
adanya kelainan kromosom baik kelainan struktural kromosom atau pun
komposisi kromosom. Sedangkan pada abortus euploid, pada
umumnyanya tidak diketahuai penyebabnya. Namun faktor pendukung
aborsi mungkin disebabkan oleh : kelainan genetik, faktor ibu, dan
beberapa faktor ayah serta kondisi lingkungan
(Williams,2006)

10
2. Faktor ibu
Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus misalnya :
a) Infeksi yang terdiri dari :
1. Infeksi akut
a. Virus, misalnya cacar, rubella, dan hepatitis.
b. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
c. Parasit, misalnya malaria.
2 Infeksi kronis
a. Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
b. Tuberkulosis paru aktif.
b) Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
c) Penyakit kronis, misalnya :
 hipertensi  jarang menyebabkan abortus di bawah 80 minggu,
 nephritis
 diabetes  angka abortus dan malformasi congenital meningkat
pada wanita dengan diabetes. Resiko ini berkaitan dengan
derajat control metabolic pada trisemester pertama.
 anemia berat
 penyakit jantung
 toxemia gravidarum yang berat dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi pada plasenta
d) Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan dapat menimbulkan
abortus
e) Kelainan alat kandungan hipolansia, tumor uterus, serviks yang pendek,
retro flexio utero incarcereta, kelainan endometriala, selama ini dapat
menimbulkan abortus.
f) Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga
menyebabkan hiperemia dan abortus
g) Uterus terlalu cepat meregang (kehamilan ganda,mola)

11
2. Pemakainan obat dan faktor lingkungan
a. Tembakau
merokok dapat meningkatkan resiko abortus euploid. Wanita yang
merokok lebih dari 14 batang per hari memiliki resiko 2 kali lipat
dobandingkan wanita yang tidak merokok.
b. Alkohol
abortus spontan dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi alkohol
selama 8 minggu pertama kehamilan.
c. Kafein
konsumsi kopi dalam jumlah lebih daari empat cangkir per hari tampak
sedikit meningkatkan abortus spontan
d. Radiasi
e. Kontrasepsi
alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan peningkatan insiden
abortus septik setelah kegagalan kontasepsi.
f. Toxin lingkungan
pada sebagian besar kasus, tidak banyak informasi yang menunjukkan
bahan tertentu di lingkungan sebagai penyebab. Namun terdapat
buktibahwa arsen, timbal, formaldehida, benzena dan etilen oksida
dapat menyebabkan abortus (barlow, 1982)
3. Faktor Imunologis
a) Autoimun
b) Alloimun
4. Faktor ayah
a.Translokasi kromosom pada sperma dapat mnyebabkan
abortus.(william,2006)
b.Etiologi non-patologis misalnya : aborsi karena permintaan wanita yang
bersangkutan

12
5. Patofisiologi
Patofisiologi abortus dimulai dari perdarahan pada desidua yang
menyebabkan necrose dari jaringan sekitarnya. Selanjutnya sebagian /
seluruh janin akan terlepas dari dinding rahim. Keadaan ini merupakan
benda asing bagi rahim, sehingga merangsang kontraksi rahim untuk
terjadi eksplusi seringkali fatus tak tampak dan ini disebut “Bligrted
Ovum”.
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan
nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum
menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan
seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih
dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin
dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam
bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas
bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola
kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.

6. Pemeriksaan ginekologi :

1. Inspeksi Vulva
Perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium
bau busuk dari vulva.
2. Inspekulo
Perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau
jaringan berbau busuk dari ostium.
3. Colok vagina

Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam
cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak

13
nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum
douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

7. Komplikasi

a. Perdarahan (haemorrogie)
b. Perforasi
c. Infeksi dan tetanus
d. Payah ginjal akut
e. Syok, yang disebabkan oleh syok hemoreagrie (perdarahan yang banyak)
dan syok septik atau endoseptik (infeksi berat atau septis)
f. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi
kelainan pembekuan darah

8. Pemeriksaan penunjang

a. Tes Kehamilan

Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus

b. Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih


hidup

c. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.

9. Penatalaksanaan Abortus
Teknik aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Teknik bedah
1) Kuretose / dilatasi
Kurotase ( kerokan ) adalah cara menimbulkan hasil konsepsi
memakai alat kuretase (sendok kerokan) sebelum melakukan kuratase,
penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak
uterus, keadaan serviks. Mengan isi uterus dengan mengerok isinya
disebut kuretase tajam sedangang mengosongkan uterus dengan vakum
disebut kuretase isap .

14
2) Aspirasi haid
Aspirasi rongga endometrium menggunakan sebuah kanula karman
5 atau 6 mm fleksibel dan tabung suntik, dalam 1 sampai 3 minggu
setelah keterlambatan haid disebut juga induksi haid, haid instan dan
mini abortus.
3) Laporotomi
Pada beberapa kasus, histerotomi atau histerektomi abdomen untuk
abortus lebih disukai daripada kuretase atau induksi medis. Apabila ada
penyakit yang cukup significanpada uterus, histerektomi mungkin
merupakan terpa ideal.

2. Teknik medis
1) Tentang Oksitosin
Golongan Hormon sintetis
Kategori Obat resep
Memicu kontraksi pada rahim secara teratur
Manfaat
selama akhir masa kehamilan
Digunakan oleh Dewasa
Kategori X: Studi pada binatang percobaan dan
manusia telah memperlihatkan adanya
Kategori
abnormalitas terhadap janin atau adanya risiko
kehamilan dan
terhadap janin. Obat dalam kategori ini
menyusui
dikontraindikasikan pada wanita yang sedang
atau memiliki kemungkinan untuk hamil.
Bentuk obat Suntik dan nasal spray

15
Dosis Oksitosin

Rincian dosis penggunaan oksitosin secara umum dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tujuan Bentuk
Dosis
pemberian Obat
Mengatasi Injeksi
10-40 mg, diberikan dalam
perdarahan intraven
infus 1 liter.
pasca persalinan a
1-2 miliunit/menit yang dapat
ditambah dengan interval
minimum 30 menit sehingga
tercapai kontraksi 3-4 kali
Injeksi
Induksi dalam 10 menit. Dosis
intraven
persalinan maksimum tidak boleh
a
melebihi 32 miliunit/menit.
Dosis dikurangi secara perlahan
pada saat proses persalinan
sudah berlangsung.
1 semprotan kurang lebih 4 unit
Induksi air susu Nasal
melalui hidung 5 menit sebelum
ibu spray
menyusui.

Beberapa efek samping yang mungkin terjadi pada ibu hamil saat
diberikan obat ini meliputi:

 Mual
 Muntah
 Sakit kepala
 Kontraksi rahim yang berlebihan.
 Takikardia.
 Perdarahan uterus.

16
Sedangkan beberapa efek samping yang dapat muncul pada bayi adalah:

 Sakit kuning (jaundice).


 Aritmia.
 Bradikardia.
 Kerusakan pada otak dan sistem saraf pusat.
 Kejang.
 Perdarahan retina.

2) Prostaglandin
Prostaglandin dan oksitosik digunakan untuk merangsang atau
meningkatkan kontraksi uterus atau menginduksi persalinan dan
meminimalkan perdarahan dari plasenta. Kelompok ini terdiri dari
oksitosin, ergometrin, dan prostaglandin. Semuanya menginduksi kontraksi
uterus dengan derajat nyeri yang bervariasi tergantung pada kekuatan
induksinya.induksi aborsi. Dinoproston ekstra amniotik dan pervagina
untuk aborsi terapeutik. Untuk pemberian ekstra-amniotik diperlukan
sediaan berbentuk pesarium. Tetapi sekarang sudah jarang digunakan.

induksi pemacuan persalinan. Dinoproston yang diberikan sebagai


tablet vagina, pesarium dan gel vagina digunakan untuk menginduksi
persalinan. Larutan intravena jarang digunakan karena menimbulkan
banyak efek samping. Oksitosin yang diberikan secara infus intravena
perlahan efektif untuk induksi atau memacu persalinan yang biasanya
diberikan bersama dengan tindakan amniotomi. Aktivitas uterus harus
dipantau untuk mencegah stimulasi berlebihan pada otot rahim. Oksitosin
dosis besar dapat menyebabkan retensi cairan. Pencegahan dan penghentian
pendarahan. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat dikontrol dengan
ergometrin dan oksitosin intramuskular dalam dosis yang disesuaikan
dengan kondisi pasien. Biasanya obat ini disuntikkan sebelum kuretase.
Pada kehamilan muda, kombinasi keduanya lebih efektif daripada masing-
masing obat sendiri.

17
Untuk mencegah perdarahan pasca persalinan, ergometrin 500 mcg
dan oksitosin 5 unit rutin disuntikkan intramuskular pada kala III (setelah
bahu keluar) atau segera setelah bayi keluar. Pada preeklamsia hanya
diberikan oksitosin. Pada pasien berisiko tinggi perdarahan karena obat
oksitosik atonia uterus, dianjurkan pemberian:

 Oksitosin 5-10 unit, injeksi intravena;


 Ergometrin 250-500 mcg, injeksi intravena;
 Oksitosin infus 5-30 unit/500 mL setelah bahu keluar, lebih-lebih
pada atonia uterus.

Karboprost sangat efektif pada perdarahan berat pasca persalinan


yang tidak memberikan respon pada pemberian ergometrin dan oksitosin.

18
10. Pathway Abortus

Kelainan kromosom,
lingkungan, teratogenik,
kongenital, penyakit pada
ibu
hubungan
Gangguan
seksual yang Kelainan kelainan pada
sirkulasi
berlebihan ,tra ovum ibu
plasenta
uma.

Kematian janin pada usia ≤ 20


minggu kehamilan

Psikologi
MK : Lepasny ABORTUS s ibu
Risti a PD
infeksi dan kecemas
plasenta Rangsangan
an
ibu pada uterus
perdarahan

MK: anxietas
Prostaglandin
anemia
Hipovolemik

Dilatasi
kelemahan serviks
MK : Resiko
nyeri
syok
MK :
hemorrhagic
Gangguan
MK : Gangguan
aktivitas
rasa nyaman :
nyeri

19
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

B. Konsep Askep Abortus

1. Pengkajian

Menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan


perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

a. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama,


umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat
b. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya
perdarahan pervaginam berulang pervaginam berulang
c. Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :
 Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke
Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di
luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
 Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami
oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan
tersebut berlangsung.
e. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang
pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah
ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.
f. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan
dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
g. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus
menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya
dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan
yang menyertainya

20
h. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan
anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana
keadaan kesehatan anaknya.
i. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi
yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
j. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-
obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
k. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit,
eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik
sebelum dan saat sakit.
l. Pemeriksaan fisik, meliputi :

Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas
pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.

Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna,


perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap
kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur,
penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya

Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan


jari.

Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat


kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.

Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,


memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.

Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri


yang abnormal

Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada


permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau
jaringan yang ada dibawahnya.

21
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.

Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya


refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak

Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan


bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan
bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang
antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru
abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.

(Johnson & Taylor, 2005 : 39)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kerusakan jaringan intrauteri


2. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab
3. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi
4. Resiko syok hemorrhagic b.d perdarahan
5. Cemas s.d kurang pengetahuan
6. Harga diri rendah b.d Kehilangan

22
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan Rasa Nyaman

Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria Hasil

Gangguan rasa nyaman NOC NIC


Definisi : Merasa kurang  Ansiety Anxiety
senang, lega, dan sempurna  Fear level Reduction
dalam dimensi fisik, (penurunan
psikospiritual, lingkungan,  Sleep kecemasan)
dan social. Deprivation 1. Gunakan
 Comfort, pendekatan
Batasan Karakteristik : Readines for yang
1. Ansietas Enchanced menenangkan
2. Menangis 2. Nyatakan
3. Ganguan pola tidur dengan jelas
Kriteria Hasil :
4. Takut harapan
1. Mampu mengontrol
5. Ketidakmampuan untuk terhadap pelaku
kecemasan
rileks pasien
2. Status lingkungan
6. Iritabilitas 3. Jelaskan semua
yang nyaman
7. Merintih prosedur dan
3. Mengontrol nyeri
8. Melaporkan merasa dingin apa yang
4. Kualitas tidur dan
9. Melaporkan merasa panas dirasakan
istirahat adekuat
10. Melaporkan perasaan tidak selama
5. Agresi pengendalian
nyaman prosedur
diri
11. Melaporkan gejala distress 4. Pahami
6. Respon terhadap
12. Melaporkan rasa lapar prespektif
pengobatan
13. Melaporkan rasa gatal pasien terhadap
7. Control gejala
14. Melaporkan kurang puas situasi stres
8. Status kenyamanan
dengan keadaan 5. Temani pasien
meningkat
15. Melaporkan kurang senang untuk
9. Dapat mengontrol
dengan situasi tersebut memberikan
ketakutan
16. Gelisah keamanan dan
10. Support social
17. Berkeluh kesah mengurangi
11. Keinginan untuk
takut
hidup
Faktor Yang 6. Dorong
Berhubungan : keluarga untuk
1. Gejala terkait penyakit menemani anak
2. Sumber yang tidak adekuat 7. Lakukan
3. Kurang pengendalian back/neck rub
Iingkungan 8. Dengarkan
4. Kurang privasi dengan penuh
5. Kurang kontrol situasional perhatian
6. Stimulasi lingkungan yang 9. Identifikasi
mengganggu tingkat
kecemasan

23
7. Efek samping terkait terapi 10. Bantu pasien
(mis.medikasi, radiasi) mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien
untuk
mengungkapka
n perasaan,
ketakutan,
persepsi
12. Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik relaksasi
13. Berikan obat
untuk
mengurangi
kecemasan

2. Resiko Infeksi

TUJUAN DAN
KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
HASIL
Setelah diberikan NIC label : NIC label : Wound
asuhan keperawatan Wound Care Care
selama 3 x 2 jam
diharapkan pasien dapat 1. Monitor 1. Untuk mengetahui
terhindar dari risiko karakteristik, keadaan luka dan
infeksi, dengan kriteria warna, ukuran, perkembangannya
hasil : cairan dan bau 2. Normal salin
luka merupakan cairan
NOC label : Tissue 2. Bersihkan luka isotonis yang sesuai
Integrity: Skin and dengan normal dengan cairan di
Mucous membranes salin tubuh
3. Rawat luka 3. Agar tidak terjadi
1. Integritas kulit dengan konsep infeksi dan terpapar
klien normal steril oleh kuman atau
2. Temperatur kulit 4. Ajarkan klien dan bakteri
klien normal keluarga untuk 4. Memandirikan
3. Tidak adanya lesi melakukan pasien dan keluarga
pada kulit perawatan luka 5. Agar keluarga
5. Berikan pasien mengetahui
NOC label: penjelasan tanda dan gejala

24
Wound healing: kepada klien dan dari infeksi
primary and keluarga 6. Pemberian
secondary mengenai tanda antibiotic untuk
jaringan: dan gejala dari mencegah
infeksi timbulnya infeksi
1. Tidak ada tanda- 6. Kolaborasi
tanda infeksi pemberian NIC label :
2. menunjukkan antibiotik Infection Control
pemahaman dalam
proses perbaikan NIC label : 1. Meminimalkan
kulit dan mencegah Infection Control risiko infeksi
terjadinya cidera 2. meminimalkan
berulang 1. Bersihkan patogen yang ada di
3. menunjukkan lingkungan sekeliling pasien
terjadinya proses setelah dipakai 3. mengurangi
penyembuhan luka klien lain mikroba bakteri
2. Instruksikan yang dapat
pengunjung menyebabkan
untuk mencuci infeksi
tangan saat
berkunjung dan
setelah
berkunjung
3. Gunakan sabun
anti mikroba
untuk cuci tangan
4. Cuci tangan
sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan
5. Gunakan
universal
precaution dan
gunakan sarung
tangan selma
kontak dengan
kulit yang tidak
utuh
6. Berikan terapi
antibiotik bila
perlu
7. Observasi dan
laporkan tanda
dan gejal infeksi
seperti
kemerahan,
panas, nyeri,
tumor

25
8. Kaji temperatur
tiap 4 jam
9. Catat dan
laporkan hasil
laboratorium,
WBC
10. Kaji warna kulit,
turgor dan
tekstur, cuci kulit
dengan hati-hati
11. Ajarkan keluarga
bagaimana
mencegah infeksi

3. Intoleransi Aktifitas

Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria Keperawatan
Hasil

Intoleransi aktivitas NOC NIC


Definisi :  Energy Activity Therapy
Ketidakcukupan energi conservation 1. Kolaborasikan dengan
psikologis atau  Activity tenaga rehabilitasi
fisiologis untuk tolerance medik dalam
melanjutkan atau merencanakan
menyelesaikan  Self Care : program terapi yang
aktifitas kehidupan ADLs tepat
sehari-hari yang harus 2. Bantu klien untuk
atau yang ingin Kriteria Hasil mengidentifikasi
dilakukan. : aktivitas yang mampu
1. Berpartisipasi dilakukan
Batasan Karakteristik : dalam aktivitas 3. Bantu untuk memilih
1. Respon tekanan darah fisik tanpa disertai aktivitas konsisten
abnormal terhadap peningkatan yang sesuai dengan
aktivitas tekanan darah, kemampuan fisik,
2. Respon frekwensi nadi dan RR psikologi dan social
jantung abnormal 2. Mampu 4. Bantu untuk
terhadap aktivitas melakukan mengidentifikasi dan
3. Perubahan EKG yang aktivitas sehari- mendapatkan sumber
mencerminkan aritmia hari (ADLs) yang diperlukan untuk
4. Perubahan EKG yang secara mandiri aktivitas yang
mencerminkan iskemia 3. Tanda-tanda vital diinginkan
5. Ketidaknyamanan normal 5. Bantu untuk
setelah beraktivitas 4. Energy mendapatkan alat

26
6. Dipsnea setelah psikomotor bantuan aktivitas
beraktivitas 5. Level kelemahan seperti kursi roda, krek
7. Menyatakan merasa 6. Mampu 6. Bantu untuk
letih berpindah: dengan mengidentifikasi
8. Menyatakan merasa atau tanpa aktivitas yang disukai
lemah bantuan alat 7. Bantu klien untuk
7. Status membuat jadwal
Faktor Yang kardiopulmunari latihan diwaktu luang
Berhubungan : adekuat 8. Bantu pasien/keluarga
1. Tirah Baring atau 8. Sirkulasi status untuk mengidentifikasi
imobilisasi baik kekurangan dalam
2. Kelemahan umum 9. Status respirasi : beraktivitas
3. Ketidakseimbangan pertukaran gas 9. Sediakan penguatan
antara suplai dan dan ventilasi positif bagi yang aktif
kebutuhan oksigen adekuat beraktivitas
4. Imobilitas 10. Bantu pasien untuk
5. Gaya hidup monoton mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon fisik,
emosi, social dan
spiritual

4. RESIKO SYOK

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


Setelah dilakukan tindakan keperawatan Bleeding reduction
selama 1×60 menit, maka kriteria hasil
yang diharapkan adalah risiko perdarahan 1. Identifikasi faktor yang
tidak terjadi dengan kriteria hasil: menyebabkan perdarahan
2. Monitor pasien terhadap
Blood Loss Severity syok hemoragik
3. Catat nilai hemoglobin dan
1. Kehilangan darah yang visible hematocrit sebelum dan
2. Hematuria sesudah kehilangan darah
3. Hemoptysis 4. Monitoring status cairan
4. Perdarahan per vagina pasien
5. Perdarahan pasca pembedahan 5. Instruksikan pasien untuk
6. Penurunan hemoglobin sedikit beraktivitas
7. Penurunan hematocrit 6. Monitoring koagulan tubuh
8. Penurunan tekanan darah sistolik pasien
9. Penurunan tekanan darah diastolic
10. Kecemasan

27
Bleeding reduction:
antepartum uterus

1. Lihat kembali faktor risiko


yang mempengaruhi
perdarahan selama proses
kelahiran.
2. Monitoring TTV ibu
selama proses.
3. Inspeksi perineum untuk
melihat adanya perdarahan.

Bleeding reduction:
postpartum uterus

1. Lakukan pemeriksaan
fundus uteri
2. Evaluasi untuk distensi
bladder
3. Observasi karakteristik
lochia
4. Adanya peningkatan
frekuensi dari pemeriksaan
fundus uteri
5. Monitoring TTV setiap 15
menit
6. Berikan terapi oksigen
menggunakan masker
dengan aliran 6-8 L

5. Ansietas

TUJUAN DAN
KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
HASIL
Setelah diberikan Anxiety Reduction Anxiety
asuhan keperawatan Reduction
selama …x 24 jam 1. Mendengarkan
diharapkan klien penyebab kecemasan 1. Rasional : Klien
tidak mengalami klien dengan penuh dapat
kecemasan, dengan perhatian mengungkapkan
kriteria hasil : 2. Observasi tanda verbal penyebab
dan non verbal dari kecemasannya
sehingga

28
NOC: anxiety level kecemasan klien perawat dapat
menentukan
1. Kecemasan pada tingkat
klien berkurang kecemasan klien
dari skala 3 Calming Technique dan menentukan
menjadi skala 4 intervensi untuk
1. Menganjurkan klien
keluarga untuk tetap selanjutnya.
mendampingi klien 2. Rasional :
2. Mengurangi atau mengobservasi
menghilangkan tanda verbal dan
rangsangan yang non verbal dari
menyebabkan kecemasan klien
kecemasan pada klien dapat
mengetahui
tingkat
kecemasan yang
Coping enhancement klien alami.

 Meningkatkan Calming
pengetahuan klien Technique
mengenai glaucoma.
 Menginstruksikan 1. Rasional :
klien untuk Dukungan
menggunakan tekhnik keluarga dapat
relaksasi memperkuat
mekanisme
koping klien
sehingga tingkat
ansietasnya
berkurang
2. Rasional :
Pengurangan
atau
penghilangan
rangsang
penyebab
kecemasan dapat
meningkatkan
ketenangan pada
klien dan
mengurangi
tingkat
kecemasannya

Coping
enhancement

29
1. Rasional :
Peningkatan
pengetahuan
tentang penyakit
yang dialami
klien dapat
membangun
mekanisme
koping klien
terhadap
kecemasan yang
dialaminya
2. Rasional :
tekhnik relaksasi
yang diberikan
pada klien dapat
mengurangi
ansietas

6. Harga Diri Rendah

Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan

Harga diri rendah NOC NIC


situasional  Body Image, Self Esteem
Definisi: disiturbed Enhancement
Perkembangan  Coping, 1. Tunjukan rasa
persepsi negative ineffective percaya diri
tentang harga diri  Personal terhadap
sebagai respons identity, kemampuan
terhadap situasi saat disturbed pasien untuk
ini (sebutkan)  Health behavior, mengatasi situasi
risk 2. Dorong pasien
Batasan  Self esteem mengidentifikasi
Karakteristik : situasional, low kekuatan dirinya
1. Evaluasi diri bahwa 3. Ajarkan
individu tidak mampu Kriteria Hasil : keterampilan
menghadapi peristiwa 1. Adaptasi terhadap perilaku yang
2. Evaluasi diri bahwa ketunadayaan fisik : positif melalui
individu tidak mampu respon adaptif klien bermain peran,
menghadapai situasi terhadap tantangan model peran,
3. Perilaku bimbang fungsional penting diskusi
4. Perilaku tidak asertif akibat ketunadayaan 4. Dukung
5. Secara verbal fisik peningkatan
melaporkan tantangan 2. Resolusi berduka : tanggung jawab

30
situasional saat ini penyesuaian dengan diri, jika
tenhadap harga diri kehilangan aktual diperlukan
6. Ekspresi atau kehilangan yang 5. Buat statement
ketidakberdayaan akan terjadi positif terhadap
7. Ekspresi 3. Penyesuaian pasien
ketidakbergunaan psikososial : 6. Monitor
8. Verbalisasi perubahan hidup : frekuensi
meniadakan diri respon psikososial komunikasi
adaptiv individu verbal pasien
Faktor Yang terhadap perubahan yang negative
Berhubungan bermakna dalam 7. Dukung pasien
1. Perilaku tidak selaras hidup untuk menerima
dengan nilai 4. Menunjukkan tantangan baru
2. Perubahan Penilaian pribadi 8. Kaji alasan-
perkembangan tentang harga diri alasan untuk
3. Gangguan citra tubuh 5. Mengungkapkan mengkritik atau
4. Kegagalan penerimaan diri menyalahkan diri
5. Gangguan fungsional 6. Komunikasi terbuka sendiri
6. Kurang penghargaan 7. Mengatakan 9. Kolaborasi
7. Kehilangan optimisme tentang dengan sumber-
masa depan sumber lain
8. Menggunakan (petugas dinas
strategi koping efektif social, perawat
spesialis klinis,
dan layanan
keagamaan)
Counseling
10. Menggunakan
proses
pertolongan
interakftif yang
berfokus pada
kebutuhan,
masalah, atau
perasaan pasien
dan orang
terdekat untuk
meningkatkan
atau mendukung
koping
pemecahan
masalah
Coping
Enhancement
Body Image
enhancement

31
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang kami temukan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan kasus abortus yaitu:
1) Pemantauan secara teratur pada ibu hamil pertama (primigravidarum),
terutama pada trimester I kehamilan sangatlah penting. Mengingat ibu
primigravida cenderung mengalami gangguan dalam proses kehamilannya
seperti misalnya abortus dalam kehamilan yang akan sangat berpengaruh
terhadap psikologis ibu yang tentunya sangat berharap keselamatan
bayinya dapat dipertahankan.
2) Asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan abortus hendaknya dilakukan
secara komprehensif meliputi seluruh aspek bio – psiko – sosial dan
spiritual karena kenyamanan psikologis ibu sangat berpengaruh terhadap
kondisi janin yang dikandungnya.
3) Dalam masa kehamilan sebaiknya Ibu selalu melakukan konsultasi kepada
dokter kandungan terkait dengan perkembangan janin dan nutrisi serta
aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama masa kehamilan.
Hal ini bisa mengurangi terjadinya abortus.

B. Saran
1) Sebagai seorang perawat hendaknya memberikan asuhan keperawatan
dengan baik dan benar sesuai dengan konsep teori keperawatan.
2) Penuhi asupan gizi dan nutrisi yang dibutuhkan pada masa kehamilan
karena nutrisi berperan penting dalm pembentukan dan perkembangan
janin.
3) Berikan edukasi yang benar tentang abortus kepada masyarakat, sehingga
bisa memperkecil angka terjadinya abortus

32
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku


Kedokteran. Jakarta : EGC
Hamilton, C. M. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC:
Jakarta.
Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8 Volume 2.
Jakarta ; EGC.

Marylin E. D. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit
Buku Kedoketran. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. ILMU KEBIDANAN. Tridasa Printer : Jakarta

Sriwahyuni, A., Hafizah, & R, M. (2013). Karakteristik Kejadian Abortus


Inkomplet Di Ruang Bersalin RSUD pagkep. volume2 Nomor 1 Tahun
2013 , 1-8.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.
Jogjakarta: MediAction.

33
34
35

You might also like