You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Malposisi adalah posisi organ yang abnormal atau tidak pada tempatnya dan malrotasi
adalah rotasi abnormal diakibatkan oleh kegagalan fungsi rotasi organ tersebut, seperti
kegagalan rotasi usus halus.Keadaan malposisi dan malrotasi saluran cerna adalah kasus
yang sering ditemukan pada unit gawat darurat karena gejala yang dialami berupa nyeri
perut hebat, mual muntah dan obstipasi.Gangguan ini dapat merupakan gangguan yang
dapat disebabkan karena penyakit kongenital maupun yang di dapat seperti infeksi,
obstruksi sehingga mengganggu fungsi saluran cerna baik mengganggu pasasenya
maupun vaskularisasinya yang dapat menyebabkan iskemia dan perforasi. Gangguan
seperti ini apabila tidak ditangani dengan cepat akan menimbulkan komplikasi seperti
dehidrasi bahkan sampai syok dan perforasi sehingga menimbulkan peritonitis, sehingga
dalam penanganan kasus ini harus cepat dan dinilai apa yang menyebabkan keadaan
tersebut.
Malposisi dan malrotasi dapat menyebabkan hambatan passase usus. Hambatan
pasase usus dapat dibagi dua sebagai etiopatomekanisme yaitu ileus obstruktif dan ileus
paralitik. Keduanya memiliki etiologi yang berbeda namun keduanya menyebabkan
hambatan pasase usus. Dalam modul ini kami akan membahas keduanya dari dari
definisi, gejala, penyebab sampai penatalaksanaan. Sehingga para pembaca laporan ini
akan lebih memahami mengenai topik ini.
b. Tujuan
Setelah melewati modul ini mahasiswa mampu mengidentifikasi kasus ileus paralitik
dan ileus obstruktif serta penyebabnya, mampu menjelaskan patomekanisme, tanda dan
gejala serta penanganan awal dan mengetahui penatalaksanaan awal.

BAB II
ISI

2.1 SKENARIO
Nyeri Perut Hebat
Dr. Gadara yang lagi bertugas di UGD sebuah RS sedang menangani seorang bapak
yang berusia 55 tahun. Bapak tersebut memiliki keluhan sakit perut yang hebat secara terus-
menerus yang disertai dengan muntah-muntah sejak 1 hari yang lalu. Perutnya tampak
membesar yang disertai dengan susah buang air besar dan buang angin. Setelah melakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dr.Gadara melakukan pertolongan awal dan
segera melaporkan kasus terseebut ke dokter bedah.

2.2 STEP 1
Identifikasi Istilah Sulit
-

2.3 STEP 2
Identifikasi Masalah
1. Apa yang menyebabkan pasien sakit perut yang hebat dan muntah-muntah secara
terus menerus?
2. Apa yang menyebabkan perutnya membesar, susah buang air dan angin?
3. Apakah ada hubungan usia dan jenis kelamin yang diderita oleh pasien?
4. Apa saja pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan?
5. Apa saja kemungkinan diagnosis dari pasien tersebut?
6. Apa penanganan awal yang dilakukan dokter umum?
7. Apa indikasi dilakukannya rujukan?
8. Bagaimana membedakan kegawatdaruratan dengan tidak?

2.4 STEP 3
Brain Storming
1. Apa yang menyebabkan pasien sakit perut yang hebat dan muntah-muntah
secara terus menerus?
Nyeri perut hebat yang terjadi pada psien diakibatkan oleh kontraksi otot terus
menerus akibat adanya obstruksi pada usus pasien. Kontraksi dan obstruksi ini
merangsang ujung-ujung saraf, sehingga menimbulkan perasaan nyeri. Sedangkan
muntah-muntah terjadi akibat peregangan lumen GI tract pasien dan akibat adanya
perasaan nyeri yang dialami oleh pasien.
Obtruksi yang terjadi dapat diakibatkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah
benda asing (misal, cacing); intususepsi (yang terjadi akibat adanya masa, atau tumor
atau kelemahan dinding usus bagian disatal, atau tidak sinkronnya motilitas usus);
volvulus (usus yang mengalami malrotasi, yang kemudian menyebabkan strangulasi);
neoplasma; dan hernia (baik strangulata,maupun inkarserata).
Muntah bisa diakibatkan oleh iritasi dan distensi yang dapat mengaktifkan
Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) dan Center of Vomiting (CV). CTZ berada di
dekat ventrikel IV, diaktivasi oleh mediator-mediator kimia yang tersekresi melalui
darah atau cerebrospinal fluid (CSF) sewaktu terjadi proses peradangan atau iritasi.
CV terletak di dekat pusat napas di medula oblongata, diaktivasi oleh rangsangan
berupa distensi dan psikogenik melalui suatu jaras tertentu. Meskipun pusat
perangsangannya berbeda, outcome dari keduanya adalah sama, yaitu muntah. Selain
itu, pada sebuah penelitian didapatkan aktifitas listrik korteks temporal yang
diperkirakan ada hubungannya dengan mual. Mual ini dapat diikuti oleh muntah.
2. Apa yang menyebabkan perutnya membesar, susah buang air dan angin?
Perut membesar yang terjadi pada pasien diakibatkan adanya obstruksi
sehingga penumpukan isi usus. Saat penumpukan isi usus, usus menjadi tergang
hingga distensi abdomen. Selain itu dapat diakibatkan oleh obtruksi total hingga
kotoran menumpuk yang menyebabkan metabolisme bakteri menghasilkan gas dan
akhirnya usus menjadi teregang. Susah BAB diakibatkan oleh adanya obstruksi total
lumen usus sehingga isi usus tidak dapat tersalurkan ke bagian distal, dan akibat
menunnya motilitas usus. Susah buang angin terjadi akibat adanya obstruksi total
lumen usus.
3. Apakah ada hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan?
Ada hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan pasien, yang bisa
disebakan oleh pola makan yang tidak baik dan penurunan fungsi organ tubuh. Jika
dilihat dari usia, keluhan bisa terjadi pada setiap umur. Contohnya pada bayi/neonatus
akibat atresia, volvulus, maupun Penyakit Hirschprung. Pada anak akibat intususepsi,
hernia strangulasi, kelainan kongenital, maupun Penyakit Hirschprung. Pada dewasa
akibat neoplasma, adhesi, hernia strangulasi, maupun Penyakit Hirschprung. Pada
lansia akibat neoplasma, penyakit divertikulum kolon, hernia strangulasi, fekalit,
adhesi, dan volvulus. Infeksi saluran cerna dapat terjadi pada semua usia.
4. Apa saja pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan?
 Vital sign
 Inspeksi: kesimetrisan dinding abdomen, bekas operasi pada abdomen pasien,
sikap tubuh pasien saat datang berobat, keadaan umum pasien.
 Auskultasi: untuk menilai bising usus, apakah meningkat atau menurun atau
malah tidak ada suara sama sekali.
 Perkusi: apakah timpani atau redup, dan menentukan batas perubahan suara pada
perkusi.
 Palpasi: untuk mengidentifikasi adanya massa pada perut pasien, untuk
mengetahui adda tidak nyeri tekan, dan tanda-tanda peritonitis.
 Rectal toucher: untuk membedakan massa CA, intususepsi, atau hemoroid pada
bagian rectum pasien.
 Pemeriksaan penunjangnya dengan menggunakan USG dan foto polos abdomen.
5. Apa saja kemungkinan diagnosis dari pasien tersebut?
Kemungkinan diagnosis pasien adalah ileus obstruktif, dengan diagnosis
bandingnya ileus paralitik.
6. Apa penanganan awal yang dilakukan dokter umum?
Penatalaksanaan awal pada psien ini adalah pemasangan NGT (untuk
mendekompresi perut yang teregang), pemasangan IV line (untuk menstabilkan
keadaan umum pasien dengan menggunakan cairan RL), pemasangan kateter urin
(untuk memonitor urin dan tingkat dehidrasi pasien), serta pemberian analgetik.
7. Apa indikasi dilakukannya rujukan?
 Bukan kompetensi dari dokter umum karena akan dilakukannya pembedahan
dengan segera agar menghindari iskemik di tempat lain
 Perlu dilakukannya pemeriksaan lebih lanjut

8. Bagaimana membedakan kegawatdaruratan dengan tidak?


 akut dan semakin memburuk
 terdapat tanda-tanda ileus
 terdapat tanda-tanda syok
 pasien mengeluh sangat kesakitan
 terdapat defans muskular yang menandai sudah terjadi perforasi

2.5 STEP 4
Mind Map
2.6 STEP 5
Learning Objective
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kasus kegawatdaruratan Ileus Obstruktif dan
Ileus Paralitik dan penyebabnya
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi patologi dari masing-masing kasus ileus
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi tanda dan gejala dari masing-masing kasus ileus
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi penatalaksanaan awal dan lanjutan

2.7 STEP 6
Belajar Mandiri
Mahasiswa akan belajar mandiri dan diskusi kembali pada DKK 2 untuk menyampaikan
hasil belajarnya.

2.8 STEP 7 (SINTESIS)

LO. 1 Etiologi Ileus Paralitik dan Ileus Obstruktif


Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan ileus paralitik adalah sebagai berikut:
Penyebab intra-abdominal:
 Peritonitis, yang merupakan penyebab paling umum dari ileus paralitik karena refleks
peritoneo-usus yang mengarah ke iritasi peritoneal, kebanyakan disebabkan oleh:
- Pankreatitis akut
- Kolesistitis akut
- Peptikum ulkus perforasi
- Peritonitis bakteri
- Appendisitis
 Proses retroperitoneal / ekstraperitoneal iritasi:
- Batu ureteropelvic
- Pielonefritis,
- Retroperitoneal perdarahan.
 Gangguan pasokan oksigen:
- Insufisiensi arteri mesenterika
- Insufisiensi vena mesenterika
Penyebab ekstra-abdominal:
 Gangguan metabolik:
- Ketidakseimbangan elektrolit: terutama hipokalemia, hipokalsemia
- Uremia (gagal ginjal akut atau kronis)
- Hormonal ketidakseimbangan: diabetes melitus, hypoparathyroid, myxedema.
 Penggunaan narkoba: anticholynergic / spasmolitik agen, opiat, antidepresan trisiklik,
phenotiazine.
 Sepsis dan semua infeksi dari tubuh.

Etiologi Ileus Obstruksi


 Kebanyakan ileus obstruksi pada usus halus terjadi karena adesi paska operasi.
Sehingga pencegahannya berhubungan dengan meminimalisir prosedur intra-abdomen
atau laparotomi yang menghasilkan skar. Selain itu, 20% kasus disebabkan tumor
ganas, 10% disebabkan hernia, 5% dsebabkan inflammatory bowel disease, dan 3%
disebabkan oleh volvulus (Nobie, 2015).
 Sedangkan pada usus besar, 60% kasus terjadi karena keganasan, 20% disebabkan
penyakit divertikel, dan 5% disebabkan karena volvulus. Gejala yang muncul akan
sesuai dengan pertumbuhan tumor. Penyakit divertikel sendiri berhubungan dengan
hipertrofi otot pada dinding kolon yang menjadi fibrosis dan menebal karena pengaruh
inflamasi. Sedangkan pada volculus akan terjadi perputaran lumen abnormal yang akan
mengganggu drainase vena dan aliran arteri (Hopkins, 2015).

LO. 2 Patofisiologi dari masing – masing kasus


Patofisiologi Ileus Paralitik
Ileus Paralitik terjadi bukan karena adanya gangguan mekanik melainkan dipengaruhi
oleh penyakit lain. Ileus paralitik berhubungan dengan gerak peristaltik, dimana terjadi
pengurangan atau bahkan hilangnnya gerak peristaltik usus. “Gerakan peristaltik merupakan
suatu aktivitas otot polos usus yang terkoordinasi dengan baik diatur oleh neuron inhibitory
dan neuron exitatory dari sistim enteric motor neuron” (Djumhana, n.d.). Berbagai faktor
dapat mempengaruhi dan memodulasi kontraksi pada otot polos usus, seperti sistim saraf
simpatik – parasimpatik, neurotransmitter (adrenergik, kolinergik, serotonergik,
dopaminergik), hormon intestinal, keseimbangan elektrolit dan lain sebagainya (Djumhana,
n.d.).
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem
saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, yang
menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem
parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara, yaitu (1) pada
tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepinefrin pada otot polos (kecuali muskularis
mukosa, dimana ia merangsangnya), (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik
dari norepinefrin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada
sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal
(Hebra, 2004).

Patofisiologi Ileus Obstruksif


Penyebab ileus obstruktif selain karena hernia inkarserata, dapat disebabkan
postoperative setelah 30 hari dilakukan bedah. Obstruksi fungsional ini biasanya karena
inhibisi propulsive aktivitas usus atau mekanik. Ileus obstruksi mekanik dapat disebabkan
pada luminal, mural (otot) atau extraintestinal barrier. (Sabiston, 2008)
Post operative mekanik ini dapat terjadi adhesi (92%). Intususepsi dapat terjadi post-
operative setelah bedah colo-rektal. Abses terjadi post-operative akibat kerusakan
anastomosis atau trauma iatrogenik ke usus selama eneterolisis atau penutupan dari insisi
laparotomi. Pada obstruksi mekanik terjadi peningkatan sekret, kontraksi yang bergelung-
gelung di proksimal usus menuju lokasi obstruksi , isi usus melewati lokasi obstruksi
(obstruksi parsial), lalu terjadi cramps atau hambatan (usus). Pada tingkatan yang tinggi atau
obstruksi sempurna / complete, isi usus tidak berpindah ke distal, isi usus berakumulasi /
tertumpuk di proximal usus halus dan menginisiasi terjadi kontraksi retrograde untuk
melakukan pengosongan isi usus ke lambung, dan terjadi ekspulsive berupa muntahan.
(Sabiston, 2008)
Setelah operasi (laparotomi pada ileus), motilitas usus halus dikembali semula dalam
beberapa jam, motilitas gaster dalam 24-48 jam, dan motilitas kolon dalam waktu 48-72 jam.
Sekresi dan udara yang masuk tidak dikosongkan dari gaster dan dilatasi gastrik dan muntah
dapat terjadi. Aktivitas usus yang kembali normal ditandai dengan terdengarnya suara usus,
buang angin, dan peristaltik usus. (Sabiston, 2008)
Ada tiga jenis dasar obstruksi mekanik yaitu obstruksi simple, obstruksi strangulasi,
dan obstruksi gelung tertutup.
Obstruksi simple adalah obstruksi yang terjadi karena masalah pada cairan dan gas
di usus. Usus merupakan tempat penyerapan cairan dan ion sekitar 8-10 liter air perhari
diserap, yang cairannya berasal dari saliva,mukus lambung, sekresi pankreas dan empedu,
dan sekresi usus halus. Cairan dalam dua arah tetep melintasi permukaan mukosa. Sehingga
gerakan bersih air merupakan jumlah penyerapan dari lumen dan sekresi ke dalam lumen.
Terjadi penurunan penyerapan air pada lokasi obstruksi lebih ke proksimal usus daripada
distal obstruksi nya. Penurunan penyerapan ini setelah obstruksi berlangsung cepat seki, tar
beberapa jam, sementara sekresi tetap normal. Tetapi sekresi cairan ke dalam lumen
meningkat sekitar 24 – 48 jam berikutnya menghasilkan perolehan bersih cairan dan ion ke
dalam usus. Selain itu, terjadi edema dinding usus dengan eksudasi cairan ke dalam cavitas
peritoneal timbul dengan kehilangan cairan lebih lanjut. (Sabiston, 2008)
Di dalam usus mengandung gas nitrogen (70%), oksigen (10%), lain-lain (sisanya
seperti karbon dioksida, gas metana dan hidrogen dalam jumlah sedikit.Nitrogen
menunjukkan udara yang ditelan, sedangkan karbon dioksida dibentuk di dalam lumen. Gas
intralumen diserap menurut perbedaan konsentrasi diferensinya di dalam plasma, di udara,
dan di lumen. Sehingga karbon dioksida berdifusi cepat keluar dari lumen usus, sedangkan
nitrogen tetap bertahan. Udara dalam jumlah besar ada di dalam usus sekitar satu sepertiga
puluh (1/30) dari jumlah itu ada di dalam jumlah usus halus yang sama pada obstruksi gelung
tertutup tanpa kemungkinanan memasukkan udara yang ditelan. Udara yang ditelan
bertanggung jawab bagi sebagian besar gas di dalam usus yang berdistensi. Penurunan
jumlah udara yang ditelah mengikuti pemasangan NGT (Nasogastric tube).
Setelah terjadi obstruksi mekanik, maka muncul distensi di proksimal usus dengan
segera dan timbul refleks muntah. Setelah mereda, peristaltik melawan obstruksi dalam usaha
mendorong isi usus melewatinya. Usaha tersebut menyebabkan nyeri episodik kram dengan
masa relatif tanpa nyeri diantara episode. Gelombang peristaltik lebih sering timbul setiap 3-
5 menit di dalam jejenum dan setiap 10 menit di dalam ileum.Aktivitas peristaltik
mendorong udara dan cairan melalui gelung usus yang terdengar pada auskultasi suara khas
pada obstruksi mekanik. Aktivitas peristaltik akan berhenti akibat terjadi obstruksi yang terus
berlanjut. Keadaan ini berhubungan dengan refleks intetino-intestinalis inhibisi yang
mengikuti bila usus proksimal terdistensi dengan cairan dan udara. Distensi dan refleks
inhibisi akan terus berlanjut sampai keseluruhan usus proksimal mengalami obstruksi. Akibat
usus terdistensi, maka diikuti statis isi usus yang menyebabkan terjadi perkembangbiakan di
dalamnya bagi bakteri dengan cepat. Pada obstruksi sederhana, ada sedikit efek merusak
karena sawar mukosa usus yang melawan bakteri dan toksin yang masih menetap.
Jika obstruksi tidak diobati dan terus berlanjut, maka akan terus muncul muntah
bergantung tingkatan obstruksinya. Obstruksi usus lebih proksimal menyebabkan muntah
lebih dini dengan distensi usus relatif lebih sedikit. Muntah yang terus-menerus menyebabkan
terjadi kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan,seperti kehilangan air, natrium,
klorida, kalium,asam lambung yang meningkat menyebabkan terjadi alkalosis metabolik (ion
hidrogen yang meningkat).
Obstruksi usus lebih distal atau dalam obstruksi kolon, maka muntah nya muncul
lebih lambat. Bila ada muntah, maka akan terjadi kehilangan isotonik deengan plasma.Gejala
sisa obstruksi usus mekanik sederhana muncul dari kehilangan cairan ekstraselule sehingga
terjadi penurunan volume intravaskuler, hemokonsentrasi, uliguria atau anuria. Jika terus
berlanjut dan tidak diobati, akan timbul azotemia, penurunan cardiac output, dan terjadi syok.
Obstruksi Strangulata adalah obstruksi mekanik dengan sirkulasi yang terancam
pada usus akibat terjadi volvulus (usus terpelintir), pita lekat (adhesi usus), hernia, dan
distensi. Pada strangulasi, terjadi gerakan darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding
usus. Plasma juga dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis.
Mukosa usus normalnya bertindak sebagai sawar bagi penyerapan bakteri dan produk toksik
nya, dan merupakan bagian dinding usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam
aliran darah. Strangulasi yang memanjang, maka akan timbul iskemia, dan sawar rusak.
Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke
dalam cavitas peritonealis. Kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus,
dapat terjadi syok dengan segera.
Obstruksi gelung tertutup adalah obstruksi yang mengakibatkan jalan keluar masuk
terhambat. Jenis obstruksi ini menyimpan lebih banyak bahaya dibandingkan obstruksi yang
lain, karena akan terjadi strangulasi dengan cepat. Penyebab obstruksi ini adalah adhesi usus
melintasi suatu gelung usus, volvulus, atau distensi sederhana. Pada keadaan terakhir, sekresi
ke dalam gelung tertutup dan menyebabkan peningkatan cepat tekanan intralumen yang
menyebakan obstruksi aliran keluar vena . Ancaman vaskular tersebut dapat menyebabkan
progresivitas cepat pada gejala sisa seperti obstruksi strangulata.

Patologi Hernia Strangulata


Pertama, terjadi obstruksi akut usus. Usus yang masuk ke dalam kantong hernia
mengalami dilatasi. Ulserasi mukosa dan perdarahan pada dinding usus yang masuk ke
dalam kantong hernia dapat terjadi dan menjadi kongesti dan berwarna merah terang.
Cairan serous dikeluarkan didalam kantong hernia. Vena statis meningkat dan suplai darah
dari arteri melemah, jika oklusi tidak dibebaskan. Timbul ekimosis pada lapisan serosa usus.
Darah dapat keluar di usus dan kantong hernia. Usus akan kehilangan cahayanya dan
menjadi lemah. Terjadi migrasi bakter dari usus ke kantong hernia. Mesenterium di dalam
kantong menjadi kongesti, perdarahan dengan trombosis. (Nigam, 2008)
Patogenesis Hernia Inkarserata
Jepitan cincin hernia menyebabkan gangguan perfusi isi hernia. Permulaan terjadi
bendungan vena sehingga menyebabkan udem organ atau struktur di dalam hernia dan
transudasi ke dalam kantong hernia. Udem yang terjadi menyebabkan jepitan pada cincin
hernia makin bertambah sehingga peredaran darah jaringan terganggu dan isi hernia nekrosis
serta kantong hernia akan berisi transudat berupa cairan serous. Kalau isi hernia merupakan
usus bisa menyebabkan abses lokal, fistel, peritonitis. (De jong)

Obstruksi Usus

Akumulasi gas dan cairan intralumen di


sebelah proksimal dari letak obstruksi

Kehilangan air dan


Distensi Proliferasi bakteri yang
berlangsung cepat elektrolit

Tekanan intraluminal Penurunan volume ECF


meningkat dipertahankan

Iskemia dinding usus


LO. 3 Tanda dan Gejala Ileus Obstruktif dan Paralitik
Ileus Obstruksi1
Gejala obstruksi usus bervariasi penampilan dan keparahannya. Ia tergantung atas tingkat
obstruksi maupun kapan pasien diperiksa. Gejala mencangkup nyeri abdomen kram, muntah
kegagalan buang air besar atau gas distensi. Nyeri abdomen bisanya agak tetap pada mulanya
dan kemudian menjadi bersifat kolik. Ia sekunder terhadap obstruksi peristaltik kuat pada
dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi yang
muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam obstruksi jejunum tinggi setiap 15 sampai 20 menit
pada obstruksi ileum rendah. Nyeri dari obstruksi proksimal demikian biasanya terlokalisasi
supraumbilikus di dalam abdomen. Sedangkan dari obstruksi ileum rendah biasanya tampil
dengan nyeri intraumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi motilitas menurun,
sehingga gelombang peristaltik menjadi semakin jarang, sampai akhirnya ia berhenti. Pada
saat ini, nyeri mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen.
Tanda demikian bisa juga ditemukan ileus paralitikus. Jika nyeri abdomen terlokalisasi baik,
parah, menetap, dan tanpa remisi, maka obstruksi strangulasi harus di curigai.

Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya obstruksi. Setelah ia mereda, maka
muntah tergantung atas tingkat obstrusksi. Jika obstruksi proksimal, maka muntah terlihat
dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi
dengan regurgitasi, sehingga tidak terlihat distensi. Jika obstruksi di distal dalam usus halus
atau colon, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan
berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap
stagnasi. Karena panjang usus yang terisi dengan isi demikian, maka muntah tidak
mendekompresi total usus di atas obstruksi.

Kegagalan mengeluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas obstruksi usus.
Tetapi setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus mengeluarkan isinya
sebelum terlihat obstipasi. Sehingga dalam obstruksi proksimal, usus dalam panjang
bermakna dibiarkan tanpa terancam di distal. Lewatnya isi usus dalam bagian usus distal ini
bisa memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi selama beberapa hari.
Sebaliknya jika obstruksi di dalam ileum distalis atau colon, maka obstipasi akan terlihat
lebih dini. Dalam obstruksi usus sebagian, diare merupakan gejala yang ditampilkan
pengganti obstipasi.

Anamnesis pasien
Anamnesis tepat untuk obstruksi usus didasarkan atau pertanyaan cerdas atas pasien tentang
mulai dan jenis nyeri, adanya muntah, perubahan biang air besar dan riwayat penyakit dahulu
Riwayat nyeri harusnya dipusatkan pada tiga area; mulainya nyeri, distribusinya dan sifatnya.
Khas mulainya nyeri pada obstruksi usus halus relatif akut, sedangkan dalam obstruksi usus
besar nyeri dimulai lebih diam-diam. Distribusi nyeri dalam obstruksi usus halus pada
epigastrium atau periumbilikus, sedangkan dalam obstruksi usus besar, nyeri tersering
digambarkan dalam hipogastrium. Khas obstruksi tampil bersama nyeri episodik kolik yang
sering diperhebat dengan inspirasi dalam.
Muntah khas obstruksi usus, kadang-kadang ia mempunyai endapan dan harus selalu
memperhatikan hubungan mulainya nyeri dengan mulainya muntah. Pasien harus ditanyakan
tentang konstipasi, obstipasi, pengeluaran flatus belakangan ini. Riwayat tinja berwarna darah
menggambarkan karsinoma sebagai sebab usus besar. Pasien harus ditanyakan episode nyeri
sebelumnya yang meniru episode belakang ini. Pasien bisa memberikan riwayat khas
penyakit divertikulum sebelumnya yang menggambarkan dasar obstruksi saat ini. Di samping
itu, seharusnya mendapatkan riwayat operasi sebelumnya atau penggunaan obat psikotropik.

Pemeriksaan Fisik
Gambaran fisik dalam pasien yang menderita obstruksi usus bervariasi dan tergantung atas
pemeriksaan dalam perjalanan waktu. Sehingga jika pasien diperiksa dalam beberapa jam
sampai sehari setelah mulainya obstruksi usus mekanik sederhana, akan terbukti beberapa
tanda. Tetapi jika dibiarkan lewat beberapa hari, maka tanda tambahan menjadi
bermanifestasi. Alasan bagi ini didasarkan atas respon patofisiologi terhadap obstruksi usus.
Gambaran pertama dalam memeriksa pasien dengan kecurigaan obstruksi usus merupakan
tanda adanya generalisata dehidrasi,yang mencangkup kehilangan turgor kulit maupun mulut
dan lidah kering. Karena lebih banyak cairan disekuestrasi ke dalam lumen usus, maka bisa
timbul demam, takikardia dan penurunan dalam tekanan darah.
Dalam pemeriksaan abdomen, perhatian harus diberikan bagi kemunculan distensi, perut,
abdomen (yang menggambarkan perlekatan pascabedah), hernia dan massa abdomen. Dalam
pasien kurus, bukti gelombang peristaltik yang terlihat, bisa terlihat pada dinding abdomen
dan bisa berkorelasi dengan mulainya nyeri kolik. Akhirnya harus diusahakan untuk
membangkitkan tanda iritasi peritoneum apa pun atau nyeri tekan, yang mencangkup
‘defence muscular’ involunter atau ‘rebound’. Tanda demikian (terutama dalam area
lokalisata) lebih mungkin menunjukkan obstruksi strangulata. Pemeriksaan tidak lengkap
tanpa auskultasi, gambaran klasik dalam obstruksi usus mekanik adalah kehadiran episodik
gemericing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) di antara masa tenang. Gelora demikian
bersamaan dengan nyeri kolik. Jika pasien pertama diperiksa dengan nyeri kolik. Jika pasien
pertama diperiksa dalam beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas obstruksi
telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau
menurun parah. Tak adanya bunyi usus ini bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau
obstruksi strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Ia
bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tak adanya feses di dalam kubah
rektum menggambarkan obstruksi proksimal. Jika darah makroskopik atau feses positif
guaiak ditemukan dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa obstruksi didasakan atas lesi
instrinsik di dalam usus.

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-x sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis obstruksi usus serta
foto abdomen tegak dan berbanding harus yang pertama dibuat. Jika pasien tak dapat duduk
selama 15 menit yang diperlukan sebelum membuat film, maka film dalam posisi dekubitus
lateral kiri merupakan pengganti yang dapat diterima.
Adanya gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola anak tangga pada film
tegak sangat menggambarkan obstruksi usus sebagai diagnosis. Hal ini karena fakta bahwa
udara biasanya tidak terlihat dalam usus halus dewasa dan hanya terbukti dalam usus
terdistensi umumnya patognomonik obstruksi.Usus halus ditandai oleh posisinya dalam
abdomen sentral oleh kedua valvulae conniventes yang muncul sebagai garis yang melintasi
keseluruhan lebar lumen. Colon diidentifikasi oleh posisinya sekeliling tepi abdomen, empat
ia muncul melingkari isis usus dan lebih dibatasi oleh adana tanda haustra dan hanya
sebagian yang melintasi diameter lumen.
Dalam obstruksi mekanik sederhana lanjut pada usus halus, tak ada gas yang terlihat di dalam
colon. Dalam obstruksi colon dengan valva ileocaecalis inkompeten, maka distensi gas dalam
colon merupakan gambaran penting. Terdapat juga distensi usus halus maupun colon. Pada
obstruksi strangulasi bisa terdapat distensi gas pada usus walau jauh lebih sedikit jauh lebih
sedikit dibandingkan dalam obstruksi mekanis sederhana. Tanda lain dalam obstruksi
strangulasi adalah tanda biji kopi (coffee bean) atau pseudotumor, tempat usus terisi darah
terstrangulasi terlihat sebagai massa pada film abdomen. Dalam ileus paralitikus, gambaran
bisa serupa dengan obstruksi mekanik sederhana. Biasanya pola gas bukan distensi tetapi
agaknya tersebar di seluruh lambung, duodenum usus halus dan usus besar.

Gambaran laboratorium
Pada awal obstruksi sederhana, kadar laboratorium biasanya dalam batas normal. Makin
berlaluna waktu, banyak cairan disekuesterasi di dalam lumen usus dan timbul dehidrasi. Ia
dicerminkan oleh peningkatan dalam nitrogen urea darah, hematokrit dan berat jenis urin.
Penurunan dalam kadar serum natrium, klorida dan kalium juga manifestasi lebih lanjut. Bisa
terjadi alkalosis dan pengukuran bikarbonat serum maupun pH arteri harus diukur. Hitung
leukosit biasanya hanya meningkat sedang dalam obstruksi mekanik sederhana (15.000-
20.000). Dalam obstruksi strangulata hitung leukosit bisa membumbung tinggi ke tingkat
antara 30.000 dan 50.000.

Ileus Paralitik2
Manifestasi klinis
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal distention), anoreksia,
mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung
pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi.
Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen
yang paroksismal. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien bervariasi dari ringan
sampai berat bergantung pada penyakit yang mendasarinya, didapatkan adanya distensi
abdomen, perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak
terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada
perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif).
Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran
peritonitis.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit. Pemeriksaan
yang penting untuk dimintakan yaitu leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glucosa darah,
dan amilase. Foto polos abdomen sangat membantu menegakkan diagnosis. Pada ileus
paralitik akan ditemukan distensi lambung usus halus dan usus besar memberikan gambaran
herring bone, selain itu bila ditemukan air fluid level biasanya berupa suatu gambaran line up
(segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan
gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen
masih meragukan adanya suatu obstruksi, dapat dilakukan pemeriksaan foto abdomen dengan
mempergunakan kontras kontras yang larut air. Pemeriksaan penunjang lainnya yang harus
dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin (Hb, lekosit,hitung jenis dan trombosit), elektrolit,
BUN dan kreatinin, sakar darah, foto dada, EKG, bila diangap perlu dapat dilakukan
pemeriksaan lainnya atas indikasi seperti amilase,lipase, analisa gas darah , ultrasonografi
abdomen bahkan CT scan.
LO. 4 Penatalaksanaan Ileus Obstruktif dan Ileus Paralitik
Terapi obstruksi usus mekanik biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis
serta tergantung atas jenis dan lama proses obstruksi. Operasi dilakukan secepat yang layak
dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien. Yang dengan obstruksi
mekanik sederhana yang diperiksa dini dalam perjalanannya, bisa dioperasi cepat. Tetapi
pasien tua debilitasi dalam syok sekunder terhadap obstruksi strangulata bisa mendapat
manfaat dari darah, plasma dan kristaloid untuk memperbaiki tekanan darah maupun fungsi
ginjal sebelum operasi (Sjamsuhidajat & De Jong, 2010).
Bersama dengan intervensi bedah, pergantian kehilangan cairan dan elektrolit
kedalam lumen usus maupun dekompresi tractus gastrointestinalis dengan sonde yang
ditempatkan intralumen, merupakan tujuan primer terapi dalam obstruksi usus. Infus larutan
yang mengandung natrium, kalium dan klorida diperlukan dalam obstruksi mekanik
sederhana berlangsung lama atau yang dikomplikasi oleh strangulasi. Pencapaian tingkat
normal hidrasi dan konsentrasi elektrolit bisa dimantau dengan mengamati pengeluaran urina,
tanda vital, tekanan vena sentral dan pemeriksaan laboratorium berturutan. Hanya setelah
nilai ini mendekati kadar lebih normal, maka operasi boleh dilakukan. Pertumbuhan bakteri
berlebihan bersama dengan produk endotoksindan eksotoksindari bakteri ini, terutama
bertanggung jawab bagi morbiditas dan mortalitas utama yang menyertai obstruksi
strangulasi. Telah terbukti bahwa penempatan antibiotika di dalam gelung usus yang terkena
oleh jenis obstruksi ini menyebabkan peningkatan kelangsungan hidup. Sehingga tampaknya
logis bahwa pemberian antibiotika spektrum lebar dengan cakupan yang ditujukan pada flora
usus, harus merupakan bagian paduan terapi dalam terapi obstruksi strangulata
(Sjamsuhidajat & De Jong, 2010).
Dekompesi pipa bagi tractus gastroinestinalis diindikasikan untuk dua alasan : (1)
untuk dekompresi lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus; dan (2)
membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi
distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan kemungkinan
ancaman vaskular. Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok :
(1) pendek, hanya untuk lambung dan (2) panjang, untuk intubasi keseluruhan usus halus,
Sonde nasogaster yang pendekmendekompresikan lambung dan doudenum, yang terisi akibat
distensi retrograd yang muncul akibat obstruksi jejunum proximalis. Sonde usus yang
panjang biasanya mempunyai suatu balon pada ujungnya yang bisa diisi udara atau air raksa.
Sonde panjang bisa menciptakan masalah, yang mencakup fakta bahwa ia tak bermanfaat
dalam obstruksi lanjut bila motilitas usus tidak ada lagi dan bahwa ia tidak mendekompresi
lambung. Sehingga untuk mencegah aspirasi paru, maka diperlukan sonde kedua untuk
mengapirasi isi lambung (Sjamsuhidajat & De Jong, 2010).
Harus diingat bahwa intubasi usus buka pengganti operasi. Terapi dekompresi usus
dikenal dsebagai terapi yang lebih disukai dalam beberapa kasus spesifik. Ia mencakup
obstruksi yang menyertai radiasi menahun, kanker metastatik dan enteritis regionalis. Terapi
nen bedah juga tampak bermanfaat pada pasien yang telah menjalani operasi sebelumnya
untuk perlekatan dan untuk pasien yang lebih dibahayakan oleh tindakan berulang. Indikasi
lain mencakup intususepsi pada neonatus dan valvulus calon sigmoideum. Dalam yang
pertama, pengurangan bisa dicapai dengan penggunaan tekanan hidrostatik bijaksana yang
dibentuk oleh enam barium. Dalam kasus kedua, pemasukan sigmoidoskopatau pipa rectum
sering menderotasi vovulus dengan dekompresi colon (Sjamsuhidajat & De Jong, 2010).

Operasi
Operasi dini setelah dekompresi dengan penggantian cairan dan elektrolit dilakukan
untuk mencegah komplikasi sepsis sekunder terhadap strangulata atau ruptura usus,.
Sehingga obstruksi yang dicurigai disertai dengan jenis strangulasi atau gelung tertutup
maupun jenis colon, mempunyai prioritas bedah tertinggi. Tindakan yang terlihat dalam
terapi bedahnya masuk kedalam beberapa kategori. Ia mencakup (1) lisis pita lekat atau
reposisi hernia, (2) pintas usus, (3) reaksi dengan anastomisis dan (4) diversi stoma dengan
atau tanpa reaksi. Tiap perasat bedah ini, selain perbaikan hernia biasanya dicapai melalui
inisisi abdomen garis tengah. Setelah abdomen dipaparkan, harus dioerhatikan jenis cairan
yang ditemui. Cairan jenih menyertai obstruksi mekanik sederhana, sedangkan cairan
berdarah atau fekulen biasanya menunjukkan adanya adanya usus terancam. Titik obstruksi
mekanik biasanya dapat ditemukan dengan mengikuti usus berdilatasi samapai tempat ia
menyempitdan didekompresi (Sjamsuhidajat & De Jong, 2010).
Bila ditemukan pita lekat merupakan agen etiologi dalam obstruksi, maka harus hati-
hati agar semua daerah kemungkinan obstruksi dipotong. Pintas usus bisa digunakan, bila ada
masa peradangan menahun seperti dalam entiritis regionalis. Ia bisa juga suatu teknik
bermanfaat dalam mencegah suatu ileostomi, bila ditemukan kanker besar pada calon dextra
pada pasien tua terdebilitasi. Reaksi dan reanastomosis paling dapat diterapkan ke obstruksi
usus halus jenis strangula atau gelung tertutup, terutama bila hanya segmen pendek usus
terlibat. Pengalihan usus dengan penempatan suatu stoma ostomi paling bermanfaat dalam
kasus karsinoma mengobstruksi akut pada calon sinistra atau transversum, bila tak mungkin
pembersihan antibiotika atau mekanik atas colon. Konstruksi ostomi usus halus bisa
merupakan tindakan teraman, bila direseksi usus halus gangrenosa strangulata dalam panjang
bermakna. Jika setelah pelepasan obstruksi vaskular, viabilitas usus diragukan, maka usus
bisa ditempatkan dalam kompres hangat dan diperiksa ulang setelah 15 menit. Jika warna
normal dan peristalisis kembali, maka segmen usus bisa dibiarkan. Jika ada keraguan tentang
viabilitas segmen usus yang pendek, maka ia harus direseksi. Jika usus dalam panjang
bermakna diragukan viabel, maka penggunaan teknik Doppler atau Fluoresein bisa
dianjurkan untuk menentukan viabilitassebelum reseksi. Mortalitas bedah dalam obstruksi
usus sederhana kurang dari 1 persen. Tetapi bila ada strangulasi dengan usus neokrotik, maka
mortalitas bedah bisa mencapai 20 sampai 30 persen (Sjamsuhidajat & De Jong, 2010).
TERAPI ILEUS
Terapi ileus paralitikus bersifat nonbedah dan mencakup dekompresi usus dengan
sonde panjang maupun infus intravena cairan dan elektrolit. Harus hati-hati bahwa telah
dicapai kadar kalium serum yang normal, karena hipokalemia suatu sebab lazim ileus.
Bahkan dengan terapi di atas, distensi bisa meningkat ke titik diperlukan dekompresi dengan
cara bedah; sayangnya tidak sering muncul (Sjamsuhidajat & De Jong, 2010).

BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan

Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan
peristaltis. Obstruksi usus juga disebut obstruksi mekanik apabila disebabkan oleh
strangulasi, inatau sumbatan didalam lumen usus. Ileus dinamikdapat disebabkan oleh
kelebihan dinamik seperti spasme. Ileus adinamik dapat disebabkan oleh paralisis seperti
pada peritonitis umum atau bisa disebut ileus paralitik.

Pada obstruksi harus dibedakan antara obstruksi sederhana dan obstruksi


strangulasi.obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah. Pada strangulasi ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan
menyebabkan nekrosis atau gangren. Pada ganggren dijumpai gejala umum yang berat akibat
toksin dari jaringan gangren.
Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvuls mungkin
sekali disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askaris adalah obstruksi
sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi.

b. Saran
Laporan ini tentu masih banyak terdapat kekurangan, sehingga diperlukan bimbingan
dari dosen-dosen klinik untuk mengarahkan teori yang telah didapatkan mahasiswa agar bisa
diterapkan di lapangan secara optimal. Mahasiswa juga diharapkan terus belajar tentang
materi terkait untuk memperkaya ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djumhana, Ali. Ileus Paralitik [pdf]. Sub Bagian Gastroentero-Hepatologi, Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.
http://repository.unpad.ac.id/8306/1/ileusa_paralitik.pdf (Diakses Oktober 2016)
2. Hebra, A., Miller, M. 2004. Intestinal Volvulus. Editor : DuBois, J. J., Konop, R., Li, B.
UK., Schwarz, S. And Altschuler, S.
3. Hopkins, C. 2015. Large-Bowel Obstruction. Medscape:
http://emedicine.medscape.com/article/774045-overview#a1. (Akses: 29 Oktober 2016)
4. Nobie, B. A. 2015. Small-Bowel Obstruction. Medscape:
http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview. (Akses: 29 Oktober 2016)
5. Price, S. A. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.Sjamsuhidrajat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3. Jakarta : EGC.
6. Riwanto, Hamami, A. H., Pieter, J., Tjambolang, T., & Ahmadsyah, I. (2010). Usus
Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. In R. Jamsuhidajat, W. Karnadihardja, T. O.
Prasetyono, & R. Rudiman, Buku Ajar Ilmu Bedah de Jong Edisi 3 (pp. 738-739).
Jakarta: EGC.
7. Sabiston ,David C. (2005).Buku Ajar Bedah Bagian 1 .Jakarta :EGC
8. Wintery, E. M., Syam, A. F., Simadibrata, M., & Manan, C. (2003). Management of
Paralytic Ileus. The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive
Endoscopy, 80-88.
9. Zinner, M. J., & Ashley, S. W. (2007). Hernias. In M. J. Zinner, & S. W. Ashley,
Maingot's Abdominal Operation 11th Edition. Philadelphia, United State of America:
Mc Graw Hill Medical.

You might also like