You are on page 1of 8

Speech Delay

I. Definisi
Perkembangan kemampuan berbicara seorang anak dikatakan normalapabila kemampuan
berbicara mereka sama dengan anak seusianya dan jugamemenuhi tugas dari tugas perkembangan.
Dan ketika perkembangan kemampuan berbicara tidak sama dan juga tidak bisa memenuhi tugas
dari perkembangan bicara pada usianya tersebut, maka anak tersebut dapat dikatakan mengalami
hambatan perkembangan pada kemampuan berbicara (speech delay).
Gangguan perkembangan berbahasa adalah ketidakmampuan atau keterbatasan dalam
menggunakan simbol linguistik untuk berkomunikasi secara verbal atau keterlambatan
kemampuan perkembangan bicara dan bahasa anak sesuai kelompok umur,
jenis kelamin, adat istiadat, dan kecerdasannya.
II. Etiologi
Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah sebagai berikut:
A .Gangguan Pada Pendengaran
Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar pembicaraan disekitarnya.
Gangguan pendengaran selalu harus difikirkan bila ada keterlambatan bicara. Terdapat beberapa
penyebab gangguan pendengaran, bisa karena infeksi, trauma atau kelainan bawaan. Infeksi bisa
terjadi bila mengalami infeksi yang berulang pada organ dalam sistem pendengaran. Kelainan
bawaan biasanya karena kelainan genetik, infeksi ibu saat kehamilan, obat-obatan yang
dikonsumsi ibu saat hamil, atau bila terdapat keluarga yang mempunyai riwayat ketulian.
Gangguan pendengaran bisa juga saat bayi bila terjadi infeksi berat, infeksi otak, pemakaian obat-
obatan tertentu atau kuning yang berat ( hiperbilirubin ).
B. Kelainan Organ Bicara
Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula (rahang bawah), kelainan
bibir sumbing (palatoschizis/cleft palate), deviasi septum nasi, adenoid atau kelainan laring. Pada
lidah pendek terjadi kesulitan menjulurkan lidah sehingga kesulitan mengucapkan huruf ”t”, ”n”
dan ”l”.
Kelainan bentuk gigi dan mandibula mengakibatkan suara desah seperti ”f”, ”v”, ”s”, ”z” dan
”th”.Kelainan bibir sumbing bisa mengakibatkan penyimpangan resonansi berupa rinolaliaaperta,
yaitu terjadi suara hidung pada huruf bertekanan tinggi seperti ”s”, ”k”, dan ”g”.
C. Retardasi Mental
Redartasi mental adalah kurangnya kepandaian seorang anak dibandingkan anak lain seusianya.
Redartasi mental merupakan penyebab terbanyak dari gangguan bahasa. Pada kasus redartasi
mental, keterlambatan berbahasa selalu disertai keterlambatan dalam
bidang pemecahan masalah visuo-motor.
D. Genetik Heriditer dan Kelainan Kromosom
Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua. Biasanya juga terjadi pada salah
satu atau ke dua orang tua saat kecil. Biasanya keterlambatan. Menurut Mery GL anak yang lahir
dengan kromosom 47 XXX terdapat keterlambatan bicara sebelum usia 2 tahun dan membutuhkan
terapi bicara sebelum usia prasekolah. Sedangkan Bruce Bender berpendapat bahwa kromosom 47
XXY mengalami kelainan bicara ekpresif dan reseptif lebih berat dibandingkan kelainan
kromosom 47 XXX.
E. Kelainan Sentral (Otak)
Gangguan berbahasa sentral adalah ketidak sanggupan untuk menggabungkan kemampuan
pemecahan masalah dengan kemampuan berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia sering
menggunakan mimik untuk menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim. Pada usia sekolah,
terlihat dalam bentuk kesulitan belajar.
F. Autisme
Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena autism. Autisme adalah
gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan
keterlambatan dalam
bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.

Namun terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi
mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering
juga disebut
keterlambatan bicara fungsional.

III. Klasifikasi
Gangguan bicara pada anak dapat dibagi menjadi :
1. Gangguan bicara kongenital
a. Retardasi mental
Pada umumnya seorang anak dengan gangguan bicara yang nyata terlambat, juga menderita
gangguan intelegensi. Tetapi harus disingkirkan kemungkinan lain seperti gangguan
pendengaran dan sebagainya.
b. Ketulian ( akibat rubela, kernicterus,sindrom turner, osteogenesis imperfecta )
Rehabilitasi harus sedini mungkin dengan alat pendengar dan sekolah luar biasa agar anak dapat
mengenal bunyi-bunyian sebelum belajar bicara.
c. Cerebral palsy
Gangguan bicara pada anak ini mungkin disebabkan olehretardasi mental dan disartria akibat
spastisitas, atetosis, ataksia, korea dan sebagainya. Pertolongan dengan speech therapy sering
dapat menolong bila gangguan intelegensi tidak terlampau berat.
d. Anomali alat bicara perifer ( palatum, bibir, gigi, lidah )
Gangguan bicara berupa disartria terutama pada labioskizis, palatoskizis dan kelainan bentuk
rahang yang hebat. Pada palatoskizis pertolongan dengan speech therapy sebaiknya dilakukan
sedini mungkin sebelum dilakukan pembedahan plastik, agar anak tidak membiasakan diri
berbicara melalui hidung atau menutup lubang palatum dengan menekan pangkal lidah ke atas,
yang akan sukar dikoreksi kemudian, terurtama jika sudah berlangsung lama. Koreksi bicara
sesudah pembedahan harus dilakukan secepatnya.
e. Gangguan perkembangan bicara ( developmental speech disorders ), misalnya developmental
dyslexia, gagap, developmental dysarthria, developmental word deafness, developmental motor
aphasia.

2. Gangguan bicara didapat


a. Afasia akibat penyakit yang disertai kejang, pascaensefalitis, pascatrauma, neoplasma,
ganggua vaskuler otak, penyakit degeneratif.
Daerah speech pada manusia normal yang menggunakan lengan kanan ialah hemisfer kiri
(hemisfer yang dominan). Akibat kerusakan berat pada daerah bicara tersebut, misalnya oleh
trauma kepala, ensefalitis, tumor, penyakit degeneratif dan sebagainya, dapat timbul afasia. Pada
anak yang masih sangat muda, hemisferektomi tidak menyebabkan afasia. Hal ini merupakan
bukti bahwa pusat bicara dapat berpindah dan berkembang di hemisfer kanan. Pada anak yang
sudah besar dan sudah icara, keadaan tersebut tidak mungkin lagi. Gangguan bicara ini kadang-
kadang terdapat pada anak yang menderita epilepsi. Pertolongan dengan speech therapy
memberikan hasil yang memuaskan.
b. Disartria pada bell’s palsy (kelumpuhan N.VII perifer), polio mielitis, tumor batang otak,
miastenia gravis, penyakit degeneratif.
Dapat terjadi akibat kelemahan otot- otot oleh penyakit yang mengenai syaraf perifer seperti
Bell’s palsy, poliomielitis,meastenia grafis dan beberapa penyakit degeneratif seperti Friedrich’s
ataxia. Pertolongan terutama ditunjukan kepada penyakit primernya.
c. Psikogenik
Pada gangguan psikologis yang berat baik di rumah maupun yang didapat dari pengalaman anak
yang lalu dapat memperlambat bicara dengan baby talk. Kadang- kadang disatria yang
menyebabkan seseorang anak berbicara berbisik akan tetapi dengan artikulasi yang bik, mungkin
merupakan reaksi konfersi (husteri) dan memerlukan pertolongan psikiater.
d. Sosiokultural
Kadang- kadang gangguan bicara terdapat pada anak yang berasal dari lingkungan yang kurang
di rumah dan disektarnya, yaitu karena stimulasi untuk berbicara tidak cukup walaupun
inteligensi normal. Contohnya ialah anak-anak yang lama tingga di rumah sakit atau rumah
yatim piatu.
IV. Epidemiologi
Gangguan bicara dan bahasa dialami oleh 8% anak usia pra sekolah. Hampir sebanyak 20% dari
anak berumur 2 tahun mempunyai gangguan keterlambatan bicara. Keterlambatan bicara paling
sering terjadi pada usia 3-16 tahun. Pada umur 5 tahun, 19% dari anak-anak diidentifikasi memiliki
gangguan bicara dan bahasa (6,4% kelemahan berbicara, 4,6% kelemahan bicara dan bahasa, dan
6% kelemahan bahasa). Gagap terjadi pada 4-5% pada usia 3-5 tahun dan 1% pada usia remaja.
Lakilaki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir dua kali lebih banyak
daripada wanita. Sekitar 3-6% anak usia sekolah memiliki gangguan bicara dan bahasa tanpa
gejala neurologi, sedangkan pada usia pra sekolah prevalensinya lebih tinggi yaitu sekitar 15%.
Menurut penelitian anak dengan riwayat sosial ekonomi yang lemah memiliki insiden gangguan
bicara dan bahasa yang lebih tinggi dari pada anak dengan riwayat sosial ekonomi menengah
keatas.
V. Faktor Risiko
Penelitian ini menghasilkan 3 faktor yang mempunyai rasio menjadi penyebab dari keterlambatan
bicara (speech delay) yaitu:
1. Male sex. Jenis kelamin laki-laki lebih beresiko mengalami keterlambatan bicara (speech delay)
daripada perempuan. “In the present study, 70% of the 100 children with speech delay were male
and 300% were female”.
2. Positive family history. Yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah anak sebagai dampak dari
orang tua yang mengalami gangguan tersebut, tetapi gangguan tersebut tidak diturunkan kepada
anaknya (anak normal), akan tetapi lingkungan sosialnya menganggap bahwa si anak membawa
faktor keturunan dari orang tuanya. Hal tersebut membuat lingkungan mengurangi interaksi
dengan anak dan menyebabkan keterlambatan dalam berbicaranya karena kurang stimulus dari
lingkungannya. “A second question concerns the extent to which the increased risk associated
with positive family history reflects the impact of genetic versus environmental factors.”
3. Low maternal education. Arti dalam cakupan tersebut adalah mengenai rendahnya pendidikan
ibu. Pendidikan ibu yang menjadi batasan pengertian di sini adalah ibu yang tidak bisa
menyelesaikan pendidikan SMAnya.
Dari 100 anak yang mengalami speech delay, 22% anak berasal dari ibu yang pendidikannya
rendah (dalam hal ini tidak lulus SMA), 70% berjenis kelamin laki-laki, 36% yang mempunyai
masalah dengan sejarah hidupnya, 63% tidak mempunyai asuransi kesehatan, dan 38% berasal
dari ras Afrika Amerika.

1. Multilingual
2. Model yang baik untuk ditiru
3. Kurangnya kesempatan untuk berpraktek bicara
4. Kurangnya motivasi untuk berbicara
5. Hubungan dengan teman sebaya
6. Penerapan sistem kakak adik
7. Kebiasaan menonton televisi

3. Malfungsi neurologis
Gangguan neurologis juga dapat berkaitan dengan gangguan penghantaran suara di telinga akibat
kerusakan sistem saraf. Proses pembentukan saraf selama masa prenatal yang terganggu
merupakan penyebab tersering karena pemakaian obat-obatan selama kehamilan (Perna, 2013).
4. Prematur

Prematuritas dalam hal keterlambatan bicara pada anak berhubungan dengan berat badan lahir
yang rendah. Berat badan lahir rendah merupakan indikasi bahwa nutrisi yang diedarkan ke dalam
tubuh belum maksimal sehingga perkembangan beberapa bagian tidak optimal. Prematur juga
menyebabkan belum sempurnanya pembentukan beberapa organ sehingga dalam
perkembangannya mengalami keterlambatan (Amin dkk, 2009).

1. Urutan/jumlah anak
Anak pertama lebih sering mengalami terlambat bicara dan bahasa. Jumlah anak yang semakin
banyak maka kejadian keterlambatan bicara makin meningkat atau insiden keterlambatan bicara
sering terjadi pada anak yang memiliki jumlah saudara banyak karena berhubungan dengan
komunikasi antara orangtua dan anak. Anak yang banyak akan mengurangi intensitas komunikasi
anak dan orangtua (Hartanto dkk, 2009).

VI. Patofisiologi
VII. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda Anak mengalami Gangguan Bicara dan Bahasa,
menurut teori, seorang anak mengalami gangguan bicara dan bahasa jika:
1. Perkembangannya tertinggal dari teman sebayanya.
2. Masalah yang muncul dapat berupa masalah pada bentuk perkembangan bicara dan bahasa,
muatan dan isi bahasa, serta penggunaan bahasa.
3. Masalah yang muncul bukan hanya berupa masalah pada produksi bahasa tetapi juga
pemahaman bahasa.
4. Masalahnya dapat muncul dalam berbagai tingkat keparahan.
5. Perkembangan bicara dan bahasa menunjukkan bukan hanya lebih lambat namun juga
menunjukkan perkembangan yang berbeda.

VIII. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis pada gangguan bahasa dan bicara mencakup perkembangan bahasa anak. Beberapa
pertanyaan yang dapat ditanyakan antara lain :
a.Pada usia berapa bayi mulai mengetahui adanya suara, misalnya berkedip, terkejut, atau
menggerakkan bagian tubuh.
b.Pada usia berapa bayi mulai tersenyum (senyum komunikatif), misalnya saat berbicara
padanya.
c.Kapan bayi mulai mengeluarkan suara “aaaggh”
d.Orientasi terhadap suara, misalnya bila ada suara apakah bayi memaling atau mencari ke arah
suara.
e.Kapan bayi memberi isyarat daag dan bermain cikkebum
f.Mengikuti perintah satu langkah, seperti “beri ayah sepatu” atau “ambil koran”
g.Berapa banyak bagian tubuh yang dapat ditunjukkan oleh anak, seperti mata, hidung, kuping,
dan sebagainya
2. Pemeriksaan fisik
1. Oral peripherai Mechanism Examiniation
Pemeriksaan mekanisme mulut dan sekitarnya (Oral Peripheral/ oral facial) sangatlah penting
karena termasuk bagian dari berbicara secara lengkap. Tujuannya agar dapat mengetahui bahwa
faktor yang menyebabkan kelainan atau gangguan dalam berbicara tidak disebabkan oleh
struktur dari alat berbicara tersebut. Patokan yang dipakai untuk pemeriksaan ini adalah bentuk
(structure), Kekuatan (strenght), Pergerakan (movement).
2. Artikulasi atau pengucapan
Artikulasi atau pembentukan vokal, dimana udara yang berasal dari pernafasan melalui pita suara
dan kaviti-kaviti yang ada dibentuk menjadi suara yang dipakai untuk berbicara dibantu oleh
organ-organ bicara seperti bibir, lidah gigi dan sebagainya.
Pemeriksaan Penunjang
1. TES BERA (Brainstem Evoked Response Auditory) atau ABR (Auditory Brainstem
Response
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga (telinga luar) sampai ke otak. Cara
kerjanya dengan memberikan bunyik klik pada frekuensi yang berbeda–beda pada tingkat
kekerasan yang berbeda–beda pula responnya ditangkap langsung oleh sensor di otak. Tesnya
tidak menyakitkan (un-invasive), tidak perlu respon aktif dari pasien dan hasilnya menyeluruh.
Tes ini adalah tes paling umum dalam mendeteksi gangguan pendengaran.

2. TES OAE (Oto Acoustic Emission).


Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai rumah siput tetapi terutama rumah siput.
Cara kerjanya dengan memberikan nada murni ke telinga dan menangkap responnya melalui
perubahan tekanan di saluran telinga. Tesnya juga tidak menyakitkan dan tidak memerlukan
respon aktif dari pasien serta obyektif. Biasanya digunakan untuk mendeteksi gangguan
pendengaran khususnya akibat gangguan di telinga tengah karena OME, OMA atau sensorinerual
hearing loss (SNHL) yaitu kerusakan sel saraf di rumah siput.

3. Tes Tympanometri
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai telinga tengah (tulang sanggurdi). Caranya
mirip dengan OAE tapi responnya dari defleksi (perubahan gerak) gendang telinga. Tesnya juga
tidak menyakitkan, obyektif dan tidak perlu respon aktif dari pasien. Biasanya digunakan untuk
mengeliminasi kemungkinan gangguan telinga tengah jika hasil OAE menunjukkan respon
negatif.

4. Tes Audiometri
Pemeriksaan audiometri memerlukan : audiometer, ruang kedap suara, dan pasien yang kooperatif.
Pemeriksaan standar yang adalah :
a. Audiometri nada murni
b. Audiometri tutur
Audiometri nada murni adalah tes dasar untuk mengetahui ada tidaknya gangguan pendengaran.
Selama tes, orang yang dites akan mendengar nada murni yang diberikan pada frekwensi yang
berbeda melalui sebuah headphone atau ear phone. Intensitas nada berangsur-angsur dikurangi
sampai ambang dengar, titik dimana suara terkecil yang dapat didengar akan diketahui. Hasilnya
ditunjukkan dalam desibel (dB) dan dimasukkan ke bentuk audiogram.
Caranya dengan memberikan nada murni baik melalui earphone (direct to ear) ataupun speaker
(free field test) dan meminta respon balik dari pasien apakah bunyi terdengar atau tidak. Tesnya
tidak menyakitkan namun agak subyektif dan memerlukan respon aktif dari pasien. Cukup sulit
dilakukan khususnya untuk anak-anak.
Sedangkan pada audiometric tutur dites seberapa banyak kemampuan mengerti percakapan pada
intensitas yang berbeda. Tes terdiri dari sejumlah kata-kata tertentu yang diberikan melalui
headphone atau pengeras suara free field. Kata-kata tersebut harus diulangi oleh orang yang dites.
Setelah selesai, persentase berapa kata yang dapat diulang dengan benar dapat diketahui.

IX. Tatalaksana
X. Komplikasi
XI. Pencegahan
XII. Prognosis
Prognosis gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebabnya. Sebagian besar anak
memberikan respon baik terhadap tata laksana yang diberikan.Untuk gangguan yang berhubungan
kelainan organik seperti pada tuli konduksi, perbaikan masalah medisnya dapat menghasilkan
perkembangan bahasa normal pada anak. Anak dengan retardasi mental memiliki prognosis yang
lebih buruk dibandingkan anak yang inteligensinya baik. Demikian juga dengan anak yang
memiliki gangguan perkembangan multipel, membutuhkan penanganan ekstra agar tidak
meninggalkan kelainan sisa. Lingkungan yang berisiko tinggi dan usia terdeteksinya gejala turut
memperburuk prognosis.

1. Latihan dengan tahap:


• Isolasi (isolation): Latihan pengucapan konsonan itu sendiri tanpa huruf hidupnya (Konsonan
tunggal);
• Suku Kata (CV Combination): Latihan pengucapan konsonan dengan kombinasi Konsonan
Vocal: KV;
• VCV; VK (Posisi: Awal-Pertengahan-Akhir). Aktifitas yang dapat diberikan antara lain dengan
menirukan atau Menggunakan kartu suku kata;
• Kata: Latihan pengucapan konsonan untuk tingkat kata (Posisi: Awal-Pertengahan-Akhir).
Aktifitas yang dapat diberikan antara lain dengan menamakan benda atau gambar sesuai dengan
konsonan yang mengalami kesulitan. Misalnya: /r/ awal: rumah, rambut, robot, roti, dan lainnya;
• Kalimat: Latihan menggunakan konsonan yang mengalami kesulitan dalam kalimat atau bacaan
(bila anak sudah dapat membaca). Misalnya: konsonan /r/: ruri memberi ira sebutir beras.
• Tentunya untuk latihan pemakaian secara fungsional atau sehari-hari dalam berbicara (carry
over).

2. Untuk Articulatory Apraxia


Latihan yang dapat diberikan antara lain: Proprioceptive Neuromuscular Facilitation,
Articulatory Diagrams, Reauditorization dan lain-lain.

3. Bahasa & Bicara (Reseptif & Eksprosif):


Bahasa dibagi menjadi dua bagian yang disebut reseptif/ pemahaman dan ekspretif atau
pengungkapan secara verbal. Bahasa reseptif (pemahaman) misalnya dengan menanyakan “mana
hidung?” atau konsep dasar lainnya sesuai dengan usia anak.
Kemampuan ekspretif (berkata) misalnya dengan menanyakan “ini apa?” dan anak menjawab
pertanyaan sesuai dengan usia.
5. Pendengaran
Walaupun secara profesional adalah wewenang dari ahli THT atau audiologist, guru/pendidik
melihatnya dari sisi dimana gangguan pendengaran berdampak pada perkembangan
berkomunikasi dan perkembangan akademis. Dapatkan Evaluasi formal untuk Pendengaran dari
dokter terkait.
Bila anak berada dalam masa perkembangan maka sebaiknya sebelum terapi dimulai maka
secara formal telah dievaluasi untuk mengetahui bahwa tidak ada masalah dari sisi pendengaran.
Hal ini dikarenakan adanya beberapa suara/ konsonan yang pengucapannya berada pada decibel
dan frekuensi yang terdengar rendah.
Bantun dan Terapi yang dapat diberikan:
a. Alat bantu ataupun lainnya yang bersifat medis akan di rujuk pada dokter yang terkait;
b. Terapi; penggunaan sensori lainnya untuk membantu komunikasi;

You might also like