You are on page 1of 15

A.

DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam
tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
juga gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan
absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender
dan ulkusadalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan
salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer,
(Andyagreeni, 2010).

B. KLASIFIKASI TIPE DM
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI (2006) adalah sesuai dengan klasifikasi
DM oleh American Diabetes Association (ADA). Klasifikasi etiologi DM:
1. DM Tipe 1 (destruksi sel beta, biasanya menjurus ke defisiensi insulin absolut )
2. DM Tipe 2 (berawal dari resistensi insulin yang predominan dengan defisiensi
insulin relatif menuju ke defek sekresi insulin yang predominan dengan resistensi
insulin)
3. Diabetes Mellitus
C. ETIOLOGI
Pnyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak
tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.
DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor
yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal
antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa
normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut juga
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang
dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
D. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5
cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram.
Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh
baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian
badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpadengan
bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari
lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong, 2001).
2. Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
a. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit.
b. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-
sama membentuk organ endokrin yang
mensekresikan insulin. Pulau langerhansmanusia mengandung tiga jenis sel
utama,yaitu :
1) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ;
memproduksi glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon
yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
2) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
3) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang
menghambat pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong, 2001).
Anatomi Pankreas

3. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis
dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar
melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini
kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai
gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica
lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan
normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam
beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau
hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat penting pada metabolisme
karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang
adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim
fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka
glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh
hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari
keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain :
a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.
Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan
cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
2) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu
mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat
pengaruh insulin.
E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-
sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan
asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal,
mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh
darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan
terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut
makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar
dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed
space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
Pathway Diabetes Melitus (DM)

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis,
daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba
pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Klasifikasi :
gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
a. Derajat 0 :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
DIABETES MELITUS (DM)

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
 Grade 0 : tidak ada luka
 Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
 Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
 Grade III : terjadi abses
 Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
 Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
3. Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/jaringan yg
Yg terjadi Komplikasi
terkena

Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & Sirkulasi yg jelek menyebabkan


menyumbat arteri berukuran penyembuhan luka yg jelek
besar atau sedang di jantung, & bisa menyebabkan
otak, tungkai & penis. penyakit jantung, stroke,
Dinding pembuluh darah gangren kaki & tangan,
kecil mengalami kerusakan impoten & infeksi
sehingga pembuluh tidak
dapat mentransfer oksigen
secara normal & mengalami
kebocoran

Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh Gangguan penglihatan & pada


darah kecil retina akhirnya bisa terjadi
kebutaan

Ginjal  Penebalan pembuluh darah Fungsi ginjal yg buruk


ginjal Gagal ginjal
 Protein bocor ke dalam air
kemih
 Darah tidak disaring secara
normal

Saraf Kerusakan saraf karena glukosa Kelemahan tungkai yg


tidak dimetabolisir secara terjadi secara tiba-tiba atau
normal & karena aliran darah secara perlahan
berkurang Berkurangnya rasa,
kesemutan & nyeri di tangan
& kaki
Kerusakan saraf menahun

Sistem saraf otonom Kerusakan pada saraf yg Tekanan darah yg naik-


mengendalikan tekanan turun
darah & saluran pencernaan Kesulitan menelan &
perubahan fungsi pencernaan
disertai serangan diare

Kulit Berkurangnya aliran darah ke Luka, infeksi dalam (ulkus


kulit & hilangnya rasa yg diabetikum)
menyebabkan cedera Penyembuhan luka yg jelek
berulang

Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama
infeksi saluran kemih & kulit

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih
tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai
GOD.
3. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat
tidak terdeteksi
4. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL,
LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)

I. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Obat
 Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
 Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
1) Menghambat absorpsi karbohidrat
2) Menghambat glukoneogenesis di hati
3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
 DM tipe I
 DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
 DM kehamilan
 DM dan gangguan faal hati yang berat
 DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
 DM dan TBC paru akut
 DM dan koma lain pada DM
 DM operasi
Insulin diperlukan pada keadaan :
 Penurunan berat badan yang cepat.
 Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
 Ketoasidosis diabetik.
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan
antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkusdengan
larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium
permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi
yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka
amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001:
1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Melitus adalah
menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka
panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa
komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa
darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan
pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu
menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
 Pendidikan kesehatan perawatan kaki
1) Hiegene kaki:
a) Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan,
jangan digosok
b) Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan
gesekan yang berlebih
c) Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
d) Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
e) Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
f) Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki
direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan
handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2) Alas kaki yang tepat
3) Mencegah trauma kaki
4) Berhenti merokok
5) Segera bertindak jika ada masalah
6) Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan
berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12
gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada
penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu
dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi
atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar.
Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat
membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga
kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien
secara total.
7) Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi
weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang
tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur,
tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi
tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi
terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang
sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
8) Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan
pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
 Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
 Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online] cited 12
Februari 2012], avaible from URL: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-
keperawatan-diabetes-mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/

Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga

You might also like