Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pertanyaan tentang kebijakan adalah pertanyaan sepanjang masa karena kebijakan tetap
ada dan terus ada sepanjang masih ada negara yang mengatur kehidupan bersama.
Beberapa ciri dari negara yaitu merdeka atau mempunyai kedaulatan, mempunyai
wilayah, rakyat dan pemerintahan. Serta satu hal lagi yaitu pengakuan dari dunia
Kehidupan bersama yang kita batasi sebagai negara secara absolut mengatur apa dan
siapa yang ada didalamnya dan secara relatif mereka yang menjadi bagian dari negara
tetapi tidak berada di dalam negara dan mereka yang berhubungan dengan negara
tersebut.
Sebuah kehidupan bersama harus diatur. Tujuannya adalah supaya satu dengan yang
lainnya tidak saling merugikan. Aturan tersebut yang secara sederhana kita pahami
sebagai kebijakan.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami konsep
2. Tujuan Khusus
a. Pengertian Kebijakan
1
d. Masalah Utama dalam Bidang Kesehatan
e. Isu Kebijakan
f. Siklus Kebijakan
C. MANFAAT
Penulisan makalah ini menghasilkan manfaat bagi mahasiswa yaitu sebagai berikut.
2. Meningkatkan minat baca serta mencari referensi sebagai dasar pembuatan makalah.
3. Melatih kerjasama tim dalam menyusun dan melatih keterampilan menulis serta
pembuatan makalah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan merupakan terjemahan dari kata ―policy‖ berasal dari bahasa inggris yang
business, or individual” yaitu suatu prinsip tindakan yang diajukan oleh pemerintah,
dapat sederhana atau kompleks, umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas,
Sementara Menurut James E. Anderson (1978) kebijakan adalah perilaku dari aktor
(pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang
kegiatan tertentu.
Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa kebijakan dapat berasal dari seorang
pelaku atau sekelompok pelaku yang berisi serangkaian tindakan yang mempunyai
tujuan tertentu. Kebijakan ini diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau
Kebijakan dan politik tidak dapat dipisahkan. Pengambilan keputusan mengenai tujuan
dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan
skala prioritas. Untuk melaksanakan tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan publik
James E. Anderson secara lebih jelas menyatakan bahwa yang dimaksud kebijakan
3
mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan, (2)
pemerintah, (3) bahwa kebijakan merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah, (4) bahwa kebijakan bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa
bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam
arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, (5) bahwa
bahwa kebijakan publik selalu terkait dengan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
oleh pemerintah.
Pernyataan bahwa kebijakan publik terkait dengan pemerintah tidak hanya disampaikan
governments choose to do or not to do‖ (kebijakan sebagai apa yang dinyatakan dan
dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah). Kebijakan itu dapat berupa sasaran atau
tujuan dari program-program pemerintah. Penetapan kebijakan tersebut dapat secara jelas
pemerintah.
Minyak Arab Saudi‖, atau ―Kebijakan Pertanian Eropa Barat‖. Menurutnya, istilah
kebijakan dapat juga digunakan untuk istilah yang lebih spesifik dalam arti tidak hanya
dilekatkan untuk penggunaan dalam lingkup makro (baca: negara). Contoh yang
4
Pengertian lain mengenai kebijakan dikemukakan oleh M. Irfan Islamy. Ia memberikan
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau
Kebijakan publik yang dikemukakan oleh Irfan Islamy ini mencakup tindakan-tindakan
yang ditetapkan pemerintah. Kebijakan ini tidak cukup hanya ditetapkan tetapi
dilaksanakan dalam bentuk nyata. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut
juga harus dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu. Terakhir, pengertian Irfan
Islamy meniscayakan adanya kepentingan bagi seluruh masyarakat yang harus dipenuhi
James Anderson menyatakan adanya keharusan untuk membedakan antara apa yang
ingin dilaksanakan pemerintah dengan apa yang sebenarnya mereka lakukan di lapangan.
Hal ini menjadi penting karena kebijakan bukan hanya sebuah keputusan sederhana
untuk memutuskan sesuatu dalam suatu momen tertentu, namun kebijakan harus dilihat
sebagai sebuah proses. Untuk itulah pengertian kebijakan sebagai suatu arah tindakan
dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori.
oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi
5
adalah pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi kebijakan publik. Hasil-
hasil kebijakan lebih merujuk pada manifestasi nyata dari kebijakan, yaitu hal-hal yang
masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau
Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada
tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas
publik.Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat
olehotoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang
banyak,umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat
di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara
modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan
oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak.
publik dengan hak untuk menarik pajak dan retribusi; dan pada sisi lain
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan
serangkaian tindakan yang menjadi keputusan pemerintah untuk melakukan atau tidak
masyarakat.
6
B. UNSUR-UNSUR DALAM KEBIJAKAN PUBLIK
Kebijakan publik merupakan suatu sistem ilmu yang terdiri dari subsistem, dan dalam
kebijakan publik terdapat dua (2) perspektif, yaitu perspektif proses kebijakan dan
sedangkan pada perspektif struktur, terdapat lima (5) unsure kebijakan, sebagai berikut :
1. Tujuan kebijakan
Kebijakan yang baik harus mempunyai tujuan yang baik. Tujuan yang baik tersebut
c. Jelas (clear)
2. Masalah
Masalah merupakan unsur yang sangat penting dalam kebijakan. Kesalahan dalam
menentukan masalah secara tepat dapat menimbulkan kegagalan total dalam seluruh
proses kebijakan. Jadi kalau suatu masalah telah dapat diidentifikasi secara tepat,
maka ini berarti sebagian pekerjaan dapat dianggap dikuasai. Sebab, apabila keliru
gejala sebagai masalah. Sebagai contoh, kekeliruan mendiagnosa sakit panas pada
tubuh pasien antara orang awam dengan dokter. Demikian juga kekeliruan dalam
3. Tuntutan (demand)
Secara umum sudah diketahui, bahwa partisipasi merupakan indikasi dari masyarakat
maju. Partisipasi itu dapat berbentuk dukungan, tunttan dan tantangan atau kritik.
7
Seperti halnya prtisipasi pada umumnya, tuntutan dapat bersifat moderat atau radikal.
pemerintah dalam menggapai tuntutan itu. Tuntutan terjadi karena salah satu dari 2
b. Karena munculnya kebutuhan baru setelah tujuan tercapai atau suatu masalah
terpecahkan.
4. Dampak (Impact)
Dalam ekonomi, dampak ganda disebut multiplier effect. Misalnya kebijakan dalam
atau pembangunan dan sebagainya. Tindakan kebijakan itu membawa pengaruh pada
Multiplier effect juga dapat terjadi pada bidang social dan politik baik positif maupun
negative. Setiap kebijakan yang bersifat positif ataupun negative dapat berdampak
dan perubahan kebijakan itu sendiri. Misalnya menghapus becak dan rumah gubuk di
8
1. Nilai Kebijakan (Policy Value)
Setiap kebijakan selalu mengandung nilai tertentu dan juga bertujuan untuk
menciptakan tatanilai baru atau norma baru dalam organisasi. Seringkali nilai yang
ada di masyarakat atau anggota organisasi berbeda dengan nilai yang ada di
pemerintah. Oleh karena itu perlu partisipasi dan komunikasi yang intens pada saat
merumuskan kebijakan.
Proses penetapan kebijakan sebenarnya adalah sebuah proses yang siklis dan bersifat
Ketiga tahap atau proses dalam siklus tersebut saling berhubungan dan saling
tergantung, kompleks serta tidak linear, yang ketiganya disebut sebagai Policy
Analysis.
Pada setiap tahap siklus kebijakan perlu disertai dengan penerapan pendekatan
yang sama dengan tahap formulasi. Pemilihan pendekatan yang digunakan sangat
9
C. KRITERIA KEBIJAKAN PUBLIK
Dalam mengambil suatu kebijakan, ada beberapa pilihan yang harus dipertimbangkan
agar kebijakan itu ada manfaatnya atau mendapat respons positif dari masyarakat luas.
Dalam mengambil kebijakan publik ada 6 (enam) kriteria yang harus diperhatikan,
sebagai berikut :
dicapai dengan suatu alternatif kebijakan dapat menghasilkan tujuan akhir yang
2. Efficiency (efisiensi), yang selalu menjadi tolok ukur adalah bidang keuangan.
Misalnya dalam mengukur biaya per unit seperti besarnya biaya per meter bujur
sangkar sebuah bangunan, besarnya biaya per kubik air dalam suatu irigasi dan lain-
3. Adequacy (cukup), yaitu kriteria yang berkaitan dengan variasi antarsumberdaya dan
d Pencapaian salah satu diantara banyak sasaran dengan biaya yang dapat berubah
dengan penyebaran atau pembagian hasil dan ongkos atau pengorbanan diantara
10
5. Responsiveness (terjawab), strategi kebijakan dapat memenuhi kebutuhan suatu
atau ada kriteria yang cocok tapi tidak untuk kriteria lain tetapi akhirnya harus
kebijakan menaikkan BBM secara adil tidak terakomodasi tetapi dari sudut efficiency
sangat bermanfaat.
Kebijakan secara umum dapat dibedakan dalam tiga tingkatan : kebijakan umum,
1. Kebijakan umum
pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun bersifat negatif yang meliputi
keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. Suatu hal yang perlu diingat
adalah pengertian umum di sini bersifat relatif. Maksudnya, untuk wilayah negara,
sebagainya. Sementara untuk suatu provinsi, selain dari peraturan dan kebijakan
yang di ambil pada tingkat pusat juga ada keputusan gubernur atau peraturan daerah
Agar suatu kebijakan umum dapat menjadi pedoman bagi tingkatan kebijakan di
11
a. Cakupan kebijakan itu meliputi keseluruhan wawasannya. Artinya, kebijakan itu
tidak hanya meliputi dan ditujukan pada aspek tertentu atau sektor tertentu.
b. Tidak berjangka pendek. Masa berlakunya atau tujuan yang ingin dicapai dengan
kebijakan tersebut berada dalam jangka panjang ataupun tidak mempunyai batas
waktu tertentu. Karena itu tujuan yang digambarkan sebagai kebijakan sering kali
dianggap orang tidak jelas. Istilah ―tidak jelas‖ ini tidak tepat. Tujuan jangka
umum. Keadaan ini hampir dapat disamakan dengan penglihatan kita bila melihat
seorang wanita cantik dari jarak dua kilometer. Sosoknya tidak akan terlihat
keseluruhan. Gambarannya jelas berada dari penglihatan dalam jarak lima puluh
meter. Bahkan dapat dikatakan aneh kalau dalam jarak dua kilometer dia terlihat
dengan jelas. Dengan kata lain, dalam suatu kebijakan umum tidak tepat untuk
pengertian umum, pengertian operasional atau teknis juga bersifat relatif. Sesuatu
yang dianggap umum untuk tingkat kabupaten mungkin dianggap teknis atau
tingkat nasional. Namun, sekalipun suatu kebijakan bersifat umum, tidak berarti
kompleks dan dinamis kebijakan tersebut. Hal ini disebabkan karena pada tingkat
kebijakan umum banyak aspek yang terlibat, banyak dimensi ilmu yang
12
diperlukan untuk menganalisisnya dan banyak pihak yang terkait. Sebaliknya
2. Kebijakan pelaksanaan
dari kebijakan pelaksanaan. Untuk tingkat provinsi, keputusan bupati atau keputusan
seorang kepala dinas yang menjabarkan keputusan gubernur atau peraturan daerah
3. Kebijakan teknis
pelaksanaan itu. Secara umum dapat disebutkan bahwa kebijakan umum adalah
dan kebijakan teknis adalah kebijakan tingkat ke tiga atau yang terbawah.
sebagai berikut:
1. Lingkup nasional
a. Kebijakan nasional
DPR.
13
berbentuk: UUD, Ketetapan MPR, Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah
b. Kebijakan umum
c. Kebijakan pelaksanaan
a. Kebijakan umum
Tangga Daerah.
Kabupaten/Kota.
14
b. Kebijakan pelaksanaan
pelaksanaan PERDA;
Gubernur/Bupati/Walikota.
1. Tingkat Makro
pemimpin pemerintah daerah pada umumnya dalam lingkup untuk kebijakan publik.
15
Partisipan di area kebijakan makro termasuk presiden, eksekutif, legislatif, media
adalah:
Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
undang-undang.
Keputusan Presiden: bersifat mengatur dibuat oleh Presiden untuk menjalankan fungsi
2. Tingkat messo
Kebijakan Meso biasanya berfokus pada kebijakan tertentu atau area fungsional,
dan sungai, atau pemberian hak paten. Biasanya mencakup sarana oleh swasta
maupun pemerintah pada tingkat setempat. Target pelaksanaan dari kebijakan meso
16
dukungan dalam lingkungan bisnis dan untuk mengubah bentuk struktural suatu
otonomi daerah. Terbentuknya kebijakan Meso ini disebabkan tidak semua orang
peduli terhadap kebijakan publik yang telah ada, banyak masyarakat yang hanya
tertarik pada satu bidang saja misalnya pejabat atau warga negara yang benar-benar
tertarik dalam kebijakan pelayaran maritim mungkin memiliki minat yang kecil atau
Contoh dari Kebijakan Meso dalam bidang kesehatan adalah Peraturan Daerah Kota
Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas
Merokok. Contoh di atas membuktikan bahwa Kebijakan Meso pada suatu daerah
3. Tingkat mikro
Kebijakan mikro lebih melibatkan upaya yang dilakukan oleh individu tertentu, suatu
keuntungan bagi pihak mereka sendiri. Kebijakan mikro yang menjadi kompetensi
pada umumnya pelaku bisnis swasta, biasanya mencakup strategi untuk peningkatan
atau undang-undang pribadi tanpa campur tangan dari pemerintah. Suatu perusahaan
ingin keputusan yang menguntungkan bagi perusahaanya sendiri, bagi beberapa pihak
dalam kebijakn mikro ini, tindakan dan keputusan pemerintah tidak begitu
Mayarakat tentang Tatacara berpakaian yang sopan tidak etat dan bersepatu dalam
17
lingkup fakultas. Hal ini dikategorikan sebagai Kebijakan Mikro karena peraturan
Menurut Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn, terdapat sepuluh macam peran
kebijakan, yaitu:
1. Policy as a Label for a Feld of Activity (Kebijakan sebagai Sebuah Label atau
Penggunaan istilah kebijakan paling sering kita jumpai adalah dalam konteks
pemerintah., kebijakan social (social policy) pemerintan atau kebijakan luar negri
(foreign policy) pemerintah. Dalam lingkup label yang masih umumini kita masih
dapat menemukan hal-hal lebih spesifik yang mengacu kepada kabijakan pemerintah
perkotaan, kebijakan penigkatan ekspor non migas dan kebijakan privatisasi badan
Dalam lingkup kebijakan social, misalnya ada kebijakan memberikan vaksin polio
secara gratis bagi ribuan anak dari kelangan keluarga miskin, pemberian beras untuk
keluarga miskin (raskin) atau kebijakan pemberian kredit murah untuk perumahan
Konsep lain yang meski lebih abstrak sifatnya, namun bermanfaat adalah yang
disebut ruang kebijakan (policy space). Konsep ini dapat kita pergunakan untuk
18
padat sepanjang tahun, yang ditandai dengan semakin gencarnya campur tangan
terlibat didalamnya. Sebaliknya, konsep itu juga dapat kita pakai untuk
menggambarkan betapa pada ruang kebijakan tertentu masih relative kosong dari
yang Dikehendaki)
keadaan umum yang diharapkan dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu.
seperti itu jelas belum ―membumi‖ atau belum operasional dan dalam banyak hal ia
tertentu (spesifik), baik yang dilontarkan oleh mereka yang berada diluar struktur
19
kebinet agar dilaksanakan oleh pemerintah. Usulan-usulan tersebut biasanya
Pemerintah)
Suatu keputusan pemerintah harus mendapat pengesahan agar dapat menjadi suatu
kebijakan publik. Peluang bagi setiap keputusan pemerintah apakah pada akhirnya
akan mendapat pengesahan dari parlemen (DPR), atau sebaliknya ditolak, sedikit
banyak akan ditentukan oleh mekanisme dan corak struktur politik yang berlaku di
Pengesahan Formal)
Apabila pada suatu saat seorang menteri menyatakan bahwa pemerintah telah
biasanya diacu olehnya adalah adanya undang-undang yang telah disahkan oleh DPR
atau adanya seperangkat peraturan pemerintah (PP) yang memungkinkan agar suatu
tindakan tertentu dapat dilaksanakan. Sering pula dikatakan oleh para pejabat
pemerintah setingkat direktur jendral (Dirjen) atau sekretaris jendral (Sekjen) jika
diimplementasikan.
Program pada umumnya adalah suatu lingkup kegiatan pemerintah yang relatif
khusus dan cukup jelas batas-batasnya. Dalam konteks program itu sendiri biasanya
20
pengorganisasian danpengerahan atau penyediaan sumber-sumber daya yang
diperlukan.
Sebagai keluaran, maka kebijakan itu dilihat dari apa yang senyatanya dihasilkan atau
diberikan oleh pemerintah, sebagai kebalikan dari apa yang secara verbal telah
dijanjikan atau telah disahkan lewat undang-undang. Keluaran itu bentuknya macam-
pelayanan kepada publik berupa barang (air bersih atau beras untuk orang miskin)
keluaran-keluaran itu dapat saja berbeda antara kebijakan yang satu dnegan yang
lainnya.
Cara akhir untuk memahami makna kebijakan adalah dengan melihatnya dari sudut
hasil akhirnya, yaitu dari apa yang senyatanya telah dicapai. Meski penting, dalam
praktik upaya untuk menarik garis pembeda antara keluaran-keluaran kebijakan dan
mudah. Patut dicatat, bahwa cara memahami kebijakan dari sudut hasil akhir itu akan
dapat dilakukan oleh pemerintah dan akibat yang ditimbulkan. Asumsi-asumsi ini
memang jarang dikemukakan secara terus terang atau eksplisit. Namun, kebijakan
21
publik itu pada umumnya memuat suatu teori atau model tertentu yang manyiratkan
Jika konsep kebijakan publik kita pandang sebagai proses, yakni sebagai proses
politik, maka oleh sebagian pakar adakalanya hal tersebut dipersepsikan sebagai
sebuah siklus.disini pusat perhatian akan diberikan kepada tahap-tahap yang ada pada
siklus tersebut. Dilihat sebagai sebuah siklus, maka pembuatan kebijakan (public
policy making) akan bermula dari adanya isu-isu tertentu yang dianggap oleh
diimplementasikan oleh institusi atau personel terkait, dievaluasi, diubah dan pada
1. Mencapai beberapa tujuan luas yang mempengaruhi segmen besar warga suatu
Kebijakan publik akan mengatur segala kepentingan yang berpengaruh pada aktivitas
manusia yang dipandang perlu untuk diatur dan diintervensi oleh pemerintah atau
aturan sosial. Segmen besar yang dimaksud adalah berbagai bidang, seperti sosial,
Misal Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa
22
Kebijakan ini berfungsi selain untuk mengatasi masalah ekonomi karena
melonjakkan harga minyak dunia, juga berfungsi untuk menstabilkan dan menjaga
sumberdaya alam yang dimiliki oleh negara Indonesia yang sekarang ini telah
menipis.
Misal ketersediaan udara bersih, air bersih, kesehatan yang baik, ekonomi yang
inovatif, perdagangan yang aktif, pencapaian pendidikan yang tinggi, rumah yang
layak, kemiskinan yang rendah, tingkat kriminal yang rendah, dan lainnya.
yang kompetitif.
bertujuan untuk menjawab isu publik mengenai tingginya tingkat kematian ibu akibat
pelayanan proses persalinan yang buruk. Diharapkan pelaksanaan kebijakan ini dapat
tinggi.
faktor yang kondisional. Dalam hal ini penulis mengambil contoh program Jampersal
23
sebagai salah satu kebijakan kesehatan dan menganalisis masalah dalam
implementasinya.
Jampersal diluncurkan pada bulan Januari 2011 oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya
terobosan untuk mengurangi tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Balita dan Anak (AKBA) di Indonesia yang masih jauh dari target pencapaian MDGs
Kemenkes menggambarkan tingginya AKI dan AKB adalah akibat dari faktor resiko
keputusan)
Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan pada kelompok sasaran miskin (Kuintil 1) baru mencapai 63,9%, jauh dari
sisanya di rumah dan tempat lain. Di antara yang melahirkan di rumah, masih terdapat
40,2% yang ditolong oleh non nakes. Hal ini disebabkan oleh kesulitan akses ke fasilitas
kesehatan dan tenaga kesehatan bagi ibu dan melahirkan baik karena hambatan geografis
maupun keuangan, dan perawatan saat melahirkan dan sesaat setelah melahirkan, dimana
Turunnya angka prevalensi penggunaan alat kontrasepsi pada masa setelah Orde Baru
Dengan kebijakan yang inkremental saja, Indonesia akan kesulitan mencapai target-
24
target tersebut, sehingga dibutuhkan kebijakan yang sifatnya lebih merupakan suatu
Indonesia. Oleh karena itulah Kementerian Kesehatan RI pada bulan Januari 2011
Secara umum, Jampersal bertujuan untuk menjamin akses pelayanan persalinan yang
dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB. Sedangkan
b. KB pasca persalinan.
c. penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir dan KB pasca
akuntabel.
namun bersifat universal, pada semua kelompok pendapatan dan tidak hanya mencakup
masyarakat miskin saja. Jampersal juga bersifat portable, yaitu tidak hanya berlaku di
wilayah tertentu saja, dan berjenjang (pusat, provinsi, kabupaten/kota), yang merupakan
bagian integral dari Jamkesmas dan dikelola mengikuti tata kelola Jamkesmas.
25
SEKILAS IMPLEMENTASI JAMPERSAL DI INDONESIA
Walaupun banyak pihak mengakui bahwa program Jampersal ini adalah program yang
bertujuan sangat baik, namun karena baru diluncurkan pada awal tahun 2011, masih
belum banyak yang memahami aturan mainnya. Dari beberapa banyak pemantauan
sakit swasta dan bidan praktek swasta. Beberapa hal sudah diperbaiki dalam Juknis baru
yang terbit pada Desember 2011 menggantikan Juknis sebelumnya pada Maret 2011,
dimana ada kenaikan dana pusat dari Rp 1,2 triliun menjadi 1,6 trilyun sehingga
membantu menaikkan biaya persalinan normal dari Rp 350.000 menjadi Rp 500.000 dan
Juknis dan dana yang terlambat turun ke daerah, adalah hambatan yang terjadi
seyogyanya dimulai pada bulan April 2011, namun di banyak daerah baru dimulai
beberapa bulan sesudahnya. Di Jombang, Jawa Timur misalnya, program baru dimulai
bulan Juni 2011 dan dana baru diturunkan Rp 1 miliar dari Rp 3,5 miliar yang
dianggarkan. DI Bantul, baru dimulai pada bulan Juli 2011, sedangkan di Bengkulu baru
Karena besaran tanggungan yang kurang, masih memerlukan dana talangan dari
Pemda, atau bahkan di bawah jumlah yang ditanggung Pemda. Pada periode
pertama peluncuran Jampersal misalnya, Pemda Jatim membuat statement bahwa mereka
akan menalangi kekurangan biaya dari dana Jampersal, sedangkan para bidan di wilayah
26
Bantul mengatakan bahwa besaran dana yang ditanggung Pemda lebih besar dari yang
ditanggung Jampersal, terutama tahun 2011 yang masih sebesar Rp 350.000 dibanding
Proses pelaksanaan dan pengajuan klaim yang rumit. Ini dikhawatirkan terutama
oleh para bidan dan rumah sakit swasta yang menilai kerumitan ini serupa dengan
kerumitan yang mereka alami ketika akan mengklaim biaya pelayanan Jamkesmas,
padahal mereka harus menggaji karyawan dan membeli obat-obatan penunjang dengan
segera.
Kota Pontianak misalnya, sebagai Puskesmas PONED Poned (Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Dasar), jumlah kunjungan meningkat tiga kali lipat dari rata-rata 20-
25 persalinan per bulan menjadi 58 orang, per hari mencapai 2-3 orang. Namun
adanya aturan bahwa persalinan dengan kesulitan, jika ditanggung oleh Jampersal, harus
dilakukan pada fasilitas pelayanan lanjutan, yaitu di rumah sakit (RS). Akibatnya,
Mergangsang, Bantul.
portabilitas, dan merasa terlalu rumit untuk mengakses Jampersal. Masyarakat paling
miskin yang tidak memiliki identitas tetap sulit mengakses karena tidak mempunyai KTP
atau sulit mendapatkan Surat Keterangan, hambatan yang sama yang mereka hadapi
27
Penyerapan anggaran Jampersal masih sangat rendah, yang juga adalah akibat
sosialisasi yang kurang. Contohnya di Medan, pada tahun pertama pelaksanaan, hanya
Rp 106 juta dari Rp 9,3 milyar alokasi anggaran yang terserap, di Tangerang Selatan, 21
persen, dan di Bintan 14 persen. Di Banyuwangi, bahkan hanya sekitar 3 persen dari
anggaran yang dialokasikan untuk Jampersal yang terserap, begitu juga di Batam dan di
Alternatif Kebijakan
Alternatif kebijakan yang bisa digunakan untuk menurunkan AKI da AKB yakni dengan
pelatihan kepada dukun-dukun beranak di daerah pedesaan, akan tetapi hal ini kurang
begitu berpengaruh karena keselamatan ibu dan bayi masih belum terjamin walaupun
ditangan dukun yang terlatih. Alternatif lainnya guna menurunkan AKI dan AKB adalah
dengan membatasi jumlah anak yang dimiliki dalam satu keluarga, dengan jumlah anak
yang sedikit maka jumlah kelahiran pun akan berkurang sehingga berdampak pada
penurunan AKI dan AKB, sebenarnya pembatasan anak ini masuk dalam domain
keluarga berencana (KB), tetapi kenyataannya program KB ini masih dalam proses perlu
adalah kombinasi yang bagus dan saling menunjang untuk menurunkan AKI dan AKB.
Berkaitan dengan adanya kebijakan Jampersal yang diikuti dengan program Keluarga
sebagai salah satu komponen yang rnenjadi perhatian untuk mempercepat pencapaian
target MDG's. Dalam hal ini BKKBN akan menjamin terpenuhinya alat, obat,
kontrasepsi dan sarana pendukung program keluarga berencana yang diperlukan untuk
28
kelancaran penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi pasca persalinan dan pasca
keguguran.
daiam Jampersal adalah Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang terdiri dari
pelayanan Medis Operatif Wanita (MOW), Medis Operatif Pria (MOP), alat kontrasepsi
kondom, ir"nplan,suntikan, pil dan pemasangan IUD. Salah satu program KB yang
disarankan untuk Jampersal adalah metode kontrasepsi jangka panjang yaitu pemasangan
IUD.
Namun sayangnya, tidak semua peserta yang menjalankan program Jampersal mengikuti
45 persen dari peserta yang mengikuti Jampersal. Hal itu dikarenakan kurangnya
informasi dan rnotivasi yang diberikan oleh provider untuk menyarankan peserta
Jampersal untuk mengikuti program KB. Bahkan ada bidan yang hanya melayani
dengan program KB kepada peserta Jampersal setelah proses persalinan yaitu karena
adanya persoalan individual, keterampilan yang belum memadai dan kurang percaya diri
dalam pemasangan alat KB. Untuk itu dilakukanlah motiasi kepada provider agar mereka
Selain itu juga adanya pemikiran para ibu yang menganggap bahwa dengan rnenjalankan
anak kembali. Padahal tujuannya adalah untuk merencanakan keluarga bukan untuk
membatasi keluarga. Dimana perencanaan ini bertujuan agar ibu tidak melahirkan secara
29
rnenjadi tidak sehat, mengalami ane-mia,perdarahan dan pada akhirnya bisa
Untuk tahun depan, Dr. Sugiri menargetkan peserta yang rnengikuti program Jampersal
Konteks mengacu ke faktor sistematis – politk, ekonomi dan social, national dan
internasional – yang mungkin memiliki pengaruh pada kebijakan kesehatan. Ada banyak
cara untuk mengelompokkan fakto‐faktor tersebut, tetapi Leichter (1979) memaparkan
cara yang cukup bermanfaat:
1. Faktor situasional, merupakan kondisi yang tidak permanen atau khusus yang dapat
berdampak pada kebijakan (contoh: perang, kekeringan). Hal‐hal tersebut sering
dikenal sebagai ‗focusing event‘ (lihat Bab 4). Event ini bersifat satu kejadian saja,
seperti: terjadinyagempa yang menyebabkan perubahan dalam aturan bangunan
rumah sakit, atau terlalu lama perhatian publik akan suatu masalah baru. Contoh:
terjadinya wabah HIV/AIDS (yang menyita waktu lama untuk diakui sebagai wabah
internasional) memicu ditemukannya pengobatan baru dan kebijakan pengawasan
pada TBC karena adanya kaitan diantara kedua penyakit tersebut – orang‐orang
pengidap HIV positif lebih rentan terhadap berbagai penyakit, dan TBC dapat dipicu
oleh HIV.
2. Faktor struktural, merupakan bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah.
Faktor ini meliputi sistem politik, mencakup pula keterbukaan sistem tersebut dan
keputusan kebijakan; faktorstruktural meliputi pula jenis ekonomi dan dasar untuk
tenaga kerja. Contoh, pada saat gaji perawat rendah, atau terlalu sedikit pekerjaan
30
yang tersedia untuk tenaga yang sudah terlatih, negara tersebut dapat mengalami
perpindahan tenaga professional ini ke sektor di masyarakat yang masih kekurangan.
Faktor struktural lain yang akan mempengaruhi kebijakan kesehatan suatu
masyarakat adalah kondisi demografi atau kemajuan teknologi. Contoh, negara
dengan populasi lansia yang tinggi memiliki lebih banyak rumah sakit dan obat‐
obatan bagi para lansianya, karena kebutuhan mereka akan meningkat seiring
bertambahnya usia. Perubahan teknologi menambah jumlah wanita melahirkan
dengan sesar dibanyak negara. Diantara alasan‐alasan tersebut terdapat peningkatan
ketergantungan profesi kepada teknologi maju yang menyebabkan keengganan para
dokter dan bidan untuk mengambil resiko dan ketakutan akan adanya tuntutan. Dan
tentu saja, kekayaan nasional suatu negara akan berpengaruh kuat tehadap jenis
layanan kesehatan yang dapat diupayakan.
31
kebijakan di Amerika dan negara lain, dimana LSM layanan kesehatan reproduksi
sangat dibatasi atau dana dari pemerintah Amerika dikurangi apabila mereka gagal
perbatasan.
Seluruh faktor tersebut merupakan faktor yang kompleks, dan tergantung pada waktu dan
tempat. Contoh, pada abad 19, Inggris mengeluarkan kebijakan kesehatan mengenai
penyakit menular seksual diseluruh Kerajaan Inggris Raya. Berdasar asumsi kolonial
yang dominan, meskipun melihat bagaimana suku dan jenis kelamin diterapkan dalam
masyarakat Inggris, tetap mempertimbangkan kebijakan yang mencerminkan prasangka
dan asumsi kekuasaan penjajah, daripada kebijakan yang sesuai dengan budaya setempat.
Levine (2003) menggambarkan keadaan di India, pekerja seks wanita harus
mendaftarkan diri kepada pihak kepolisian sebagai pekerja prostitusi, suatu kebijakan
yang didasarkan pada kepercayaan Inggris bahwa prostitusi tidak membawa tabu atau
stigma tertentu di India. Kepolisian kolonial yang mengurusi prostitusi mengharuskan
rumah‐rumah pelacuran untuk mendaftar kepada pihak berwenang setempat. Asumsi
32
bahwa pemilik rumah pelacuran kejam dan tidak mengakui kebebasan para pekerjanya
mereka. Di Inggris sendiri, rumah pelacuran illegal dan kebijakan mengenai pekerja seks
wanita yang ada adalah yang khusus mengurusi mereka ―yang berkeliaran di jalan‖.
Memahami hubungan antara kebijakan kesehatan dan kesehatan itu sendiri menjadi
kesehatan utama yang terjadi saat ini : meningkatnya obesitas, wabah HIV/AIDS,
Kebijakan kesehatan memberi arahan dalam pemilihan teknologi kesehatan yang akan
dikembangkan dan digunakan, mengelola dan membiayai layanan kesehatan, atau jenis
G. ISU PUBLIK
Isu kebijakan publik sangat penting dibahas untuk membedakan istilah yang dipahami
awam dalam perbincangan sehari-hari yang sering diartika sebagai ‖kabar burung‖. Isu
dalam sebuah kebijakan sarat memiliki lingkup yang luas yang meliputi berbagai
persoalan yang ada di tengah masyarakat. Oleh karenanya memahami konsep isu sangat
Sekalipun harus diakui dalam pelbagai literatur istilah isu itu tidak pernah dirumuskan
dengan jelas, namun sebagai suatu "technical term' utamanya dalam konteks kebijakan
publik, muatan maknanya lebih kurang sama dengan apa yang kerap disebut sebagai
"masalah kebijakan" (policy problem). Dalam analisis kebijakan publik, konsep ini
menempati posisi sentral. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan fakta, bahwa proses
33
pembuatan kebijakan publik apa pun pada umumnya berawal dari adanya awareness of a
tertentu dalam upayanya mengatasi suatu masalah pada suatu tingkat yang dianggap
memuaskan. Tapi, pada situasi lain, awal dimulainya proses pembuatan kebijakan publik
juga bisa berlangsung karena adanya masalah tertentu yang sudah sekian lama
dipersepsikan sebagai "belum pernah tersentuh" oleh atau ditanggulangi lewat kebijakan
pemerintah. Pada titik ini kemudian mulai membangkitkan tingkat perhatian tertentu.
(Wahab:2001:35)
Jadi, pada intinya isu kebijakan (policy issues) lazimnya muncul karena telah terjadi
silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan
Isu kebijakan dengan begitu lazimnya merupakan produk atau fungsi dari adanya
perdebatan baik tentang rumusan rincian, penjelasan, maupun penilaian atas suatu
masalah tertentu (Dunn, 1990). Pada sisi lain, isu bukan hanya mengandung makna
adanya masalah atau ancaman, tetapi juga peluang-peluang bagi tindakan positif tertentu
yang signifikan (Hogwood dan Gunn, 1996). Dipahami seperti itu, maka isu bisa jadi
mengenai kebijakan tertentu yang dianggap bermanfaat bagi mereka (Alford dan
Friedland, 1990: 104). Singkatnya, timbulnya isu kebijakan publik terutama karena telah
terjadi konflik atau "perbedaan persepsional" di antara para aktor atas suatu situasi
Sebagai sebuah konsep, makna persepsi (perception) tidak lain adalah proses dengan
mana seseorang atau sekelompok orang memberikan muatan makna tertentu atas
34
pentingnya sesuatu peristiwa atau stimulus tertentu yang berasal dari luar dirinya.
Singkatnya, persepsi adalah "lensa konseptual" (conceptual lense) yang pada diri
individu berfungsi sebagai kerangka analisis untuk memahami suatu masalah (Allison,
1971). Karena dipengaruhi oleh daya persepsi inilah, maka pemahaman, dan tentu saja
perumusan atas suatu isu, sesungguhnya amat bersifat subjektif. Dilihat dari sudut ini,
dalam sistem politik yang berkepentingan atas sesuatu isu akan berbeda-beda dalam cara
memahami dan bagaimana merumuskannya. Persepsi ini, pada gilirannya juga akan
mempengaruhi terhadap penilaian mengenai status peringkat yang terkait pada sesuatu
isu.
Dilihat dari peringkatnya, maka isu kebijakan publik itu, secara berurutan dapat dibagi
menjadi empat kategori besar, yaitu isu utama, isu sekunder, isu fungsional, dan isu
Secara khusus ditemui pada tingkat pemerintah tertinggi di dalam atau di antara
jurisdiksi atau wewenang federal, negara bagian, dan lokal. Isu utama secara khusus
meliputi pertanyaan tentang misi suatu instansi, yaitu pertanyaan mengenai sifat dan
pemerintahan federal, negara bagian, dan lokal. Isu yang kedua ini dapat berisi isu
35
4. Isu minor (minor issues)
Merupakan isu yang ditemukan paling sering pada tingkat proyek-proyek yang
spesifik. Isu minor meliputi personal, petugas kesehatan, keuntungan bekerja, jam
Bila hirarki isu naik, masalah menjadi saling tergantung, subyektif, artifisial, dan
dinamis. Meskipun tingkat ini saling tergantung, beberapa isu memerlukan kebijakan
yang strategis, sementara yang lain meminta kebijakan operasional. Suatu kebijakan yang
strategis (strategic policy) adalah salah satu kebijakan di mana konsekuensi dan
keputusannya secara relatif tidak bisa dibalikkan. Suatu isu seperti pemerintah dalam
menanggapi wabah demam berdarah yang sudah meluas, memerlukan kebijakan strategis
karena konsekuensi dari keputusan tidak dapat dibalik ulang untuk beberapa tahun.
konsekuensi dari keputusan secara relatif dapat dibalik ulang— tidak menimbulkan risiko
dan ketidakpastian masa kini pada tingkat yang lebih tinggi. Sementara semua tipe
kebijakan adalah saling tergantung – sebagai contoh, realisasi dari misi-misi suatu
36
adalah penting untuk mengetahui bahwa kompleksitas dan tak dapat diulangnya suatu
kebijakan akan semakin tinggi seiring dengan meningkatnya hirarki isu kebijakan.
Kategorisasi ini menjelaskan bahwa makna penting yang melekat pada suatu isu akan
ditentukan oleh peringkat yang dimilikinya. Artinya, makin tinggi status peringkat yang
diberikan atas sesuatu isu, maka biasanya makin strategis pula posisinya secara politis.
Sebagai kasus yang agak ekstrem, dan perspektif politik bandingkan misalnya antara
di tingkat kecamatan. Namun. perlu kiranya dicatat bahwa kategorisasi isu di atas
hendaknya tidak dipahami secara kaku. Sebab, dalam praktek, masing-masing peringkat
isu tadi bisa jadi tumpang tindih, atau suatu isu yang tadinya hanya merupakan isu
Sedikitnya ada dua alasan yang dapat dikemukakan mengenai hal ini. Pertama, sebagai
telah disinggung di muka, proses pembuatan kebijakan publik di sistem politik mana pun
lazimnya berangkat dari adanya tingkat kesadaran tertentu atas suatu masalah atau isu
tertentu. Kedua, derajat keterbukaan, yakni tingkat relatif demokratis atau tidaknya suatu
sistem politik, di antaranya dapat diukur dari cara bagaimana mekanisme mengalirnya
isu menjadi agenda kebijakan pemerintah, dan pada akhirnya menjadi kebijakan publik.
(Wahab:2001:38)
Pada tulisan ini yang dimaksud dengan kebijakan publik ialah tindakan (politik) apa pun
yang diambil oleh pemerintah (pada semua level) dalam menyikapi sesuatu
permasalahan yang terjadi dalam konteks atau lingkungan sistem politiknya. Dipahami
seperti ini, maka perilaku kebijakan (policy behavior) akan mencakup pula kegagalan
bertindak yang tidak disengaja, dan keputusan yang disengaja untuk tidak berbuat
sesuatu apa pun, semisal tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan (baik secara sadar
37
atau tidak), untuk menciptakan rintangan-rintangan (constraints) tertentu agar publik atau
masyarakat tidak dapat menyikapi secara kritis terhadap kebijakan pemerintah (Bachrach
dan Baratz, 1962; Heclo, 1972). Agar suatu kebijakan dapat disebut sebagai kebijakan
publik, maka pada derajat tertentu ia haruslah diciptakan, dipikirkan atau setidaknya,
pemerintah (Hogwood dan Gunn,1986). Dalam kondisi yang normal, memang secara
implisit disyaratkan bahwa agar sebuah isu dapat menjadi kebijakan publik praktis harus
(birokrasi dan politik) baik yang formal maupun yang informal, yang sekiranya relatif
tersedia pada sistem politik. Adanya persyaratan seperti itulah yang menyebabkan isu
kebijakan tidak jarang menjadi semacam "arena" atau ajang pertarungan kepentingan
Dalam sejumlah literatur (Lihat: Kimber, 1974; Salesbury, 1976; Sandbach, 1980;
Hogwood dan Gunn, 1986) memang disebutkan bahwa secara teoritis, suatu isu akan
kebijakan publik, kalau memenuhi beberapa kriteria tertentu. Diantara sejumlah kriteria
1. Isu tersebut telah mencapai suatu titik kritis tertentu, sehingga ia praktis tidak lagi bisa
diabaikan begitu saja; atau ia telah dipersepsikan sebagai suatu ancaman serius yang
jika tak segera diatasi justru akan menimbulkan luapan krisis baru yang jauh lebih
2. Isu tersebut telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang dapat menimbulkan
38
3. Isu tersebut menyangkut emosi tertentu dilihat dan sudut kepentingan orang banyak
bahkan umat manusia pada umumnya, dan mendapat dukungan berupa liputan media
masyarakat.
6. Isu tersebut menyangkut suatu persediaan yang fasionable, di mana posisinya sulit
Meskipun kriteria di atas memiliki derajat kredibilitas dan makna ilmiah yang cukup
tinggi, namun hendaknya jangan dijadikan sebagai resep siap pakai, melainkan hanya
sekadar dijadikan sebagai semacam kerangka acuan. Sebab, banyak bukti yang
Pada tahun 1956 Lasswell memperkenalkan tujuh tahap model proses kebijakan yang
kebijakan. Model ini telah sangat berhasil sebagai kerangka dasar bagi bidang studi
kebijakan dan menjadi titik awal dari berbagai tipologi proses kebijakan. Versi- versi
yang dikembangkan oleh Brewer dan Deleon (1983), Mei dan Wildavsky (1978),
Anderson (1975), dan Jenkins (1978) adalah salah satu yang paling banyak diadopsi. Saat
pelaksanaan, dan evaluasi (yang akhirnya mengarah ke terminasi) telah menjadi cara
39
Pemahaman Lasswell tentang model proses kebijakan lebih bersifat preskriptif
(memberikan arahan) dan normatif daripada deskriptif dan analitis. Tahapan- tahapan
linear yang dikemukakan oleh Lasswell didesain seperti model pemecahan masalah dan
mirip dengan model dari perencanaan dan pengambilan keputusan di teori organisasi dan
perencanaan dalam organisasi, yang dikenal sebagai teori pengambilan keputusan dan
keputusan yang dikemukakan oleh Simon (1947), telah berulang kali menunjukkan
bahwa pembuatan keputusan pada kenyataannya di dunia nyata biasanya tidak selalu
mengikuti urutan tahapan ini. Menurut model rasional, pembuatan keputusan apapun
harus didasarkan pada analisis yang komperehensif terhadap masalah dan tujuan, diikuti
oleh koleksi inklusif dan analisis informasi dan mencari alternatif terbaik untuk mencapai
tujuan tersebut. Ini meliputi analisis biaya dan manfaat dari opsi berbeda dan seleksi akhir
arah tindakan.
umpan balik antara outpu dan input dari pembuatan kebijakan, yang menyebabkan proses
dikembangkan, diadopsi dan diimplementasikan, dan, akhirnya kebijakan ini akan dinilai
terhadap efektivitas dan efisiensi dan baik dihentikan atau dimulai ulang. Tahap-tahap
Siklus Kebijakan
Dalam menyusun suatu kebijakan, urutan-urutan perlu dilalui, dari mulai perumusan
40
1. Agenda Setting
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas
kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang
disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika
sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan
prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber
daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam agenda setting juga sangat penting
untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah.
Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy
problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara
para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan
isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang
rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun
tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan. Ada beberapa Kriteria isu
yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury 1976;
d. Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak (umat manusia)
41
g. Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah
dirasakan kehadirannya)
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para
pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu
masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan
masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil
3. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik.
Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau
merupakan alat administrasi publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut
dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional.
Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan
dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa
42
diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap
dampak kebijakan.
Kritik
karena realitas empiris tidak sesuai dengan klasifikasi proses kebijakan dalam tahap
kebijakan akan dirumuskan sementara beberapa lembaga uji coba lapangan untuk
sejumlah kasus itu lebih atau kurang mungkin, atau setidaknya tidak berguna, untuk
membedakan antara tahap. Dalam kasus lain, urutan terbalik, beberapa tahapan
kerangka teoritis. Secara khusus, model tahapan tidak menawarkan penjelasan kausal
untuk transisi antara tahapan yang berbeda. Oleh karena itu, studi tahap tertentu menarik
pada sejumlah konsep teoritis yang berbeda yang belum diturunkan dari kerangka siklus
itu sendiri. Model khusus yang dikembangkan untuk menjelaskan proses dalam tahap
tunggal tidak terhubung dengan pendekatan lain mengacu pada tahap lain dari siklus
kebijakan.
1. Pendekatan Kelompok
Secara garis besar pendekatan ini menyatakan bahwa pembentukan kebijakan pada
oleh tingkah laku atau kepentingan yang sama. Mereka mempertahankan dan
43
suatu kelompok gagal dalam mencapai tujuan-tujuannya melalui tindakan-
Berbeda dengan apa yang dimaksud suatu kelompok potensial, adalah sekumpulan
Suatu cara lain untuk mendekati studi pembentukan kebijakan adalah dengan jalan
diproses.
44
c. Preskripsi: Bagaimana peraturan-peraturan umum dipergunakan atau diterapkan
dinilai?
semula. Walaupun Laswell mengatakan bahwa desain ini sebagai ―proses keputusan
(decision process)‖, desain ini berada di luar pembuatan keputusan yang berangkat
dari pilihan-pilihan khusus dan sebenernya mencakup ―arah tindakan tentang suatu
masalah‖, suatu batasan kebijakan yang telah kita sebutkan pada bagian awal tulisan
ini.
Desain analisis ini mempunyai beberapa keuntungan. Pertama, desain ini tidak terikat
Untuk tujuan tersebut, orang bisa saja menyelidiki bagaimana fungsi-fungsi yang
berbeda ini dilaksanakan, pengaruh apa dan oleh siapa dalamsistem politik atau unit-
unit pemerintahan yang berbeda dilakukan. Namun demikian, desain ini juga
45
akan menyebabkan pengabaian terhadap politik pembentukan kebijakan dan
hubungan yang sangat erat. Suatu kebijakan tidak menjadi suatu kebijakan publik
sebelum kebijakan itu ditetapkan dan dilaksanakan oleh suatu lembaga pemerintah.
organisasi professional asosiasi sipil dan sebagainya sangat penting dan bahkan
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah adlaah bahwa kebujakan tersebut dapat
46
Sekalipun demikian, pendekatan ininjuga mempunyai kelemahan sebagaimana
mencolok adalah bahwa pendekatan lembaga dalam ilmu politik tidak mencurahan
public seringkali dijelaskan, tetapi jarang dianalisis dna hubungan antara struktur dan
Teori peran serta warganegara didasarkan pada harapan-harapan yang tinggi tentang
kualitas warganegara dan keinginan mereka untuk terlibat dalam kehidupan public.
warganegara harus memiliki cukup kebebasan untuk berperan serta dalam masalah-
masalah politik, mempunyai sikap kritis yang sehat dan harga diri yang cukup dan
warganegara harus tertarik dalam politik dan menjadi terlibat secara bermakna.
pada umunya merupakan suatu gambaran suram yang bertentangan dengan cita-cita
47
kuat pada rakyat biasa, toleransi yang rendah dan ketidaktahuan yang meluas. Studi-
informasi yang tidak diinginkan dan memandang stimuli politik secara selektif
5. Pendekatan Psikologis
Pokok perhatian pendekatan inin diberikan pada hubungan antar pribadi dan factor-
faktor kejiwaan yang mempengaruhi tingkah laku orang-orang yang terlibat dalam
kebijakan tidak kehilangan diri, tetapi sebaliknya mereka dianggap sebagai peserta
yang sangat penting yang memainkan peran penting dalam pembentukan kebijakan.
Selain itu, menurut Amir Santoso, pendekatan ini juga menjelaskan hubungan
merujuk pendapat McLaughlin, Amir Santoso menyatakan bahwa terdapat tiga jenis
hubungan yang berbeda antara perumus kebijakan dengan pelaksana kebijakan, yakni
6. Pendekatan Proses
atau diubah atas dasar keberhasilan atau kekurangannya. Tentu saja proses ini jauh
lebih kompleks, ketimbang gambaran yang sederhana ini. Namun demikian, pada
saat kita bicara tentang siklus kebijakan, kita bicara suatu proses kebijakan melalui
mana kebanyakan kebijakan public melintas. Sekalipun realitas dari proses kebijakan
adalah sangat kompleks, proses ini bisa dipahamisecara lebih baik dengan
48
membayangkan seolah-olah kebijakan itumelewati sejumlah tahap yang berbeda-
beda. Selama lebih dari tiga decade, para naalis kebijakan public telah membuat
kemajuan secara substansial dalam memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang
siklus kebijakan.
7. Pendekatan Substantif
Banyak ilmuwan kebijakan public menjadi spesialis substansif dalam suatu bidang
atau spesialis kebijakan kesejahteraan. Para spesialis ini mungkin tetap berada dalam
konteks suatu bidang substantive bagi sebagian besar karir professional mereka, atau
secara alternatif, mereka mungkin meneliti kebijakan dalam suatu bidang tertentu
untuk jangka pendek, dan kemudian berpindah ke bidang kebijakan lainnya. Suatu
Amrika Serikat, sebagian besar bidang yang dipelajari dari perspektif substantive
paling banyak dipelajari selama kurun waktu 1875-1984. Namun demikian, bidang-
bidang substansif yang menarik perhatian yang paling besar mungkin akan berubah
8. Pendekatan Logical-Positivist
49
menganjurkan penggunaan teori-teori yang berasal dari epenlitian deduktif
data), metode komparasi, dan analisis ststistik yang ketat. ―Keilmuan‖ (scientific)
dalam konteks ini mempunyai makna beberapa hal. Pertama, mempunyai makna
mempunyai makna bekerja dari teori eksplisit tentang perilaku kebijakan, dan
melewati waktu.
Namun demikian, pendekatan keilmuan ini bukan tanpa kritik, yang berpendapat
adalah jauh lebih kompleks, ketimbang perspektif seperti ban berjalan. Dengan
demikian, pendekatan ini tidak memberi kemungkinan untuknya sebagi suatu teknik
kebijakan public.
50
9. Pendekatan Ekonometrik
public choise approach) atau pendekatan ekonomi politik, terutama didasarkan pada
teori-teori ekonomi politik. Pendekatan ini menjelaskan bahwa sifat alami manusia
yang berbobot tetap, terlepas hasil-hasil kolektif. Secara esensial, pendekatana ini
pemerintah.
Pendekatan ini berpendapat bahwa para analis perlu mengadopsi ―suatu respek bagi
penggunaan intuisi yang sehat secara tertib, yang dirinya dilahirkan dari pengalaman
yang tidak bisa direduksi ke model, hipotesis, kuantifikasi, dan data keras,‖ Secara
sebagai suatu peristiwa yangunik, dengan indeks etnografik dan indeks kualitatif
kerja, ketimbang dengan pengujian hipotesis yang ketat, dan dengan hubungan timbal
balik antara peneliti dan objek studi, ketimbang observasi yang terpisah di pihak
51
kepeduliannya pada keketatatn keilmuan dengan intuisi dan pembenaman secara
mempunyai kaitan erat dengan tantangan pospositivist, dan mencakup perhatian yang
besar dan nilai-nilai dari berbagai stakeholder dalam proses pembuatan keputusan
kebijakan. Pendekatkan ini agaknya lebih dekat dengan apa yang disebut Harold
Lasswell, policy sciences of democracy, di mana populasi yang diperluas dari para
pembuatan desain dan redesain kebijakan. Tujuan yang dinyatakan dari analisis
kebijakan bisa membuat rekomendasi dan keputusan yang lebih baik (misalnya,
dan nilai-nilai dalam proses pembuatan kebijakan, dan dengan demikian, mempunyai
yang lebih baik dari berbagai perspektif yang dihadirkan pada saat kebijakan sedang
dipertimbangkan.
52
Pendekatan partisipatori mungkin bermanfaat sebagai arahan kepada pembentukan
lain dalam proses kebijakan publik. Dalam beberapa hal, pendekatan ini lebih
merupakan preskripsi untuk desain dan redesain kebijakan atau, ketimbang sebagai
implementasi.
sebagai analis kebijakan sama seperti orange yang mendefinisikan ―end state‖,
dalam arti bahwa preskripsi ini bisa diinginkan dan bisa dicapai. Para pendukung
retorika dalam suatu cara yang sangat lihai untuk meyakinkan pihak lain tentang
manfaat dari posisi mereka. Beberapa cntoh dari tipe analisis kebijakan ini bisa
dilihat dari hasil-hasil studi yang dilakukan oleh Henry Kissinger, Jeane Kirkpatrick,
atau para ilmuwan politik praktisi lainnya. Pada intinya, mereka menggunakan
untuk mengajukan suatu politik dan untuk meyakinkan pihak lain bahwa posisi
mereka dalam suatu pilihan kebijakan yang layak. Kadangkala, tipe analisis ini
Sekalipun tidak semua analis secara eksplisit mengadopsi pandangan konservatif atau
pandangan liberal, mereka nyaris selalu mempunyai suatu pandangan yang tertanam
53
Pertama, ―visi yang dibatasi‖ (the constrained vision) merupakan suatu gambaran
manusia egosentrik dengan keterbatasan moral. Oleh karenanya, tantangan moral dan
social yang fundamental adaah untuk membuat yang terbaik dari kemungkinan-
suatu upaya yang sia-sia untuk mengubah sifat manusia. Kedua, ―visi yang tidak
evolusi kebiajakn publik melintasi waktu. Peneliti bisa melakukan penelitian tentang
kebijakan-kebijakan publik dari perspektif lima puluh tahun atau lebih. Dengan
demikian, peneliti bisa melihat pola-pola tertentu dalam bentuk kebijakan publik
yang sebelumnya yang tidak dikenali karena analisis menggunakan kerangka waktu
yang pendek (misalnya, analisis lintas sectional atau analisis terbatas pada kurun
waktu satu decade atau lebih). Hanya dengan meneliti kebijakan-kebijakan publik
dari titik pandang kurun waktu yang panjang analis bisa memperoleh perspektif yang
jauh lebih baik tentang pola-pola yang ada dalam pembuatan kebijakan publik, baik
54
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan (Conclusion)
business, or individual. Public policy is the policy that is developed by government agencies
and government officials. Public policy has the nature of coercion that is potentially valid.
Private organizations doesn’t have the nature of coercion, this means that public policy is
studied from all of politic system. They showed a preference for one theory compared to
using other approaches. Each approaches has their own weakness and strength that can help
55
DAFTAR PUSTAKA
Allen D. Putt dan J. Fred Springer.1989. Policy Research; Concepts, Methods, and
Application, New Jersey: Prentice Hall
AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, (Oxford: Oxford
University Press, 1995, cet. ke-5, h. 893.
Dunn W. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gajah Mada University
Press
Dwijowito R. 2003. Kebijakan Publik. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
Dye T. 2005. Understanding Public Policy. New Jersey: Pearson Education Inc.
George C. Edwards III dan Ira Sharkansky.1978. The Policy Predicament: Making and
Implementing Public Policy, San Francisco: W.H. Freeman and Company
Islamy M. Irfan. 1988. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bina
Aksara
Kosen, Soewarto. 1997. Bunga Rampai Pemngembangan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat Di Indonesia. Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Pelayanan Kesehatan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehataan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Ogden J, Walt G dan Lush .2003. The Politics of ‘branding’ in policy transfer: The case of
DOTS for tuberculosis control. Social Science and Medicine
Walt G dan Gilson L .1994. Reforming the health sector in developing countries: The central
role of policy analysis. Health Policy and Planning 9: 353‐70
Watl G .1994. Health Policy: An Introduction to Process and Power. London: Zed Books
Winarno B. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Presindo
56
57