You are on page 1of 17

Makalah Women’s Empowerment in Midwifery

PENGARUSUTAMAAN GENDER
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Women’s Empowerment in Midwifery
Dosen pengampu : Rita Yulifah, S.Kp., M.Kes

Disusun oleh:
Kelompok I
1. Rini Anggraini P17311185048
2. Riska Putrina P17311185049
3. Umi Ma’sum P17311185050

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI D IV KEBIDANAN ALIH JENJANG
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Hidayah serta izin-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
Makalah Women’s Empowerment in Midwifery yang berjudul
“PENGARUSUTAMAAN GENDER”.

Terima kasih kepada Ibu Rita Yulifah, S.Kp., M.Kes. selaku Dosen
Pengampu Mata Kuliah Women’s Empowerment in Midwifery atas tugas yang
diberikan sehingga menambah wawasan kami. Demikian pula kepada teman-
teman yang turut memberi sumbang saran dalam penyelesaian makalah
sebagaimana yang kami sajikan.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari


sempurna. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak dalam perbaikan makalah ini. Walaupun demikian, kami berharap
penulisan makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca
umumnya, sehingga dapat melengkapi khasanah ilmu pengetahuan yang
senantiasa berkembang dengan cepat.

03 Agustus 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................2

C. Tujuan........................................................................................................2

D. Manfaat......................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................3

A. Pengarusutamaan Gender..........................................................................3

B. Konsep Gender..........................................................................................5

C. Gender dan Kesehatan Reproduksi...........................................................9

D. Perspektif Gender....................................................................................10

BAB III PENUTUP...............................................................................................12

A. Kesimpulan..............................................................................................13

B. Saran........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Human Development Report (HDR) tahun 2010, yang diprakarsai
oleh United Nations Development Programme (UNDP), melaporkan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia di peringkat 108 dari 182
negara. IPM mengukur indikator ketahanan hidup, pencapaian pendidikan
dan penghasilan. Laporan HDR tersebut juga menyoroti Indonesia sebagai
negara yang mengalami kemajuan terbesar dalam beberapa dekade
terakhir, bersama Cina, Nepal, Laos, dan Korea. Tetapi IPM tidak
mengukur kemajuan Pengarusutamaan Gender dan masalah utama yang
belum tuntas dalam melaksanakan Instruksi Presiden/INPRES No 9/2000
tentang Pengarusutamaan Gender, yang bertujuan untuk menurunkan
kesenjangan antara perempuan dan laki-laki Indonesia dalam mengakses
dan memperoleh manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi
dalam dan penguasaan terhadap proses pembangunan (KPPPA,2010).
Gender adalah perbedaan antara laki - laki dan perempuan dalam
peran, fungsi, hak, tanggung jawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata
nilai sosial, budaya dan adat istiadat (Adi, 2003). Seringkali masyarakat
mencampurkan ciri - ciri manusia yang bersifat kodrati ( tidak berubah )
dengan yang bersifat non kondrati ( gender ) yang bisa berubah dan
diubah. Peran gender adalah peran sosial yang tidak ditentukan oleh
perbedaan kelamin. Pembagian peranan antara pria dengan wanita dapat
berbeda diantara satu masyarakat dengan masyarakat yang lainnya sesuai
dengan lingkungan . Hubungan antara laki - laki dan perempuan seringkali
amat penting dalam menentukan posisi keduanya.
Gender memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan
seseorang dan dapat menentukan pengalaman hidup yang akan
ditempuhnya. Gender dapat menentukan akses seseorang terhadap
pendidikan, dunia kerja dan lainnya. Gender juga dapat menentukan
kesehatan, harapan hidup, dan kebebasan gerak seseorang.

1
Bentuk hubungan yang bisa berlangsung antara laki - laki dan
perempuan merupakan konsekuensi dari pendefinisian gender yang
semestinya oleh masyarakat tertentu ditetapkan berdasarkan kelas, gender,
ras, etnis dan suku (Mosse, 2007). Penetapan perilaku, sikap dan
hubungan antara laki-laki dan perempuan yang berbeda berdasarkan kelas,
gender dan suku, menjadi salah satu faktor penyebab ketidakadilan gender
di masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan pengarusutamaan gender?

C. Tujuan
1. Mengetahui tentang pengarusutamaan gender.

2. Mengetahui tentang konsep gender.

3. Mengetahui tentang gender dan kesehatan reproduksi.

4. Mengetahui tentang perspektif gender.

D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengarusutamaan gender.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep gender.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang gender dan kesehatan


reproduksi.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang perspektif gender.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengarusutamaan Gender
Pengarusutamaan gender adalah strategi yang dibangun untuk
mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan
program pembangunan nasional. Pengarusutamaan gender bertujuan
terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksana, pemantauan, dan
evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang
berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara (KPPPA, 2010).
Pengarustamaan Gender adalah strategi yang dilakukan secara
rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadila gender
dalam sejumlah aspek kehidupan manusia melalui kebijakan berbagi
progam yag memperhatikan pengalama, aspirasi, kebutuhan dan
permasalahan perempuan dan laki-laki kedalam perecanaan, pelaksanaan,
pemantaua dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai
bidang kehidupan dan pembangunan. Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa PUG sebagai salah satu strategi yang sistematis untuk
mencapai kesetaraan dan keadilan gender, membantu untuk mengurai
persoalan, persepsi, kebutuhan, serta prioritas yang berbeda yang dihadapi
perempuan dan laki - laki, dan perbedaan perbedaan tersebut tercermin dan
terpadu dalam tahapan siklus perencanaan empat fungsi utama manajemen
program setiap instansi, lembaga maupun organisasi, yaitu :
a. Perencanaan menyusun pernyataan atau tujuan yang jelas dalam upaya
menutup kesenjangan antara perempuan dan laki - laki.
b. Pelaksanaan memastikan bahwa strategi yang disusun mencakup upaya
menutup kesenjangan gender antara perempuan dan laki-laki.
c. Pemantauan mengukur kemajuan dalam pelaksanaan program dalam hal
meningkatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang berbeda

3
bagi perempuan dan laki - laki , dan mengidentifikasi upaya lanjutan
untuk memastikan tujuan menutup kesenjangan jender.
d. Penilaian (evaluasi) memastikan bahwa status perempuan maupun laki-
laki menjadi lebih setara dan kesenjangan gender berkurang sebagai
hasil prakarsa tersebut.
Manfaat penyelenggaraan pengarusutamaan gender
1. Memperoleh akses yang sama kepada sumber daya pembangunan.
2. Berpartisipasi yang sama dalam proses pembangunan, termasuk proses
pengambilan keputusan.
3. Memiliki kontrol yang sama atas sumber daya pembangunan.
4. Memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan.
5. Meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan.
6. Meningkatkan perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai tindak
kekerasan
Instruksi Presiden ini memunculkan momentum bagi kemajuan
perempuan dan peningkatan kesetaraan gender, yang belakangan ini
diperluas hingga mencakup perencanaan dan penganggaran yang inklusif
gender. Ada pergeseran norma dan nilai sosial-budaya untuk lebih
melindungi hak-hak perempuan dan laki-laki seperti yang tercermin dalam
beberapa undang-undang yang sudah direvisi. Tantangan saat ini adalah
untuk memperkuat pelaksanaan pengarusutamaan gender dengan
memperbaiki kerangka perundang-undangan dan kebijakan, memperkuat
koordinasi antar kementerian pusat dan lembaga publik di semua tingkat
dalam mengimplementasikan pengarusutamaan gender, serta mereplikasi
praktek yang baik yang ada. tingkat kesetaraan gender sebagai salah satu
indikator pembangunan. Indeks Pembangunan Gender (IPG) dibuat untuk
menunjukkan ketidak-setaraan antara laki-laki dan perempuan dalam
bidang kesehatan, pendidikan dan standar hidup (KPPPA, 2010).
Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan PUG adalah :
1. Kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat, partisipasi dalam
pembangunan, serta penguasaan terhadap sumber daya

4
2. Rendahnya indeks pemberdayaan gender dan indeks pembangunan
gender.
3. Masih belum memadainya jumlah dan kualitas tempat pelayanan bagi
perempuan korban kekerasan.
Salah satu contoh pengarusutamaan yang memberdayakan
perempuan dan meningkatkan derajat perempuan adalah dengan adanya
Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 83 tentang
ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yang berbunyi “Pekerja
perempuan harus diberi kesmpstan untuk menyusui anakanya jika harus
dilakukan selama waktu kerja”. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009
pasal 128 tentang kesehatan (UU Kesehatan) yang berbunyi “Selama
pemberian ASI, keluarga, Pemerintah dan masyarakat harus mendukung
penuh penyediaan waktu dan fasilitas khusus di tempat umum dan sarana
umum.
Bidan berperan sangat penting dalam hal ini. Peran bidan ada
sebagai seorang konselor dan juga sebagai pengawas apakah sudah
terlaksana dengan baik. Dengan adanya Undang – Undang tersebut dapat
melindungi perempuan dimanapun perempuan tersebut berada.

B. Konsep Gender
Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran,
fungsi, dan tanggungjawab antara perempuan dan laki - laki yang
merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan zaman dan dukungan masyarakat itu sendiri
(WHO, 2010). Gender merujuk pada perbedaan antara perempuan dan
laki-laki sejak lahir, tumbuh kembang dan besar melalui proses sosialisasi
di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Gender mengacu pada peran, perilaku, kegiatan serta karakteristik
sosial lainnya yang dibentuk oleh suatu masyarakat atau budaya tertentu
berdasarkan persepsi yang pantas untuk perempuan atau pantas untuk
laki-laki. Persepsi gender dipraktikkan melalu perbedaan cara perempuan
dan laki-laki dibesarkan menjadi lelaki menurut budaya masyarakatnya.

5
Praktik ini dilakukan secara turun temurun. Gender beragam dan bersifat
dinamis. Contohnya antara lain:
1. Bidan pantas sebagai pekerjaan perempuan karena dianggap
mengurusi bagian-bagian intim perempuan.
2. Menjadi kepala ( rumah sakit, perencanaan, proyek ) dianggap ranah
laki-laki, menjadi sekretaris ( proyek, kantor, pimpinan ) dianggap
ranah perempuan
3. Pekerjaan merawat dan membesarkan anak serta pekerjaan rumah
tangga lainnya merupakan tugas dan tanggung jawab ibu rumah
tangga, sedangkan suami mempunyai tugas mencari nafkah bagi
keluarga.
Gender bukan semata - mata perbedaan biologis, bukan jenis
kelamin, tetapi lebih merujuk pada arti sosial bagaimana menjadi
perempuan dan menjadi laki - laki. Perbedaan dan peran gender
sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak menimbulkan
ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Perlu ditekankan bahwa
meskipun laki - laki dan perempuan dari sisi biologis berbeda, namun dari
sisi sosial, laki - laki dan perempuan idealnya mempunyai peran dan
tanggung jawab yang sama. Contohnya laki - laki jadi ilmuwan,
perempuan juga bisa jadi ilmuwan, laki - laki menjadi pemimpin,
perempuan juga bisa jadi pemimpin, dan lain - lain. Namun demikian,
kondisi ideal tersebut belum tercipta karena masih terjadi ketidakadilan
dan ketidaksetaraan atau diskriminasi gender.
Gender menjadi persoalan yang menimbulkan pro dan kontra,
karena disebabkan oleh faktor-faktor berikut :
1. Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan
peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya. Secara umum,
adanya gender telah melahirkan peran, tanggung jawab, fungsi, dan
bahkan ruang tempat dimana manusia beraktivitas.
2. Perbedaan gender ini melekat pada cara pandang kita, sehingga kita
sering lupa seakanakan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan

6
abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri biologi yang dimiliki
oleh perempuan dan laki-laki.
Ada 3 peran gender
1. Peran produktif;
Definisi tentang kerja atau peran produktif penuh dengan
kompleksitas. Kadang kerja produktif secara panjang lebar
didefinisikan sebagai tugas atau aktifitas yang menghasilkan income
(pendapatan), oleh karena itu mempunyai nilai , aktual atau potensial.
Ini terlihat dalam ekonomi uang, termasuk kerja disektor formal
maupun informal, seperti usaha yang dikelola keluarga. Saat kini kerja
rumahan seperti pada kasus-kasus terakhir tidak diterima sabagai kerja
yang mempunyai nilai tukar, tidak mendapatkan upah/penghasilan,
sejak kerja tersebut dijalankan.
Peran produktif menyangkut kegiatan menghasilkan barang dan jasa
untuk memperoleh dan diperdagangkan atau memperoleh keuntungan
(bertani, nelayan, bekerja di pemerintahan atau swasta) yang dilakukan
baik oleh perempuan maupun oleh laki-laki yang dibayar secara tunai
atau secara barter
2. Peran reproduktif;
Yang termasuk di dalam peran reproduktif adalah melakukan
pekerjaan-pekerjaan rumah tangga (memasak, mengambil air dan
kayubakar, berbelanja, membereskan rumah dan memelihara kesehatan
keluarga) yang diperlukan sebagai jaminan pemeliharaan dan
reproduksi tenaga kerja selain juga pemeliharaan angkatan kerja (suami
dan anak-anak yang bekerja) dan angkatan kerja masa depan (anak-
anak balita dan anak-anak yang masih sekolah). Peran reproduktif
penting untuk keberlangsungan hidup manusia, tetapi jarang dianggap
sebagai pekerjaan.
Peran reproduktif hampir selalu menjadi tanggung jawab
perempuan dewasa dan anak perempuan. Peran reproduktif dianggap
bukan sebagai pekerjaan/profesi/fungsi yang menghasilkan sehingga
sering kali tak dianggap/dihagai/diupah dengan layak.

7
Peran reproduktif adalah peran-peran yang dijalankan tidak
menghasilkan uang dan biasanya dilakukan di dalam rumah
Peran reproduktif terdiri dari :
a. Pengasuhan atau pengasuhan anak
b. Pekerjaan –pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, menyapu
c. Menjamin seluruh anggota keluarga sehat
d. Menjamin seluruh anggota keluarga kecukupan makan
e. Menjamin seluruh anggota keluarga tidak lelah
3. Peran sosial.
Peran kemasyarakatan terdiri dari aktifitas yang dilakukan di
tingkat masyarakat, peran kemasyarakatan yang dijalankan perempuan
adalah aktivitas yang digunakan bersama, misalnya pelayanan
kesehatan di posyandu, tanggungjawab akan ketersediaan air, berurusan
dengan pengelolaan sampah rumah tangga. Semua pekerjaan tersebut
biasanya tidak dibayar atau tidak diberi upah dan dilakukan secara
sukarela, peran kemasyarakatan yang dijalankan laki-laki biasanya pada
tingkatan masyarakat yang diorganisir, misalnya menjadi Kepala
Kelurahan/Desa, sebagai Kaur Pembangunan, sebagai anggota BPD, dll
Dengan demikian, gender adalah perbedaan peran, sifat, tugas,
fungsi, dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang dibentuk,
dibuat, dan dikonstruksikan oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan jaman. Kesetaraan dan keadilan gender tidak
terlepas dari proses perjuangan hak-hak azasi manusia (HAM) yang
dideklarasikan PBB tahun 1948. Pelaksanaan HAM memberikan aspirasi
bagi kaum perempuan dalam mengatasi kepincangan dan ketidakadilan
perlakuan sebagai konstruksi sosial, yang menempatkan perempuan dalam
status di belakang laki-laki. Konsep kesetaraan gender menjadi sangat
penting, dimana perempuan dan laki-laki merupakan mitra sejajar yang
harus memperoleh kesempatan yang sama untuk berkembang dan
mempunyai andil yang seimbang terhadap pembangunan di berbagai
bidang sektor.

8
C. Gender dan Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi mencakup proses reproduksi, fungsi-fungsi
dan sistem reproduksi dan semua tahap kahidupan. Kesehatan reproduksi
bertujuan agar orang mendapat kehidupan seksual yang bertanggung
jawab, memuaskan, serta aman dan mereka mendapat kemampuan untuk
reproduksi dan kebebasan untuk menentukan kapan dan bagaimana
bereproduksi. Secara implisit berarti laki - laki dan perempuan mempunyai
hak untuk diberitahu dan mendapatkan akses untuk metode fertilitas yang
aman, efektif, dapat dijangkau dan dapat diterima sesuai dengan pilihan
mereka. Mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan
memungkinkan wanita mendapatkan keamanan ketika masa usia
reproduksi yang meliputi kesehatan reproduksi pranikah, hamil,
melahirkan, nifas, menopause dan menyediakan layanan agar pasangan
mendapatkan kesempatan yang baik dalam pelayanan kesehatan
(Kemenkes RI,2010).
Akses untuk kesehatan reproduksi dan pelayanan kesehatan
seksual termasuk konseling pranikah, konseling KB, pelayanan prenatal,
kelahiran yang aman, pelayanan postnatal, pencegahan dan penanganan
yang layak untuk infertilitas, pencegahan aborsi dan manajemen
konsekuensi aborsi, pengobatan penyakit menular seksual (PMS) dan
kondisi kesehatan reprodksi yang lain. Pelayanan untuk HIV/AIDS,
cancer, infertilitas, kelahiran dan aborsi harus tersedia dalam pelayanan
kesehatan reproduksi.
Kedudukan wanita dalam kesehatan reproduksi mencakup hak
untuk mendapatkan berbagai informasi tentang kesehatan reproduksi,
termasuk hak dalam menentukan kapan ingin memiliki anak dan jarak
antar kehamilan / kelahiran yang aman, hak menentukan jumlah anak yang
diinginkan, hak pelayanan keluraga berencana (Kemenkes RI,2010)
Selain kurangnya pengetahuan juga disebabkan faktor dominasi
suami dalam rumah tangga, sehingga akses untuk mendapatkan
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang komprehensif jadi
terhambat. Contoh dalam keluarga sudah memiliki 3 anak perempuan

9
namun suami tetap menginginkan istrinya hamil lagi untuk mendapatkan
anak laki - laki, di sisi lain tidak menghiraukan resiko yang mungkin
timbul dan tanpa memandang hak istri dalam kesehatan reproduksi.

D. Perspektif Gender
Perspektif gender mengarah pada suatu pandangan atau
pemahaman tentang peran perempuan dibedakan secara kodrati, dan peran
gender yang ditetapkan secara sosial budaya. Perbedaan gender akan
menjadi masalah jika perbedaan itu mengakibatkan ketimpangan
perlakuan dalam masyarakat serta ketidakadilan dalam hak dan
kesempatan baik bagi laki-laki maupun perempuan (KPPPA,2010).
Gender oleh sistem kepercayaan/ agama, ideologi, budaya (adat
istiadat, tradisi), etnisitas, golongan,politik, sistem ekonomi, faktor sejarah
serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Gender bisa berubah
dalam kurun waktu, konteks wilayah dan budaya tertentu.
Jenis kelamin laki-laki
1. Penis
2. Testis (buah zakar)
3. Sperma
4. Hormon testosteron
5. Kelenjar prostat
Jenis kelamin perempuan
1. Rahim
2. Vagina
3. Kelenjar susu (mamae)
4. Sel telur (ovum)
5. Haid/menstruasi
6. Hormon estrogen
Perbedaan seks dijadikan dasar bagi perbedaan gender. Sejalan
dengan waktu, konsep seks dan gender menjadi tumpang tindih dan
seringkali tidak dibedakan lagi. Banyak orang menganggap gender sebagai
sesuatu yang kodrati, sama seperti seks.

10
Kesetaraan Gender menghendaki bahwa laki-laki dan perempuan
mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam setiap proses
perubahan sosial. Laki-laki dan perempuan mempunyai akses yang sama
terhadap pelayanan serta memiliki status sosial ekonomi yang seimbang.
Kesetaraan gender juga mengacu pada tujuan agar perempuan dan laki-laki
memiliki status yang setara dalam hal keberadaan mereka di bidang sosial,
ekonomi dan politik.
Salah satu faktor yang berpengaruh pada kesetaraan gender adalah
budaya atau adat yang berlaku di wilayah tersebut. Masih adanya
kepercayaan melahirkan ke dukun, juga masih adanya kebiasaan adat yang
merugikan seperti tidak boleh periksa hamil sebelum 3 bulan, tidak boleh
keluar rumah sebelum nifas 40 hari, larangan mengkonsumsi daging, ikan
dll. Apabila perempuan melanggar aturan yang berlaku di masyarakat
umumnya menjadi bahan gunjingan dan bahkan bisa di acuhkan
masyarakat lain. Hal - hal tersebut merupakan perspektif gender yang
merugikan kaum wanita. Pada dasarnya Laki – laki dan perempuan berhak
mengembangkan diri dan berhak menempatkan hal laki – laki dan
perempuan pada posisi yang sama selama tidak menyalahi kodratnya
masing – masing.

11
BAB III
PEMBAHASAN
Salah satu contoh pengarusutamaan gender yang memberdayakan
perempuan dan meningkatkan derajat perempuan adalah dengan adanya Undang –
Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 83 tentang ketenagakerjaan (UU
Ketenagakerjaan) yang berbunyi “Pekerja perempuan harus diberi kesmpstan
untuk menyusui anakanya jika harus dilakukan selama waktu kerja”. Undang –
Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 128 tentang kesehatan (UU Kesehatan) yang
berbunyi “Selama pemberian ASI, keluarga, Pemerintah dan masyarakat harus
mendukung penuh penyediaan waktu dan fasilitas khusus di tempat umum dan
sarana umum.
Bidan berperan sangat penting dalam hal ini. Peran bidan ada sebagai
seorang konselor dan juga sebagai pengawas apakah sudah terlaksana dengan
baik. Dengan adanya Undang – Undang tersebut dapat melindungi perempuan
dimanapun perempuan tersebut berada. Pada kenyataan di lapangan Undang –
Undang tersubut sudah mulai dilakuan baik di institusi kesehatan maupun non
kesehatan ataupun tempat umum dan perkantoran. Bukti sudah mulai
diterapkanya adalah dengan tersedianya ruang menyususi di tempat umum. Ibu
yang baru saja melahirkan selalu mendapat konseling tentang ASI. Penting sekali
bagi ibu yang baru saja melahirkan beserta keluarganya mendapat konseling
ekslusif. Dengan demikian peran serta suami untuk mendorong istri ASI eksklusif
sangat penting. Sehingga dalam setiap mengambil keputusan suami dan istri
saling terlibat secara langsung.
Seiring berjalanya waktu kesetaraan gender sudah mulai berkembang.
Dibutuhkan waktu untuk menuju gender yang setara. Tidak ada kesenjangan
antara teori dan praktik di lapangan. Dengan adanya peran bidan selama ini,
menunjukkan semakin majunya pengarusutamaan gender untuk menyetarakan
gender

12
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah suatu strategi untuk
mencapai keadilan dan kesetaraan gender melalui kebijakan dan program
yang memperhatikan kepentingan laki - laki dan perempuan secara
seimbang. Konsep gender adalah pandangan masyarakat tentang
perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara perempuan dan laki -
laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya, bersifat dinamis dan
tidak universal. Gender dalam kesehatan reproduksi mencakup proses
reproduksi, fungsi-fungsi dan sistem reproduksi dan semua tahap
kahidupan. Kesehatan reproduksi bertujuan agar orang mendapat
kehidupan seksual yang bertanggung jawab, memuaskan, serta aman.
Faktor yang berpengaruh dalam perspektif gender salah satunya adalah
budaya atau adat yang berlaku di suatu wilayah. Pada dasarnya Laki – laki
dan perempuan berhak mengembangkan diri dan berhak menempatkan hal
laki – laki dan perempuan pada posisi yang sama selama tidak menyalahi
kodratnya masing – masing.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa
Mahasiswa lebih mempelajari dan memperdalam ilmu
pengarusutamaan gender sehingga dapat diterapkan dalam
meningkatkan pemberdayaan perempuan di masyarakat.
2. Bagi institusi
Institusi dapat memfasilitasi mahasiswa dalam proses belajar mengajar.

\
DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi R. 2003. Pemberdayaan, pengembangan Masyarakat dan Intervensi


Komunitas. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI: Jakarta

Kemenkes RI. 2010. Panduan Perencanaan Dan Penganggaran Responsif


Gender Bidang Kesehatan. Kemenkes RI : Jakarta.

KPPPA. 2010. Gender Equality. KPPPA RI : Jakarta

Mosse, Julia Cleves. 2007. Gender dan Pembangunan. Pustaka Pelajar:


Yogyakarta

WHO. 2010. Gender in Health. Geneva

You might also like