You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu : pengkajian
primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-
masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.
Tahapan pengkajian primer meliputi : A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan
menjaga jalan nafas disertai control servikal; B: Breathing, mengecek pernafasan dengan
tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat; C: Circulation, mengecek sistem
sirkulasi disertai kontrol perdarahan; D: Disability, mengecek status neurologis; E:
Exposure, enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia (Holder,
2002).
Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi penting di Indonesia dimana
pada tahun 2009, sektor pariwisata menempati urutan ketiga dalam hal penerimaan devisa
setelah minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit. Jumlah wisatawan mancanegara
yang datang ke Indonesia pada tahun 2010 yaitu sebesar 7 juta lebih atau tumbuh sebesar
10,74% dibandingkan tahun sebelumnya dan menyumbangkan devisa bagi negara sebesar
7.603,45 juta dolar Amerika Serikat. Klinik kegawatdaruratan wisata merupakan suatu
fasilitas kesehatan dimana sifat pelayanan yang diberikan meliputi konsultasi pra-
perjalanan, selama berwisata, setelah berwisata, serta upaya vaksinasi dan edukasi akan
resiko terpapar agen infeksi dimanasebenarnya dapat dicegah sesuai dengan prinsip ilmu
TravelMedicine. Wisata menyebabkan berbagai risiko kesehatan, tergantung dari keadaan
fisik wisatawan maupun tipe perjalanannya.Wisatawan mungkin terpapar secara tiba-tiba
dengan perubahan ketinggian, kelembaban, suhu, dan mikroba, yang dapat menyebabkan
masalah kesehatan. Risiko kesehatan serius juga bisa terjadi di daerah dimana mutu
akomodasinya buruk dalam hal kualitas, kebersihan dan sanitasi, layanan medis yang
kurang memadai, dan kurangnya penyediaan air bersih. Semua calon wisatawan yang
akan melaksanakan perjalanan hendaknya mendapat pengetahuan yang cukup tentang

1
potensi bahaya di tempat tujuan dan memahami apa yangterbaik yang harusdilakukan
untukmelindungi kesehatannya danmeminimalkan risiko terhadap penyakit.
Wisata Alam merupakan salah satu obyek yang berkaitan dengan rekreasi dan
pariwisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan ekosistemnya, baik dalam
bentuk asli (alami) maupun perpaduan dengan buatan manusia. Akibatnya tempat-
tempat rekreasi di alam terbuka yang sifatnya masih alami dan dapat memberikan
kenyamanan semakin banyak dikunjungi orang atau wisatawan. Dalam dunia pariwisata
istilah obyek wisata mempunyai pengertian sebagai sesuatu yang menjadi daya tarik bagi
seseorang wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata, bentuk kegiatan
rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam, baik dalam
keadaan alami maupun setelah ada usaha budidaya, sehingga memungkinkan wisatawan
memperoleh kesegaran jasmaniah dan rohaniah, mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana kasus kegawatdaruratan pada wisata darat mengenai kram betis?
1.2.2 Bagaimana kasus kegawatdaruratan pada wisata darat mengenai cedera
pergelangan kaki ?
1.2.3 Bagaimana kasus kegawatdaruratan pada wisata darat mengenai jatuh
pendakian ?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Mahasiswa dapat memahami kasus kegawatdaruratan pada wisata darat
mengenai kram betis.
1.3.2 Mahasiswa dapat memahami kasus kegawatdaruratan pada wisata darat
mengenai cedera pergelangan kaki.
1.3.3 Mahasiswa dapat memahamikasus kegawatdaruratan pada wisata darat
mengenai jatuh pendakian.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KASUS KEGAWATDARURATAN KRAM BETIS


A. Definisi Kram Betis
Kram (strain) adalah tarikan pada otot, ligamen atau tendon yang disebabkan oleh
regangan yang berlebihan (Smeltzer Suzame, 2001).
Menurut Basoeki (2005) kram otot merupakan kontraksi otot tertentu yang
berlebihan, terjadi secara mendadak tanpa disadari.
Kram (strain) adalah kontraksi otot yang memendek atau kontraksi sekumpulan
otot yang terjadi secara mendadak dan singkat dan menyebabkan otot kita tidak
dapat digerakkan untuk sementara. Kram bisa terjadi dalam hitungan detik, menit
atau bahkan sampai jam. Kaki, tangan dan perut adalah daerah yang biasa
mengalami kram.
Kram kaki adalah nyeri akibat spasme otot di kaki yang timbul karena otot
berkontraksi terlalu keras. Daerah yang paling sering mengalami kram adalah
otot betis di bawah & di belakang lutut.

B. Etiologi
Menurut Mohamad (2001) penyebab kram betis :
1. Kekurangan mineral seperti kalium, kalsium, dan magnesium dapat
mengundang kaki kram.
2. Tekanan terhadap saraf pada tulang belakang bisa membuat kaki terasa
nyeri kram yang bisa memburuk bila semakin lama berjalan. Berjalan
dengan posisi sedikit membungkuk ke depan biasanya dapat meringankan
nyeri.
3. Suplai darah yang tidak memadai. Penyempitan arteri yang mengalirkan
darah ke kaki dapat menimbulkan nyeri, misalnya kram di kaki saat
sedang berolahraga. Kram ini biasanya hilang secepatnya setelah berhenti
berolahraga.

3
4. Dehidrasi sehingga tubuh kehilangan banyak cairan.
5. Cedera atau menggunakan otot secara berlebihan. Terlalu lama duduk,
berdiri lama di atas permukaan yang keras, atau meletakkan kaki pada
posisi yang tidak nyaman selama tidur juga dapat membuat otot kaki
menegang atau kram.
6. Terpapar suhu dingin, khususnya air dingin. Biasanya terjadi setelah
mandi dengan air dingin atau kehujanan.
7. Efek samping dari obat-obatan seperti pil kontrasepsi, obat antipsikotik,
diuretik, statin, dan steroid.
8. Infeksi seperti tetanus juga bisa menyebabkan kejang otot dan kram.
9. Penyakit hati juga bisa mengundang kram pada kaki. Ketika organ hati
tidak bisa bekerja dengan baik, racun di dalam darah akan meningkat dan
bisa membuat otot kram.
10. Kondisi medis lainnya seperti penyakit ginjal, penyakit tiroid, multiple
sclerosis, atau masalah aliran darah (penyakit arteri periferal).
Menurut Basoeki (2005) beberapa obat juga dapat menyebabkan
terjadinya kram otot, seperti obat pelancar kemih, penurun lemak,
kekurangan vitamin B1 (thiamine), vitamin B5 (pantothenic acid) dan B6
(pyridoxine). Kram otot juga dapat terjadi akibat sirkulasi darah ke otot
yang kurang baik.

C. Mekanisme Terjadinya Kram Betis


Ganong (1998) menguraikan bahwa rangsang berulang yang diberikan
sebelum masa relaksasi akan menghasilkan penggiatan tambahan terhadap elemen
kontraktil, dan tampak adanya respon berupa peningkatan kontraksi. Fenomena
ini dikenal sebagai penjumlahan kontraksi. Tegangan yang terbentuk selama
penjumlahan kontraksi jauh lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi selama
kontraksi kedutan otot tunggal. Dengan rangsangan berulang yang cepat,
penggiatan mekanisme kontraktil terjadi berulang-ulang sebelum sampai pada
masa relaksasi. Masing-masing respon tersebut bergabung menjadi satu kontraksi

4
yang berkesinambungan yang dinamakan tetanik atau kontraksi otot yang
berlebihan (kram otot).
Kram pada tungkai biasanya terjadi di kaki dan mempengaruhi otot di
betis atau bagian belakang paha. Mereka datang tiba-tiba dan tanpa peringatan.
Kadang-kadang ketika seseorang tertidur lelap. Pada kram, otot serat kontraksi
menjadi simpul keras, yang dapat berlangsung dari beberapa detik hingga
beberapa menit. Kram bisa disebabkan oleh sirkulasi yang buruk, yang
mengakibatkan kurangnya pasokan darah mencapai otot-otot pada tungkai. Hal ini
dapat kita kaitkan dengan mekanisme fisiologis dan reaksi biokimia yang
berkaitan dengan kontraksi-relaksasi otot.

D. Penatalaksanaan
1. Hentikan aktivitas dan lemaskan otot dengan peregangan ringan. Gerakkan
kaki dengan berjalan perlahan-lahan. Hal ini bertujuan mengirimkan sinyal di
dalam tubuh bahwa otot Anda butuh berkontraksi kemudian relaksasi.
2. Pijat pada bagian otot yang menegang.
3. Kompres dengan air hangat atau mandi dengan air hangat. Namun, cara ini
tidak dianjurkan bagi mereka yang mengidap diabetes, cedera saraf tulang
belakang, atau kondisi lainnya yang tidak memungkinkan Anda merasakan
suhu panas.
4. Minum air putih atau minuman yang mengandung elektrolit secukupnya untuk
menghidrasi tubuh. Cara ini mungkin membutuhkan waktu yang relatif lebih
lama. Namun, hal ini bisa mencegah terjadi kram berikutnya.
5. Ganjal ujung kaki dengan bantal saat tidur untuk mencegah kram.
6. Konsumsi makanan kaya magnesium seperti kacang-kacangan dan biji-bijian
bila Anda sering mengalami kram kaki yang tidak terkait dengan kondisi
kesehatan lainnya. Gunakan obat-obatan pereda sakit, seperti ibuprofen atau
gel penghilang nyeri sesuai petunjuk penggunaan.

5
E. Pengkajian Pada Kram Betis
1. AIRWAY (mempertahankan kepatenan jalan nafas)
a. Ada tidaknya sumbatan jalan nafas
b. Distress pernafasan
c. Kemungkinan fraktur servikal
 Korban sadar atau tidak ? (sumber GELS)
a. Sadar  ajak bicara
b. jika suara jelas = airway bebas
c. Tak sadar  bebaskan jalan nafas
d. head tilt chin lift
e. jaw thrust
 Sumbatan Parsial Jalan Napas
a. Ada kesulitan bernapas
b. Retraksi suprasternal
c. Masih terdengar suara napas
d. Suara stridor
 Sumbatan Total Jalan Napas
a. Tidak ada suara napas
b. Ada kesulitan bernapas
c. Retraksi intercostal
d. Tidak dapat berbicara atau batuk
e. Memegang leher
f. Ada tanda-tanda kepanikan
g. Wajah pucat, sianotik

2 BREATHING
a. Frekuensi nafas
b. Suara pernafasan
c. Adanya udara keluar dari jalan nafas

6
3 CIRCULATION
a. Kaji adanya bukti perdarahan dan kontrol perdarahan dengan penekanan
langsung.
b. Untuk pasien dengan kram betis kaji adanya nyeri dengan menggunakan
teknik PQRST
4. DISABILITY
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan penilaian GCS.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan adanya spasme otot
b. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit

7
2.2 KASUS KEGAWATDARURATAN CEDERA PERGELANGAN KAKI
A. Definisi Cedera Pergelangan Kaki
Sprain atau keseleo merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada
ligamen penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi
sesudah gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011).
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan
menjepit atau memutar.(Brunner & Suddarth. 2001. KMB. Edisi 8. Vol3.hal 2355.
Jakarta:EGC)
Sprain adalah teregangnya atau robeknya ligamen (yaitu jaringan ikat yang
menghubungkan dua atau lebih tulang dalam sebuah sendi). Sprain dapat disebabkan
oleh jatuh, terpelintir, atau tekanan pada tubuh yang menyebabkan tulang pada sendi
bergeser sehingga menyebabkan ligamen teregang atau bahkan robek. Biasanya,
sprain terjadi pada keadaan seperti saat orang terjatuh dengan bertumpu pada tangan.
(kapita selekta kedokteran 2000.)
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sprain adalah cedera
struktural ligamen akibat tenaga yang di berikan ke sendi abnormal, yang juga
merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen.

8
B. Etiologi
Beberapa faktor sebagai penyebab sprain :
1. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan
jaringan. Misalnya pada umur tiga puluh sampai empat puluh tahun kekuatan otot
akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada usia tiga puluh
tahun.
2. Terjatuh atau kecelakan
Sprain dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga jaringan ligamen
mengalami sprain.
3. Pukulan
Sprain dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian sendi dan menyebabkan
sprain.
4. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi sprain karena kurangnya pemanasan. Dengan
melakukan pemanasan otot-otot akan menjadi lebih lentur.
Menurut Kowalak (2011), etiologi keseleo meliputi :
1. Pemuntiran mendadak dengan tenaga yang lebih kuat daripada kekuatan ligamen
dengan menimbulkan gerakan sendi diluar kisaran gerak (RPS) normal
2. Fraktur atau dislokasi yang terjadi secara bersamaan
3. Faktor Risiko
 Riwayat keseleo sebelumnya (faktor risiko yang paling sering)
 Gangguan pada jaringan ikat
 Kaki Cavovarus

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala mungkin timbul karena sprain meliputi :
a. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
b. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
c. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam setelah
cedera)

9
d. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan sekitarnya.
e. Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah
f. Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
g. Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
h. Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan.

D. Klasifikasi
Menurut Marilynn. J & Lee. J. 2011. Klasifikasi sprain sebagai berikut :
a. Sprain derajat I (kerusakan minimal)
Nyeri tanpa pembengkakan, tidak ada memar, kisaran pembengkakan aktif dan pasif,
menimbulkan nyeri, prognosis baik tanpa adanya kemungkinan instabilitas atau
gangguan fungsi.
b. Sprain derajat II (kerusakan sedang)
Pembengkakan sedang dan memar, sangat nyeri, dengan nyeri tekan yang lebih
menyebar dibandingkan derajat I. Kisaran pergerakan sangat nyeri dan tertahan, sendi
mungkin tidak stabil, dan mungkin menimbulkan gangguan fungsi.
c. Sprain derajat III (kerusakan kompit pada ligamen)
Pembengkakan hebat dan memar, instabilitas stuktural dengan peningkatan kirasan
gerak yang abnormal (akibat putusnya ligamen), nyeri pada kisaran pergerakan pasif
mungkin kurang dibandingkan derajat yang lebihh rendah (serabut saraf sudah benar-
benar rusak). Hilangnya fungsi yang signifikan yang mungkin membutuhkan
pembedahan untuk mengembalikan fungsinya.

10
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen/ radiologi.
yaitu pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu menegakkan
diagnosa.Hasil pemeriksaan di temukan kerusakan pada ligamen dan sendi.
b. MRI ( Magnetic Resonance Imaging)
Yaitu pemeriksaan dengan menggunakan gelombang magnet dan gelombang
frekuensi radio, tanpa menggunakan sinar x atau bahan radio aktif, sehingga dapat
diperoleh gambaran tubuh yang lebih detail.Hasil yang diperoleh gambaran ligamen
yang luka.
c. Stress radiography untuk memfisualisasi cedera ketika bagian tersebut digerakkan
d. Artrografi
e. Artroskopy
f. Laboraturium
Pemeriksaan lanjutan bila terdapat infeksi

F. Penatalaksanaan Sprain
a. RICE (Rice, Ice, Compression, Elevation)
Prinsip utama penatalaksanaan sprain adalah mengurangi pembengkakan dan nyeri
yang terjadi. Langkah yang paling tepat sebagai penatalaksanaan tahap awal (24-48
jam) adalah prinsip RICE (rest, ice, compression, elevation), yaitu :
1. Rest (istirahat)
Kurangi aktifitas sehari-hari sebisa mungkin. Jangan menaruh beban pada tempat
yang cedera selama 48 jam. Dapat digunakan alat bantu seperti crutch
(penopang/penyangga tubuh yang terbuat dari kayu atau besi) untuk mengurangi
beban pada tempat yang cedera.
2. Ice (es)
Letakkan es yang sudah dihancurkan kedalam kantung plastik atau semacamnya.
Kemudian letakkan pada tempat yang cedera selama maksimal 2 menit guna
menghindari cedera karena dingin.

11
3. Compression (penekanan)
Untuk mengurangi terjadinya pembengkakan lebih lanjut, dapat dilakukan
penekanan pada daerah yang cedera. Penekanan dapat dilakukan dengan perban
elastik. Balutan dilakukan dengan arah dari daerah yang paling jauh dari jantung
ke arah jantung.
4. Elevation (peninggian)
Jika memungkinkan, pertahankan agar daerah yang cedera berada lebih tinggi
daripada jantung. Sebagai contoh jika daerah pergelangan keki yang terkena,
dapat diletakkan bantal atau guling dibawahnya supaya pergelangan kaki lebih
tinggi daripada jantung. Tujuan daripada tindakan ini adalah agar pembengkakan
yang terjadi dapat dikurangi.
b. Penanganan sprain menurut klasifikasi
1. Sprain tingkat satu (first degree)
Tidak perlu pertolongan/ pengobatan, cedera pada tingkat ini cukup diberikan
istirahat saja karena akan sembuh dengan sendirinya.
2. Sprain tingkat dua (Second degree).
a) Pemberian pertolongan dengan metode RICE
b) Tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang cedera
tidak dapat digerakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs. Biasanya
istirahat selama 3-6 minggu.
3. Sprain tingkat tiga (Third degree).
a) Pemberian pertolongan dengan metode RICE
b) Dikirim kerumah sakit untuk dijahit/ disambung kembali

G. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kondisi ini meliputi:
a. Dislokasi berulang akibat ligamen yang ruptur tersebut tidak sembuh dengan
sempurna sehingga diperlukan pembedahan untuk memperbaikinya (kadang-kadang).
b. Gangguan fungsi ligamen (jika terjadi tarikan otot yang kuat sebelum sembuh dan
tarikan tersebut menyebabkan regangan pada ligamen yang ruptur, maka ligamen ini

12
dapat sembuh dengan bentuk memanjang, yang disertai pembentukan jaringan parut
secara berlebihan).
c. Strain yang berulang
d. Tendonitis

H. Pengkajian Gawat Darurat pada Cedera Pergelangan Kaki


I. Pengkajian primer
1. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk.
Korban sadar atau tidak ? (sumber GELS)
 Sadar  ajak bicara
 jika suara jelas = airway bebas
 Tak sadar  bebaskan jalan nafas
 head tilt chin lift
 jaw thrust
2. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit
dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
a. LIHAT - LOOK
 Gerak dada & perut
 Tanda distres nafas
 Warna mukosa, kulit
 Kesadaran
b. DENGAR - LISTEN
 Gerak udara nafas dengan telinga
c. RABA - FEEL
 Gerak udara nafas dengan pipi

13
3. Circulation
Tekanan darah dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

II. Pengkajian sekunder


1. Aktivitas/istirahat
a. kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
b. Keterbatasan mobilitas
2. Sirkulasi
a. Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
b. Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
c. Tachikardi
d. Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
e. Capilary refil melambat
f. Pucat pada bagian yang terkena
g. Masa hematoma pada sisi cedera
3. Neurosensori
a. Kesemutan
b. Kelemahan
c. Deformitas lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
d. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / anxietas
4. Kenyamanan
a. Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan /
kerusakan tulang, dapat berkurang deengan imobilisasi) tak ada nyeri akibat
keruisakan syaraf.
b. Spasme / kram otot (setelah immobilisasi).
5. Keamanan
a. laserasi kulit
b. perdarahan

14
c. perubahan warna
d. pembengkakan local

III. Focus assesment


1. P (penyebab) : faktor yang menyebabkan nyeri itu datang.
a. Apa penyebab nyeri
b. Faktor yang meringankan nyeri
c. Faktir yang memperlambat nyeri
d. Obat_obatan yang diminum
2. Q (Quality) : menggambarkan nyeri yang dirasakan, klien mendiskripsikan apa yang
dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi
pada klien, bila klien tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan.
Bagaimana rasa nyerinya : terbakar, ditusuk-tusuk, di gigit, di iris-iris, di pukul-
pukul dan lain-lain
3. R(region/tempat) : meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap
atau terasa pada menyebar.
a. Lokasi nyeri
b. Penyebaran nyeri
c. Penyebaran ini apakah sama intensitasnya dengan lokasi sebenarnya.
4. S (skala) : untuk mengukur tingkat nyeri klien di suruh untuk menunjukan tingkat
nyeri tersebut dengan menggunakan skala nyeri yang di beri oleh perawat.
a. Brapa sberkurang.kala nyeri
b. Apakah nyeri mengganggu aktivitasnya : gangguan motorik, gangguan
kesadaran.
c. Apakah nyeri semakin bertambah atau
5. T (Time/waktu) : kapan nyeri itu tersa atau datag dan lama nyeri tersebut.
a. Kapan terasa nyari : pagi, siang, sore, malam.
b. Berapa kali serangannya dalam sehari.
c. Serangan tiba-tiba atau perlahan-lahan.

15
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan pergerakan pada otot, ligament atau tendon
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3. Resiko infeksi berhubungan dengan inflamasi
4. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan cidera

16
2.3 KASUS KEGAWATDARURATAN JATUH PENDAKIAN
A Definisi Jatuh
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang
melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk
dilantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau
luka (Darmojo, 2004).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi
berada di permukaan tanah tanpa disengaja. (Stanley, 2006)
Jadi jatuh dari ketinggian atau tebing termasuk dalam keadaan yang darurat
karena menyangkut kedalam fisik, cedera fisik, cedera tulang belakang hingga
mengakibatkan cedera fsik. Dalam hal ini dibutuhkan orang dalam ahlinya.

B. Etiologi
1. Faktor intrinsik: Gangguan muskuloskeletal misalnya menyebabkan
gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstremitas bawah, kekakuan
sendi, sinkope yaitu kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan
oleh berkurangnya aliran darah ke otak dengan gejala lemah , penglihatan
gelap, keringat dingin, pucat dan pusing (Lumbantobing, 2004).
2. Faktor ekstrinsik : Lingkungan yang tidak mendukung meliputi cahaya
ruangan yang kurang terang, tempat berpegangan yang tidak kuat, Tempat
Berpijak tidak stabil, Tanah Longsor,longosran Es, Gempa, Gunung Api,
Angin Kencang, Badai,kondisi Jalan Licin , Binatang Buas, Mendaki Pada
Gunung Yang Terjal, Lereng Terlalu Curam Atau Jalan Sempit Dekat Jurang.

C. Strategi Penanganan Jatuh Dari Pendakian


1. Raih dan tangkap benda apa saja sepanjang perjalanan jatuh ke bawah. Jika
berhasil meraih dan bertahan pada benda besar seperti papan tebal atau
ranting, peluang untuk bertahan hidup sangat besar. Objek tersebut akan
menyerap sebagian besar dampak benturan saat mendarat dan mengurangi
tekanan pada tulang.

17
2. Cobalah mematahkan daya jatuh menjadi beberapa bagian. Jika jatuh dari
ketinggian, berusahalah semaksimal mungkin mematahkan daya jatuh menjadi
beberapa bagian dengan membenturkan diri ke pinggiran terjal, tebing rendah,
pohon, atau objek lain. Ini akan mematahkan momentum jatuh dan
membaginya menjadi daya jatuh kecil-kecil beberapa kali, yang jelas memberi
peluang jauh lebih besar untuk selamat.

3. Lemaskan tubuh. Jika lutut dan siku terkunci dan semua otot kaku, dampak
jatuh akan jauh lebih merusak terhadap organ-organ vital. Jangan membuat
tubuh kaku. Usahakan semaksimal mungkin melemaskan tubuh agar saat
membentur tanah, tubuh dapat lebih mudah menerima dampak benturan.

18
4. Tekuk lutut. Mungkin tidak ada yang lebih penting dari menekuk lutut dalam
upaya bertahan hidup saat jatuh dari ketinggian (atau yang lebih mudah
dilakukan saat terjadi).

5. Mendaratlah dengan kaki lebih dulu. Berapa pun tinggi jarak jatuh, harus
selalu berusaha mendarat dengan kaki lebih dulu. Cara ini akan memusatkan
daya benturan di wilayah yang kecil, sehingga memungkinkan kaki menyerap
benturan yang paling parah. Jika posisi Anda berbeda, berusahalah
semaksimal mungkin membetulkan posisi sebelum menghantam tanah.
 Posisi jatuh dengan kaki lebih dulu sudah merupakan reaksi insting tubuh.
 Rapatkan dan sejajarkan kedua kaki agar dapat mendarat pada saat
bersamaan.
 Mendaratlah kaki terleh dahulu. Arahkan kaki sedikit menukik ke bawah
sebelum membentur tanah agar dapat mendarat dengan kaki lebih dulu. Ini
akan memungkinkan bagian bawah tubuh menyerap benturan secara lebih
efektif.

6. Berusahalah jatuh dan memiringkan tubuh ke kanan atau kiri. Begitu


mendarat dengan kedua kaki lebih dulu. Usahakan jangan jatuh ke belakang.
Jatuh ke sisi kanan atau kiri, itu yang paling baik secara statistik. Kalau bisa,
berusahalah jatuh ke depan, lalu patahkan daya jatuh dengan kedua lengan.

19
7. Lindungi kepala saat tubuh memantul. Ketika jatuh dari jarak sangat tinggi ke
tanah, biasanya tubuh akan memantul. Banyak orang mampu bertahan saat
menghadapi benturan pertama (seringkali bahkan dengan kedua kaki lebih
dulu) namun menderita cedera parah saat benturan kedua, setelah memantul.
Besar kemungkinan Anda sudah pingsan saat memantul. Lindungi kepala
menggunakan kedua lengan dengan memosisikan di kedua sisi kepala dan
siku menghadap ke depan (mencuat di depan wajah), dan semua jari terjalin di
belakang kepala atau leher. Ini akan menutupi sebagian besar kepala.

8. Dapatkan bantuan medis secepat mungkin. Anda mungkin tidak akan merasa
sakit saat mendarat. Bahkan jika Anda tidak tampak cedera, ada kemungkinan
menderita retak tulang atau luka dalam yang harus segera dirawat.
Bagaimanapun perasaan Anda, bergegaslah ke rumah sakit secepat mungkin.

20
D. Pengkajian Jatuh Dari Pendakian
1. AIRWAY

Menilai kelancaran Obstruksi total /parsial


1. Reposisi
jalan nafas 2. Head tilt chin lift Adanya benda asing
3. Suction
4. Jaw trhust (bila dicurigai Adanya fraktur tulang
adanya fraktur cervikal) wajah,fraktur manibula atau
maksila,fraktur laring atau trakea

Lidah jatuh kebelakang

Bila terdapat tanda klinis seperti

1. Adanya apnea Pertahankan airway patency


2. Ketidakmampuan mempertahankan airway dengan
3. Kebutuhan untuk melindungi airway
1. Airway
bagian bawah dari aspirasi darah /vomitus
orofaringeal(oropharynge
(perdarahan disaluran nafas atas )
al airway)
4. Ancaman segera atau bahaya potensial
2. Nasofaringeal
sumbatan airway
(nasopharyngeal airway)
5. Adanya cedera kepala yang membutuhkan
bantuan nafas (GCS <8)
6. Ketidakmampuan untuk mempertahankan
oksigenasi yang adekuat dengan
pemberian oksigen tambahan Gunakan 3 jenis airway
definitive
1. Pipa orotrakeal
2. Pipa nasotrakeal
3. Airway surgical
(krikotiroidotomi
/trakeostomi )

2. BREATHING
Pengkajian yang dilakukan di breathing bertujuan untuk mengetahui kualitas
napas, apakah ada suara tambahan, dan retraksi otot dada. Inspirasi dan eksprasi
penting untuk terjadinya pertukaran gas, terutama masuknya oksigen yang
diperlukan untuk metabolisme tubuh. Inspirasi dan ekspirasi merupakan tahap

21
ventilasi pada proses respirasi. Fungsi ventilasi mencerminkan fungsi paru,
dinding dada dan diafragma.
Pengkajian pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi :
a. pergerakan dada
b. adanya bunyi nafas
c. adanya hembusan/aliran udara

3. CIRCULASION
a. Kehilangan darah >1500 cc (dapat terjadi akibat open fraktur,luka, cidera
kepala)
b. Tekanan darah : dapat menurun pada pasien dengan perdarahan/fraktur
medula spinalis/cidera kepala, penurunan tekanan darah sistolik pada pasien
dengan cidera medula spinalis dan cidera kepala
c. Nadi : dapat meningkat (takikardi) pada syok hipovolemik atau
lambat(bradikardi) pada syok neurogenik, nadi lemah
d. CRT >2 detik (dapat terjadi pada pasien dengan perdarahan)
e. Berkeringat dingin
f. Adanya tanda - tanda syok hipovolemik (dapat terjadi padapasien dengan
perdarahan masif) dan syok neurogenik pada pasien dengan cidera medula
spinalis
g. Adanya penurunan kesadaran (akibat cidera kepala penurunan pefusi jaringan
otak, syok medula spinalis, dan perdarahan massiv pada arteri besar atau
organ penting

4. DISABILITY
a. Tingkat kesadaran yang diukur dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS).
b. Penilaian tanda lateralisasi pupil (ukuran, simetris dan reaksi terhadap cahaya,
kekuatan tonus otot (motorik). Pemeriksaan pupil berperan dalam evaluasi
fungsi cerebral. Pupil yang normal dapat digambarkan dengan PEARL

22
(Pupils, Equal, Round Reactive to Light) atau pupil harus simetris, bundar dan
bereaksi normal terhadap cahaya

5. EXPROSURE
Pada bagian exprosure tindakan yang dilakukan adalah menanggalkan pakaian
pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera
leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan
log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos
pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah
selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang di duga telah terjadi mekanisme trauma seperti terjatuh dari
pendakian yang dapat menyebabkan fraktur,cedera kepala, cedera tulang belakang
,cedera leher,dislokasi dan sebagainnya yang mengancam jiwa,maka Rapid
Trauma Assesment harus segera di lakukan :
a. Lakukan pemeriksaan kepala,leher, dan ekstermitas pada pasien
b. Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyama pasien
luka dan mulai melaluakan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak
stabil/ kritis.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Nyeri akut
4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
5. Hipertermia

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Kram (strain) adalah kontraksi otot yang memendek atau kontraksi sekumpulan
otot yang terjadi secara mendadak dan singkat dan menyebabkan otot kita tidak dapat
digerakkan untuk sementara. Kram bisa terjadi dalam hitungan detik, menit atau bahkan
sampai jam. Kaki, tangan dan perut adalah daerah yang biasa mengalami kram. Kram
pada tungkai biasanya terjadi di kaki dan mempengaruhi otot di betis atau bagian
belakang paha. Mereka datang tiba-tiba dan tanpa peringatan. Kadang-kadang ketika
seseorang tertidur lelap. Pada kram, otot serat kontraksi menjadi simpul keras, yang dapat
berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa menit. Kram bisa disebabkan oleh
sirkulasi yang buruk, yang mengakibatkan kurangnya pasokan darah mencapai otot-otot
pada tungkai. Hal ini dapat kita kaitkan dengan mekanisme fisiologis dan reaksi biokimia
yang berkaitan dengan kontraksi-relaksasi otot.
Cedera pergelangan kaki atau Sprain adalah teregangnya atau robeknya ligamen
(yaitu jaringan ikat yang menghubungkan dua atau lebih tulang dalam sebuah sendi).
Sprain dapat disebabkan oleh jatuh, terpelintir, atau tekanan pada tubuh yang
menyebabkan tulang pada sendi bergeser sehingga menyebabkan ligamen teregang atau
bahkan robek. Biasanya, sprain terjadi pada keadaan seperti saat orang terjatuh dengan
bertumpu pada tangan. Tanda dan gejala mungkin timbul karena sprain meliputi nyeri
lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi), pembengkakan dan rasa hangat akibat
inflamasi, gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam setelah
cedera), perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan sekitarnya,
edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata, ketidakmampuan untuk
menggunakan sendi, otot dan tendon, dan tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih
hebat dan konstan.
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang
melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk dilantai/tempat
yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka. Jatuh dari
ketinggian atau tebing termasuk dalam keadaan yang darurat karena menyangkut

24
kedalam fisik, cedera fisik, cedera tulang belakang hingga mengakibatkan cedera fsik.
Penyebab jatuh dari ketinggian ada 2 faktor yaitu factor intrinsic dan factor ekstrinsik.
Pada faktor intrinsik mengalami gangguan muskuloskeletal misalnya menyebabkan
gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope yaitu
kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah
ke otak dengan gejala lemah , penglihatan gelap, keringat dingin, pucat dan pusing.
Pada faktor ekstrinsik lingkungan yang tidak mendukung meliputi cahaya ruangan
yang kurang terang, tempat berpegangan yang tidak kuat, Tempat Berpijak tidak stabil,
Tanah Longsor,longosran Es, Gempa, Gunung Api, Angin Kencang, Badai,kondisi Jalan
Licin , Binatang Buas, Mendaki Pada Gunung Yang Terjal, Lereng Terlalu Curam Atau
Jalan Sempit Dekat Jurang.

3.2 Saran
Demi kesempurnaan makalah ini, kami sangat mengharapkan kritikan dan saran
yang bersifat membangun kearah kebaikan demi kelancaran dan kesempurnaan
makalah ini.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ali satia Graha.2009. Terapi Masase Frirage Penatalaksanaan Masase dan Cedera Olahraga
Pada Lutut dan Engkel. Yogyakarta: Klinik Terapi Fisik UNY
Corwin, elizabeth. 2009. Buku saku patofisiologi. EGC : Jakarta

Hidayat, A.Azis alimul. 2006. Kebutuhan dasar manusia 1. salemba medika: Jakarta

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buka Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC

Nursalam. 2001. Proses & dokumentasi keperawatan. salemba medika: Jakarta

Paula, Krisyanty. Santa, Manurung, dkk. 2009. Asuhan keperawatan gawat darurat. CV.trans

info medika : jakarta timur

Santosa, budi. 2005. Panduan diagnosa keperawatan nanda. Prima medika: jakarta

Smeler, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikat Bedah Brunner Dan Suddarth.

Edisi 8. Jakarta : EGC.

26

You might also like