You are on page 1of 13

UNIVERSITAS INDONESIA

Westernisasi Lewat Fast Food Pengaruhi Kesehatan Remaja

Karya Tulis Ilmiah

Muhammad Kemal Hasan


1306396113

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Ilmu Politik
Depok
Desember 2013
ABSTRAK

Karya tulis ilmiah ini menulis tentang bagaimana westernisasi lewat fast food
pengaruhi kesehatan remaja. Penulisan ini menggunakan metode studi pustaka.
Penulis mencari sumber-sumber penulisan dari buku teks, skripsi, internet, dan
surat kabar. Westernisasi sekarang ini sudah tidak dapat dibendung, westernisasi
mempengaruhi banyak sisi dalam kehidupan dan salah satunya adalah
westernisasi lewat fast food. Westernisasi lewat fast food merubah perilaku makan
seseorang terutama remaja, karena rasa dari fast food dapat sangat diterima di
lidah mereka. Perubahan perilaku makan itu dengan sendirinya akan berpengaruh
pada kesehatan. Mengkonsumsi fast food yang berlebihan dapat menimbulkan
banyak penyakit seperti jantung, kolesterol, darah tinggi, diabetes, dan obesitas.
Restoran fast food banyak terdapat di kota-kota besar di Indonesia, sehingga
remaja dan anak-anak umumnya sangat menyukai fast food. Karena terlalu sering
mengkonsumsi fast food lama kelamaan akan menimbulkan obesitas.

Kata kunci: westernisasi, fast food, kesehatan remaja, obesitas


1. PENDAHULUAN
Dunia telah semakin berkembang. Batas negara, pergaulan bangsa
pengaruh budaya telah beralkuturasi sedemikian rupa menjadi suatu dunia yang
amat sangat universal. Bagi bangsa Indonesia dengan budaya timur, pengaruh dari
dunia barat sudah semakin sulit untuk dibendung. Westernisasi, apapun bentuknya,
telah terserap dalam sendi kehidupan bangsa Indonesia.
Westernisasi merupakan sebuah arus besar yang mempunyai jangkauan
politik, sosial, kultural, dan teknologi. Arus ini bertujuan mewarnai kehidupan
bangsa-bangsa, terutama kaum muslimin, dengan gaya barat. Westernisasi pada
hakikatnya merupakan perwujudan dari konspirasi Kristen-Zionis-Kolinialis
terhadap ummat Islam. Mereka bersatu untuk mencapai tujuan bersama, yaitu
membaratkan dunia Islam agar kepribadian Islam yang unik terhapus dari muka
bumi ini. Gerakan westernisasi telah masuk hampir disetiap negara di dunia Islam
dan negara-negara Timur. Dengan diam-diam masyarakatnya terseret ke dalam
peradaban Barat yang materialistik dan modern. Akibatnya mereka terikat oleh
roda peradaban Barat.
Westernisasi adalah sikap meniru dan menerapkan unsur kebudayaan barat
sebagaimana adanya. Berlangsungnya melalui interaksi sosial yang berupa kontak
sosial langsung ataupun tidak langsung, terutama melalui media cetak dan
elektronik, seperti buku, majalah, televisi, video, dan bioskop. (Sosiologi kelas
XII SMA, 21)
Definisi westernisasi adalah suatu perbuatan seseorang yang mulai hilang
kehidupan jiwa nasionalismenya, yang meniru atau melakukan aktivitas yang
bersifat kebarat-baratan (budaya bangsa lain). Westernisasi sudah berkembang di
masyarakat luas dan hal ini menuntut kita untuk mewaspadai manakah yang bisa
diterima dan mana yang tidak perlu diikuti. (Priskhila LS, 2010)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Westernisasi” adalah pemujaan
terhadap Barat yang berlebihan; pembaratan.Kata “Westernisasi” juga memiliki
makna yang hampir sama dengan kata “Westernis” yang memiliki arti berkiblat
ke Barat, berhaluan ke Barat atau terkena pengaruh Barat (KBBI).
Westernisasi di Indonesia merupakan suatu masalah yang perlu dicermati
bersama karena menyebabkan perubahan terhadap masyarakat Indonesia.
Sekarang ini sering kita lihat generasi muda bangsa Indonesia yang bersikap
“kebarat-baratan”. Mulai dari penampilan diri seperti mewarnai rambut dengan
cat pirang, mengenakan pakaian mini atau celana pendek yang tidak sesuai
dengan kepribadian bangsa, bicara menggunakan bahasa asing agar terlihat lebih
keren, sampai memilih makanan yang berbau ‘barat’ misalnya hamburger, spageti,
minuman soda dan beralkohol, dan lain sebagainya.
Generasi kita merasa bangga dengan kebiasaan orang-orang Barat, yang
dianggap lebih maju, lebih hebat, dan lebih segalanya dari kebiasaan Timur.
Anak-anak muda sering merasa budaya dan kebiasaan bangsa sendiri lebih
terbelakang dan akhirnya malu menggunakannya di depan umum. Sebenarnya
tidak semua budaya Barat bersifat negatif, banyak juga yang bisa diterapkan dan
diambil manfaatnya bagi kehidupan kita.
Tulisan ini selanjutnya mencoba mengemukakan bagaimana westernisasi
lewat fast food telah mempengaruhi kehidupan remaja khususnya masalah
kesehatan remaja. Sejauh mana fast food telah mengubah pola makan remaja dan
sampai mana hal tersebut akhirnya mendatangkan penyakit pada remaja
khususnya.
Awal perkembangan gerai-gerai makanan fast food dimulai pada abad 19
di Amerika Serikat. Pada abad ke-20, bisnis gerai-gerai makanan fast food
semakin menyebar hingga ke kawasan benua Eropa, Afrika, Australia, dan Asia
seperti di Indonesia. Menu yang dihidangkan di restoran fast food umumnya
adalah makanan-makanan cepat saji (sesuai namanya: fast food), misalnya roti isi
daging yang dikenal sebagai burger, ayam goreng tepung, kentang goreng, aneka
donat, dan sebagainya. Makanan ini diolah sedemikian rupa, biasanya dari bahan
makanan setengah jadi (patty daging isian burger), roti yang sudah dimatangkan,
agar waktu yang digunakan dalam menyajikan makanan ini dapat dipersingkat.
Makanan fast food hadir di budaya Barat seiring dengan pergerakan
masyarakat yang semakin dinamis, sehingga tidak lagi memiliki banyak waktu
untuk mempersiapkan makanan mereka sendiri di rumah. Makanan cepat saji
dapat dengan mudah dikonsumsi sambil berjalan menuju kantor, ataupun bila
menyantapnya di restoran, makanan tersebut cepat tiba di meja pemesan.
Kehadiran restoran fast food di Indonesia tidak bisa lepas dari kemajuan
alias modernisasi, di samping juga masyarakat yang semakin sibuk dalam
kesehariannya. Makanan cepat saji ini dengan cepatnya mendapat tempat di hati
masyarakat Indonesia, terutama remaja yang lebih mudah menerima pembaharuan,
apalagi makanan cepat saji ini umumnya cocok dengan lidah remaja karena gurih,
renyah, dan cukup mengenyangkan.
Health Education Authority, sebuah lembaga yang melakukan penelitian
terhadap konsumsi fast food, usia 15-34 tahun adalah konsumen terbanyak yang
memilih menu fast food. Walaupun di Indonesia belum ada data yang akurat,
keadaan tersebut dipakai sebagai cerminan tatanan masyarakat kita, bahwa usia
tersebut adalah golongan pelajar dan pekerja muda.
Salah satu yang mengancam kesehatan remaja adalah obesitas. Meskipun
di Indonesia belum ada data secara pasti, namun seiring perkembangan zaman
masalah obesitas ini juga sudah banyak terjadi pada masyarakat seluruh dunia.
Belum lagi penyakit berbahaya lainnya, seperti penyakit jantung, darah tinggi,
diabetes, kanker, sebagainya. Penyakit-penyakit seperti ini tercatat masih menjadi
pembunuh nomor satu di Indonesia.
Bagaimana sebenarnya perilaku makan remaja? Perilaku makan adalah
cara seseorang berpikir, berpengetahuan, dan berpandang tentang makanan.Apa
yang ada dalam perasaan dan pandangan itu dinyatakan dalam bentuk tindakan
makan dan memilih makanan. Jika keadaan itu terus menerus berulang maka
tindakan tersebut akan menjadi kebiasaan makan. (Khumaidi, 1994)
Adapun perilaku makan (dalam hal pola makan) yang ditunjukkan remaja
adalah mengonsumsi makanan fast food. Kini makanan fast food telah menjadi
bagian dari perilaku sebagian anak sekolah dan remaja di luar rumah di berbagai
kota. Jenis makanan siap santap yang berasal dari negara Barat seperti hamburger
dan pizza sering dianggap sebagai lambang kehidupan moderen oleh para remaja.
Padahal fast food mempunyai kandungan tinggi kalori, karbohidrat, dan lemak.
Jika makanan fast food dikonsumsi dalam jangka panjang dapat menyebabkan
obesitas. (Mudjianto, 1993).

2. ISI
2.1 Kerangka Teori
Teori Obesitas oleh Agus Supriyanto (Dosen Pendidikan Kepelatihan FIK UNY)
Obesitas atau yang biasa kita kenal sebagai kegemukan merupakan suatu
masalah yang cukup merisaukan dikalangan remaja. Pada remaja putri,
kegemukan menjadi permasalahan yang cukup berat, karena keinginan untuk
tampil sempurna yang seringkali diartikan dengan memiliki tubuh yang
ramping/langsing dan proporsional, merupakan idaman bagi mereka. Hal ini
semakin diperparah dengan berbagai iklan di televisi, surat kabar, dan media
massa lain yang selalu menonjolkan figur-figur wanita yang langsing dan iklan
berbagai ramuan obat-obatan, makanan, dan minuman untuk merampingkan tubuh.
Akibatnya jutaan rupiah uang dibelanjakan untuk diet ketat, obat-obatan, dan
perawatan-perawatan guna menurunkan berat badan.
Tidak berbeda dengan remaja puteri, remaja pria pun takut menjadi gemuk.
Bagi mereka, pria yang memiliki bobot berlebih dianggap akan mengalami
permasalahan yang cukup berat untuk menarik perhatian lawan jenis. Banyak
remaja pria yang berharap dapat membuat tubuhnya ideal (menjadi sedikit
berotot/kekar) dan keinginan mereka untuk itu pada sebagian remaja disalurkan
melalui kegiatan olahraga. Namun sayangnya bagi mereka yang kegemukan
kagiatan olahraga akan terasa sebagai siksaan. Hal inilah yang seringkali
dimanfaatkan oleh para penjual produk-produk obat-obatan atau makanan
penurun berat badan dan alat olahraga ringan untuk memperlaris dangannya.
Dengan melihat fenomena yang terjadi sekarang ini, tidaklah berlebihan
jika dikatakan bahwa obesitas merupakan salah satu masalah rumit yang
seringkali dihadapi remaja dan juga termasuk orang dewasa. Hal ini tercermin
dalam banyak dana yang dikeluarkan untuk melakukan diet, membeli obat-obatan
pelangsing dan peralatan olahraga yang bertujuan untuk menurunkan berat badan.
Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk (obese)
yang disebabkan penumpukan adipose (adipocytes: jaringan lemak khusus yang
disimpan tubuh) secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan dimana sesorang
memiliki berat badan yang lebih berat dibandingkan berat idealnya yang
disebabkan terjadinya penumpukan lemak ditubuhnya.
Dihadapkan pada obesitas, tidak jarang seorang remaja bereaksi secara
berlebihan. Tidak jarang remaja pula mereka menjadi frustasi karena meskipun
sudah melakukan diet ketat dan mengonsumsi ramuan atau obat-obatan penurun
berat badan, ternyata bobot tubuhnya tidak kunjung susut, bahkan dapat dikatakan
sebagai pemicu terjadinya Anaroksia dan Bulimia Nervosa.
2.2 Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah
studi pustaka.
2.3 Kasus
Kejadian obesitas pada sekolah Islam Al-Azhar 1 Jakarta Selatan tahun 2009.
Sumber: Skripsi oleh Nuri Rahmawati berjudul “Aktifitas Fisik, Konsumsi
Makanan Cepat Saji (Fast Food), dan Keterpaparan Media Serta Faktor-faktor
Lain yang Berhubungan Dengan Kejadian Obesitas Pada Siswa SD Islam Al-
Azhar 1 Jakarta Selatan Tahun 2009”.
Penelitian ini dibuat oleh Nuri Rahmawati mahasiswi sarjana kesehatan
masyarakat Universitas Indonesia dan dilakukan di Sekolah Islam Al-Azhar 1
jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa pravalensi kejadian
obesitas terjadi peningkatan setiap tahunnya. Kejadian obesitas ini diduga
sebabkan oleh beberapa faktor seperti karakteristik responden (umur dan jenis
kelamin), karakteristik orangtua responden (pendidikan orangtua dan status
pekerjaan ibu), frekuensi konsumsi makanan (frekuensi konsumsi makanan
jajanan dan frekuensi konsumsi makanan cepat saji (fast food)), aktivitas fisik
(waktu tidur, waktu menonton televisi dan main games serta kebiasaan olahraga),
dan keterpaparan terhadap media. Pemilihan populasi di daerah Jakarta Selatan
tepatnya di Sekolah Islam Al-Azhar 1 yang merupakan salah satu sekolah swasta
yang mempunyai siswa dengan latar belakang sosial ekonomi menengah keatas
yang biasanya memiliki kecenderungan mengkonsumsi makanan cepat saji (fast
food). Hal ini dapat terlihat dimana kantin di sekolah tersebut terdapat disetiap
lantainya dan makanan yang dijual sebagian besar adalah makanan cepat saji (fast
food) .
Dari hasil analisis hubungan antara frekuensi konsumsi makanan cepat saji
(fast food) dengan kejadian obesitas diperoleh kejadian obesitas lebih tinggi pada
siswa yang sering mengonsumsi makanan cepat saji (fast food) yaitu sebesar
(28,2% ) siswa, sedangkan kejadian obesitas pada siswa yang tidak sering
mengonsumsi makanan cepat saji (fast food) yaitu sebesar (23,3%).
Peneliti juga menganalisis hubungan antara status pekerjaan ibu dengan
frekuensi konsumsi makanan cepat saji. Terjadi kecenderungan pada siswa yang
sering mengonsumsi makanan cepat saji terjadi pada ibu yang bekerja yaitu
sebesar 50,9% sedangkan pada ibu yang tidak bekerja sebesar 49,1%.
Distribusi hasil penelitian tentang jenis makanan cepat saji yang
dikonsumsi siswa yang terdiri dari fried chicken/ayam goreng, kentang goreng,
burger/hotdog, pizza, spaghetti, katsu/nugget, dan donat didapatkan hasil bahwa
siswa paling sering mengkonsumsi fried chicken/ayang goreng yaitu sebesar
51,7%. Sedangkan jenis makanan cepat saji yang tidak sering dikonsumsi oleh
siswa adalah katsu/nugget yaitu sebesar 27%.
Menurut Padmiari (2003) semakin banyak konsumsi makanan cepat saji,
semakin tinggi kejadian obesitas, karena kandungan kalori dan lemak pada makan
cepat saji sangat tinggi. Hanya dengan makanan cepat saji yang sederhana sudah
dapat memenuhi setengah kebutuhan kalori sesorang dalam sehari. Selain itu
banyaknya jenis makanan cepat saji yang dikonsumsi juga semakin meningkatkan
kejadian obesitas.
2.4 Analisa Kasus
Perilaku makan yang bergeser dari makanan tradisional menjadi lebih
menyukai makanan cepat saji merupakan salah satu dari pengaruh westernisasi.
Pergeseran perilaku ini terjadi pada penelitian tersebut di atas, dimana siswa
Sekolah Islam Al Azhar I Jakarta Selatan banyak yang mengonsumsi fast food.
Ada beberapa penyebab siswa tersebut mengomsumsi makanan cepat saji,
yang pertama kita ketahui bahwa di kantin sekolah tersebut makanan yang dijual
sebagian besar adalah makanan cepat saji (fast food) seperti fried chicken/ayam
goreng, kentang goreng, burger/hotdog, pizza, spaghetti, katsu/nugget, dan donat.
Sebagian besar siswa pasti memilih membeli makanan yang tersedia di kantin
sekolah mereka karena praktis dan mudah diperoleh.
Yang kedua karena faktor orangtua terutama ibu mereka yang bekerja.
Orangtua terutama ibu yang sibuk bekerja kurang memiliki waktu untuk
menyiapkan bekal sehat untuk dibawa anaknya ke sekolah. Ibu yang sibuk bekerja
jarang sekali mengontrol perilaku makan anak mereka dan menu makanan anak di
sekolah. Anak-anak hanya diberikan uang jajan sehingga anak-anaklah yang
menentukan makanan mereka di sekolah.
Pada penelitian diatas dijelaskan bahwa anak-anak yang sering
mengonsumsi fast food lebih banyak mengidap obesitas daripada anak-anak yang
jarang mengonsumsi fast food tersebut. Itu disebabkan karena fast food memiliki
kandungan lemak, garam, dan gula yang sangat tinggi, sedangkan kurang
mengandung serat yang justru dibutuhkan tubuh.
Selain kasus yang ditemui di Sekolah Islam Al-Azhar 1, kasus serupa
ditemui pula di Denpasar, ternyata prevalensi obesitas di Denpasar cukup tinggi
(13,6%). Prevalensi obesitas lebih tinggi di sekolah swasta (18,2%) daripada di
sekolah negeri (12,4%). Semakin beranekaragam jenis fast food yang dikonsumsi,
semakin tinggi pula resiko seseorang menderita obesitas. Anak yang memperoleh
intake energy dari fast food sebanyak 75% lebih berpeluang untuk menderita
obesitas daripada anak yang memperoleh intake dari energy yang dikonsumsi
bukan dari fast food. (Padmiari, 2005)
Data-data diatas telah membuktikan bagaimana fast food telah
mempengaruhi kesehatan remaja, yang berdampak pada masalah obesitas dan
meningkatnya penyakit berat lainnya. Semua hal ini tentunya dipengaruhi pula
oleh kebiasaan orangtua yang telah bergeser dari yang biasanya memasak sendiri
di rumah dengan bahan-bahan yang sehat, menjadi tak memiliki cukup waktu
untuk menyiapkan makanan dan akhirnya membeli makanan fast food yang
memang lebih digemari anak-anak.
Sayangnya, banyak orangtua dan kaum remaja yang tidak mengetahui
bahaya yang ada di balik makanan kegemaran mereka. Makanan fast food
mengandung kalori yang sangat tinggi dan banyak mengandung minyak, lemak,
garam, gula dan kolesterol yang berbahaya bagi tubuh kita.
Fast food menngandung lemak jenuh yang dapat meningkatkan kadar
kolesterol dalam darah dan menjadi penyebab kegemukan. Masalah kesehatan
yang lebih serius juga dapat dipicu oleh keadaan tersebut, antara lain penyakit
jantung dan stroke.
Selain kandungan lemak jenuh fast food juga memiliki kandungan garam
atau monosodium klorida/natrium klorida. Per hari kita hanya boleh mengonsumsi
tidak lebih dari 5 gram bagi orang dewasa yang memiliki tekanan darah normal.
Meskipun kita memang memerlukan zat perasa ini untuk membantu fungsi
metabolisme tubuh namun bila mengonsumsinya berlebihan maka resiko tekanan
darah tinggi meningkat.
Zat lainnya yang banyak terkandung dalam fast food adalah gula yang
biasanya banyak terdapat pada minuman bersoda/bikarbonat dan permen.
Kelebihan gula dapat mengakibatkan kegemukan dan kerusakan gigi juga
mengakibatkan penyakit jantung dan obesitas meskipun secara tidak langsung.
Pemaparan di atas telah menjelaskan bagaimana perilaku atau pola makan
yang bergaya kebarat-baratan dapat mempengaruhi kesehatan remaja yang
notabene merupakan kalangan yang sangat menyukai fast food. Hal tersebut tidak
terlepas dari gaya hidup modern yang lebih mengagungkan kebiasaan serba Barat
dan meremehkan kearifan lokal. Sudah selayaknya kita sebagai orangtua atau
remaja itu sendiri dapat lebih cerdas memilih makanan yang akan masuk ke dalam
tubuh. Bagi orangtua, suatu kewajiban untuk mengenalkan bahan makanan sehat
kepada putra-putrinya sejak dini, bahkan sejak bayi mulai mengenal makanan
tambahan selain ASI (Air Susu Ibu). Orangtua juga seharusnya memiliki
kebiasaan untuk memasak makanan sehat di rumah, yakni makanan yang terbuat
dari bahan-bahan segar, sarat dengan gizi dan memenuhi unsur mineral dan
vitamin yang diperlukan tubuh.
Orangtua juga harus membiasakan anak-anak sarapan sebelum ke sekolah
dan memberikan bekal makanan sehat untuk dibawa ke sekolah. Pihak sekolah
pun menyediakan pilihan makanan sehat yang disajikan dengan menarik dan enak
di kantin sekolah. Apabila mengadakan acara makan bersama di luar rumah,
orangtua sebaiknya memilih restoran yang menyajikan makanan segar dan sehat
dan bukan ke restoran fast food. Saat ini restoran makanan Indonesia pun tak
kalah pamor dan tak kalah lezatnya dengan restoran fast food ala Barat.
Remaja perlu memiliki pengetahuan makanan apa saja yang penting bagi
pertumbuhan tubuh mereka, dan menghindari makanan fast food sebisa mungkin.
Bila tak dapat dihindari, maka makanan fast food juga dapat sesekali dikonsumsi
dengan lebih bijaksana, misalnya dengan tidak memakan kulit ayam goreng
tepung yang sangat tinggi lemaknya,memilih minuman sari buah dan bukan
minuman soda, memilih roti isi dengan daging dan sayur, serta ditambah buah-
buahan yang baik bagi kesehatan.
Guru juga dapat berperan untuk mengenalkan makanan sehat dalam materi
pelajaran di sekolah. Sejak tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dapat
dikenalkan makanan apa saja yang baik dan tidak bagi anak-anak. Dengan
demikian sejak dini anak-anak Indonesia dapat lebih cerdas memilih makananya
sehingga dapat tumbuh menjadi remaja dan generasi muda yang sehat.
Makanan tradisional Indonesia sebenarnya merupakan makanan yang
lebih sehat. Tempe misalnya, diyakini sebagai makanan fungsional yang sarat gizi,
sumber antioksidan, dan serat yang sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh.
Kisah Indonesia sebagai asal mula tempe sudah dikenal dunia. Tetapi, bagaimana
memberdayakan makanan tradisional berbasis kedelai ini di tengah kian maraknya
makanan fast food masuk ke Indonesia menjadi persoalan pelik. Ini menjadi
paradoks, ketika masyarakat di negara-negara Barat sudah menggelar back to
nature sebagai gaya hidup sehat, sebab menyadari menu yang sarat kolesterol,
garam, berakibat buruk bagi kesehatan. Masyarakat Indonesia justru sebaliknya
menjadikan fast food ala Barat sebagai gaya hidup yang lagi trendi. (Posman
Sibuea, 2013)

3. PENUTUP
Westernisasi dalam berbagai sisi kehidupan tidak dapat dibendung
pengaruhnya dalam masyarakat Indonesia. Termasuk juga kebiasaan makan atau
perilaku makan masyarakat khususnya remaja Indonesia yang kebarat-baratan.
Bagi remaja makanan yang berbau Barat dianggap lebih enak, lebih sehat, dan
lebih bergaya. Makanan yang dimaksud adalah fast food, antara lain burger, ayam
goreng renyah, minuman bersoda, dan sebagainya yang sebenarnya kurang serat,
kurang segar, dan tinggi lemak serta kolesterol.
Para remaja di Indonesia cenderung menganggap jika mengkonsumsi fast
food, mereka akan terlihat lebih keren dan kebarat-baratan. Mereka juga
menganggap fast food merupakan makanan yang enak dan praktis, sehingga
membelinya secara terus menerus. Padahal, konsumsi fast food yang berlebihan
juga akan membawa dampak buruk terhadap kesehatan remaja. Dapat
disimpulkan bahwa dengan adanya westernisasi yang melanda Indonesia antara
lain lewat konsumsi fast food di kalangan remaja (dengan berlebihan) maka dapat
mempengaruhi kesehatan antara lain obesitas, timbulnya penyakit kolestrol, darah
tinggi, hingga stroke.
Westernisasi bagaimanapun juga tidak dapat dihindari. Yang menjadi
pekerjaan rumah bagi kita sekarang adalah bagaimana menyikapi pengaruh barat
tersebut. Kita harus secara bijaksana memilih mana yang baik dan mana yang
tidak bagi kehidupan kita. Kita juga harus bisa membendung pengaruh yang
negatif dan mengedepankan hal-hal positif yang kita miliki sehingga kita dapat
hidup dalam keseimbangan dan hidup lebih baik lagi.
Daftar Pustaka

Ruswanto. Sosiologi Untuk SMA/MA Kelas XII Program Studi Ilmu Sosial.
Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009.
Zulkarnain, Dicky. Skripsi. Potret Westernisasi Masyarakat Jepang Dalam Novel
Chijin No Ai Karya Tanizaki Junichiro. Depok, 2008.
Rahmawati, Nuri. Skripsi. Aktifitas Fisik, Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fast
Food), dan Keterpaparan Media Serta Faktor-faktor Lain yang
Berhubungan Dengan Kejadian Obesitas Pada Siswa SD Islam Al-Azhar 1
Jakarta Selatan. Depok, 2009.
Supriyanto, Agus. Artikel. Obesitas, Faktor Penyebab dan Bentuk-bentuk
Terapinya. Yogyakarta
Arief, Erdiawati., Syam, Aminuddin., Djunaedi. Artikel Penelitian. Konsumsi
Fast Food Remaja di Restoran Fast Food, Makassar Town Square.
Makassar, 2008.
Harian Koran Sindo. Tempe Terancam Diimpor. Rabu 18 September 2013, hal 6.
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20160233-RB08Z432p-Potret
westernisasi.pdf
http://sosbud.kompasiana.com/2010/10/31/westernisasi-309558.html
http://mediabidan.com/pola-westernisasi-picu-obesitas/
http://cni.co.id/index.php/corporate-info/39-siaran-pers/1114-bahaya-junk-food-
bagi-kesehatan
http://kulinet.com/baca/fast-food-bagi-kesehatan/439/
http://sakabaktihusadapacitan.blogspot.com/2012/05/junk-food-bagi-remaja.html

You might also like