You are on page 1of 8

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Abon Tewel

4.2 Analisis Kadar Protein Pada abon Tewel


Pada analisis penantuan kadar protein pada abon tewel, digunakan metode biuret.
Digunakan metode biuret karena metode ini mudah; murah; analisis cepat; hanya
terdapat satu perubahan warna, sehingga dapat dianalisis dengan satu panjang
gelombang; serta mengidentifikasi kadar protein total. Pada analisis protein ini juga
digunakan teknik spektroskopi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Prinsip dari analisis ini adalah pengukuran serapan cahaya (absorbansi)
monokromatis oleh senyawa kompleks yang berwarna ungu hasil reaksi antara ikatan
peptida pada protein dengan ion Cu2+ pada reagen biuret dalam suasana alkalis atau basa.
Dimana pada kompleks berwarna ungu terdapat transisi elektron, sehingga larutan
berwarna dan dapat diukur absorbansinya menggunakn spektrofotometer UV-Vis. Sesuai
dengan hukum Lambert-Beer, konsentrasi protein berbanding lurus dengan absorbansi
pada panjang gelombang maksimum.
Sampel yang dianalisis adalah abon tewel yang dibuat dalam 2 variasi yaitu dengan
daging dan tanpa daging.
a. Preparasi Sampel
Langkah pertama yang dilakukan adalah preparasi sampel. Sampel abon tewel
dihaluskan menggunakan mortal dan alu hingga halus. Penghalusan ini dilakukan agar
abon tewel dapat larut dalam air sehingga dapat diambil sarinya dan dapat dianalisis.
Kemudian masing-masing sampel ditimbang menggunakan neraca analitik dengan
massa 1 gram sebanyak 3x. Hal ini dilakukan karena analisis sampel dilakukan secara
triplo agar hasil yang diperoleh lebih akurat.
Langkah selanjutnya, mengencerkan abon yang telah dihaluskan dengan
aquades. Sampel abon dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge kemudian
ditambahkan dengan 10 mL aquades dan dikocok.
Larutan abon kemudian disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 300
rpm. Proses sentrifuge ini dilakukan untuk memisahkan antara residu dan filtrat pada
larutan sampel abon. Setelah disentrifuge, diperoleh residu berwarna coklat dan filtrat
berwarna coklat kekuningan pada sampel abon tanpa daging, sedangkan sampel abon
yang menggunakan daging mempunyai residu berwarna coklat pekat dan filtrat
berwarna coklat. Filtrat yang diperoleh ini merupakan sampel protein yang akan diuji
kadarnya.
b. Pembuatan Larutan Standar Protein
Langkah selanjutnya adalah membuat larutan standar protein. Fungsi pembuatan
larutan standar adalah untuk membuat kurva standar. Kurva standar merupakan
standar dari sampel tertentu yang dapat digunakan sebagai pedoman ataupun acuan
untuk sampel pada saat analisis. Pembuatan kurva standar bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara konsentrasi larutan dan nilai absorbansinya sehingga konsentrsi
sampel dapat diketahui (Day, R. A. & Underwood, A. L., 1998).
Larutan standar protein dibuat dari larutan bovine serum albumin (BSA) dengan
kadar 10 mg/mL. BSA merupakan salah satu protein sederhana yang berbentuk
globular. Karena dibutuhkan standar dengan kadar lebih rendah yaitu 5, 4, 3, 2, 1
mg/mL, maka terlebih dahulu dilakukan pengenceran. Pengenceran dilakukan secara
bertingkat mulai dari membuat larutan dengan kadar tinggi ke kadar rendah. Mula-
mula membuat standar dengan kadar 5 mg/mL. Volume albumin yang dibutuhkan
dari kadar 10 mg/mL untuk membuat standar dengan kadar 5 mg/mL dihitung
menggunakan rumus:
M1 . V1 = M2 . V2
Diperoleh volume hasil perhitungan adalah sebesar 12,5 mL. Jadi, 12,5 mL
albumin diambil dari kadar 10 mg/mL, selanjutnya dimasukkan ke dalam labu ukur 10
mL dan ditambahkan aquades sampai tanda batas miniskus labu ukur. Kemudian labu
ukur dikocok agar larutan menjadi homogen. Diperoleh larutan standar protein kadar
5 mg/mL berupa larutan tidak berwarna. Langkah yang sama dilakukan untuk
membuat larutan standar 4, 3, 2, dan 1 mg/mL secara berurutan dari konsentrasi tinggi
hingga rendah.
Langkah selanjutnya, 1 mL dari tiap-tiap larutan standar dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang berbeda. Kemudian ditambahkan 5 mL reagen biuret yang
berwarna biru pada masing-masing tabung dan dikocok hingga homogen. Reagen
biuret berfungsi untuk mengidentifikasi keberadan protein. Reagen biuret yang terdiri
dari ion Cu2+ dapat bereaksi dengan ikatan peptida pada protein membentuk suatu
kompleks berwarna ungu. Selain itu, biuret memberi suasana basa untuk mendukung
proses pembentukan kompleks berwarna ungu. Suasana basa biuret berasal dari
larutan NaOH yang digunakan dalam pembuatan reagen biuret. Reaksi pembuatan
reagen biuret adalah sebagai berikut:
CuSO4.5H2O (aq) + 2 NaOH (aq) → Cu(OH)2 (s) + Na2SO4 (aq) + 5 H2O (l)
Cu(OH)2 (s) ═ Cu2+ (aq) + 2 OH- (aq)
Setelah ditambah reagen biuret, terjadi perubahan warna pada larutan standar.
Tabel 4.1 Perubahan warna larutan standar setelah ditambah reagen biuret.
Kadar (mg/mL) Perubahan Warna
1 Biru (+)
2 Biru (++)
3 Biru keunguan (+)
4 Ungu (++)
5 Ungu (+++)

Dari perubahan warna yang diperoleh, dapat diketahui bahwa semakin tinggi
kadar protein, maka perubahan warnanya semakin pekat pula. Hal ini terjadi karena
reagen biuret dapat bereaksi dengan ikatan peptida pada protein membentuk senyawa
kompleks berwarna ungu, dimana semakin banyak ikatan peptida maka warna yang
dihasilkan semakin tajam pula. Perubahan warna larutan standar ada yang berwarna
biru, hal ini terjadi karena hanya ada sedikit komponen protein, sehingga sulit
diidentifikasi oleh reagen biuret. Reaksi yang terjadi:

Langkah selanjutnya, larutan standar diinkubasi dalam water bath selama 10


menit pada suhu 37⁰C. Fungsi dari inkubasi adalah untuk memaksimalkan reaksi
antara Cu2+ dengan protein sehingga perubahan warna yang terbentuk menjadi stabil.
Setelah diinkubasi, tidak ada perubahan warna pada tiap-tiap larutan standar. Larutan
kadar 1 mg/mL tetap berrwarna biru (+), larutan kadar 2 mg/mL berwarna biru (++),
larutan kadar 3 mg/mL berwarna biru keunguan (+), larutan kadar 4 mg/mL berwarna
ungu (+), dan larutan kadar 5 mg/mL berwarna ungu (++).
Selanjutnya, larutan standar didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit. Hal
ini dilakukan untuk menghentikan reaksi. Setelah didiamkan pada suhu ruang tidak
ada perubahan juga, larutan standar tetap pada warnanya masing-masing. Larutan
kadar 1 mg/mL tetap berrwarna biru (+), larutan kadar 2 mg/mL berwarna biru (++),
larutan kadar 3 mg/mL berwarna biru keunguan (+), larutan kadar 4 mg/mL berwarna
ungu (+), dan larutan kadar 5 mg/mL berwarna ungu (++).
Langkah selanjutnya adalah mengukur absorbansi sampel menggunakan
spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 540 nm. Pengukuran dilakukan
pada panjang gelombang 540 nm karena warna ungu yang tampak akibat adanya
kompleks hasil reaksi ikatan peptida dengan ion Cu2+ merupakan warna
komplementer dari warna kuning yang menyerap panjang gelombang maksimum
sekitar 540 nm. Pengukuran ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi protein
pada larutan standar, karena nilai absorbansi sama dengan konsentrasi.
Tabel 4.2 Nilai absorbansi larutan standar.
Kadar (mg/mL) Nilai Absorbansi
1 0,098
2 0,183
3 0,195
4 0,249
5 0,291
Dari nilai absorbansi yang diperoleh, dapat dibuat grafik hubungan antara kadar
larutan standar dengan absorbansi sebagai berikut.

KURVA STANDAR PROTEIN


0.4
y = 0.0452x + 0.0676
Absorbansi

0.3
R² = 0.957
0.2
standar
0.1
Linear (standar)
0
0 2 4 6
Konsentrasi

Gambar 4.1 Kurva Standar Protein.


Dari kurva tersebut diperoleh persamaan garis y = 0,0452x + 0,0676 dengan regresi
sebesar 0,957. Dapat dilihat pada grafik bahwa semakin tinggi kadar, maka semakin
besar absorbansinya. Artinya, pada kadar yang tinggi, terdapat banyak komponen
yang menyerap energi foton, sehingga nilai absorbansi juga tinggi. Selain itu, pada
kadar yang tinggi, warna ungu dari senyawa kompleks juga semakin pekat. Hal ini
terjadi karena pada kadar yang tinggi, semakin banyak komponen protein yang
terdapat didalamnya. Sehingga kemungkinan reaksi biuret dengan ikatan peptida
pada protein juga semakin banyak.
c. Penetapan absorbansi larutan blanko
Larutan blanko digunakan sebagai pembanding pada analisis. Langkah untuk
membuat larutan blanko adalah mengambil 1 mL aquades yang tidak berwarna
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan reagen biuret yang
berwarna biru. Reagen biuret berfungsi untuk mengidentifikasi keberadan protein.
Reagen biuret yang terdiri dari ion Cu2+ dapat bereaksi dengan ikatan peptida pada
protein membentuk suatu kompleks berwarna ungu. Selain itu, biuret memberi
suasana basa untuk mendukung proses pembentukan kompleks berwarna ungu.
Suasana basa biuret berasal dari larutan NaOH yang digunakan dalam pembuatan
reagen biuret. Reaksi pembuatan biuret:
CuSO4.5H2O (aq) + 2 NaOH (aq) → Cu(OH)2 (s) + Na2SO4 (aq) + 5 H2O (l)
Cu(OH)2 (s) ═ Cu2+ (aq) + 2 OH- (aq)
Setelah penambahan biuret, campuran larutan berubah menjadi berwarna biru. Tidak
ada reaksi pada pencampuran ini, karena blanko tidak mengandung protein yang dapat
bereaksi dengan Cu2+ pada biuret membentuk senyawa kompleks yang berwarna
ungu. warna biru yang terbentuk merupakan warna asli biuret.
Langkah selanjutnya, campuran diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 10 menit.
Fungsi dari inkubasi adalah untuk memaksimalkan reaksi antara Cu2+ dengan protein
sehingga warna ungu yang terbentuk menjadi stabil. Tidak ada perubahan setelah
diinkubasi, larutan tetap berwarna biru. Selanjutnya larutan dibiarkan pada suhu ruang
selama 30 menit. Hal ini dilakukan untuk menghentikan reaksi. Tidak ada perubahan
setelah dibiarkan, larutan tetap berwarna biru.
Langkah selanjutnya, diukur absorbansi blanko menggunakan spektrofotometer
UV-Vis dengan panjang gelombang 540 nm. Larutan blanko digunakan dalam
pengukuran spektrofotometer. Larutan blanko merupakan larutan yang tidak
mengandung analit untuk dianalisis. Larutan blanko digunakan sebagai kontrol dalam
suatu percobaan sebagai nilai 100% transmitan (Basset, 1994).
d. Penentuan absorbansi larutan sampel
Masing-masing sampel yang telah disiapkan di awal, diambil sebanyak 1 mL
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan dengan 5 mL reagen
biuret yang berwarna biru. Reagen biuret berfungsi untuk mengidentifikasi keberadan
protein. Reagen biuret yang terdiri dari ion Cu2+ dapat bereaksi dengan ikatan peptida
pada protein membentuk suatu kompleks berwarna ungu. Selain itu, biuret memberi
suasana basa untuk mendukung proses pembentukan kompleks berwarna ungu.
Suasana basa biuret berasal dari larutan NaOH yang digunakan dalam pembuatan
reagen biuret. Reaksi pembuatan biuret:
CuSO4.5H2O (aq) + 2 NaOH (aq) → Cu(OH)2 (s) + Na2SO4 (aq) + 5 H2O (l)
Cu(OH)2 (s) ═ Cu2+ (aq) + 2 OH- (aq)
Setelah ditambahkan reagen biuret, campuran larutan mengalami perubahan
warna. Perubahan warna tersebut terbentuk karena reagen biuret dapat bereaksi
dengan ikatan peptida pada protein yang terkandung dalam sampel. Warna yang
terbantuk................ Persamaan reaksi yang terjadi:

Langkah selanjutnya, campuran diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 10 menit.


Fungsi dari inkubasi adalah untuk memaksimalkan reaksi antara Cu2+ dengan protein
sehingga perubahan warna yang terbentuk menjadi stabil. Tidak ada perubahan
setelah diinkubasi, selanjutnya larutan dibiarkan pada suhu ruang selama 30 menit.
Hal ini dilakukan untuk menghentikan reaksi.
Langkah selanjutnya adalah menentukan absorbansi larutan sampel dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombag 540 nm. Pengukuran
ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi protein pada larutan sampel, karena nilai
absorbansi sama dengan konsentrasi. Setelah diukur diperoleh absorbansi larutan
sampel sebesar....... Kadar protein dalam sampel dapat dihitung menggunakan rumus:
𝒌𝒐𝒏𝒔𝒆𝒏𝒕𝒓𝒂𝒔𝒊 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍
% 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍
Setelah dihitung, diperoleh kadar protein dalam sampel sebanyak...........
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari analisis penentuan kadar protein dengan metode biuret yang telah dilakukan,
diperoleh kesimpulan bahwa....

5.2 Saran

You might also like