You are on page 1of 11

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

ANALISIS PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN (INFORMED


CONSENT) DALAM RANGKA PERSIAPAN AKREDITASIRUMAH SAKITDI
INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUD KOTA SEMARANG

Khasna Fikriya*), Ayun Sriatmi**), Sutopo Patria Jati**)

*)Mahasiswa Peminatan Administrasi & Kebijakan Kesehatan, FKM UNDIP


Semarang
)
** Dosen Bagian Administrasi & Kebijakan Kesehatan, FKM UNDIP Semarang
Email : khasnafikriya93@gmail.com

Abstract:Implementation of informed consent is one of the important aspect in


assessment elements hospital accreditation. Permenkes RI no. 290 of 2008 set
need for informed consent to patients of medical procedure that will be
received.Based on preliminary studies on installation central surgery of district
hospitalSemarang, many informed consent forms were incomplete and in
shortprovision of medical procedures information that given by doctor to
patient.This study aimed to analyze implementation of approval medical action
(informed consent) in preparation for accreditation at installation central surgery
of regional public hospital Semarang as seen from attitude, knowledge and
organizational policies which are factors that affect doctor’scompliance to
implement informed consent.This type of research is a descriptive
qualitative.Data collected through depth interviews with key informants. Then,
processing and analysis data. Result showed that doctors know about informed
consent and its purpose and function, but lacking knowledge of legal
consequences of informed consent. Whereas for attitude, the doctors agreed to
obligation of perform informed consent and agree to both rule of law and
consequences of implementation of informed consent.But until now, the exists
organization's policies, operating procedures, monitoring and sanctions not
ensure the doctor’s compliance in applying informed consent.Relation to the
preparation of accreditation, there are regulations and implementation of
informed consent in hospitals haven’t appropriate with the standards of
accreditation. Therefor, it needs a firm and clear arragement with socialization of
the informed consent procedure. Also, its necessary for management to develop
monitoring and sanctions.

Keywords : informed consent, central surgery installation, hospital accreditation

PENDAHULUAN
Kesehatan sebagai kebutuhan paling kesehatan secara adil dan merata. Hal
mendasar bagi setiap manusia merupakan tersebut dijelaskan pada Pasal 4 Undang-
faktor penting dalam pembangunan nasional. Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Untuk itu, pemerintah telah melakukan Kesehatan (selanjutnya disebut UU
berbagai upaya untuk meningkatkan derajat Kesehatan) yang menyatakan bahwa: ”Setiap
kesehatan masyarakat dengan pemenuhan orang mempunyai hak dalam memperoleh
fasilitas kesehatan dan pemberian pelayanan

44
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, memahami isi informasi mengenai tindakan
dan terjangkau”.1 yang akan diberikan. 6
Pengertian rumah sakit dalam Undang- Informed consent merupakan salah
Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang satu dasar pertimbangan para dokter dalam
Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan mengambil tindakan medik untuk
kesehatan yang menyelenggarakan menyelamatkan nyawa pasiennya, sesuai
pelayanan kesehatan perorangan secara Peraturan Menteri Kesehatan Republik
paripurna yang menyediakan pelayanan Indonesia Nomor 290/Menkes/Per/III/2008
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
yang salah satu tujuannya memberikan (selanjutnya disebut Permenkes Pertindok).
perlindungan terhadap keselamatan pasien, Istilah persetujuan tindakan kedokteran itu
masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sendiri terdapat pada Pasal 1 angka 1
sumber daya manusia di rumah sakit dengan peraturan tersebut yang berbunyi:
terus meningkatkan mutu dan “Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
mempertahankan standar pelayanan rumah keluarga terdekat setelah mendapat
sakit.3 penjelasan secara lengkap mengenai
Dalam upaya peningkatan mutu tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
pelayanan, rumah sakit di Indonesiawajib yang akan dilakukan terhadap pasien”. 7
melakukan akreditasi secara berkala minimal RSUD Kota Semarang merupakan
3 (tiga) tahun sekali yang dijabarkan dalam rumah sakit yang dalam melaksanakan
Pasal 40 Undang-Undang No. 44 Tahun pelayanan kesehatan terhadap para
2009 tentang Rumah Sakit. Standar pasiennya juga melakukan prosedur
akreditasi terbaru terdiri dari 4 (empat) persetujuan tindakan kedokteran.
kelompok standar dan sasaran yangsalah Berdasarkan studi pendahuluan yang
satunya adalah kelompok standar pelayanan dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa
berfokus pada pasien.Yang tergolong dalam RSUD Kota Semarang akan melaksanakan
kelompok ini diantaranya adalah hak pasien akreditasi KARS di akhir tahun 2015 menuju
dankeluarga. Dalam hal ini pasien maupun rumah sakit tingkat paripurna yang beberapa
keluarga berhak mendapat informasiyang elemen penilaiannnya berkaitan dengan
meliputi diagnosis dan tata cara tindakan penerapan informed consent. Hasil survei
medis, tujuan tindakan medis,alternatif pendahuluan terkait pelaksanaan informed
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin consent diketahui bahwa pihak RSUD Kota
terjadi, dan prognosisterhadap tindakan yang Semarang telah mengeluarkan prosedur
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan tetap (protap) terkait pelaksanaan informed
sertamemberikan persetujuan atau menolak consent, namun masih terdapat dokter
atas tindakan yang akan dilakukanoleh spesialis di Instalasi Bedah Sentral yang
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang belum patuh melaksanakan informed consent
diderita dirinya sendirimaupun keluarganya.5 sesuai prosedur dimana terlihat sebagian
Persetujuan atas dasar informasi yang besar formulir informed consent yang tidak
telah diberikan dikenal dengan istilah diisi dengan lengkap dan singkatnya
informed consent. Informed consent pemberian informasi terhadap pasien,
merupakan alat untuk menentukan nasib sehingga dirasakan kurang jelas oleh pasien.
pasien sendiri dalam tindakan kedokteran Berdasarkan uraian di atas diketahui
Oleh karena itu pasien hanya dapat masih terdapat masalah dalam pelaksanaan
memberikan persetujuan secara nyata informed consent. Tujuan dari penelitian ini
apabila pasien dapat menerima dan adalah untuk menjelaskan pelaksanaan
persetujuan tindakan kedokteran (informed
45
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

consent) dalam rangka persiapan akreditasi dokumen informed consent. Selanjutnya


rumah sakit di instalasi bedah sentral RSUD untuk pengetahuan dokter terkait
Kota Semarang, sehingga dapat dijadikan peraturan hukum informed consent, dokter
masukan bagi dokter pelaksana maupun mengetahui tentang adanya peraturan
RSUD Kota Semarang. hukum yang mengatur informed consent.
Sedangkan pengetahuan tentang
METODE konsekuensi hukum jika terjadi
Jenis penelitian yang digunakan adalah pelanggaran dalam pelaksanaan informed
penelitian deskriptif yang menggunakan consent, sebagian dokter mengetahui
metode kualitatif. Objek dalam penelitian kali adanya konsekuensi hukum pidana dan
ini adalah pelaksanaan dan pengisian sebagian lagi sama sekali belum
formulir informed consent di RSUD Kota mengetahui konsekuensi hukum dari
Semarang.Sedangkan subjeknya adalah penyimpangan pelaksanaan informed
informan utama yang terdiri dari adalah 4 consent.Kurangnya penegetahuan dokter
orang dokter dari 4 bidang spesialisasi terkait konsekuensi hukuminformed
dengan seorang dokter spesialis anestesi consent dapat menyebabkan kurangnya
yang meng-cover semua tindakan kedokteran kepatuhan dokter dalam melaksanakan
di Intalasi Bedah Sentral RSUD Kota informed consent. Dokter yang memiliki
Semarang,serta informan triangulasi yang pengetahuan yang baik terhadap aturan
terdiri dari dua orang perawat, dua pasien hukum dan ketentuan penerapan informed
post operasi, Kepala Instalasi Rekam Medik consent, secara sadar diri akan patuh
dan Kepala Seksi Pelayanan melaksanakan informed consent. Untuk itu
Medik.Pengumpulan data primer dilakukan dibutuhkan upaya manajemen untuk lebih
melalui wawancara mendalam terhadap meningkatkan pengetahuan dokter
informan utama dan informan triangulasi. tentang peraturan dan konsekuensi hukum
Sedangkan pengumpulan data sekunder informed consent.
dilakukan melalui observasi dengan
menggunakan lembar check list untuk 2. Sikap Dokter terhadap peraturan
mengetahui kelengkapan dokumen formulir Hukum dan Pelaksanaan Informed
informed consent serta penelusuran data dan Consent
dokumen lain yang relevan. Berdasarkan hasil penelitian terkait
sikap dokter terhadap peraturan hukum
HASIL DAN PEMBAHASAN informed consent serta kewajibannya
1. Pengetahuan Dokter tentang Informed dalam melaksanakan dan melengkapi
Consent lembar informed consent, diketahui bahwa
Berdasarkan hasil wawancara semua dokter menunjukan sikap setuju
mendalam terkait pengetahuan dokter untuk menghormati hak pasien dan
tentang informed consent, diketahui sebagai bagian dari standar pelayanan
bahwa dokter mengetahui tentang apa itu serta jaminan hukum bagi dokter dan
informed consent beserta tujuan dan pasien.Akan tetapi sikap setuju tersebut
fungsinya. Dokter juga mengetahui dalam prakteknya belum maksimal karena
pentingnya pelaksanaan informed dokter dirasa masih kurang dalam
consent. Namun, pengetahuan dokter memberikan penjelasan kepada pasien
tentang pentingnya informed consent dan beberapa dokter masih lalai dalam
belum sepenuhnya diterapkan dalam mengisi lembar informed consent.
pelaksanaannya, karena masih terdapat Pemberian penjelasan kepada pasien dan
beberapa dokter yang tidak melengkapi pengisian formulir informed consent pada
46
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

dasarnya telah diatur dalam peraturan beberapa dokter yang belum mengetahui
terkait informed consent dan dapat adanya prosedur tetap informed consent,
dijadikan sebagai perlindungan hukum jika dikarenakan sosialisasi prosedur tersebut
dilakukan dengan benar. Seharusnya jika belum diadakan kembali setelah sekian
dokter menyatakan sikap setuju terkait lama.Sedangkan untuk monitoring dan
ketentuan hukum dan penerapan informed sanksi yang diberikan rumah sakit masih
consent, maka setiap dokter cenderung sebatas pengecekan kelengkapan lembar
untuk menjalankankewajiban informed informed consent dan memberi sanksi
consent-nya dengan baik ataudengan kata untuk melengkapi lembar informed
lain menimbulkan kepatuhandalam consent.Hal tersebut dapat menyebabkan
pelaksanaan informed consent. Untuk itu kurangnya kepatuhan dan rasa tanggung
diperlukan kesadaran dokter untuk jawab dokter dalam melaksanakan
melaksanakan informed consent sesuai informed consent.Untuk itu perlu
peraturan prosedur yang ada dan dikembangkan kebijakan organisasi untuk
melengkapi formulir untuk melindungi dari meningkatkan kepatuhan dokter dalam
hal yang tidak diinginkan dikemudian hari melaksanakaninformed consent, dan
seperti tuntutan dari pasien maupun mengembangan monitoring dan sanksi
tuduhan malapraktek. pelaksanaan informed consent. Peran
manajemen juga diperlukan untuk
3. Kebijakan Organisasi Rumah Sakit melengkapi prosedur tetap yang sudah
terkait Informed Consent ada agar sesuai dengan undang-undang
Berdasarkan hasil penelitian, dan standar penilaian akreditasi rumah
pengaruh kebijakan organisasi dari rumah sakit. Selain itu perlu diadakan sosialisasi
sakit sangat besar pengaruhnya terhadap kebijakan organisasi prosedur tetap,
kepatuhan dan tanggung jawab dokter monitoring dan sanksi informed consent
dalam melaksankan informed consent. untuk meningkatkan kepatuhan dokter
Seperti penerapan prosedur tetap yang dalam pelaksanaan informed consent.
bertujuan agar dokter bekerja sesuai
dengan prosedur dan alur kerja yang 4. Pelaksanaan Informed Consent
semestinya dalam hal ini adalah
Berdasarkan hasil analisis di atas
pelaksanaan informed consent. Selain
kepatuhan dokter dalam pelaksanaan
prosedur tetap juga terdapat monitoring
informed consent belum maksimal. Dokter
dan sanksi yang diterapkan rumah sakit
dalam memberikan isi penjelasan kepada
untuk mengevaluasi pelaksanaan
pasien hanya secara garis besarnya saja
informed consent dan untuk meningkatkan
dan penjelasan lebih lengkap dilakukan
kepatuhan dan tanggung jawab dokter
oleh perawat. Begitu pula dengan
dalam melaksanakan informed
permintaan persetujuan kepada pasien
consentsesuai prosedur tetap yang ada.
yang seharusnya dilakukan oleh dokter,
Namun pada kenyataannya masih
dalam pelaksanaannya dilakukan oleh
terdapat pengaturan di dalam prosedur
perawat. Selanjutnya, masih terdapat
yang ditetapkan oleh rumah sakit yang
beberapa dokter yang lalai melaksanakan
belum sesuai dengan undang-undang dan
kewajibannya melengkapi lembar informed
standar akrediatsi rumah sakit, sehingga
consent dengan alasan keterbatasan
dokter dalam melaksanakan informed
waktu dan padatnya jadwal dokter.
consent belum sesuai dengan peraturan
Kaitannya dengan singkatnya waktu dan
perundang-undangan dan standar
padatnya jadwal dokter, informed consent
pelayanan yang ada. Masih terdapat juga
47
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

merupakan hal yang wajib dilaksanakan benar-benar menerapkan sikap dan


sesibuk apapun dokter penanggungjawab. pengetahuannya terkait informed consent.
Berdasarkan observasi peneliti, estimasi Hal tersebut menunjukan kurangnya
waktu dokter memberikan informed kepatuhan dokter dalam melaksanakan
consent adalah sekitar 5 sampai 10 menit informed consent.
per pasien. Sedangkan untuk rata-rata Selanjutnya untuk pertanyaan
pasien operasi per hari adalah 2-3 pasien ketepatan waktu pelaksanaan informed
per dokter. Dapat diperkirakan dokter consent yang telah diatur dalam posedur
melakukan informed consent kurang lebih tetap, belum ada keseragaman jawaban
15-30 menit perhari. Untuk itu beban kerja dokter satu dengan yang lainnya. Hal
dokter tidak memerlukan banyak waktu tersebut menandakan belum maksimalnya
dalam melakukan informed consent, kepatuhan dokter dalam melaksanakan
sehingga padatnya jadwal dan informed consent yang sesuai dengan
keterbatasan waktu dokter tidak dapat peraturan hukum dan prosedur tetap yang
dijadikan alasan untuk tidak melakukan ada. Maka dari itu diperlukan kesadaran
informed consentdengan tepat. dokter untuk meningkatkan kepatuhan
Pelaksanaaninformed consent yang telah dalam pelaksanaan informed consent. Di
dijabarkan diatas bertentangan dengan sinilah peran manajemen untuk
pengetahuan dokter dan sikap dokter membenahi prosedur yang kurang seperti
terkait pelaksanaan informed consentyang mengembangkan isi dan bahasa
telah dibahas sebelumnya, karena dalam penyampaian yang harus dijelaskan oleh
praktek pelaksanaannya dokter belum dokter agar lebih lengkap dan jelas sesuai
dengan peraturan perundang- dalam menyetujui atau menolak tindakan
undangan dan sandar penilaian akreditasi kedokteran yang akan dilakukan, akan
rumah sakit, pembagian tugas pengisian lebih baik jika manajemen mengubah
lembar informed consent antara kewajiban prosedur tetap informed consent terkait
dokter dalam melengkapi lembar informed waktu pelaksanaan informed consent
consent dan peran perawat dalam mengisi pada saat diagnosis tegak di poliklinik saat
lembar informed consent, dan untuk pasien harus melakukan rawat inap
memperpanjang waktu berpikir pasien sebelum tindakan kedokteran dilakukan.

5. Kelengkapan Formulir Informed Consent


No. Item Status Pengisisan Item Total %
Diisi % Tidak %
Lengkap Lengkap
1 Identitas pembuat pernyataan 17 17 83 83 100 100
2 Jenis tindakan medik yang akan 56 56 44 44 100 100
dilakukan
3 Identitas pasien 46 46 54 54 100 100
4 Tanggal, bulan dan tahun 84 84 16 16 100 100
5 Tanda tangan dan nama jelas
a. Tanda tangan pembuat pernyataan 93 93 7 7 100 100
b. Nama jelas pembuat pernyataan 82 82 18 18 100 100
c. Tanda tangan dokter penanggung 67 67 33 33 100 100
jawab
d. Nama jelas dokter penanggung 63 63 37 37 100 100

48
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

jawab
e. Tanda tangan saksi I 93 93 7 7 100 100
f. Nama jelas saksi I 83 83 17 17 100 100
g. Tanda tangan saksi II 87 87 13 13 100 100
h. Nama jelas saksi II 77 77 23 23 100 100

Selain dilakukakan wawancara formulir informed consent yang item


mendalam untuk mengetahui kepatuhan isiaannya masih banyak belum terisi
dokter dalam melengkapi formulir informed lengkap adalah dokter spesialis anestesi.
consent, peneliti juga dilakukan Berdasarkan hasil pengamatan pada
pengamatan formulir informed consent 20 lembar formulir informed consent
secara langsung di Instalasi Rekam Medik dokter obgyn, diketahui bahwa item isian
menggunakan lembar check list yang seharusnya diisi oleh dokter sendiri
kelengkapan formulir. Hasil pengamatan seperti jenis tindakan yang akan dilakukan
kelengkapan pengisian formulir informed dan nama jelas beserta tanda tangan
consent di atas, merupakan hasil dokter penaggungjawab hampir
keseluruhan dari masing-masing pengatan seluruhnya terisi lengkap. Hal tersebut
pada 20 lembar formulir informed consent menunjukan tingkat kesadaran dokter
lima dokter spesialis yang diamati. Dari memenuhi kewajibannya dalam
kelima spesialis tersebut, didapatkan hasil melengkapi formulir informed consent.
dokter spesialis dengan kelengkapan Dengan demikian dokter juga telah
formulir informed consent yang hampir menerapkan pengetahuan dan sikapnya
seluruh item isiannya terisi lengkap yaitu terkait pelaksanaan informed consent.
dokter spesialis obgyn. Sedangkan untuk Selain itu dokter juga telah bekerja sesuai
dokter spesialis dengan kelengkapan
prosedur informed consent yang tindakan. Hal tersebut bertentangan
ditetapkan oleh rumah sakit. dengan prosedur tetap yang ada, dimana
Sedangkan untuk hasil pengamatan sebelum dilakukan tindakan kedokteran
pada 20 lembar formulir informed consent berisko tinggi termasuk pemberian
dokter anestesi, diketahui bahwa item anestesi, dokter penanggung jawab harus
isian yang seharusnya diisi oleh dokter telah memberikan informed consent dan
seperti jenis anestesi yang akan diberikan menandatangani formulir persetujuan
dan nama jelas beserta tanda tangan informed consent. Seperti yang telah
dokter penanggungjawab sebagian besar diketahui dari hasil wawancara mendalam,
belum terisi dengan lengkap. Berdasarkan dokter anestesi memiliki pengetahuan dan
hasil observasi peneliti, ketidaklengkapan sikap yang baik terkait peraturan hukum
formulir melakukan informed consent dan ketentuan penerapan informed
tersebut dikarenakan dokter anestesi consent. Dengan demikian dapat dikatan
cenderung menetap di ruang operasi, bahwa dokter anestesi belum sepenuhnya
sehingga tidak melakukan informed menerapkan sikap dan pengetahuannya
consent dan visit (kunjungan) pada pasien dalam pelaksanaan informed consent. Hal
di bangsal sebelum melakukan tindakan tersebut juga menunjukan kurangnya
kedokteran. Pengisian formulir informed kepatuhan dokter anestesi dalam
consent oleh dokter anestesi dilakukan di melaksanakan informed
ruang operasi beberapa saat sebelum consent.Kaitannya terhadap kewajiban
tindakan atau bahkan dilakukan setelah dokter dalam melengkapi lembar informed

49
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

consent, berdasarkan hasil pengamatan pasien diberikan penjelasan dan rencana


kelengkapan seluruh lembar diketahui pengobatan meliputi : kondisi pasien,
bahwa pengisian item jenis tindakan usulan pengobatan, nama individu yang
medik yang akan dilakukan yang memberikan pengobatan, kemungkinan
seharusnya diisi dokter sebagian besar manfaat dan kekurangannya,
(44%) tidak lengkap. Begitu juga dengan kemungkinan alternatif, kemungkinan
pengisian tanda tangan dan nama jelas keberhasilan, kemungkinan timbulnya
dokter penanggung jawab yang tidak masalah selama masa pemulihan, dan
mencapai 70 persen kelengkapannya. Hal kemungkinan hasil yang terjadi apabila
tersebut menunjukan masih kurangnya tidak diobati. Tidak tercapainya elemen
kesadaran dokter dalam melengkapi penilaian tersebut dikarenakan prosedur
lembar informed consent yang merupakan yang ditetapkan RSUD Kota Semarang
bukti legal pelaksanaan informed consent. terkait informed consent yaitu pemberian
Fakta tersebut menunjukan informed informasi oleh dokter kepada pasien,
consent hanya dijadikan sekedar hanya sebatas tentang tujuan, hasil yang
formalitas. Secara legal formal, diharapkan, proses pelaksanaan dan
seharusnya persetujuan yang dibuktikan resiko-resiko yang mungkin terjadi
dengan adanya tanda tangan yang mengenai tindakan yang akan dilakukan.
dibubuhkan setelah pasien “informed” dan Sedangkan untuk pelaksanaannya, dokter
“understand”.47 Namun untuk hasil memberi penjelasan dan rencana
pengamatan kelengkapan pengisian item pengobatan kepada pasien hanya secara
formulir informed consent secara singkat dan garis besarnya saja. Elemen
keseluruhan, menurut kelengkapannya penilaian selanjutnya yang tidak tercapai
ternyata tidak ada formulir yang benar- adalah standar HPK 6.2 dimana rumah
benar terisi lengkap. Pada setiap formulir sakit menetapkan suatu proses, dalam
yang diamati pasti terdapat beberapa item konteks undang-undang dan budaya yang
yang tidak terisi dengan lengkap. ada, tentang orang lain yang dapat
memberikan persetujuan. Belum
6. Informed Consent dalam Persiapan tercapainya elemen tersebutdikarenakan
Akreditasi Rumah Sakit RSUD Kota Semarang belum
RSUD Kota Semarang saat mencantumkan pengaturan yang lebih
penelitian berlangsung, sedang dalam lengkap tentang orang lain selain pasien
persiapan melakukan akreditasi rumah yang dapat memberikan persetujuan
sakit berkala yang telah sampai tahap self sesuai dengan konteks undang-undang
assessment. Penilaian informed consent dan budaya yang ada di dalam prosedur
masuk kedalam salah satu bab standar tetap. Beberapa elemen penilaian dalam
penialain akreditasi rumah sakit. standar HPK 6.4 juga tidak tercapai,
Berdasarkan hasil self assessment RSUD dimana persetujuan yang seharusnya
Kota Semarang, setiap standar penilaian diperoleh sebelum operasi, anestesi,
terkait informed consent belum ada yang penggunaan darah atau produk darah dan
memiliki capaian lebih dari 50%. Hal tindakan serta pengobatan lain yang
tersebut dikarenakan masih ada beberapa berisiko tinggi, dalam pelaksanaannya
standar elemen penilaian informed masih terdapat beberapa dokter operator
consent yang tidak tercapai. Salah satu belum menerapkannya dan lebih
elemen penilaian yang tidak tercapai mendelegasikan kepada petugas medis
adalah pada elemen penilaian 1 standar lain seperti dokter residensi dan perawat
HPK 6.1 dimana dalam informed consent, tanpa adanya pengawasan khusus
50
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

sehingga untuk pendokumentasian consent dan melengkapi formulir informed


informed consent juga tidak lengkap. consentuntuk menghormati hak pasien
Adalah tanggung jawab dokter pemberi dan sebagai bagian dari standar
perawatan atau pelaku pemeriksaan/ pelayanan serta jaminan hukum bagi
tindakan untuk memastikan bahwa dokter dan pasien. Akan tetapi sikap
persetujuan tersebut diperoleh secara setuju tersebut dalam prakteknya belum
benar dan layak. Dokter memang dapat maksimal karena dokter dirasa masih
mendelegasikan proses pemberian kurang dalam memberikan penjelasan
informasi dan penerimaan persetujuan, kepada pasien dan beberapa dokter masih
namun tanggung jawab tetap berada pada lalai dalam mengisi lembar informed
dokter pemberi delegasi untuk consent
memastikan bahwa persetujuan diperoleh 3. Masih terdapat prosedur yang ditetapkan
secara benar dan layak.25 Kemudian untuk oleh rumah sakit yang belum sesuai
elemen penilaian sisanya, standar yang dengan undang-undang dan standar
dinilai hanya tercapai sebagian. Dengan akrediatsi rumah sakit, sehingga dokter
demikian dapat disimpulkan bahwa masih dalam melaksanakan informed consent
terdapat regulasi terkait informed consent belum sesuai dengan peraturan
dan pelaksanaan informed consent di perundang-undangan dan standar
RSUD Kota Semarang belum sesuai pelayanan yang ada. Masih terdapat juga
sepenuhnya dengan standar akreditasi beberapa dokter yang belum mengetahui
rumah sakit. Untuk itu diperlukan kerja adanya prosedur tetap informed consent,
keras dari pihak manajemen untuk dikarenakan sosialisasi prosedur tersebut
mengoptimalakan regulasi beserta belum diadakan kembali setelah sekian
pelaksanaan informed consent agar lama.Sedangkan untuk monitoring dan
sesuai dengan standar penilaian sanksi yang diberikan rumah sakit masih
akreditasi rumah sakit. sebatas pengecekan kelengkapan lembar
informed consent dan memberi sanksi
KESIMPULAN untuk melengkapi lembar informed
1. Semua dokter mengetahui tentang apa itu consent. Hal tersebut dapat menyebabkan
informed consent beserta tujuan dan kurangnya kepatuhan dan rasa tanggung
fungsinya. Namun untuk pengetahuan jawab dokter dalam melaksanakan
dokter tentang pentingnya informed informed consent.
consent belum sepenuhnya diterapkan 4. Pelaksanaan informed consent di RSUD
dalam pelaksanaannya, karena masih Kota Semarang belum maksimal. Dokter
terdapat beberapa dokter yang tidak dalam memberikan isi penjelasan kepada
melengkapi dokumen informed consent. pasien hanya secara garis besarnya saja
Pengetahuan dokter tentang konsekuensi dan penjelasan lebih lengkap dilakukan
hukum informed consent juga masih oleh perawat. Begitu pula dengan
kurang. Kurangnya penegetahuan dokter permintaan persetujuan kepada pasien
terkait konsekuensi hukum informed yang seharusnya dilakukan oleh dokter,
consent dapat menyebabkan kurangnya dalam pelaksanaannya dilakukan oleh
kepatuhan dokter dalam melaksanakan perawat. Selanjutnya, masih terdapat
informed consent. beberapa dokter yang lalai melaksanakan
2. Semua dokter menunjukan sikap setuju kewajibannya melengkapi lembar informed
terhadap peraturan hukum informed consent dengan alasan keterbatasan
consent serta setuju terhadap waktu dan padatnya jadwal dokter.Hal
kewajibannya melaksanakan informed tersebut juga bertentangan dengan
51
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

pengetahuan dokter dan sikap dokter yang meningkatkan pemahaman lebih


terkait pelaksanaan informed consent mendalam dan kepatuhan dokter
yang telah dijabarkan dalam pembahasan terhadap kebijakan organisasi rumah sakit
di atas, karena dalam praktek terkait pelaksanaan informed consent.
pelaksanaannya dokter belum benar- 3. Mengembangkan sistem monitoring dan
benar menerapkan sikap dan sanksi pelaksanaan informed consent
pengetahuannya terkait informed consent. untuk meningkatkan meningkatkan
5. Kaitannya terhadap kewajiban dokter pemahaman lebih mendalam dan
dalam melengkapi lembar informed kepatuhan dokter terhadap prosedur tetap
consent, berdasarkan hasil pengamatan informed consent untuk menjamin
kelengkapan lembar diketahui bahwa penerapan yang lebih baik
pengisian item jenis tindakan medik yang 4. Mengembangkan lagi prosedur tetap
akan dilakukan yang seharusnya diisi informed consent yang sudah ada terkait
dokter sebagian besar (44%) tidak isi informasi yang harus dijelaskan oleh
lengkap. Begitu juga dengan pengisian dokter kepada pasien, beserta pengaturan
tanda tangan dan nama jelas dokter khusus lainnya yang belum diaturdalam
penanggung jawab yang tidak mencapai prosedur, agar lebih lengkap dan jelas
70 persen kelengkapannya. Hal tersebut sesuai dengan peraturan perundang-
menunjukan masih kurangnya kesadaran undangan dan standar penilaian akreditasi
dokter dalam melengkapi lembar informed rumah sakit.
consent yang merupakan bukti legal 5. Menambahkan pengaturan di dalam
pelaksanaan informed consent. prosedur tetap akan adanya pembagian
6. Hasil self assessmentakreditasi RSUD tugas pengisian lembar informed consent
Kota Semarang, setiap standar penilaian yang jelas, antara kewajiban dokter dalam
terkait informed consent belum ada yang melengkapi lembar informed consent dan
memiliki capaian lebih dari 50%. Hal peran perawat dalam mengisi lembar
tersebut dikarenakan masih ada beberapa informed consent.
standar elemen penilaian informed 6. Memperpanjang waktu berpikir pasien
consent yang tidak tercapai. Dengan dalam menyetujui atau menolak tindakan
demikian dapat disimpulkan bahwa masih kedokteran yang akan dilakukan, akan
terdapat regulasi terkait informed consent lebih baik jika manajemen mengubah
dan pelaksanaan informed consent di prosedur tetap informed consent terkait
RSUD Kota Semarang belum sesuai waktu pelaksanaan informed consent
sepenuhnya dengan standar akreditasi pada saat diagnosis tegak di poliklinik saat
rumah sakit. pasien harus melakukan rawat inap
sebelum tindakan kedokteran dilakukan.
SARAN Hal tersebut juga dapat membuat waktu
1. Mengintensifkan sosialisasi dan refreshing dokter menjadi efisien dalam memberikan
terhadap para dokter tentang peraturan informed consent.
dan konsekuensi hukum pelaksanaan
informed consent, supaya peraturan dan DAFTAR PUSTAKA
konsekuensi hukum pelaksanaan informed 1. Undang-undang Republik Indonesia No.
consent lebih dimengerti dan ditaati oleh 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
dokter. Jakarta : 2009
2. Mengadakan sosialisasi kebijakan 2. Wila, Chandrawila Supriadi. Hukum
organisasi prosedur tetap, monitoring dan Kedokteran. Bandung : CV Mandar Maju,
sanksi informed consent untuk 2001
52
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

3. Undang-Undang Republik Indonesia 17. Azwar, A. Informed Consent dan


Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Tindakan Medis, dalam Seminar Rumah
Sakit. Jakarta : 2009 Sakit Pusat Pertamina dengan Fakultas
4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 012 Hukum Universitas Indonesia. Jakarta,
Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah 1998.
Sakit, Jakarta : Kementerian Kesehatan 18. Konsil Kedokteran Indonesia.
RI, 2012 Komunikasi Efektik Dokter – Pasien.
5. Dirjen Bina Upaya Kesehatan, Jakarta. 2006.
Kemenkes dan KARS. Standar 19. Chrisdiono M. Achadiat. Dinamika Etika
Akreditasi Rumah Sakit, Jakarta : dan Hukum Kedokteran Dalam
Kementerian Kesehatan RI, 2011 Tantangan Zaman. Jakarta: Penerbit
6. Veronica, Komalawati. Peranan Informed Buku Kedokteran, 2006.
Consent Dalam Transaksi Terapeutik, 20. Ameln. F. Kapita Selekta Hukum
Bandung : Citra Aditya, 2002 Kedokteran. Jakarta: Grafika Tama,
7. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan 1991.
Menteri Kesehatan RI No. 21. Fadillah. Peraturan Menteri Kesehatan.
290/Menkes/Per/III/2008 tentang Jakarta: Depkes RI, 2009.
Persetujuan Tindakan Kedokteran. 22. Budianto. Panduan Praktis Etika Profesi
Jakarta, 2008. Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto, 2009.
8. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 23. Manuaba, IBG. Dasar-Dasar Tehnik
Tentang Praktik Kedokteran. Jakarta, Operasi Ginekologi. Jakarta: EGC, 2005.
2004. 24. Guwandi, J. Persetujuan Tindakan
9. Azyati, N.A. Analisis Terhadap Substansi Medik. Jakarta: FKUI, 1996.
PerjanjianPersetujuan Tindakan Medik. 25. Konsil Kedokteran Indonesia. Manual
Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Persetujuan Tindakan Kedokteran.
Universitas Brawijaya, Malang, 2013 Jakarta, 2006.
10. Putusan Mahkamah Agung No.46 K/Pdt/ 26. Appelbaum. Et. All. Informed Consent
2006 Legal Theory and Clinical Practice. New
11. Soewono, H. Perlindungan Hak-hak York : Oxford University Press, 1997.
Pasien dalam Transaksi Terapeutik. 27. Guwandi, JInformed Consent dan
Surabaya : Srikandi. Hal 51, 2006 Informed Refusal. Jakarta: Penerbit
12. RSUD Kota Semarang. Data Rekam Fakultas Kedokteran UI, 2003.
Medis. Semarang, 2012-2014 28. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Buku Ajar
13. RSUD Kota Semarang. Posedur Keperawatan Medical Bedah, Brunner
TetapPengisian Informed Consent. and Sudarth. (8th edition) : edition,
Semarang, 2009 Suzanne. C. Smeltzer, Brenda G. Bare ;
14. World Health Organization Technical Ahli Bahasa, Agung Waluyo, dkk, editor
Report Series N0. 122. Role of Hospitals bahasa Indonesia, Monica Ester, Ellen
in Programmes of Community Health Pangabean. Jakarta : EGC, 2001.
Protection. Geneva, 1957 29. Samil, Ratna Suprapti. Etika Kedokteran
15. Siregar, J.P.C dan Amalia, L. Farmasi Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina
Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, 2001.
Jakarta: EGC. 2004 hal 45.
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 30. Dahlan, S. Hukum Kesehatan Rambu-
Tahun 2014 Tentang Klasifikasi Dan rambu Bagi Profesi Dokter. Semarang:
Perizinan Rumah Sakit. Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
2002.
53
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

31. Kementerian Kesehatan. Peraturan (2005).Evaluating the Quality of Informed


Menteri Kesehatan Republik Indonesia Consent. London: Clinical trials (2(1):34-
Nomor 1419/Menkes/Per/X/2005 41)http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
Tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter 6279577 diakses pada 22 September
dan Dokter Gigi Pasal pada Pasal 17. 2015
Jakarta : 2005 44. Suwandi, J. Rahasia Medis. Jakarta:
32. Wardhani, RK. Tinjauan Yuridis Balai Penerbit FK UI. 2005.
Persetujuan Tindakan Medis (Informed 45. Samino. Analisis Pelaksanaan Informed
Consent) di RSUP dr. Kariadi. Tesis Consent.Jurnal Kesehatan, Volume V,
Magister pada FH UNDIP. Semarang, hlm 71-78. 2014.
2009. 46. Fones, Calvin. Refusal of Treatment by
33. Rosoff, A.J. Guide For Health Care Patient. Departement of Physiological
Provider. London : An Aspen Publication Medicine National University of
34. Guwandi, J. 301 Tanya Jawab Singapore. diakses pada 22 September
Persetujuan Tindakan Medik. Jakarta: 2015.
FKUI, 2003. 47. Ross, Kay Roussos. Medical Ethic and
35. Kerbala, H. Segi-segi Etis dan Yuridis The Law. Ethical in health issue. diakses
Informed Consent. Jakarta: Pustaka pada 22 September 2015.
Sinar Harapan, 1998.
36. Purnomo, B. Informed Consent dan
Hukum Kesehatan. Magister Manajemen
Rumah Sakit. Yogyakarta, 2000.
37. Kementerian Kesehatan. Kepmenkes RI
No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta,
2008
38. Wijaya, HP. Peran Rumah Sakit ke Arah
Swadana, Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan. FK UGM, Vol 3 No 2.
Yogyakarta, 2002
39. Chrisdiono M. Achadiat. Dinamika Etika
dan Hukum Kedokteran Dalam
Tantangan Zaman. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran, 2006.
40. Koeswaji, Hermin H.Hukum Kedokteran
(Studi tentang Hubungan Hukum dalam
mana Dokter Sebagai Salah Satu
Pihak).Bandung : PT Citra Aditya Bakti,
1999
41. Komalawati. Hukum dan Etika dalam
Praktik Dokter. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan,1999.
42. Sastroasmoro S., Ismael S. Dasar-dasar
Metodologi Penelitian Klinis (edisi 5).
Jakarta: Sagung Seto, 2014.
43. Sugarman J, Lavori PW, Boeger M, Cain
C, Edsond R, Morrison V, and Yeh SS.
54

You might also like