You are on page 1of 8

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Askariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi cacing Ascaris Lumbricoides atau
cacing gelang (Noer, 1996: 513). Hal senada juga terdapat dalam Kamus Kedokteran (Ramali,
1997: 26).
Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui. Diperkirakan prevalensi di
dunia 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi
terbesar pada daerah tropis dan di negara berkembang dimana sering terjadi kontaminasi tanah
oleh tinja manusia atau penggunaan tinja sebagai pupuk (Soegijanto, 2005).
Dilihat dari uraian diatas jelas negara Indonesia adalah salah satu negara yang berisiko tinggi
adanya kasus ascariasis ini.
Menurut Behrman (1999), infeksi paling sering terjadi pada anak pra sekolah atau anak umur
sekolah awal, dan jumlah kasus terbesar pada negara-negara yang memiliki iklim yang lebih
panas. Meskipun demikian, ada sekitar 4 juta individu yang terinfeksi terutama anak, di Amerika
Utara.

B. Penyebab
Penyebab dari Ascariasis adalah Ascaris Lumbricoides. Ascaris termasuk Genus Parasit usus
dari kelas Nematoda: Ascaris Lumbricoides: cacing gelang (Garcia, 1996: 138). Menurut
Reisberrg (1994: 339) ascaris adalah cacing gilig usus terbesar dengan cacing betina dengan
ukuran panjang 20-35 cm dan jantan dewasa 15-35 cm. Rata-rata jangka hidup cacing dewasa
sekitar 6 bulan.

Ascaris lumbricoides
STADIUM

 DEWASA

Di lumen usus halus –> migrasi ke lambung, saluran empedu, appendiks –> keluar bersama tinja
Bolus –> menyumbat usus –> menembus dinding usus –> PERITONITIS

 TELUR

Di luar tubuh resisten terhadap kebanyakan zat kimia (mati) –> sinar matahari langsung, panas >
80 C –> makanan / minuman –> lambung –> Duodenum, jejunum bagian atas

 LARVA

Dinding usus –> sistim porta/limfe –> paru –> alveoli –> trachea –> epiglottis –> esophagus –
>lambung –>usus halus –> duodenum (2-3 bulan)
C. Patofisiologi

Telur Askaris yang infektif di dalam tanah tertelan lewat makanan yang terkontaminasi,
Masuk ke lambung dan duodenum kemudian menetas, Larva menembus dinding usus, Via
sirkulasi portal ke jantung kanan, Sirkulasi pulmonal ke paru-paru Melepas antigen askaris
Reaksi alergi, Tembus kapiler masuk alveoli dan bronchi, Pelepasan histamin.
Secara ascenden ke trakhea, faring, epiglottis, esofagus peningkatan permiabilitas kapiler dan
sensasi gatal

D. Pathway
E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut Soegijanto (2005), tergantung pada intensitas infeksi dan organ
yang terlibat. Pada sebagian besar penderita dengan infeksi rendah sampai dengan gejalanya
asymtomatis. Gejala klinis paling sering ditemui berkaitan dengan penyakit paru atau sumbatan
pada usus atau saluran empedu. Ascaris dapat menyebabkan Pulmonari ascariasis ketika
memasuki alveoli dan bermigrasi ke bronki dan trakea. Manifestasi pada paru mirip dengan
Syndrom Loffler dengan gejala infiltrat paru sementara. Tanda-tanda yang paling khas adalah
batuk, spuntum bercak darah, dan eosinofilia. Tanda lain adalah sesak.
Cacing dewasa dapat menimbulkan penyakit dengan menyumbat usus atau cabang-cabang
saluran empedu sehingga mempengaruhi nutrisi hospes. Cacing dewasa akan memakan sari
makanan hasil pencernaan host. Anak-anak terinfeksi yang memiliki pola makan yang tidak baik
dapat mengalami kekurangan protein, kalori, atau vitamin A, yang akhirnya akan mengalami
pertumbuhan lambat.

Adanya cacing dalam usus halus menyebabkan keluhan tidak jelas seperti nyeri perut, dan
kembung. Obstruksi usus juga dapat terjadi walaupun jarang yang dikarenakan oleh massa
cacing pada anak yang terinfeksi berat, insiden puncak terjadi pada umur 1-6 tahun. Mulainya
biasanya mendadak dengan nyeri perut kolik berat dan muntah, yang dapat berbercak empedu ;
gejala ini dapat memburuk dengan cepat dan menyertai perjalanan yang serupa dengan obstruksi
usus akut dengan etiologi lain. Migrasi cacing Ascaris ke saluran empedu telah dilaporkan,
terutama yang terjadi di Filiphina dan Cina; kemungkinan keadaan ini bertambah pada anak yang
terinfeksi berat.mulainya adalah akut dengan nyeri kolik perut, nausea, muntah, dan demam.
Ikterus jarang ditemukan (Berhman, 1999).

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium merupakan diagnosa pasti dari askariasis. Diagnosa askariasis
ditegakkan dengan pemeriksaan feses pasien dimana dijumpai telur cacing askaris. Setiap satu
ekor cacing askaris mampu memproduksi jumlah telur yang banyak, sehingga biasanya pada
pemeriksaan pertama bisa langsung ditemui.

Saat cacing bermigrasi masuk ke paru biasanya berhubungan dengan eosinophilia dan
ditemui gambaran infitrat pada foto dada. Bahkan pada kasus obstruksi tidak jarang diperlukan
foto polos abdomen, USG atau pemeriksaan lainnya.
Diagnosis askariasis ditegakkan dengan menemukan Ascaris dewasa atau telur Ascaris pada
pemeriksaan tinja.

G. Pengobatan

1. Pada anak dengan infeksi berat garam piperazin (sitrat, adipat, atau fosfat) diberikan
secara oral dengan dosis per hari 50-75 mg/kg selama 2 hari. Dosis tunggal lebih efektif
dari pada regimen 2, dalam mengurangi beban cacing pada anak yang terinfeksi. Karera
piperazin menyebabkan paralisis neuromuskuler parasit dan pengeluaran cacing relatif
cepat , maka obat ini adalah obat plihan untuk obstruksi usus atau saluran empedu
(Berhman, 1999).
2. Obat ascariasis usus tanpa komplikasi dapat digunakan albendazole (400 mg P.O. sekali
untuk segala usia), mabendazole (10 mg P.O. untuk 3 hari atau 500 mg P.O. sekali untuk
segala usia).

H. Pencegahan
Menurut Soegijanto (2005), program pemberian antihelmitik yang dilakukan dengan cara
sebagai berikut :

1. Memberikan pengobatan ada semua individu pada daerah endemis.


2. Memberikan pengobatan pada kelompok tertentu dengan frekuensi infeksi tinggi seperti
anak-anak sekolah dasar.
3. Memberikan pengobatan pada individu berdasarkan intensitas penyakit atau infeksi tinggi
seperti yang telah lalu.
4. Peningkatan kondisi sanitasi.
5. Menghentikan penggunaan tinja sebagai pupuk.
6. Memberikan pendidikan kesehatan tentang cara-cara pencegahan ascariasis.

Menurut Berhman (1999), praktek-praktek pencegahan seperti menghindari pengunaan tinja


sebagai pupuk dan menjaga kondisi sanitasi lingkungan yang baik serta upaya penyediaan
fasilitas pembuangan sampah yang baik adalah cara-cara pencegahan ascariasis yang paling
efektif.

I. Komplikasi
Selama larva sedang bermigrasi dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergi yang berat dan
pneumonitis, dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya pneumonia.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Dasar data pengkajian menurut Doenges (1999) adalah :
a. Aktifitas dan Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, insomnia, tidak tidur semalam karena diare
Tanda : Merasa gelisah dan ansietas.

b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi {respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri.)

c. Nutrisi / Cairan
Gejala: Mual, muntah, anoreksia.
Tanda : Hipoglikemia, perut buncit, dehidrasi, berat badan turun.

d. Eliminasi
Tanda : diare, penurunan haluaran urine.

e. Nyeri
Gejala : Nyeri epigastrik, nyeri daerah pusat, colik.

f. Integritas Ego
Gejala : Ansietas.
Tanda : Gelisah, ketakutan.

g. Keamanan
Tanda : Kulit kemerahan, kering, panas, suhu meningkat

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder terhadap diare. (Carpenito,
2000: 104).

Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan kriteria tidak


ditemukannya tanda-tanda dehidrasi dan klien mampu memperlihatkan tanda-tanda rehidrasi dan
pemeliharaan hidrasi yang adekuat.

Intervensi :

 Monitor intake dan out put cairan.


 Observasi tanda-tanda dehidrasi (hipertermi, turgor kulit turun, membran mukosa kering).
 Berikan oral rehidrasi solution sedikit demi sedikit membantu hidrasi yang adekuat.
 Observsasi tanda-tanda dehidrasi.
 Observasi pemberian cairan intra vena.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan spasme otot polos sekunder akibat migrasi
parasit di lambung.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan hilang atau berkurang dengan
kriteria klien tidak menunjukkan kesakitan.

Intervensi :

 Kaji tingkat dan karakteristik nyeri.


 Beri kompres hangat di perut.
 Ajarkan metoda distraksi selama nyeri akut.
 Atur posisi yang nyaman yang dapat mengurangi nyeri.
 Kolaburasi untuk pemberian analgesik

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan muntah
(Carpenito, 2000: 260).

Tujuan : Nutrisi terpenuhi dengan kriteria klien menunjukkan nafsu makan meningkat, berat
badan sesuai usia.
Intervensi:

 Beri diit makanan yang adekuat, nutrisi yang bergizi.


 Timbang BB setiap hari.
 Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
 Pertahankan kebersihan mulut yang baik.

4. Hipertermi berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder terhadap dehidrasi (Carpenito,


2000 ; 21)

Tujuan : Mempertahankan normotermi yang ditunjukkan dengan tidak terdapatnya tanda-tanda


dan gejala hipertermia, seperti tachicardia, kulit kemerahan, suhu dan tekanan darah normal.

Intervensi :

 Ajarkan klien dan keluarga pentingnya masukan adekuat.


 Monitor intake dan output cairan
 Monitor suhu dan tanda vital
 Lakukan kompres.
5. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal – epidermal sekunder
akibat cacing gelang (Carpenito, 2000 ; 300)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan integritas kulit teratasi dengan
kriteria tidak terjadi lecet dan kemerahan.

Intervensi :

 Beri bedak antiseptik.


 Anjurkan untuk menjaga kebersihan diri / personal hygiene.
 Anjurkan untuk tidak menggaruk .
 Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang meresap keringat
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, (terjemahan) Edisi 8, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., Parasitologi Kedokteran (terjemahan), EGC,
Jakarta.

Garcia, L.S., Bruchner, D.A., 1996, Diagnostik Parasitologi Kedokteran (terjemahan), EGC,
Jakarta

Jawetz, E., Melnick, J., Adelberg, E., 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Noer, S., 1996, buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi 3, FKUI, Jakarta.

Price, S.A., Wilson, L.M., 1995, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
(terjemahan), Edisi 4, EGC, Jakarta.

Soetjiningsih, 1999, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, EGC, Jakarta.

Wong, D.L., Eaton, M.H., 2001, Pediatric Nursing, Edisi 6, Mosby, USA

You might also like