You are on page 1of 3

TUGAS DIAGNOSA KLINIK

M.SHOLIHUDDIN FUAD/165130101111012/2016A

 Kasus Hipofungsi Ovarium (Female Reproductive Tract)

Hipofungsi ovarium merupakan gangguan reproduksi yang menyebabkan


terhambatnya fungsi ovarium dan kerugian ekonomis yang sangat besar pada peternakan.
Beberapa faktor yang menyebabkan gangguan ini adalah rendahnya kualitas pakan,
kurangnya perawatan kesehatan dansanitasi lingkungan atau kandang.. Sapi diperiksa secara
fisik dan dilakukan palpasi ovarium secara rektal untuk memeriksa kondisi ovarium. Ovarium dinyatakan
hipofungsi jika teraba licin, tidak terjadi perkembangan folikel atau korpus luteum (Relic and Vukovic, 2013).

 Kasus Mastitis Mikotik (Mammary Glands)

Mastitis merupakan peradangan/inflamasi pada jaringan internal ambing atau


kelenjar mammae yang disebabkan oleh mikroba (bakteri, virus, cendawan), zat kimiawi,
dan luka akibat mekanis. Mastitis biasanya diawali dengan galactophoritis atau peradangan
pada duktus/saluran mammae. Mastitits mikotik adalah mastitis yang
disebabkan oleh mikroba jenis cendawan (kapang dan khamir). Meskipun mastitis mikotik
prevalensinya tidak sebesar mastitis bakterial namun perlu diwaspadai karena biasanya
kasusnya subklinis dan kronis. (Ahmad RZ. 2014)
Hewan yang rentan terhadap kasus mastitis mikotik adalah mamalia atau hewan
yang menyusui anaknya, namun lebih sering terjadi pada hewan yang memproduksi susu
dan diperah (sapi, kambing, kerbau dan kuda). Kasus penyakit mastitis mikotik juga dapat
terjadi pada manusia. Proses infeksi mastitis terjadi melalui beberapa tahapan, tahap awal
kontak dengan mikroba (cendawan), kemudian mikroba tersebut mengalami multiplikasi
di sekitar lubang puting (sphincter), setelah itu mikroba masuk kedalam jaringan akibat
lubang puting yang terbuka ataupun karena adanya luka. Penularan mastitis mikotik dapat
terjadi dari alat perah, tangan pemerah, pakan yang terkontaminasi, lantai kandang, tanah,
debu, sanitasi lingkungan yang buruk. (Ahmad RZ. 2014)
Gejala klinis pada hewan adalah demam, lemah, sapi berdiri dengan jarak kedua
kaki belakang melebar (karena membesarnya ukuran ambing), kehilangan berat
badan/kurus, produksi susu menurun. Pada ambing terlihat bengkak, kemerahan dan panas,
serta keluar eksudat dari puting. Pada kasus mastitis mikotik, biasanya ditandai dengan
gagalnya usaha pengobatan dengan antibiotika, karena mastitis mikotik disebabkan oleh
cendawan. Susu yang dihasilkan menurun kuantitas dan kualitasnya, susu berwarna putih
keabuan hingga kekuningan, buram dan mengental (mukoid). (Ahmad RZ. 2014)
Pemeriksaan mastitis mikotik dilakukan dengan cara Isolasi dan identifikasi
cendawan dilakukan dengan mengambil susu dari hewan penderita kemudian dikultur dan
dilakukan uji biokimiawi. Kultur dapat dilakukan dalam media sabourauds
glucose/dextrose agar, lalu diamati koloninya. Pada pemeriksaan secara mikroskopik
dengan menambahkan lactophenol cotton blue (LPCB) dapat diamati adanya hifa, spora
dan miselium dari cendawan penyebab mastitis. Pada hewan yang sudah mati atau
disembelih untuk peneguhan diagnosa dapat pula dilakukan pemeriksaan patologi anatomi
dan histopatologi, pada jaringan organ mammae yang terinfeksi akan ditemukan hifa atu
spora cendawan. Deteksi cendawan dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction
(PCR) juga dapat dilakukan. Metode PCR memiliki keuntungan dibandingkan dengan
metode lain, karena metode PCR dapat mendiagnosa mastitis mikotik walaupun cendawan
yang menginfeksi berjumlah sedikit. (Ahmad RZ. 2014)

 Kasus Dermatophytosis (Kulit dan Bulu)

Dermatophytosis, secara awam dikatakan nsebagai penyakit kulit yang disebabkan


oleh jamur, tanpa harus mengetahui spesies jamurnkulit tersebut. Dermatophytosis pada
kucingnumumnya zoonotik dan sangat tinggi penularannya. Penanganan penyakit ini
cukup sulit karena sering terjadi reinfeksi disamping membutuhkan waktu dan biaya tinggi.
Para dokter hewan kadangkala terkecoh dalam mendiagnosa penyakit kulit jamur ini,
seringkali terditeksi hanya sebagai penyakit kulit biasa. (Karen.2013)
Gejala klinis dari dermatophytosis berhubungan dengan pathogenesisnya,
dermatophytosis memnginvasi rambut dan epitel tanduk. Jamur akan merusak rambut,
dan mengganggu keratinisasi kulit normal, secara klinis bulu rontok, timbul kerak,
sehingga dapat juga terinfeksi dengan kuman lain. (Karen.2013)
Pada umumnya kasus dermatophytosis pada kucing disebabkan oleh jamur
Microsporum canis, microsporum gypseum dan Trichophyton. Sebaiknya untuk
kucingkucing yang diduga terinfeksi jamur, dilakukan Pengujian laboratorium kerokan
untuk diisolasi jenis jamurnya. (Karen.2013)

 Kasus PMK (Kuku)


Penyakit mulut dan kuku, atau sering disebut PMK, adalah salah satu penyakit
menular pada hewan dan sangat ditakuti oleh hamper semua negara di dunia, terutama
negara-negara pengekspor ternak dan produk ternak. Indonesia pertama kali tertular PMK
pada tahun 1887 di daerah Malang, Jawa Timur. Pada umumnya PMK menyerang hewan
berkuku genap, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, gajah, jerapah, dan penjangan.
Penyebab PMK adalah virus yang sangat kecil, berdiameter ±20 mili mikron, terbentuk
dari asam inti ribo yang diselubungi protein. Virus ini sangat labil, antigenisitasnya cepat,
dan mudah berubah. (Harada.2015)
Secara klinis, tanda-tanda hewan yang terserang PMK adalah lesu/ lemah, suhu
tubuh meningkat (da-pat mencapai 410C), hipersalivasi nafsu makan berkurang, enggan
berdiri, pincang, bobot hidup ber-kurang, produksi susu menurun bagi ternak penghasil
susu, dan tingkat kesakitan sampai 100%. Tingkat kematian pada hewan dewasa umumnya
rendah, namun biasanya tinggi pada hewan muda akibat myocarditis. Tanda khas PMK
adalah lepuh- lepuh berupa tonjolan bulat yang berisi cairan limfe pada rongga mulut, lidah
sebelah atas, bibir sebelah dalam, gusi, langit-langit, lekukan antara kaki dan di ambing
susu. (Harada.2015)
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad RZ. 2014. Mastitis Mikotik di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner Bogor. 7-8 Juni 2011. IAARD Press. Badan Litbang
Pertanian.Kemtan: 403-410.
Harada ,Y, Lekcharoensuk P, Furuta T, and Taniguchi T. (2015) Inactivation of foot-and-mouth
disease virus by commercially available disinfectants and cleaners. Biocon. Sci.
20(3):205-208.
KAREN A. MORIELLO, DVM, DACVD. 2013. Symposium on feline Dermatology, Oct.
2003.Veterinary Medicine, pp. 884-890. Department of Medical Science School of
Veterinary Medicine University of WisconsinMadison.
Relic, R. and Vucovic, D.(2013). Reproductive and welfare on dairy cows. Bulletin U AS V M,
Veterinary Medicine. 70 (2).

You might also like