You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan
kalium permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran untuk
penetapan kadar zat. Titrasi ini didasarkan pada reaksi oksidasi ion
permanganat. Permanganat bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat
memiliki keadaan oksidasi 2+, 3+, 4+, 6+, dan 7+. Oksidasi ini dapat
berlangsung dalam suasana asam, netral dan alkalis (Hardjadi, 1990).
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, dan umumnya
titrasi dilakukan dalam suasana asam karena akan lebih mudah mengamati
titik akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah
dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida,
sulfida dan tiosulfat . Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi
yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu (Khopkar, 2002)
Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun.
Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat
dioksidasi seperti Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan
sebagainya. Pada percobaan ini akan dilakukan metode titrasi redoks
menggunakan kalium permanganat (KMnO4) untuk menentukan kadar Fe
dalam sampel (Keenan, 1986).
Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan praktikum analisi
permanganometri.
B. Tujuan Percobaan
Tujuan dari praktikum ini adalah
1. Menentukan kenormalan KMnO4 dengan bahan baku asam oksalat.
2. Menentukan kadar besi (II) dalam garam ferro secara permanganometri.
3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan
reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi
oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu.
Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan
titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti
Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion
logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan
permanganometri seperti:
1. Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai
oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4
berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat
inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion
logam yang bersangkutan.
2. Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah
disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan
baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebutdan
sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4
(Keenan, 1986).
Prinsip dari titrasi permanganometri adalah berdasarkan reaksi
oksidasi dan reduksi.Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada
reaksi redoks. Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion
MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi
ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu
sampel. Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium
permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan
indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan
secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes
permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada
volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk
menunjukkan kelebihan pereaksi.Kalium permanganat distandarisasikan
dengan menggunakan natrium oksalat atau sebagai arsen (III) oksida
standar-standar primer. Reaksi yang terjadi pada proses pembakuan kalium
permanganat menggunakan natrium oksalat adalah:
5C2O4 - + 2MnO4- + 16H+ → 10CO2 + 2Mn2+ 8H2O
Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang
disebabkan kelebihan permanganat (Hardjadi, 1990).

B. Kalium Permanganat
Kalium permanganat adalah oksidator kuat. Tidak memerlukan
indikator. Kelemahannya adalah dalam medium HCl. Cl- dapat teroksidasi,
demikian juga larutannya, mempunyai kestabilan yang terbatas. Biasanya
digunakan pada medium asam 0,1 N : (Khopkar, 2002)
MnO4- + 8 H+ + 5e-Mn2+ + 4 H2O E° = 1,51 V
Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperatur
ruang. Untuk mempercepat perlu pemanasan. Sedangkan reaksinya dengan As
(III) memerlukan katalis. Titik akhir permanganat tidak permanen dan
warnanya dapat hilang karena reaksi :
2 MnO4- + 3 Mn2+ + 2 H2O 5 MnO2 + 4 H+
ungu tidak berwarna
Larutan dalam air tidak stabil dan air teroksdasi dengan cara:
4 MnO4- + 2 H2O 4 MnO2 + 3 O2 + 4 OH-
Penguraiannya dikatalisis oleh cahaya, panas, asam-basa, ion Mn (II)
dan MnO2. MnO2 biasanya terbentuk dari dekomposisinya sendiri dan bersifat
autokatalitik. Untuk mempersiapkan larutan standar KMnO4, harus
dihindarkan adanya MnO2. KMnO4 dapat distandarkan terhadap Na2C2O4.
2 MnO4- + 5 H2C2O4 + 6 H+ 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II), H2C2O4, Ca dan banyak
senyawa lain (Khopkar, 1985).
Kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan jumah-jumlah
yang ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya
proanalisis dalam air, lebih lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan
yang baru saja dibuat sampai mendidih dan mendiamkannya diatas penangas
uap selama satu/dua jam lalu menyaring larutan itu dalam suatu penyaring
yang tak mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau melalui krus
saring dari kaca maser (Budi Rahardjo, 2008).
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi
berdasarkan pereaksi ini. Namun beberapa pereaksi membutuhkan pemanasan
atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi. Kalau bukan
karena fakta bahwa banyak reaksi permanganat berjalan lambat, akan lebih
banyak kesulitan lagi yang akan ditemukan dalam penggunaan reagen ini
sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur pengoksidasi, yang cukup
kuat untuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO2sesuai dengan persamaan :
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2 + 4H+
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari
titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2 .
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan larutan
permanganat. Mangan dioksidasi mengkatalisis dekomposisi larutan
permanganat. Jejak-jejak dari MnO2 yang semula ada dalam permanganat.
Atau terbentuk akibat reaksi antara permanganat dengan jejak-jejak dari agen-
agen produksi didalam air, mengarah pada dekomposisi. Tindakan ini
biasanya berupa larutan kristal-kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan
substansi yang dapat direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau gelas
yang disinter untukmenghilangkan MnO2. Larutan tersebut kemudian
distandarisasi dan jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan
konsentrasinya tidak akan banyak berubah selama beberapa bulan. Penentuan
besi dalam biji-biji besi adalah salah satu aplikasi terpenting dalam titrasi-
titrasi permanganometri (Underwood, 1996).
Asam terbaik untuk melarutkan biji besi adalah asam klorida dan
timah (II) klorida sering ditambahkan untuk membantu proses kelarutan.
Sebelum dititrasi dengan permanganat setiap besi (III) harus di reduksi
menjadi besi (II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan reduktor Jones atau
dengan timah (II) klorida. Reduktor Jones lebih disarankan jika asam yang
tersedia adalah sulfat mengingat tidak ada ion klorida yang masuk . Jika
larutannya mengandung asam klorida seperti yang sering terjadi reduksi
dengan timah (II) klorida akan lebih memudahkan. Klorida ditambahkan
kedalam larutan panas dari sampelnya dan perkembangan reduksi diikuti
dengan memperhatikan hilangnya warna kuning dari ion besi (Khopkar,
2002).

C. Prinsip Titrasi Permanganometri


Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks.
Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan
berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa
digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sampel.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium
permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan
indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan
secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes
permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume
larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan
kelebihan pereaksi (Hardjadi, 1990).

D. Natrium Oksalat
Senyawa ini, Na2C2O4 merupakan standar primer yang baik untuk
permanganat dalam larutan asam. Senyawa ini dapat diperoleh dengan tingkat
kemurnian tinggi, stabil pada saat pengeringan, dan non higroskopis.
Reaksinya dengan permanganat agak sedikit rumit dan berjalan lambat pada
suhu ruangan, sehingga larutan biasanya dipanaskan sampai sekitar 60°C.
Bahkan pada suhu yang lebih tinggi reaksinya mulai dengan lambat, namun
kecepatannya meningkat ketika ion mangan(II) terbentuk. Mangan(II)
bertindak sebagai katalis, dan reaksinya disebut autokatalitik, karena
katalisnya diproduksi di dalam reaksi itu sendiri. Ion tersebut dapat
memberikan efek katalitiknya dengan cara bereaksi dengan cepat dengan
permanganat untuk membentuk mangan berkondisi oksidasi menengah (3+
atau 4+), di mana pada gilirannya secara cepat mengoksidasi ion oksalat,
kembali ke kondisi divalent (Underwood, 1996).
Persamaan untuk reaksi antara oksalat dan permanganat adalah
5C2O42- + 2MnO4- + 16H+→ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II), H2C2O4, Ca dan banyak
senyawa lain. Selama beberapa tahun analisis-analisis prosedur yang
disarankan oleh McBride, yang mengharuskan seluruh titrasi berlangsung
perlahan pada suhu yang lebih tinggi dengan pengadukan yang kuat.
Belakangan, Fowler dan Bright menyelidiki secara menyeluruh reaksinya dan
menganjurkan agar hampir semua permanganate ditambahkan secara tepat ke
larutan yang diasamkan pada suhu ruangan. Setelah reaksinya selesai, larutan
tersebut dipanaskan sampai 60°C dan titrasi diselesaikan pada suhu ini.
Prosedur ini mengeliminasi kesalahan apa pun yang disebabkan oleh
pembentukan hidrogen peroksida (Khopkar, 2002).
E. Besi
Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikan
sebagai standar primer. Unsur ini larut dalam asam klorida encer, dan semua
besi(III) yang diproduksi selama proses pelarutan direduksi menjadi besi (II).
Oksidasi dari ion klorida oleh permanganat berjalan lambat pada suhu
ruangan. Namun demikian, dengan kehadiran besi, oksidasi akan berjalan
lebih cepat. Meskipun besi (II) adalah agen pereduksi yang lebih kuat
daripada ion klorida, ion yang belakangan disebut ini teroksidasi secara
bersamaan dengan besi. Kesulitan semacam ini tidak ditemukan dalam
oksidasi dari As2O3 ataupun Na2C2O4 dalam larutan asam klorida (Budi
Rahardjo, 2008).
Sebuah larutan dari mangan (II) sulfat, asam sulfat dan asam fosfat,
disebut larutan “pencegah”, atau larutan Zimmermann-Reinhardt, dapat
ditambahkan ke dalam larutan asam klorida dari besi sebelum dititrasi dengan
permanganat. Asam fosfat menurunkan konsentrasi dari ion besi (III)dengan
membentuk sebuah kompleks, membantu memaksa reaksi berjalan sampai
selesai, dan juga menghilangkan warna kuning yang ditunjukkan oleh besi
(III) dalam media klorida. Kompleks fosfat ini tidak berwarna, dan titik
akhirnya lebih jelas (Underwood, 1996).

F. Kelebihan dan Kekurangan Titrasi Permanganometri


Titrasi permanganometri ini lebih mudah digunakan dan efektif, karena
reaksi ini tidak memerlukan indicator, hal ini dikarenakan larutan KMnO4
sudah berfungsi sebagai indicator, yaitu ion MnO4-berwarna ungu, setelah
direduksi menjadi ion Mn- tidak berwarna, dan disebut juga sebagai
autoindikator.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain
terletak pada: Larutan pentiter KMnO4- pada buret. Apabila percobaan
dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena
sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan
diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan
berwarna merah rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan
seperti H2C2O4. Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan
H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung
menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+, MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O ↔
5MnO2 + 4H+ . Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti
H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang
telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi
kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai
menjadi air.
H2C2O4 + O2 ↔ H2O2+ 2CO2↑
H2O2 ↔ H2O + O2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang
diperlukan untuk titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi
permanganometri yang dilaksanakan (Budi Rahardjo, 2008).
BAB III

METODE KERJA

A. Waktu dan Tempat


Hari/Tanggal : Kamis/4 Mei 2017
Waktu : 15.00 – 17.00 Wita
Tempat : Laboratorium Kimia DIII Analis Kesehatan STIKes Mega
Rezky Makassar
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah erlemeyer, buret,
neraca analitik, sendok tanduk, labu ukur, kaki tiga, gelas ukur, gelas
beker, pipet tetes, corong, statif, labu semprot, kertas timbang,
termometer, dan batang pengaduk.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah asam oksalat
0,1 N, larutan KMnO4 0,1 N, larutan H2SO4 4 N, contoh besi (II) sulfat
dan aquades.
C. Cara Kerja
1. Pembuatan Bahan
a. Pembuatan larutan KMnO4 0,1 N
Dik : BE = 31,6 gr/ek
Dit : Massa KMnO4 ……..?
Penye : N KMnO4 x BE KMnO4 x V

: 0,1 N x 31,6 gr/ek x 1

: 3,16 gram
a) Ditimbang 3,16 gram KMnO4 dengan menggunakan neraca
analitik.
b) Dilarutkan dalam aquades 1000 mL dan diaduk dengan batang
pengaduk.
c) Dimasukkan kedalam labu ukur sampai tanda batas kemudian
dihomogenkan.
b. Pembuatan Larutan Asam Oksalat 0,1 N
Dik : BE = 63,035 gr/ek

V = 250 mL

Dit : Massa KMnO4 ……..?


Penye : N H2C2O4 x BE H2C2O4.2H2O x V
: 0,1 N x 63,035 gr/ek x 250 mL
: 1,57 gram
a) Ditimbang 1,57 gram H2C2O4. 2H2O dengan menggunakan
neraca analitik.
b) Dilarutkan dalam aquades 250 mL dan diaduk dengan batang
pengaduk.
c) Dimasukkan kedalam labu ukur sampai tanda batas kemudian
dihomogenkan.
c. Pembuatan H2SO4 4 N
Dik : BE = 63,035 gr/ek
ρ = 1,3 g/mL
% = 96,1 %
Dit : Volume H2SO4 ……..?
Penye :
𝜌 𝑥 % 𝑥 1000
N=
𝐵𝐸
96,1
1,3 𝑔/𝑚𝐿 𝑥 100 𝑥 1000
=
49 𝑔/𝑒𝑘

= 25,5 N

Pengenceran H2SO4

V1 X K1 = V2 X K2

V1 25,5 N = 500 mL x 4 N

500 𝑚𝐿 𝑥 4 𝑁
V1 =
25,5 𝑁

V1 = 78,43 mL

a) Dipipet 78,43 mL H2SO4 dengan menggunakan pipet volume


b) Ditambahkan 500 mL aquades
c) Dimasukkan dalam labu ukur sampai tanda batas kemudian
dihomogenkan.
d. Pembuatan Fe(II) sulfat
500 mg 100 mL
2.500 mg 500 mL
2.500 mg = 2,5 gram
a) Ditimbang 2,5 gram FeSO4 dengan menggunakan neraca analitik.
b) Dilarutkan dalam 500 mL aquades dan diaduk dengan batang
pengaduk.
c) Dimasukkan dalam labu ukur sampai tanda batas kemudian
dihomogenkan.
2. Cara Kerja
a. Standarisasi KMnO4 dengan bahan baku asam oksalat
a) Larutan KMnO4 dimasukkan kedalam buret sampai batas 50 mL.
b) 5 mL larutan asam oksalat dan 10 mL H2SO4 dimasukkann ke dalam
labu ukur 100 mL yang berisi sedikit aquades.
c) Ditambahkan lagi aquades sampai tanda batas kenudian
dihomogenkan.
d) Larutan dipindahkan ke erlemeyer.
e) Larutan selanjutnya dipanaskan dengan menggunakan api bunsen
sampai suhu 700C dengan menggunakan termometer.
f) Segera dilakukan titrasi dengan KMnO4 0,1 N saat masih dalam
keadaan panas sampai terjadi perubahan warna dari tidak berwarna
menjadi ungu.
g) Dicatat volume titrasi/volume KMnO4 yang digunakan.
h) Dilakukan duplo.
b. Penentuan kadar Fe(II) dengan garam ferro.
a) Larutan KMnO4 dimasukkan kedalam buret sampai batas 50 mL.
b) Larutan FeSO4 sebanyak 50 mL dimasukkan kedalam erlemeyer.
c) Ditambahkan 12,5 mL H2SO4 kedalam larutan.
d) Dilakukan titrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N
e) Titrasi dihentikan saat terjadi perubahan warna dari kuning menjadi
ungu.
f) Dicatat perubahan volume titrasi/volume KMnO4 yang digunakan.
g) Dilakukan duplo.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Penetapan Kenormalan KMnO4
NO. Berat H2C2O4.2H2O V KMnO4 Perubahan warna
1. 1,57 gram 5,4 mL Tidak berwarna ungu
2. 1,57 gram 5,4 mL Tidak berwarna ungu
X 1,57 gram 5,4 mL

2. Penetapan Kadar Besi(II) dalam garam ferro


NO. Berat FeSO4 V KMnO4 Perubahan warna
1. 2.500 mg 10,3 mL Kuning ungu
2. 2.500 mg 10,2 mL Kuning ungu
X 2.500 mg 10,25 mL

B. Reaksi
a. Pembakuan KMnO4
Oks : C2O42- 2 CO2 + 2e- x5
Red : MnO4- + 8 H+ + 5e- Mn2+ + 4 H2O x2
5C2O42- 10 CO2 + 10 e-
2MnO4- + 16H+ + 10e- 2 Mn2+ + 8H2O
5 C2O42- + 2 MnO4- + 16 H+ 10CO2 + 2 Mn2+ + 8 H2O

Reaksi lengkapnya
2 KMnO4 + 5 H2C2O4 + 3 H2SO4 2 MnSO4 + K2SO4 + 10 CO2 + 8 H2O
b. Penentuan kadar besi ( II) dalam garam ferro
Oks : Fe2+ Fe3+ + e- x5
Red : MnO4- + 8 H+ + 5 e- Mn2+ + 4 H2O x1
5Fe2+ 5 Fe3+ + 5 e-

MnO4- + 8 H+ + 5 e- Mn2+ + 4 H2 O
5Fe2+ + MnO4- + 8 H+ 5 Fe 3 + Mn2+ + 4 H2O

Reaksi lengkapnya
10eSO4 + 2 KMnO4 + 8 H2SO4 5 Fe2( SO4)3 + 2 KMnO4+ K2SO + 8H2O

C. Perhitungan
1. Penetapan Kenormalan KMnO4
𝑚𝑔 𝐻2 𝐶2 𝑂4 .2𝐻2 𝑂
N KMnO4 =
𝐹𝐵 𝑥 𝑉 𝐾𝑀𝑛𝑂4 𝑥 63
1570 𝑚𝑔 500 𝑚𝐿
= FP = = 20
20 𝑥 5,4 𝑚𝐿 𝑥 63 𝑚𝑔/𝑚𝑒𝑘 25 𝑚𝐿
1570 𝑚𝑒𝑘
=
6804 𝑚𝐿
= 0,23 mek/mL
= 0,2 N
2. Penetapan Kadar Besi(II) dalam ferro
𝐹𝑃 𝑥 𝑉 𝐾𝑀𝑛𝑂4 𝑥 𝑁 𝐾𝑀𝑛𝑂4 𝑥 56
% Kadar Besi (II) = 𝑥 100%
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
2 𝑥 10,25 𝑚𝐿 𝑥 0,23 𝑚𝑒𝑙/𝑚𝐿 𝑥 56
= 𝑥 100%
2500 𝑚𝑔

= 10,56 %

100 𝑚𝐿
Dimana FP = =2
50 𝑚𝐿
D. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan praktikum analisis permanganometri.
Titrasi permanganometri adalah suatu proses titrasi untuk penentuan
konsentrasi suatu reduktor dengan menggunakan oksidator (KMnO4) sebagai
larutan standar. Prinsip titrasi permanganometri adalah reaksi oksidasi reduksi
pada suasana asam yang melibatkan elektron dengan jumlah tertentu,
dibutuhkan suasana asam (H2SO4) untuk mencapai tingkat oksidasi dari
KMnO4 yang paling tinggi dan bilangan oksidasi 7+ menjadi 2+. Tujuan dari
praktikum titrasi permanganometri adalah untuk menentukan kenormalan
KMnO4 dengan bahan baku asam oksalat dan menentukan kadar besi (II)
dalam garam ferro secara permanganometri.
Pada praktikum ini dilakukan standarisasi KMnO4 dengan bahan baku
asam oksalat tujuan dari standarisasi ini adalah untuk menetapkan atau
memastikan konsentrasi larutan standar sekunder (KMnO4) sudah sesuai
dengan yang dibutuhkan pada praktikum yaitu 0,1 N secara pasti.
Pada praktikum ini yang pertama-tama dilakukan adalah pembuatan
bahan larutan KMnO4 0,1 N dengan cara ditimbang 3,16 gram KMnO4
kemudian dilarutkan dalam 1000 mL aquades lalu dihomogenkan.
Selanjutnya pembuatan asam oksalat dengan cara ditimbang 1,57 gram asam
oksalat kemudian dilarutkan dalam 250 mL aquades lalu dihomogenkan.
Pembuatan larutan H2SO4 4 N dengan pengenceran 78,43 mL H2SO4 kedalam
sedikit aquades kemudian ditambahkan aquades sampai 500 mL. Dalam
pengenceran asam sulfat bersifat panas sehingga jika perlakuan dilakukan
sebaliknya panas yang dihasilkan semakin besar yang dapat menyebabkan air
mendidih dan menyebabkan asam sulfat memercik dan melukai tangan.
Terakhir pembuatan Fe(II) sulfat dengan cara ditimbang 2,3 gram FeSO4
kemudian dilarutkan dalam 500 mL aquades lalu dihomogenkan.
Setelah pembuatan bahan selanjutnya dilakukan standarisasi KMnO4
dengan bahan baku asam oksalat. Larutan KMnO4 dimasukkan kedalam buret
sampai batas 50 mL, penggunaan larutan KMnO4 berfungsi sebagai larutan
standar sekunder dan sebagai titran sehingga diletakkan diburet. Kemudian
kedalam dalam labu ukur 100 mL yang berisi sedikit aquades dimasukkan 5
mL asam oksalat dan 10 mL larutan H2SO4 kenudian ditambahkan lagi
aquades sampai garis batas lalu dihomogenkan. Selanjutnya larutan ini
dipinddahkan ke erlemeyer lalu dipanaskan dengan menggunakan api bunsen
sampai suhu 700C dengan menggunakan termometer, setelah itu segera
dititrasi dengan larutan KMnO4 saat masih dalam keadaan panas, titrasi
dihentikan saat terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna
ungu. Kemudian dicatat volume titrasi atau volume KMnO4 yang digunakan
dan selanjutnya dilakukan duplo atau dilakukan titrasi kembali. Dalam
percobaan standarisasi KMnO4, H2SO4 berfungsi untuk memberikan suasana
asam pada larutan, hal ini dilakukan karena titik akhir titrasi lebih muda
diamati bila reaksi dilakukan dalam suasana asam dan reaksi H2SO4 tersebut
tidak menghasilkan produk dan tidak bereaksi dengan titran. Sedangkan
pemanasan bertujuan untuk mempercepat reaksi karena reaksi permanganat
cenderung berjalan lambat pada suhu kamar (200C – 280C).
Kemudian dilakukan percobaan kedua yaitu penentuan kadar Fe(II)
dalam garam ferro dengan metode permanganometri. Pertama-tama larutan
KMnO4 diisikan kedalam buret, larutan KMnO4 0,1 N ini berfungsi sebagai
larutan standar sekunder serta sebagai titran. Selanjutnya 50 mL FeSO4
dimasukkan kedalam erlemeyer kemudian ditambahkan 12,5 mL H2SO4.
Larutan FeSO4 berfungsi sebagai larutan standar primer serta sebagai analit,
penambahan H2SO4 berfungsi untuk memberikan suasana asam pada laruan
sehingga mempermudah diamati titik akhir titrasi. Pada percobaan penetapan
kadar Fe (II) perlu dilakukan pemanasan karena oksidasi pada besi oleh
kalium permanganat berlangsung dengan cepat sehingga tidak perlu dikatalis
atau pemanasan untuk mempercepat reaksi. Selanjutnya dilakukan titrasi
dengan larutan KMnO4 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari kuning
menjadi ungu dan dicatat volume KMnO4 yang digunakan.
Pada praktikum titrasi permanganometri tidak digunakan larutan
indikator hal ini dikarenakan KMnO4 sendiri sebagai indikator serta karena
KMnO4 sudah mampu memberikan perubahan warna saat titik akhir titrasi
yang ditandai dengan terbentuknya warna ungu, sifat dari KMnO4 ini dikenal
sebagai autoindikator.
Setelah dilakukan titrasi ini, proses atau langkah ini diulangi kembali
atau dilakukan duplo dengan tujuan untuk memastikan bahwa volume KMnO4
yang digunakan saat titrasi 1 dan 2 relatif dekat sehingga didapat ketepatan
volume yang digunakan pada proses titrasi.
Berdasarkan dari hasil pengamatan kami diperoleh hasil bahwa pada
percobaan standarisasi larutan KMnO4 dengan bahan baku asam oksalat
volume titrasi pertama yaitu 5,4 mL kemudian volume titrasi kedua yaitu 5,4
mL sehingga didapat volume rata-rata 5,4 mL. Berdasarkan hasil ini diperolah
konsentarsi KMnO4 adalah 0,2 N. Kemudian pada percobaan kedua
penentuan kadar Fe (II) dalam garam ferro diperoleh hasil yaitu volume titrasi
pertama 10,3 mL dan volume titrasi kedua 10,2 mL sehingga volume rata-rata
10,25 mL, berdasarkan hasil ini diperoleh kadar Fe (II) sebanyak 10,56 %.
Adapun kesalahan yang dapat terjadi pada praktikum ini sehingga
ghasil yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yaitu pada saat proses titrasi
perubahan warna yang terjadi belum terlalu pekat lal titrasi dihentikan
sehingga diperoleh konsentrasi larutan yang tidak sesuai dengan yang
diperlukan atau dibutuhkan dalam praktikum ini. Serta alat-alat yang
digunakan tidak steril adanya larutan yang terkontaminasi dengan larutan ini.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan praktikum titrasi permanganometri ini dapat
disimpulkan bahwa pada percobaan pertama yaitu standarisasi KMnO4
dengan bahan baku asam oksalat diperoleh volume titrasi pertama dan kedua
yaitu 5,4 mL dengan rata-rata 5,4 mL sehingga konsentrasi KMnO4 yang
diperoleh adalah 0,2 N. Kemudian pada percobaan kedua penentuan kadar
besi (II) dalam garam ferro diperoleh hasil titrasi pertama yaitu 10,3 mL,
titrasi kedua 10,2 mL dengan volume rata-rata 10,25 mL sehingga diperoleh
kadar Fe (II) dalam garam ferro sebanyak 10,56%.
B. Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan untuk praktikan selanjutnya
adalah praktikan hendaknya menjaga agar larutan KMnO4 tidak tersinari oleh
sinar matahari berhubung KMnO4 bereaksi secara langsung dengan sinar
matahari. Praktikan hendaknya menutup buret pada waktu larutan KMnO4
didalamnya karena KMnO4 mudah teroksidasi. Pada saat pengukuran suhu,
termometer tidak boleh menyentuh dasar gelas beker untuk menghindari
kesalahan pada pembacaan suhu.
DAFTAR PUSTAKA

Budi Rahardjo, Sentot.2008.Kimia Berbasis Eksperimen II. Solo:Platinum


Hardjadi. 1990. Ilmu Kima Analitik Dasar. PT Gramedia: Jakarta
Keenan, W. Charles. 1986. Ilmu Kimia untuk Universitas. Erlangga: Jakarta
Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia: Jakarta
Underwood, A. L dan R.A. Day. J. R. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif edisi Kelima.
Penerbit Erlangga: Jakarta

You might also like