You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN

POST OP SECTIO CAESARIA


(Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sistem Reproduksi)

Disusun oleh :
Hary Rahman 14SP277012

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH CIAMIS
2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
IBU DENGAN POST OP SECTIO CAESARIA

A. Konsep Dasar Sectio Caesaria


1. Pengertian Sectio Caesaria
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina.
Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
(Mochtar, 1998)

2. Indikasi
a. Indikasi Ibu :
1) Panggul sempit
2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3) Stenosis serviks uteri atau vagina
4) Plassenta praevia
5) Disproporsi janin panggul
6) Rupture uteri membakat
7) Partus tak maju
8) Incordinate uterine action
b. Indikasi Janin
1) Kelainan Letak :
a) Letak lintang
b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
d) Presentasi ganda
e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama
2) Gawat Janin
3) Indikasi Kontra(relative)
a) Infeksi intrauterine
b) Janin Mati
c) Syok/anemia berat yang belum diatasi
d) Kelainan kongenital berat

3. Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk
mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan
serviks dan segmen bawah rahim.

4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
a) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang
pada corpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan
memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin lebih memanjang
2. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau
distal Kekurangan :
1. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena
tidak ada reperitonial yang baik.
2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture
uteri spontan.
3. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering
terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur
uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada
akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan.
4. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan
supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas
hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2
tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka
sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor
sebelum menutup luka rahim.
b) Sectio caesarea profunda(Ismika Profunda) : dengan insisi
pada segmen bawah uterus.Dilakukan dengan membuat
sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira
10cm
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk
menahan isi uterus ke rongga perineum
4. Perdarahan kurang
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur
uteri spontan lebih kecil

1. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga


dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan
menyebabkan perdarahan yang banyak.
2. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
2) Sectio caesarea ekstraperitonealis.
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis
dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila :
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (tranversal)
3) Sayatan huruf T (T Insisian)
5. Komplikasi
Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya
peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila
sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau
ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian
antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis
profunda.
a. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
b. Komplikasi-komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru – paru
c. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan
sesudah sectio caesarea klasik.

6. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi
cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju,
pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah
ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit

8. Penatalaksanaan Medis Post SC


a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi
pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS
10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi
darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat
berbeda-beda setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,
biasanya mengurangi rasa nyeri.
(Manuaba, 1999)

1. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Leukosit darah > 15000 / ul bila terjadi infeksi
a. testlakmusmerahberubahmenjadibiru
b. amniosentetis
c. USG ( menentukanusiakehamilan , indekscairanamnionberkurang)
( AriefMonsjoer, dkk, 2001 : 313 )

2. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
1) Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
2) Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
3) Umurkehamilankurang 37 minggu.
4) Antibiotikprofilaksisdenganamoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
5) Memberikantokolitikbilaadakontraksi uterus
danmemberikankortikosteroiduntukmematangkanfungsiparujanin.
6) Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda
persalinan.
7) Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau
gawat janin.
8) Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada
kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila
pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.
b. Medis
1) Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi.
Bila ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka
lakukan terminasi kehamilan.
2) Induksiatauakselerasipersalinan.
3) Lakukan seksio caesaria bila induksi atau akselerasi persalinan
mengalami kegagalan.
4) Lakukanseksiohisterektomibilatanda-tandainfeksi uterus
beratditemukan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian fokus
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama,
alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record,
diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan
umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien
multipara
d. Data riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan
setelah pasien operasi.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang, maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit
yang sama (plasenta previa)
3) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga
pasien ada juga mempunyai riwayat persalinan yang sama
(plasenta previa).
e. Keadaan klien meliputi:
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan
kira-kira 600-800 mL.
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai
wanita.
Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan,
menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan)
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural
5) Nyeri/ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma
bedah, distensi kandung kemih, efek-efek anesthesia, nyeri tekan
uterus mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
8) Balutan badomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh
9) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang

a. Diagnosa keperawatan yang sering muncul

a) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (insisi pembedahan)


b) Kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri
c) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasive, insisi post
pembedahan
d) PK : Perdarahan
e) Gangguan pola tidur berhubungan dengan keletihan

b. Rencana Tindakan

1. Diagnosa keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (insisi


pembedahan).

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


NOC NIC
NOC: Kontrol nyeri NIC :
Kriteria hasil: Managemen nyeri
a. Menggunakan skala nyeri untuk Intervensi :
mengidentifikasi tingkat nyeri 1. Kaji komprehensif tentang nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri a. Observasi isyarat2 nonverbal
berkurang dengan menggunakan dari ketidaknyamanan
managemen nyer b. Beri informasi tentang nyeri
c. Melaporkan kebutuhan tidur dan c. Berikan analgetik sesuai dosis
istirahat cukup d. 5. Kolaborasi dengan dokter
bila tindakan tidak berhasil
2. Diagnosa keperawatan : Kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


NOC NIC
NOC: Perawatan diri Aktivitas NIC : Perawatan diri
Kehidupan Sehari-hari (AKS) Intervensi :
Kriteria hasil : a. Kaji kemampuan untuk
a. Mengungkapkan secara verbal menggunakan alat bantu
kepuasan tentang kebersihan b. Kaji membran mukosa oral
tubuh dan hygiene mulut dan kebersihan tubuh
b. Mempertahankan mobilitas yang c. Pantau adanya perubahan
diperlukan untuk ke kamar mandi kemampuan fungsi

3. Diagnosa keperawatan : Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan infasive,


insisi post pembedahan

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


NOC NIC
NOC: Pengendalian resiko, dengan NIC : Pengendalian infeksi
indikator (nilai 1-5: tidak pernah, jarang, Intervansi :
kadang-kadang, sering, konsisten) a. Pantau tanda/gejala infeksi
Kriteria hasil : b. Kaji faktor yang
a. Terbebas dari tanda atau gejala meningkatkan serangan
infeksi infeksi
b. Menunjukkan hygiene pribadi c. Instruksikan untuk menjaga
yang adekuat hygiene pribadi
c. Menggambarkan faktor yang d. Berikan terapi antibiotik,
menunjang penularan infeksi bila diperlukan
4. PK : Perdarahan

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


NOC NIC
NOC: Perdarahan berhenti NIC : Pencegahan sirkulasi
Kriteria hasil : Intervensi :
a. Luka sembuh kering, bebas a. Lakukan penilaian
pus, tidak meluas menyeluruh tentang
b. HB tidak kurang dari 10 gr dl sirkulasi
b. Lakukan perawatan luka
dengan hati-hati dengan
menekan daerah luka
dengan kassa steril dan
tutup dengan tehnik
aseptic
c. Kelola terapi sesuai order

5. Diagnosa keperawatan : Gangguan pola tidur berhubungan dengan keletihan

Tujuan & Kriteria hasil Intervensi


NOC NIC
NOC: Tidur, istirahat, sehat NIC : Peningkatan tidur
dengan indikator (nilai 1-5: sangat Intervensi :
bermasalah, bermasalah, sedang, sedikit a. Kaji aktivitas pola tidur
bermasalah, tidak bermasalah) b. Jelaskan tentang
Kriteria hasil : pentingnya tidur yang
a. Jumlah jam tidur cukup cukup selama sakit
b. Pola tidur normal c. Monitor pola tidur dan
c. Kualitas tidur cukup catat keadaan fisik,
psikososial yang
mengganggu tidur
DAFTAR PUSTAKA

Abdul bari, Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal


dan Neonatal.YBPSP. Jakarta

Aria wibawa dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM

Cunningham, F.G., Et all. 2005. William Obstetrics, 22nd edition. Chapter 21


Disorders of Aminic Fluid Volume. Pages 525-533. USA: McGRAW-HILL

Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta.
EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. . Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan


Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta: YBP-SP

You might also like