You are on page 1of 20

Penyakit integument minggu ke 2

Pioderma (L08.0)
I. Definisi
Pioderma adalah infeksi kulit dan jaringan lunak yang disebabkan oleh bakteri piogenik, yang tersering
adalah S. aureus dan Streptokokus β-hemolitik grup A antara lain S. pyogenes. Terdapat 2 bentuk
pyoderma
1. Pioderma superfisialis, lesi terbatas pada epidermis
Impetigo nonbulosa
Impetigo bulosa
Ektima
Folikulitis
Furunkel
Karbunkel
2. Pioderma profunda, mengenai epidermis dan dermis
Erisipelas
Selulitis
Flegmon
Abses multiplel kelenjar keringat
Hidradenitis
II. Kriteria Diagnostik
Klinis
1. Pioderma superfisialis
Tidak ada gejala konstitusi.
 Impetigo nonbulosa
o Predileksi: daerah wajah, terutama di sekitar nares dan mulut.
o Lesi awal berupa makula atau papul eritematosa yang secara cepat berkembang menjadi vesikel atau
pustul yang kemudian pecah membentuk krusta kuning madu (honey colour) dikeliling eritema. Lesi
dapat melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit di sekitarnya.
o Rasa gatal dan tidak nyaman dapat terjadi.
 Impetigo bulosa
o Predileksi: daerah intertriginosa (aksila, inguinal, gluteal), dada dan punggung.
o Vesikel-bula kendur,dapat timbul bula hipopion.
o Tanda Nikolsky negatif.
o Bula pecah meninggalkan skuama anular dengan bagian tengah eritematosa (kolaret) dan cepat
mengering.
 Ektima
o Merupakan bentuk pioderma ulseratif yang disebabkan oleh S. aureus dan atau Streptococcus grupA.
o Predileksi: ekstremitas bawah atau daerah terbuka.
o Ulkus dangkal tertutup krusta tebal dan lekat, berwarna kuning keabuan.
o Apabila krusta diangkat, tampak ulkus bentuk punched out, tepi ulkus meninggi, indurasi, berwarna
keunguan.
 Folikulitis
Merupakan salah satu bentuk pioderma pada folikel rambut. Dibedakan menjadi 2 bentuk:
o Folikulitis superfisialis (impetigo Bockhart/impetigo folikular)
Predileksi: skalp (anak-anak), dagu, aksila, ekstremitas bawah, bokong (dewasa). Terdapat rasa gatal
dan panas. Kelainan berupa pustul kecil dome-shaped, multipel, mudah pecah pada folikel rambut.
o Folikulitis profunda (sycosis barbae) Predileksi: dagu, atas bibir. Nodus eritematosa dengan perabaan
hangat, nyeri.
 Furunkel/karbunkel
o Merupakan infeksi pada folikel rambut dan jaringan sekitarnya.
o Predileksi: daerah berambut yang sering mengalami gesekan, oklusif, berkeringat, misalnya leher,
wajah, aksila, dan bokong.
o Lesi berupa nodus eritematosa, awalnya keras, nyeri tekan, dapat membesar 1-3 cm, setelah
beberapa hari terdapat fluktuasi, bila pecah keluar pus.
o Karbunkel timbul bila yang terkena beberapa folikel rambut. Karbunkel lebih besar, diameter dapat
mencapai 3-10 cm, dasar lebih dalam. Nyeri dan sering disertai gejala konstitusi. Pecah lebih lambat,
bila sembuh dapat meninggalkan jaringan parut.
2. Pioderma profunda
Terdapat gejala konstitusi dan rasa nyeri.
 Terdiri atas:
o Erisipelas:lesi eritematosa merah cerah, infiltrat di bagian pinggir, edema, vesikel dan bula diatas lesi.
o Selulitis: infiltrat eritematosa difus.
o Flegmon: selulitis dengan supurasi.
o Abses kelenjar keringat: tidak nyeri, bersama miliaria, nodus eritematosa bentuk kubah.
o Hidradenitis: nodus, abses, fistel di daerah ketiak atau perineum.
o Ulkus piogenik: ulkus dengan pus.
Komplikasi
Impetigo non-bulosa: glomerulonefritis akut
Ektima: ulserasi dan skar
Komplikasi lainnya yang jarang: sepsis, osteomielitis, artritis, endokarditis, pneumonia, selulitis,
limfangitis, limfadenitis, toxic shock syndrome, Staphylococcal scalded skin syndrome, necrotizing
fasciitis.
Diagnosis Banding
1. Impetigo nonbulosa: ektima, dermatitis atopik, dermatitis seboroik, dermatitis kontak alergi, skabies,
tinea kapitis
2. Impetigo vesikobulosa: dermatitis kontak, Staphylococcal scalded skin syndrome, pemfigoid bulosa,
pemfigus vulgaris, eritema multiforme, dermatitis herpetiformis
3. Ektima: impetigo nonbulosa
4. Folikulitis: tinea barbae, tinea kapitis, folikulitis keloidal (acne keloidal nuchae), folikulitis pitirosporum,
“Hot tub” folikulitis, folikulitis candida
5. Furunkel, karbunkel: akne kistik, kerion, hidradenitis supurativa
6. Selulitis/erisipelas: dermatitis kontak, dermatitis stasis, necrotizing fasciitis, tuberkulosis kutis
verukosa, infeksi mikobakterium atipik, mikosis profnda, leismaniasis, deep vein thrombosis, limfedema,
vaskulitis leukositoklastik, pioderma ganggrenosum, gout, paget disease
7. Hidradenitis: skrofuloderma
Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan
1. Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan Gram.
2. Kultur dan resistensi spesimen lesi/aspirat apabila tidak responsif terhadap pengobatan empiris.
3. Kultur dan resistensi darah, darah perifer lengkap, kreatinin, C-reactive protein apabila diduga
bakteremia.
4. Biopsi apabila lesi tidak spesifik.
III. Penatalaksanaan
Non medikamentosa
1. Mandi 2 kali sehari dengan sabun
2. Mengatasi/identifikasi faktor predisposisi dan keadaan komorbid, misalnya infestasi parasit,
dermatitis atopik, edema, obesitas dan insufisiensi vena.
Medikamentosa
Prinsip: pasien berobat jalan, kecuali pada erisipelas, selulitis dan flegmon derajat berat dianjurkan
rawat inap. Terdapat beberapa obat/tindakan yang dapat dipiih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
1. Topikal
 Bila banyak pus atau krusta: kompres terbuka dengan permanganas kalikus 1/5000, asam salisilat
0,1%, rivanol 1‰, larutan povidon iodine 1%; dilakukan 3 kali sehari masing-masing ½-1 jam selama
keadaan akut
 Bila tidak tertutup pus atau krusta: salep/krim asam fusidat 2%, mupirosin 2% (A,1). Dioleskan 2-3 kali
sehari, selama 7-10 hari.
2. Sistemik: minimal selama 7 hari
Lini pertama:
 Kloksasilin/dikloksasilin**: dewasa 4x250-500 mg/hari per oral; anak-anak 25-50 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 4 dosis
 Amoksisilin dan asam klavulanat: dewasa 3x250-500 mg/hari; anak-anak 25 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 3 dosis
 Sefaleksin: 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis.
Lini kedua:
 Azitromisin 1x500 mg/hari (hari 1), dilanjutkan 1x250 mg (hari 2-5)
 Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis.
 Eritromisin: dewasa 4x250-500 mg/hari; anak-anak 20-50 mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis.
Penyebabnya MRSA:
 Trimetoprim-sulfometoxazol 160/800 mg, 2 kali sehari
 Doksisiklin, minosiklin 2x100 mg, tidak direkomendasikan untuk anak, usia 8 tahun.
 Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis.
3. Tindakan
Apabila lesi abses besar, nyeri, disertai fluktuasi, dilakukan insisi dan drainase.
IV. Edukasi
Membatasi penularan: edukasi terhadap pasien dan keluarganya agar menjaga higiene perorangan
yang baik.
V. Prognosis
Impetigo dapat sembuh tanpa pengobatan dalam 2 minggu tanpa sekuele. Ektima dapat menetap
selama beberapa minggu dan dapat terjadi komplikasi skar. Rekurensi abses dan furunkel pada anak
sebesar 18-28%.
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Eritrasma
No. ICPC-2 : S76 Skin infection
No. ICD-10 other
Tingkat : L08.1 Erythrasmay
Kemampuan : 4A
Masalah Kesehatan
Eritrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneumyang disebabkan oleh Corynebacterium
minutissimum. Eritrasma terutama terjadi pada orang dewasa, penderita diabetes, dan banyak
ditemukan di daerah tropis. Eritrasma dianggap tidak begitu menular karena didapatkan bahwa
pasangan suami istri tidak mendapatkan penyakit tersebut secara bersama-sama. Secara global,
insidens eritrasma dilaporkan 4% dan lebih banyak ditemukan di daerah iklim tropis dan subtropis.
Selain itu insidensnya lebih banyak ditemukan pada ras kulit hitam. Eritrasma terjadi baik pria maupun
wanita, pada pria lebih banyak ditemukan eritrasma pada daerah kruris, sedangkan pada wanita di
daerah interdigital. Berdasarkan usia, insidens eritrasma bertambah seiring dengan pertambahan usia
dengan pasien termuda yang pernah ditemukan yaitu usia 1 tahun.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Eritrasma kadang tidak menimbulkan keluhan subyektif, tetapi ada juga pasien datang dengan keluhan
gatal dengan durasi dari bulan sampai tahun.
Faktor Risiko:
Penderita Diabetes Mellitus, iklim sedang dan panas, maserasi pada kulit, banyak berkeringat,
kegemukan, higiene buruk, peminum alkohol
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Lokasi : lipat paha bagian dalam, sampai skrotum, aksilla, dan intergluteal
Efloresensi : eritema luas berbatas tegas, dengan skuama halus dan kadang erosif. Kadang juga
didapatkan likenifikasi dan hiperpigmentasi.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan lampu Wood
2. Sediaan langsung kerokan kulit dengan pewarnaan gramPenegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis melalui hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan dengan lampu
Wood didapatkan fluoresensi merah bata (coral pink).
Diagnosis Banding
Pitiriasis versikolor, Tinea kruris, Dermatitis seboroik, Kandidiasis
Komplikasi: -
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Pengobatan topikal: salep Tetrasiklin 3%
2. Pengobatan sistemik: Eritromisin 1 g sehari (4 x 250mg) untuk 2-3 minggu.
Rencana Tindak Lanjut: -
Konseling dan Edukasi
1. Bagi penderita diabetes, tetap mengotrol gula darah
2. Menjaga kebersihan badan
3. Menjaga agar kulit tetap kering
4. Menggunakan pakaian yang bersih dengan bahan yang menyerap keringat.
5. Menghindari panas atau kelembaban yang berlebih
Kriteria Rujukan: -
Peralatan
1. Lampu Wood
2. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan KOH dan pewarnaan gram
Prognosis
Bonam

Erisipelas
No. ICPC-2 : S 76Skin infection
No. ICD-10 order
Tingkat : A 46 Erysipelas
Kemampuan : 4A
Masalah Kesehatan
Erisipelas adalah penyakit infeksi bakteri akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus, melibatkan
dermis atas dengan tanda khas meluas ke limfatik kutaneus superfisial. Erisipelas pada wajah
kebanyakan disebabkan oleh streptococcus grup A, sedangkan erisipelas pada ekstremitas bawah
kebanyakan disebabkan oleh streptococcus non grup A. Di perkirakan 85% kasus erysipelas terjadi
pada ekstremitas bawah. Erisipelas kebanyakan terjadi pada wanita, akan tetapi pada usia muda lebih
sering terjadi pada pria. Insidens tertinggi dilaporkan pada pasien berusia 60 – 80 tahun khususnya
pada pasien dengan gangguan saluran limfatik.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Terdapat gejala konstitusi seperti demam dan malaise sebelum terjadinya lesi pada kulit. Gejala umum
pada lesi didapatkan gatal, rasa terbakar, nyeri dan bengkak. Didahului trauma atau riwayat faringitis.
Faktor Risiko:
1. Penderita Diabetes Mellitus
2. Higiene buruk
3. Gizi kurang
4. Gangguan saluran limfatik
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Lokasi : kaki, tangan dan wajah
Efloresensi : eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi dengan
tanda-tanda radang akut. Dapat disertai edema, vesikel dan bula.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah didapatkan leukositosis
Penegakan Diagnostik(Assessment)
Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding:
Selulitis, Urtikaria
Komplikasi:
Ganggren, Edema kronis, terjadi scar, sepsis, demam Scarlet, Pneumonia, Abses, Emboli, Meningitis
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Istirahat
2. Tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan
Pengobatan sistemik :
1. Analgetik antipiretik
2. Antibiotik :
a. Penisilin 0,6 – 1,5 mega unit 5-10 hari
b. Sefalosporin 4 x 400 mg selama 5 hari
Rencana tindak lanjut :
1. Memantau terjadinya komplikasi
2. Mencegah faktor risiko
Konseling dan Edukasi
1. Bagi penderita diabetes, tetap mengontrol gula darah
2. Menjaga kebersihan badan
Kriteria Rujukan
Jika terjadi komplikasi
Peralatan
Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin.
Prognosis
Dubia ad bonam

Skrofuloderma
No. ICPC-2
: A 70 Tuberculosis
No. ICD-10
: A 18.4Tuberculosis of skin and subcutaneous tissue
Tingkat
: 4A
Kemampuan
Masalah Kesehatan
Skrofuloderma adalah suatu bentuk reaktivasi infeksi tuberkulosis akibat penjalaran per kontinuitatum
dari organ di bawah kulit seperti limfadenitis atau osteomielitis yang membentuk abses dingin dan
melibatkan kulit di atasnya, kemudian pecah dan membentuk sinus di permukaan kulit.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Skrofuloderma biasanya dimulai dengan pembesaran kelenjar getah bening tanpa tanda-tanda radang
akut. Mula-mula hanya beberapa kelenjar diserang, lalu makin banyak sampai terjadi abses memecah
dan menjadi fistel kemudian meluas menjadi ulkus. Jika penyakitnya telah menahun, maka didapatkan
gambaran klinis yang lengkap.
Faktor Risiko
Sama dengan TB Paru Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Lokasi : leher, ketiak, lipat paha
Efloresensi : pembesaran kelenjar getah bening tanpa radang akut kecuali tumor dengan konsistensi
bermacam-macam, periadenitis, abses dan fistel multipel, ulkus-ulkus khas, sikatriks-sikatriks yang
memanjang dan tidak teratur serta jembatan kulit.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dahak
2. Pemeriksaan biakan Mycobacterium tuberculosis
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding
Limfosarkoma, Limfoma maligna, Hidradenitis supurativa, Limfogranuloma venerum
Komplikasi :-
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Sama dengan TB Paru Pengobatan sistemik: Sama dengan TB Paru
Rencana tindak lanjut:
Memantau kriteria penyembuhan skrofuloderma, antara lain:
1. Semua fistel dan ulkus sudah menutup
2. Seluruh kelenjar limfe sudah mengecil (< 1 cm, konsistensi keras)
3. Sikatriks tidak eritematous
4. Laju Endap Darah menurun
Konseling dan Edukasi
Sama dengan TB Paru
Peralatan
1. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan laju endap darah dan pemeriksaan BTA
2. Tes tuberculin
Prognosis
Bonam

Akne Vulgaris Ringan


No. ICPC-2 : S96 Acne
No. ICD-10 : L70.0 Acne
Tingkat vulgaris
Kemampuan : 4A
Masalah Kesehatan
Akne vulgaris adalah penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang diinduksi dengan
peningkatan produksi sebum, perubahan pola keratinisasi, peradangan, dan kolonisasi dari bakteri
Propionibacterium acnes. Sinonim untuk penyakit ini adalah jerawat. Umumnya insidens terjadi pada
wanitausia 14-17 tahun, pria 16-19 tahun lesi yang utama adalah komedo dan papul dan dapat dijumpai
pula lesi beradang. Pada anak wanita,akne vulgaris dapat terjadi pada premenarke. Setelah masa
remaja kelainan ini berangsur berkurang, namun kadang-kadang menetap sampai dekade ketiga
terutama pada wanita. Ras oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita akne vulgaris
dibandingkan dengan ras kaukasia (Eropa, Amerika).
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan berupa erupsi kulit polimorfi di lokasi predileksi, disertai rasa nyeri atau gatal namun masalah
estetika umumnya merupakan keluhan utama.
Faktor Risiko:
Usia remaja, stress emosional, siklus menstruasi, merokok, ras, riwayat aknedalam keluarga, banyak
makan makanan berlemak dan tinggi karbohidrat
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonis
Komedo berupa papul miliar yang ditengahnya mengandung sumbatan sebum, bila berwarna hitam
disebut komedo hitam (black comedo, open comedo) dan bila berwarna putih disebut komedo putih
atau komedo tertutup (white comedo, close comedo). Erupsi kulit polimorfi dengan gejala predominan
salah satunya, komedo, papul yang tidak beradang dan pustul, nodus dan kista yang beradang. Tempat
predileksi adalah di muka, bahu, dada bagian atas, dan punggung bagian atas. Lokasi kulit lain misalnya
di leher, lengan atas, dan kadang-kadang glutea. Gradasi yang menunjukan berat ringannya penyakit
diperlukan bagi pilihan pengobatan. Gradasi akne vulgaris adalah sebagai berikut:
1. Ringan, bila:
a. Beberapa lesi tak beradang pada satu predileksi
b. Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi
c. Sedikit lesi beradang pada satu predileksi
2. Sedang, bila:
a. Banyak lesi tak beradang pada satu predileksi
b. Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari satu predileksi
c. Beberapa lesi beradang ada satu predileksi
d. Sedikit lesi beradang pada lebih dari satu predileksi
3. Berat, bila:
a. Banyak lesi tak beradang pada lebih dari satu predileksi
b. Banyak lesi beradang pada satu atau lebih predileksi
Keterangan:
Sedikit bila kurang dari 5, beberapa bila 5-10, banyak bila lebih dari 10 lesi Tak beradang : komedo
putih, komedo hitam, papul Beradang : pustul, nodus, kista Pada pemeriksaan ekskohleasi sebum, yaitu
pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok Unna) ditemukan sebum yang
menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak seperti nasi yang
ujungnya kadang berwarna hitam.
Pemeriksaan Penunjang
Umumnya tidak diperlukan.
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Ditegakkan ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaaan fisik.
Diagnosis Banding
Erupsi akneiformis, Akne venenata, Rosasea, Dermatitis perioral
Penatalaksanaan (Plan)
Penatalaksanaan meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk
menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif).
Pencegahan yang dapat dilakukan :
1. Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipid sebum dan perubahan isi sebum dengan cara :
a. Diet rendah lemak dan karbohidrat. Meskipun hal ini diperdebatkan efektivitasnya, namun bila pada
anamnesis menunjang, hal ini dapat dilakukan.
b. Melakukan perawatan kulit dengan membersihkan permukaan kulit.
2. Menghindari terjadinya faktor pemicu terjadinya akne, misalnya :
a. Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga, sesuai kondisi tubuh, hindari stress.
b. Penggunaan kosmetika secukupnya, baik banyaknya maupun lamanya.
c. Menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalnya minuman keras, makanan pedas, rokok, lingkungan
yang tidak sehat dan sebagainya.
d. Menghindari polusi debu, pemencetan lesi yang tidak lege artis, yang dapat memperberat erupsi yang
telah terjadi. Pengobatan akne vulgaris ringan dapat dilakukan dengan memberikan farmakoterapi
seperti:
1. Topikal
Pengobatan topikal dilakukan untuk mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan dan
mempercepat penyembuhan lesi. Obat topikal terdiri dari :
a. Retinoid
Retinoidtopikal merupakan obat andalan untuk pengobatanjerawatkarena dapat menghilangkan
komedo, mengurangi pembentukan mikrokomedo, dan adanya efek antiinflamasi. Kontraindikasi obat
ini yaitu pada wanita hamil, danwanita usia subur harus menggunakan kontrasepsi yang efektif.
Kombinasi retinoid topikal dan antibiotik topikal (klindamisin) atau benzoil peroksida lebih ampuh
mengurangi jumlah inflamasi dan lesi non-inflamasi dibandingkan dengan retinoidmonoterapi. Pasien
yang memakai kombinasi terapi juga menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang lebih cepat.
b. Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (peeling), misalnya sulfur (4-8%), resorsinol (1-5%), asam
salisilat (2-5%), peroksida benzoil (2,5-10%), asam vitamin A (0,025-0,1%), asam azelat (15-20%) atau
asam alfa hidroksi (AHA) misalnya asma glikolat (3-8%). Efek samping obat iritan dapat dikurangi
dengan cara pemakaian berhati-hati dimulai dengan konsentrasi yang paling rendah.
c. Antibiotik topikal: oksitetrasiklin 1%, eritromisin 1%, klindamisin fosfat 1%.
d. Antiperadangan topikal: hidrokortison 1-2,5%.
2. Sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk menekan aktivitas jasad renik disamping juga mengurangi reaksi
radang, menekan produksi sebum. Dapat diberikan antibakteri sistemik, misalnya tetrasiklin 250 mg
1g/hari, eritromisin 4x250 mg/hari.
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.
Konseling dan Edukasi
Dokter perlu memberikan informasi yang tepat pada pasien mengenai penyebabpenyakit, pencegahan,
dan cara maupun lama pengobatan, serta prognosis penyakitnya. Hal ini penting agar penderita tidak
mengharap berlebihan terhadap usaha penatalaksanaan yang dilakukan.
Kriteria rujukan
Akne vulgaris sedang sampai berat.
Peralatan
Komedo ekstraktor (sendok Unna)
Prognosis
Prognosis umumnya bonam. akne vulgaris umumnya sembuh sebelum mencapai usia 30-40 an.

Akne
Definisi
Akne adalah penyakit peradangan kronis pada folikel pilosebasea, ditandai dengan adanya lesi
polimorfik berupa komedo, papul, pustul, nodus, dan kista di tempat predileksi. Kadang-kadang terdapat
rasa gatal ringan. Akne yang sembuh dapat meninggalkan sekuele berupa makula hiper/hipopigmentasi
atau jaringan parut hiper/hipotrofi.
II. Kriteria Diagnostik
Klinis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik: terutama mengenai usia remaja, namun dapat juga terjadi pada usia
prepubertal (neonatus, bayi, anak) atau pasca pubertas (dewasa).
Predileksi akne adalah wajah, leher, bahu, lengan atas, dada dan punggung, meskipun akne dapat
timbul di daerah kulit lain yang mengandung kelenjar sebasea misalnya paha dan bokong.
Efloresensi: komedo (hitam dan putih), papul, pustul, nodus dan kista.
Jenis: akne vulgaris, akne venenata, akne fisik.
Gradasi keparahan (ringan, sedang dan berat)
o Akne gradasi ringan: komedo <20 atau lesi inflamasi <15, total lesi <30.
o Akne gradasi sedang: komedo 20-100, atau lesi inflamasi 15-50 atau total lesi 30-125
o Akne gradasi berat: kista >5 atau komedo >100 atau lesi inflamasi >50 atau total lesi >125.
Diagnosis Banding1
1. Rosasea
2. Dermatitis perioral
3. Erupsi akneiformis
4. Folikulitis Gram negative
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan diagnosis banding
III. Penatalaksanaan
1. Derajat ringan
Hanya obat topikal tanpa obat oral.
Lini 1: asam retinoat 0,01-0,1% atau benzoil peroksida, atau kombinasi. Ibu hamil atau menyusui:
benzoil peroksida
Lini 2: asam azelaik 20%
Lini 3: asam retinoat + benzoil peroksida atau asam retinoat + antibiotik topikal
Evaluasi: setiap 6-8 minggu
2. Derajat sedang
Obat topikal dan oral.
Lini 1:
Topikal: asam retinoat + benzoil peroksida atau bila perlu antibiotik. Ibu hamil/menyusui tetap benzoil
peroksida.
Oral: doksisiklin 50-100 mg
Ibu hamil atau menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari Lini 2/3:
Topikal: asam azelaik asam salisilat (AS) atau
kortikosteroid intralesi (KIL) dapson gel
Oral: antibiotik lainnya
Ibu hamil/menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari
Evaluasi setiap 6-8 minggu
Tambah kombinasi oral kontrasepsi atau spironolakton (untuk perempuan) atau oral isotretinoin
3. Derajat berat
Lini 1:
Topikal: antibiotik. Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida
Oral : azitromisin pulse dose (hari pertama 500 mg dilanjutkan hari ke 2-4 250 mg)
Ibu hamil: eritromisin 500-1000 mg/hari
Lini 2:
Topikal: asam azelaik, asam salisilat, kortikosteroid intralesi
Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida
Oral
Wanita: anti androgen
Laki-laki: isotretinoin oral (Isotret O) 0,5-1 mg/kgBB/hari
Ibu hamil: eritromisin 500-1000 mg/hari
Lini 3:
Topikal: asam azelaik, asam salisilat, kortikosteroid intralesi.
Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.
Oral
Wanita: isotretinoin oral
Ibu hamil/menyusui: eritromisin 500-1000 mg/hari
Pemberian asam azelaik dan Isotretinoin oral harus mengikuti standar operasional prosedur (SOP)
masing-masingTerapi dengan Isotreinoin oral disertai dengan surat persetujuan pengobatan (informed
consent).
Terapi ajuvan (tambahan)
Adalah terapi tambahan yang dapat dilakukan bersamaan dengan terapi utama diatas dengan tujuan
untuk mempercepat penyembuhan atau memperbaiki kondisi kulit saat terapi utama berlangsung.
Jenis terapi ajuvan:
1. Perawatan kulit termasuk ekstraksi komedo dan penggunaan kosmetik
2. Skin peeling
3. Kortikosteroid oral jangka pendek (<2minggu)
4. Light dan laser therapy
5. Kosmeseutikal
6. Injeksi kortikosteroid intralesi untuk untuk nodus/kista
7. Diet rendah glukosa
Terapi rumatan (maintenance)
Terapi rumatan adalah terapi yang diberikan setelah sembuh dengan terapi utama, bertujuan untuk
mencegah kekambuhan. Jenis terapi rumatan:
1. Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE)
2. Perawatan kulit termasuk penggunaan kosmetik
3. Asam retinoat konsentrasi rendah (0,01%-0,025%) yang dinilai setiap 6 bulan
4. Kosmeseutikal
Terapi jaringan parut pasca akne yang terjadi setelah sembuh dapat dilakukan berbagai tindakan
khusus.
Skar paska akne atrofik:
1. Minimally invasive: chemical peeling, mikrodermabrasi, laser dan IPL37, laser non ablatif dan ablatif,
filler kombinasi dengan asam retinoat.
2. Invasif: eksisi elips (rolling scar), punch excision (ice pick), punch elevation (box scar), dermal graft
(parut luas), subcision (rolling)
Skar paska akne hipertofik atau keloid:
1. Kortikosteroid topical
2. Injeksi kortikosteroid intralesi (KIL)
3. Cryosurgery
4. Injeksi 5FU intralesi
5. Laser pulse dye
6. Eksisi + kortikosteroid intralesi
Catatan:
*Berdasarkan guidelines
** Belum tersedia secara resmi di Indonesia
IV. Edukasi
1. Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE)
2. Perawatan kulit termasuk ekstraksi komedo dan penggunaan kosmetik
V. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad kosmetikum : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Perempuan pre-pubertas dengan akne komedonal dan wanita dengan kadar DHEAS yang tinggi
merupakan prediktor akne nodulokistik berat atau jangka panjang.

Hidradenitis Supuratif
No. ICPC-2 : S92 Sweat gland disease
: L73.2 Hidradenitis
No. ICD-10
suppurativa
Tingkat
: 4A
Kemampuan
Masalah Kesehatan
Hidradenitis supuratif atau disebut juga akne inversa adalah peradangan kronis dan supuratif pada
kelenjar apokrin. Penyakit ini terdapat pada usia pubertas sampai usia dewasa muda. Prevalensi
keseluruhan adalah sekitar 1%. Rasio wanita terhadap pria adalah 3:1. Dari beberapa penelitian
epidemiologi diketahui bahwa sepertiga pasien hidradenitis supuratif memiliki kerabat dengan
hidradenitis. Merokok dan obesitas merupakan faktor risiko untuk penyakit ini. Penyakit ini juga sering
didahului oleh trauma atau mikrotrauma, misalnya banyak keringat, pemakaian deodorant atau rambut
ketiak digunting. Beberapa bakteri telah diidentifikasi dalam kultur yang diambil dari lesi hidradenitis
supuratif, diantaranya adalah Streptococcusviridans, Staphylococcus aureus, bakteri anaerob
(Peptostreptococcus spesies, Bacteroi desmelanino genicus, dan Bacteroides corrodens), Coryne
formbacteria, dan batang Gram-negatif.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan awal yang dirasakan pasien adalah gatal, eritema, dan hiperhidrosis lokal. Tanpa pengobatan
penyakit ini dapat berkembang dan pasien merasakan nyeri di lesi.
Faktor Risiko
Merokok, obesitas, banyak berkeringat, pemakaian deodorant, menggunting rambut ketiak
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Ruam berupa nodus dengan tanda-tanda peradangan akut, kemudian dapat melunak menjadi abses,
dan memecah membentuk fistula dan disebut hidradenitis supuratif. Pada yang menahun dapat
terbentuk abses, fistel, dan sinus yang multipel. Terdapat leukositosis. Lokasi predileksi di aksila, lipat
paha, gluteal, perineum dan daerah payudara. Meskipun penyakit ini di aksila seringkali ringan, di
perianal sering progresif dan berulang. Ada dua sistem klasifikasi untuk menentukan keparahan
hidradenitis supuratif, yaitu dengan sistem klasifikasi Hurley dan Sartorius.
1. Hurley mengklasifikasikan pasien menjadi tiga kelompok berdasarkan adanya dan luasnyajaringan
parutdan sinus.
a. TahapI : lesi soliter atau multipel, ditandai dengan pembentukan absestanpasaluransinusatau
jaringan parut.
b. Tahap II :lesisingle atau multipel dengan abses berulang, ditandai denganpembentukansaluran
sinusdan jaringan parut.
c. TahapIII: tahap yang paling parah, beberapa saluran saling berhubungandan abses melibatkan
seluruh daerah anatomi(misalnya ketiak atau pangkal paha).
2. Skor Sartorius. Skordidapatkandengan menghitung jumlah lesi kulit dan tingkat keterlibatandi
setiaplokasi anatomi. Lesiyang lebih parah seperti fistula diberikan skor yang lebih tinggi dari pada lesi
ringan seperti abses. Skordari semua lokasi anatomi ditambahkan untuk mendapatkan skor total.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Ditegakkan ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaaan fisik. Diagnosis Banding Furunkel,
karbunkel, kista epidermoid atau kista dermoid , Erisipelas, Granuloma inguinal, Lymphogranuloma
venereum, Skrofuloderma
Komplikasi
1. Jaringan parut di lokasi lesi.
2. Inflamasi kronis pada genitofemoral dapat menyebabkan striktur di anus, uretra atau rektum.
3. Fistula uretra.
4. Edema genital yangdapat menyebabkangangguan fungsional.
5. Karsinoma sel skuamosa dapat berkembangpada pasien dengan riwayat penyakit yang lama, namun
jarang terjadi.
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Pengobatan oral:
a. Antibiotik sistemik
Antibiotik sistemik misalnya dengan kombinasi rifampisin600mg sehari(dalam dosis tunggal atau dosis
terbagi) dan klindamisin300mgdua kali sehari menunjukkan hasil pengobatan yang menjanjikan.
Dapsondengan dosis50-150mg/hari sebagaimonoterapi, eritromisin atau tetrasiklin 250-500 mg
4xsehari, doksisilin 100 mg 2xsehari selama 7-14 hari.
b. Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik misalnya triamsinolon, prednisolon atau prednison
2. Jika telah terbentuk abses, dilakukan insisi.
Edukasi dilakukan terhadap pasien, yaitu berupa:
1. Mengurangi berat badan untuk pasien obesitas.
2. Berhenti merokok.
3. Tidak mencukur di kulit yang berjerawat karena mencukur dapat mengiritasi kulit.
4. Menjaga kebersihan kulit.
5. Mengenakan pakaian yang longgar untuk mengurangi gesekan
6. Mandi dengan menggunakan sabun dan antiseptik atau antiperspirant.
Kriteria Rujukan
Pasien dirujuk apabila penyakit tidak sembuh dengan pengobatan oral atau lesi kambuh
setelahdilakukan insisi dan drainase.
Peralatan
Bisturi
Prognosis
Prognosis umumnya bonam, tingkat keparahan penyakit bervariasi dari satu pasien dengan pasien
lainnya

Dermatitis Perioral
Skin disease
No. ICPC-2 : S99
other
No. ICD-10 : L71.0 Perioral dermatitis
Tingkat
: 4A
Kemampuan
Masalah Kesehatan
Dermatitis perioral adalah erupsi eritematosa persisten yang terdiri dari papul kecil dan papulo-pustul
yang berlokasi di sekitar mulut. Dermatitis perioral dapat terjadi pada anak dan dewasa. Dalam populasi
dewasa, penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Namun, selama masa kanak-kanak
persentase pasien pria lebih besar. Pada anak-anak, penyakit ini memiliki kecenderungan untuk meluas
ke periorbita atau perinasal. Beberapa agen penyebab terlibat dalam pathogenesis penyakit ini
diantaranya penggunaan kosmetik dan glukokortikoid. Studi case control di Australia memperlihatkan
bahwa pemakaian kombinasi foundation, pelembab dan krim malam meningkatkan risiko terjadinya
dermatitis perioral secara signifikan. Penggunaan kortikosteroid merupakan penyebab utama penyakit
ini pada anakanak. Beberapa faktor lainnya yang juga diidentifikasai diantaranya infeksi, faktor
hormonal, pemakaian pil kontrasepsi, kehamilan, fluoride dalam pastagigi, dan sensitasi merkuri dari
tambalan amalgam. Demodex folliculorum dianggap memainkan peran penting dalam patogenesis
dermatitis perioral terutama pada anak dengan imunokompromais. Namun,laporan terbaru
menunjukkan bahwa density dari D . folliculorum merupakan fenomena sekunder penyebab dermatitis
perioral.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan yang dirasakan pasien adalah gatal dan rasa panas disertai timbulnya lesi di sekitar mulut.
Faktor Risiko
1. Pemakaian kortikosteroid topikal.
2. Pemakaian kosmetik.
3. Pasien imunokompromais
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonis
Erupsi eritematosa yang terdiri dari papul,papulopustul atau papulovesikel, biasanya tidak lebih dari 2
mm. Lesi berlokasidi sekitar mulut, namun pada anak lesi dapat meluas ke perinasal atau periorbita.
Pemeriksaan Penunjang
Umumnya tidak diperlukan.
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Ditegakkan ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaaan fisik.
Diagnosis Banding
Dermatitis kontak, Dermatitis seboroik, Rosasea, Akne, Lip-licking cheilitis, Histiocytosis , Sarkoidosis
Komplikasi
Infeksi sekunder
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Untuk keberhasilan pengobatan, langkah pertama yang dilakukan adalah menghentikan penggunaan
semua kosmetik dan kortikosteroidtopikal. Jika tidak diobati, bentuk klasik dermatitis perioral memiliki
kecenderungan untuk bertahan, terutama jika pasien terbiasa menggunakan pelembab atau krim
malam.
Dalam kasus resisten, dermatitis perioral membutuhkanfarmakoterapi, seperti:
1. Topikal
a. Metronidazol krim atau emulsi 0,75%-1%, dua kali sehari (satu kali sehari pada anak) selama 8
minggu.
b. Klindamisin krim 1%, satu atau dua kali sehari
c. Eritromisin krim 2-3% satu atau dua kali sehari
d. Asam azelaik krim 20% atau gel 15%, dua kali sehari
e. Adapalene gel 0,1%, sekali sehari selama 4 minggu
2. Sistemik
a. Tetrasiklin 250-500 mg, dua kali sehari selama 3 minggu. Jangan diberikan pada pasien sebelum
usia pubertas.
b. Doksisiklin 100 mg per hari selama 3 minggu. Jangan diberikan pada pasien sebelum usia pubertas.
c. Minosiklin 100 mg per hari selama 4 minggu. Jangan diberikan pada pasien sebelum usia pubertas.
d. Eritromisin 250 mg, dua kali sehari selama 4-6 minggu
e. Azytromisin 500 mg per hari, 3 hari berturut-turut per minggu selama 4 minggu.
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Pada pasien yang menderita dermatitis perioral dalam waktu lama, pemeriksaan mikroskopis lesi dapat
disarankan untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri, jamur atau adanya Demodex folliculorum.
Konseling dan Edukasi
Edukasi dilakukan terhadap pasien dan pada pasien anak edukasi dilakukan kepada orangtuanya.
Edukasi berupa menghentikan pemakaian semua kosmetik, menghentikan pemakaian kortikostroid
topikal. Eritema dapat terjadi pada beberapa hari setelah penghentian steroid.
Kriteria rujukan
Pasien dirujuk apabila memerlukan pemeriksaan mikroskopik atau pada pasien dengan gambaran klinis
yang tidak biasa dan perjalanan penyakit yang lama.
Prognosis
Prognosis umumnya bonam jika pasien menghentikan penggunaan kosmetik atau kortikosteroid topikal.
Dermatofitosis (B35)
I. Definisi
Merupakan penyakit infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh jamur kelompok dermatofita
(Trichophyton sp., Epidermophyton sp. dan Microsporum sp).1 Terminologi “tinea” atau ringworm
secara tepat menggambarkan dermatomikosis, dan dibedakan berdasarkan lokasi anatomi infeksi.
Klasifikasi menurut lokasi:
1. Tinea kapitis (ICD 10: B35.0)
2. Tinea korporis (ICD 10: B35.4)
3. Tinea kruris (ICD 10: B35.6)
4. Tinea pedis (ICD 10: B35.3)
5. Tinea manum (ICD 10: B35.2)
6. Tinea unguium (ICD 10: B35.1)
7. Tinea imbrikata (ICD 10: B35.5)
II. Kriteria Diagnostik
Klinis
1. Tinea kapitis
Terdapat tanda kardinal untuk menegakkan diagnosis tinea kapitis:
Populasi risiko tinggi
Terdapat kerion atau gejala klinis yang khas berupa skuama tipikal, alopesia dan pembesaran kelenjar
getah bening.
Tanda kardinal tersebut merupakan faktor prediksi kuat untuk tinea kapitis.
Anamnesis : gatal, kulit kepala berisisik, alopesia
Pemeriksaan fisik : bergantung pada etiologinya
 Noninflammatory, human, atau epidemic type (“grey patch”)
Inflamasi minimal, rambut pada daerah terkena berubah warna menjadi abuabu dan tidak berkilat,
rambut mudah patah di atas permukaan skalp. Lesi tampak berskuama, hiperkeratosis, dan berbatas
tegas karena rambut yang patah. Berfluoresensi hijau dengan lampu Wood.
 Inflammatory type, kerion
Biasa disebabkan oleh patogen zoofilik atau geofilik. Spektrum klinis mulai dari folikulitis pustular hingga
furunkel atau kerion. Sering terjadi alopesia sikatrisial. Lesi biasanya gatal, dapat disertai nyeri dan
limfadenopati servikalis posterior. Fluoresensi lampu Wood dapat positif pada spesies tertentu.
 “Black dot”
Disebabkan oleh organisme endotriks antropofilik. Rambut mudah patah pada permukaan skalp,
meninggalkan kumpulan titik hitam pada daerah alopesia (black dot). Kadang masih terdapat sisa
rambut normal di antara alopesia. Skuama difus juga umum ditemui.
 Favus
Bentuk yang berat dan kronis berupa plak eritematosa perifolikular dengan skuama. Awalnya berbentuk
papul kuning kemerahan yang kemudian membentuk krusta tebal berwarna kekuningan (skutula).
Skutula dapat berkonfluens membentuk plak besar dengan mousy odor. Plak dapat meluas dan
meninggalkan area sentral yang atrofi dan alopesia.
2. Tinea korporis
Anamnesis : ruam yang gatal di badan, ekstremitas atau wajah.
Pemeriksaan fisik :
Mengenai kulit berambut halus, keluhan gatal terutama bila berkeringat, dan secara klinis tampak lesi
berbatas tegas, polisiklik, tepi aktif karena tanda radang lebih jelas, dan polimorfi yang terdiri atas
eritema, skuama, dan kadang papul dan vesikel di tepi, normal di tengah (central healing)
3. Tinea kruris
Anamnesis :
Ruam kemerahan yang gatal di paha bagian atas dan inguinal.
Pemeriksaan fisik
Lesi serupa tinea korporis berupa plak anular berbatas tegas dengan tepi meninggi yang dapat pula
disertai papul dan vesikel. Terletak di daerah inguinal, dapat meluas ke suprapubis, perineum,
perianal dan bokong. Area genital dan skrotum dapat terkena pada pasien tertentu. Sering disertai
gatal dengan maserasi atau infeksi sekunder
4. Tinea pedis
Anamnesis :
Gatal di kaki terutama sela-sela jari. Kulit kaki bersisik, basah dan mengelupas.
Pemeriksaan fisik
 Tipe interdigital (chronic intertriginous type)
Bentuk klinis yang paling banyak dijumpai. Terdapat skuama, maserasi dan eritema pada daerah
interdigital dan subdigital kaki, terutama pada tiga jari lateral. Pada kondisi tertentu, infeksi dapat
menyebar ke telapak kaki yang berdekatan dan bagian dorsum pedis. Oklusi dan ko-infeksi dengan
bakteri dapat menyebabkan maserasi, pruritus, dan malodor (dermatofitosis kompleks atau athlete’s
foot).
 Tipe hiperkeratotik kronik
Klinis tampak skuama difus atau setempat, bilateral, pada kulit yang tebal (telapak kaki, lateral dan
medial kaki), dikenal sebagai “moccasin-type.” Dapat timbul sedikit vesikel, meninggalkan skuama
kolaret dengan diameter kurang dari 2 mm. Tinea manum unilateral umumnya berhubungan dengan
tinea pedis hiperkeratotik sehingga terjadi “two feet-one hand syndrome”.
 Tipe vesikobulosa
Klinis tampak vesikel tegang dengan diameter lebih dari 3 mm, vesikopustul, atau bula pada kulit tipis
telapak kaki dan periplantar. Jarang dilaporkan pada anak-anak.
 Tipe ulseratif akut
Terjadi ko-infeksi dengan bakteri gram negatif menyebabkan vesikopustul dan daerah luas dengan
ulserasi purulen pada permukaan plantar. Sering diikuti selulitis, limfangitis, limfadenopati, dan demam.
5. Tinea manum
Biasanya unilateral, terdapat 2 bentuk:
 Dishidrotik: lesi segmental atau anular berupa vesikel dengan skuama di tepi pada telapak tangan,jari
tangan, dan tepi lateral tangan.1
 Hiperkeratotik: vesikel mengering dan membentuk lesi sirkular atau iregular, eritematosa, dengan
skuama difus. Garis garis tangan menjadi semakin jelas. Lesi kronik dapat mengenai seluruh telapak
tangan dan jari disertai fisur.
6. Tinea unguium
Onikomikosis merujuk pada semua infeksi pada kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita, jamur
nondermatofita, atau ragi (yeasts). Dapat mengenai kuku tangan maupun kuku kaki, dengan bentuk
klinis:
 Onikomikosis subungual proksimal (OSP)
 Onikomikosis subungual distal lateral (OSDL)
 Onikomikosis superfisial putih (OSP)
 Onikomikosis endoniks (OE)
 Onikomikosis distrofik totalis (ODT)
Klinis dapat ditemui distrofi, hiperkeratosis, onikolisis, debris subungual,
perubahan warna kuku, dengan lokasi sesuai bentuk klinis.
7. Tinea imbrikata
Penyakit ditandai dengan lapisan stratum korneum terlepas dengan bagian bebasnya menghadap
sentrum lesi. Terbentuk lingkaran konsentris tersusun seperti susunan genting. Bila kronis, peradangan
sangat ringan dan asimtomatik. Tidak pernah mengenai rambut.
Diagnosis Banding
1. Tinea kapitis
Dermatitis seboroik, psoriasis, dermatitis atopik, liken simpleks kronik, alopesia areata, trikotilomania,
liken plano pilaris
2. Tinea pedis dan manum
Dermatitis kontak, psoriasis, keratoderma, skabies, pompoliks (eksema dishidrotik)
3. Tinea korporis
Psoriasis, pitiriasis rosea, Morbus Hansen tipe PB/ MB, eritema anulare centrifugum, tinea imbrikata,
dermatitis numularis
4. Tinea kruris
Eritrasma, kandidosis, dermatitis intertriginosa, dermatitis seboroik, dermatitis kontak, psoriasis, lichen
simpleks kronis
5. Tinea unguium
Kandidosis kuku, onikomikosis dengan penyebab lain, onikolisis, 20-nail dystrophy (trachyonychia),
brittle nail, dermatitis kronis, psoriasis, lichen planus
6. Tinea imbrikata
Tinea korporis
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit atau kuku menggunakan mikroskop dan KOH 20%:
tampak hifa panjang dan atau artrospora. Pengambilan spesimen pada tinea kapitis dapat dilakukan
dengan mencabut rambut, menggunakan skalpel untuk mengambil rambut dan skuama,menggunakan
swab (untuk kerion) atau menggunakan cytobrush. Pengambilan sampel terbaik di bagian tepi lesi.
2. Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus (Mycosel, Mycobiotic): pada suhu 280C selama 1-4
minggu (bila dihubungkan dengan pengobatan, kultur tidak harus selalu dikerjakan kecuali pada tinea
unguium).
3. Lampu Wood hanya berfluoresensi pada tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsposrum spp.
(kecuali M.gypsium).
III. Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa
1. Menghindari dan mengeliminasi agen penyebab
2. Mencegah penularan
Medikamentosa
Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut.
Tinea kapitis
1. Topikal: tidak disarankan bila hanya terapi topikal saja.
 Rambut dicuci dengan sampo antimikotik: selenium sulfida 1% dan 2,5% 2- 4 kali/minggu atau sampo
ketokonazol 2% 2 hari sekali selama 2-4 minggu
2. Sistemik
Spesies Microsporum
 Obat pilihan: griseofulvin fine particle/microsize 20-25 mg/kgBB/hari dan ultramicrosize 10-15
mg/kgBB/hari selama 8 minggu.
Alternatif:
o Itrakonazol 50-100 mg/hari atau 5 mg/kgBB/hari selama 6 minggu.
o Terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB 20-40 kg dan 250 mg/hari untuk BB >40
kg selama 4 minggu.
Spesies Trichophyton:
Obat pilihan: terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB 20-40 kg dan 250 mg/hari
untuk BB >40 kg selama 2-4 minggu
 Alternatif :
o Griseofulvin 8 minggu
o Itrakonazol 2 minggu
o Flukonazol 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu
Tinea korporis dan kruris
1.Topikal:
 Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali sehari selama 1-2 minggu.
 Alternatif
Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu.
2. Sistemik:
Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi
Obat pilihan: terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil pemeriksaan laboratorium
negatif) selama 2 minggu
 Alternatif:
o Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu
o Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu
o Ketokonazol 200 mg/hari
Catatan:
Lama pemberian disesuaikan dengan diagnosis
Hati-hati efek samping obat sistemik, khususnya ketokonazol
Griseofulvin dan terbinafin hanya untuk anak usia di atas 4 tahun
Tinea imbrikata
- Terbinafin 62,5-250 mg/hari (tergantung berat badan) selama 4-6 minggu
 Griseofulvin microsize 10-20 mg/kgBB/hari selama 6-8 minggu.15,19
Tinea pedis
1. Topikal:
- Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin**) sekali sehari selama 1-2 minggu.
- Alternatif:
o Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu.
o Siklopiroksolamin (ciclopirox gel 0,77% atau krim 1%) 2 kali sehari selama 4 minggu untuk tinea pedis
dan tinea interdigitalis
2. Sistemik:
 Obat pilihan: terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu. Anak-anak 5 mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
 Alternatif: itrakonazol 2x100 mg/hari selama 3 minggu atau 100 mg/hari selama 4 minggu.
Tinea unguium
1. Obat pilihan: terbinafin 1x250 mg/hari selama 6 minggu untuk kuku tangan dan 12-16 minggu untuk
kuku kaki
2. Alternatif: itrakonazol dosis denyut (2x200 mg/hari selama 1 minggu, istirahat 3 minggu) sebanyak 2
denyut untuk kuku tangan dan 3-4 denyut untuk kuku kaki atau 200 mg/hari selama 2 bulan untuk kuku
tangan dan minimal 3 bulan untuk kuku kaki.
IV. Edukasi
1. Menjaga kebersihan diri.
2. Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi obat.
3. Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat.
4. Pastikan kulit dalam keadaan kering sebelum menutup area yang rentan terinfeksi jamur.
5. Gunakan sandal atau sepatu yang lebar dan keringkan jari kaki setelah mandi.
6. Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain. Cuci handuk yang
kemungkinan terkontaminasi.
7. Skrining keluarga
8. Tatalaksana linen infeksius: pakaian, sprei, handuk dan linen lainnya direndam dengan sodium
hipoklorit 2% untuk membunuh jamur atau menggunakan disinfektan lain.
V. Prognosis
Bila diobati dengan benar, penyakit akan sembuh dan tidak kambuh, kecuali bila terpajan ulang dengan
jamur penyebab. Tinea pedis menjadi kronik dan rekuren bila sumber penularan terus menerus ada.
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam
Pitiriasis Versikolor/ Tinea Versikolor
Skin infection
No. ICPC-2 : S76
other
: B36.0 Pityriasis
No. ICD-10
versicolor
Tingkat
: 4A
Kemampuan
Masalah Kesehatan
Tinea versikolor adalah penyakit infeksi pada superfisial kulit dan berlangsung kronis yang disebabkan
oleh jamur Malassezia furfur. Prevalensi penyakit ini tinggi pada daerah tropis yang bersuhu hangat dan
lembab.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien pada umumnya datang berobat karena tampak bercak putih pada kulitnya. Keluhan gatal ringan
muncul terutama saat berkeringat, namun sebagian besar pasien asimptomatik.
Faktor Risiko
1. Sering dijumpai pada dewasa muda (kelenjar sebasea lebih aktif bekerja).
2. Cuaca yang panas dan lembab.
3. Tubuh yang berkeringat.
4. Imunodefisiensi
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonis Lesi berupa makula hipopigmentasi atau berwarna-warni, berskuama halus,
berbentuk bulat atau tidak beraturan dengan batas tegas atau tidak tegas. Skuama biasanya tipis seperti
sisik dan kadangkala hanya dapat tampak dengan menggores kulit (finger nail sign). Predileksi di bagian
atas dada, lengan, leher, perut, kaki, ketiak, lipat paha, muka dan kepala. Penyakit ini terutama
ditemukan pada daerah yang tertutup pakaian dan bersifat lembab.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan lampu Wood menampakkan pendaran (fluoresensi) kuning keemasan pada lesi yang
bersisik.
2. Pemeriksaan mikroskopis sediaan kerokan skuama lesi dengan KOH.
Pemeriksaan ini akan tampak campuran hifa pendek dan spora-spora bulat yang dapat berkelompok
(spaghetti and meatball appearance).
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding
Vitiligo, Dermatitis seboroik, Pitiriasis alba, Morbus hansen, Eritrasma
Komplikasi
Jarang terjadi.
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Pasien disarankan untuk tidak menggunakan pakaian yang lembab dan tidak berbagi penggunaan
barang pribadi dengan orang lain.
2. Pengobatan terhadap keluhannya dengan:
a. Pengobatan topical
- Suspensi selenium sulfida 1,8%, dalam bentuk shampo yang digunakan 2-3 kali seminggu. Obat ini
digosokkan pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit sebelum mandi
- Derivat azol topikal, antara lain mikonazol dan klotrimazol.
b. sistemik diberikan apabila penyakit ini terdapat pada daerah yang luas atau jika penggunaan obat
topikal tidak berhasil. Obat tersebut, yaitu:
- Ketokonazol per oral dengan dosis 1x200 mg sehari selama 10 hari, atau
- Itrakonazol per oral dengan dosis 1 x 200 mg sehari selama 5-7 hari (pada kasus kambuhan atau tidak
responsif dengan terapi lainnya).
Konseling dan Edukasi
Edukasi pasien dan keluarga bahwa pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan
konsisten, karena angka kekambuhan tinggi (± 50% pasien). Infeksi jamur dapat dibunuh dengan cepat
tetapi membutuhkan waktu berbulanbulan untuk mengembalikan pigmentasi ke normal. Untuk
pencegahan, diusahakan agar pakaian tidak lembab dan tidak berbagi dengan orang lain untuk
penggunaan barang pribadi.
Kriteria Rujukan
Sebagian besar kasus tidak memerlukan rujukan.
Peralatan
1. Lup
2. Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan KOH
Prognosis
Prognosis umumnya bonam.
Kandidiasis/Kandidosis (B37)
I. Definisi
Kandidiasis (USA) atau kandidosis (Eropa) merupakan kelompok penyakit infeksi
akut dan kronik di kulit atau diseminata yang disebabkan oleh ragi, yang tersering adalah Candida
albicans.1 Organisme tersebut pada umumnya dapat menginfeksi kulit, kuku, membrane mukosa, dan
saluran cerna, tetapi dapat juga menyebabkan penyakit sistemik.
Klasifikasi:
 Kandidiasis kutis (ICD 10: B37.2)
 Kandidiasis oral (ICD 10: B37.0)
 Kandidiasis vulvovaginal (ICD 10: B37.3)
 Kandida balanitis/balanopostitis (ICD 10: B37.4)
 Kandidiasis kuku (ICD 10: B37.2)
 Kandidiasis mukokutan kronik (ICD 10: P37.5)
 Kandidiasis diseminata (ICD 10: B37.8)
II. Kriteria Diagnostik
Klinis
1. Kandidiasis kutis
 Dapat ditemukan pada semua usia, mengenai daerah intertriginosa yang lembab dan mudah
mengalami maserasi, misalnya sela paha, ketiak, sela jari, infra mamae, atau sekitar kuku, dan juga
dapat meluas ke bagian tubuh lainnya.
 Kulit tampak bercak eritematosa berbatas tegas, bersisik, basah, dikelilingi oleh lesi
satelit berupa papul, vesikel dan pustul kecil di sekitarnya.1
2. Kandidiasis mukosa
Merupakan infeksi oportunistik, dapat berupa:
 Kandidiasis oral
o Kandidiasis pseudomembran akut (thrush)
Bercak berwarna putih (pseudomembran) tebal, diskret atau dapat berkonfluen pada mukosa bukal,
lidah, palatum, dan gusi.1
o Kandidiasis atrofik akut (kandidiasis eritematosa)
Papilla lidah menipis tertutup oleh pseudomembran tipis pada permukaan dorsal lidah dan dapat disertai
rasa panas atau nyeri.
o Kandidiasis atrofik kronik (denture stomatitis):
Mukosa palatum yang kontak dengan gigi tiruan tampak edematosa dan eritematosa, bersifat kronik,
dan dapat dijumpai keilitis angularis.
o Kandidiasis hiperplastik kronik (leukoplakia)
Plak putih atau translusen yang tidak dapat dilepaskan, biasanya di mukosa bukal.
o Keilosis kandidal (keilitis angularis/perleche)
Pada sudut mulut tampak eritema, fisura, maserasi yang terasa nyeri.
 Kandidiasis area genitalia
o Kandidiasis vulvovaginal
Keluhan: duh vagina berwarna putih susu, disertai rasa gatal dan panas di vulva, kadang terjadi dysuria
Pemeriksaan: tampak plak berwarna putih, dasar eritematosa, pada dinding vagina disertai edema di
sekitarnya yang dapat meluas sampai ke labia dan perineum.
o Balanitis dan balanopostitis candida
Keluhan: kulit penis tampak eritematosa, panas yang bersifat transien dan muncul setelah hubungan
seksual
Pemeriksaan: papul atau papulopustul rapuh pada glans penis atau sulkus koronarius penis
3. Kandidiasis kuku
Tampak perubahan kuku sekunder, tebal mengeras, onikolisis, Beau’s line dengan diskolorisasi kuku
berwarna coklat atau hijau sepanjang sisi lateral kuku, tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat
debris di bawah kuku. Paronikia kandida: tampak kemerahan, bengkak, dan nyeri pada kuku disertai
retraksi kutikula sampai lipat kuku proksimal, dapat disertai pus.
4. Kandidiasis mukokutan kronik
Merupakan suatu sindrom kandidosis kronik rekuren pada pasien yang ditandai dengan infeksi resisten
terhadap terapi. Merupakan manifestasi akibat defek sistem imunologi, umumnya defek imunitas
selular. Berupa infeksi yang luas, eritematosa atau granulomatosa, pada membran mukosa, kulit dan
kuku.
5. Kandidiasis diseminata
Infeksi kandida yang meluas secara hematogen dari orofaring atau saluran cerna, dan melibatkan
banyak organ, kadang ke kulit. Karakteristik lesi kulit: papul-papul eritematosa berdiameter 0,5-1 cm,
bagian tengah tampak hemoragik atau pustular, kadang nekrotik. Lokasi lesi pada badan, ekstremitas.
Gejala sistemik berupa demam dan mialgia.
Diagnosis Banding
1. Kandidiasis kutis: eritrasma, dermatitis intertriginosa, dermatofitosis, dermatitis seboroik, psoriasis
2. Kandidiasis kuku: tinea unguium, brittle nail, trachyonychia, dermatitis kronis
3. Kandidiasis oral: oral hairy leukoplakia, kheilitis angular, liken planus, infeksi herpes, eritema
multiforme, anemia pernisiosa, stomatitis aftosa
4. Kandidiasis vulvovagina: trikomoniasis vaginalis, gonore akut, infeksi genital non spesifik, vaginosis
bacterial
5. Kandida balanitis/balonopostitis: infeksi bakteri, herpes simpleks, psoriaris, liken planus
Pemeriksaan Penunjang
Diperlukan jika klinis tidak khas, dilakukan di tingkat pelayanan lanjut.
Kandidiasis superfisialis:
1. Pewarnaan sediaan langsung kerokan kulit dengan KOH 20% atau Gram: ditemukan pseudohifa.
2. Kultur dengan agar Saboraud: tampak koloni berwarna putih, tumbuh dalam 2- 5 hari
3. Kandidiasis sistemik
Jika ada lesi kulit; dari kerokan kulit dapat dilakukan pemeriksan histopatologi dan kultur jaringan kulit.
III. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
1. Kandidiasis kutis
Topikal
 Krim imidazol (mikonazol 2%, klotrimazol 1%) selama 14-28 hari.
 Bedak nistatin atau mikonazol selanjutnya dapat untuk pencegahan
Sistemik
 Flukonazol 50 mg/hari atau 150 mg/minggu
 Itrakonazol 100-200 mg/hari
2. Kandidiasis oral
 Infeksi ringan
o Suspensi nistatin 400.000-600.000 U 4 kali sehari.
 Infeksi sedang sampai berat
o Flukonazol 1x100-200 mg/hari selama 7-14 hari.
3. Kandidiasis vulvovagina: (lihat PPK kandidasis vulvovaginalis)
 Tanpa penyulit
Topikal
o Krim imidazol: mikonazol, klotrimazol, dan butoconazol, selama 3-7 hari.
o Nistatin intravagina, 1 kali/hari, selama 10-14 hari. Aman untuk wanita hamil.
Sistemik
 Flukonazol 150 mg dosis tunggal.
Infeksi berat akut Flukonazol 150 mg diberikan setiap 72 jam dengan total 2 hingga 3 dosis.Untuk
kandidiasis vulvovaginal rekuren (kambuh ≥4x/tahun )
 Flukonazol topikal atau oral selama 10-14 hari dilanjutkan dengan flukonazol 150 mg/minggu selama
6 bulan.
4. Glabrata vulvovaginitis
Untuk yang tidak berespon dengan terapi oral golongan azol, berikan nystatin intravaginal supp 100.000
unit/hari selama 14 hari.5,16 (B,2)
5. Balanitis/balanopostitis kandida :
Topikal
 Klotrimazol krim 1% 2 kali/hari selama 2-4 minggu.
 Mikonazol krim 2% 2 kali/hari selama 2-4 minggu.
 Nistatin krim 100.000 unit/gram bila ada kemungkinan resisten atau alergi dengan Imidazol.
Sistemik
Flukonazol 150 mg dosis tunggal.
6. Paronikia candida
Topikal
 Solusio imidazol: timol 4% dalam alkohol absolut atau kloroform.
Sistemik
 Ketokonazol 1x200 mg/hari sampai sembuh.
 Flukonazol 150 mg/minggu sampai sembuh
7. Kandidiasis kuku
 Itrakonazol dosis denyut (2x200 mg/hari selama 1 minggu, istirahat 3 minggu) sebanyak 2 denyut
untuk kuku tangan dan 3-4 denyut untuk kuku kaki atau 200 mg/hari selama 2 bulan untuk kuku tangan
dan minimal 3 bulan untuk kuku kaki.
 Flukonazol dosis denyut 1x150 mg 1 kali/minggu hingga klinis membaik, biasanya 6-9 minggu
8. Kandidiasis mukokutan kronik
 Flukonazol 100-400 mg/hari hingga sembuh.
 Itrakonazol 200-600 mg/hari hingga sembuh. Dilanjutkan terapi maintenance dengan obat yang sama
selama hidup.
9. Kandidiasis diseminata
 Echinocandin (caspofungin loading dose 70 mg/kgBB, loading dose dilanjutkan dengan 50 mg/kgBB
per hari, micafungin 100 mg/hari, anidulafungin 200 mg loading dose dilanjutkan dengan 100 mg/hari).
Alternatif:
o Flukonazol IV atau oral 800 mg (12 mg/kgBB) loading dose dilanjutan dengan 400 mg (6 mg/kgBB)
per hari
o Lipid amphoterisin B 3-5 mg/kgBB/hari.
IV. Edukasi
1. Menjaga higiene tubuh.
2. Menjaga agar kulit area infeksi tidak lembab.
3. Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat.
4. Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain. Cuci handuk yang
kemungkinan terkontaminasi.
5. Gunakan sandal atau sepatu yang lebar dan keringkan jari kaki setelah mandi.
V. Prognosis
Prognosis bergantung pada keparahan penyakit dan ada atau tidaknya penyakit sistemik yang
mendasari.1 Prognosis secara umum baik, namun relaps dapat terjadi pada kepatuhan berobat yang
buruk, faktor risiko yang tidak diatasi dan adanya faktor predisposisi.
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

Kusta / Lepra (A30)


I. Definisi
Penyakit kusta adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium leprae yang bersifat obligat intraselular. Saraf perifer sebagai afinitas pertama,
kemudian selanjutnya dapat menyerang kulit, lalu menyebar ke organ lain (mukosa mulut, traktus
respiratorius bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan testis), kecuali susunan saraf
pusat.1,2
Klasifikasi
II.
Jenis klasifikasi yang umum:
1. Klasifikasi untuk kepentingan riset menggunakan klasifikasi Ridley-Jopling (1962):
 Tuberculoid (TT)
 Borderline Tuberculoid (BT)
 Borderline-borderline Mid-borderline (BB)
 Borderline-lepromatous (BL)
 Lepromatosa (LL)
Ada tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi ini, yaitu tipe indeterminate. Lesi biasanya hanya
berbentuk makula hipopigmentasi berbatas tidak tegas dengan sedikit sisik, jumlah sedikit, dan kulit
disekitarnya normal. Kadang-kadang ditemukan hipoestesi.
2. Klasifikasi untuk kepentingan program kusta berkaitan dengan pengobatan (WHO 1988):
 Pausibasilar (PB)
Kusta tipe TT, dan BT sesuai klasifikasi Ridley dan Jopling dan tipe I dengan BTA negatif.
 Multibasilar (MB)
Kusta tipe BB, BL, LL menurut klasifikasi Ridley dan Jopling dan semua tipe kusta dengan BTA positif.
3. Bentuk kusta lain:
 Kusta neural
Kusta tipe neural murni atau disebut juga pure neural leprosy atau primary neuritic leprosy merupakan
infeksi M. leprae yang menyerang saraf perifer disertai hilangnya fungsi saraf sensoris pada area
distribusi dermatomal saraf tersebut, dengan atau tanpa keterlibatan fungsi motoris, dan tidak
ditemukan lesi pada kulit.
 Kusta histoid
Merupakan bentuk kusta lepromatosa dengan karakteristik klinis histopatologis, bakterioskopis, dan
imunologis yang berbeda. Faktor yang berpengaruh antara lain: pengobatan ireguler dan inadekuat,
resistensi dapson, relaps setelah release from treatment (RFT), atau adanya organisme mutan Histoid
bacillus serta dapat juga meripakan kasus denovo.
III. Kriteria Diagnostik
Klinis
Diagnosis didasarkan pada temuan tanda kardinal (tanda utama) menurut WHO, yaitu:
1. Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plak). Mati rasa pada
bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, suhu, dan nyeri.
2. Penebalan saraf tepi
Dapat/tanpa disertai rasa nyeri dan gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu:
- Gangguan fungsi sensoris: mati rasa
- Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis
- Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang terganggu.
3. Ditemukan kuman tahan asam
Bahan pemeriksaan berasal dari apusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif.
Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi saraf. Diagnosis kusta ditegakkan bila ditemukan paling
sedikit satu tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, disebut tersangka/suspek kusta, dan
pasien perlu diamati dan diperiksa ulang 3 sampai 6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan
atau disingkirkan.
Selain tanda kardinal di atas, dari anamnesis didapatkan riwayat berikut:
1. Riwayat kontak dengan pasien kusta.
2. Latar belakang keluarga dengan riwayat tinggal di daerah endemis, dan keadaan sosial ekonomi.
3. Riwayat pengobatan kusta.
Pemeriksaan fisik meliputi:
1. Inspeksi
Dengan pencahayaan yang cukup (sebaiknya dengan sinar oblik), lesi kulit (lokasi dan morfologi) harus
diperhatikan.
2. Palpasi
- Kelainan kulit: nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan dan kaki.
- Kelainan saraf: pemeriksaan saraf tepi (pembesaran, konsistensi, nyeri tekan, dan nyeri spontan).
3. Tes fungsi saraf
- Tes sensoris: rasa raba, nyeri, dan suhu
- Tes otonom
- Tes motoris: voluntary muscle test (VMT)
Diagnosis Banding
Lesi kulit
1. Makula hipopigmentasi: leukoderma, vitiligo, tinea versikolor, pitiriasis alba, morfea dan parut
2. Plak eritema: tinea korporis, lupus vulgaris, lupus eritematosus, granuloma anulare, sifilis sekunder,
sarkoidosis, leukemia kutis dan mikosis fungoides
3. Ulkus: ulkus diabetik, ulkus kalosum, frambusia, dan penyakit Raynaud & Buerger
Gangguan saraf Neuropati perifer: neuropati diabetik, amiloidosis saraf, dan trauma
Pemeriksaan Penunjang
1. Bakterioskopik: sediaan slit skin smear atau kerokan jaringan kulit dengan pewarnaan Ziehl Neelsen.
2. Bila diagnosis meragukan, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi dan histopatologi, serta
pemeriksaan serologi (PGL-1) atau PCR.
IV. Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa6
1. Rehabilitasi medik, meliputi fisioterapi, penggunaan protese, dan terapi okupasi.
2. Rehabilitias non-medik, meliputi: rehabilitasi mental, karya dan sosial.
3. Edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat: menghilangkan stigma dan penggunaan obat.
4. Setiap kontrol, harus dilakukan pemeriksaan untuk pencegahan disabilitas.
Medikamentosa
1. Pengobatan dengan multidrug therapy (MDT) WHO (1998, 2012)7,8 Pengobatan dengan MDT
disesuaikan dengan indikasi sebagai berikut:

Pemakaian regimen MDT-WHO pada pasien dengan keadaan khusus


 Pengobatan kusta selama kehamilan dan menyusui.
Kusta seringkali mengalami eksaserbasi pada masa kehamilan, oleh karena itu MDT harus tetap
diberikan. Menurut WHO, obat-obatan MDT standar aman dipakai selama masa kehamilan dan
menyusui baik untuk ibu maupun bayinya. Tidak diperlukan perubahan dosis pada MDT. Obat dapat
melalui air susu ibu dalam jumlah kecil, belum ada laporan mengenai efek simpang obat pada bayi
kecuali pewarnaan kulit akibat klofazimin.
 Pengobatan kusta pada pasien yang menderita tuberkulosis (TB) saat yang
sama.
 Bila pada saat yang sama pasien kusta juga menderita TB aktif, pengobatan harus ditujukan untuk
kedua penyakit. Obat anti TB tetap
diberikan bersamaan dengan pengobatan MDT untuk kusta.
o Pasien TB yang menderita kusta tipe PB. Untuk pengobatan kusta cukup ditambahkan dapson 100
mg karena rifampisin sudah diperoleh dari obat TB. Lama pengobatan tetap sesuai dengan jangka
waktu pengobatan PB.
o Pasien TB yang menderita kusta tipe MB.
Pengobatan kusta cukup dengan dapson dan lampren karena rifampisin sudah diperoleh dari obat TB.
Lama pengobatan tetap disesuaikan dengan jangka waktu pengobatan MB. Jika pengobatan TB sudah
selesai, maka pengobatan kusta kembali sesuai blister MDT.
 Pengobatan kusta pada penderita yang disertai infeksi HIV pada saat yang sama.
Manajemen pengobatan pasien kusta yang disertai infeksi HIV sama dengan menajemen untuk
penderita non HIV.
Regimen U-MDT untuk kusta PB dan MB.
Obat ini diberikan pada MH-PB dan MB selama 6 bulan, terdiri atas: rifampisin 600 mg 1 kali/bulan,
dapson 100 mg/hari, serta klofazimin 300 mg/bulan pada hari pertama dilanjutkan dengan 50 mg/hari.
Regimen ini efektif dan ditoleransi baik untuk tipe PB tetapi kurang adekuat untuk tipe MB.
Pengobatan kusta dengan regimen alternative
Bila MDT-WHO tidak dapat diberikan dengan berbagai alasan, antara lain:
 Pasien yang tidak dapat mengonsumsi rifampisin Penyebabnya mungkin alergi obat, menderita
penyakit penyerta hepatitis kronis, atau terinfeksi dengan kuman yang resisten dengan rifampisin.
Pasien dengan kuman resisten terhadap rifampisin, biasanya resisten juga terhadap DDS. Oleh sebab
itu digunakan regimen berikut.

 Pasien yang menolak klofazimin Bila pasien menolak mengonsumsi klofazimin, maka klofazimin
dalam MDT 12 bulan dapat diganti dengan ofloksasin 400 mg/hari atau minosiklin 100 mg/hari selama
12 bulan8 atau rifampisin 600 mg/bulan, ofloksasin 400 mg/bulan dan minosiklin 100 mg/bulan selama
24 bulan.
 Pasien yang tidak dapat mengonsumsi DDS Bila dapson menyebabkan terjadinya efek simpang berat,
seperti sindrom dapson (sindrom hipersensitivitas obat), obat ini harus segera dihentikan. Tidak ada
modifikasi lain untuk pasien MB, sehingga MDT tetap dilanjutkan tanpa dapson selama 12 bulan.
Sedangkan untuk pasien PB, dapson diganti dengan klofazimin dengan dosis sama dengan MDT tipe
MB selama 6 bulan.
Rawat inap
Rawat inap diindikasikan untuk pasien kusta dengan:
Efek samping obat berat
Reaksi reversal atau ENL berat
Keadaan umum buruk (ulkus, gangren), atau terdapat keterlibatan organ tubuh lain dan sistemik
Rencana tindakan operatif.
V. Edukasi
1. Saat mulai MDT
Kusta, disebabkan oleh kuman kusta dan dapat disembuhkan dengan MDT, bila diminum teratur tiap
hari sesuai dosis dan lama terapi yang ditentukan.
Penjelasan tentang efek samping obat MDT seperti urin berwarna merah, bercak kulit gatal, berwarna
kekuningan dan perubahan warna kulit.
Penjelasan tentang gejala dan tanda reaksi kusta.
Cacat baru dapat timbul saat atau setelah pengobatan dan dapat diobati.Penyembuhan cacat yang
sudah ada sebelumnya, tergantung pada lamanya cacat diderita.
Cari dan periksa kontak untuk konfirmasi dan pengobatan.
Perawatan diri harus dilakukan tiap hari secara teratur
2. Saat RFT
Beri selamat karena telah menyelesaikan pengobatan dan berarti telah sembuh sehingga tidak
memerlukan MDT lagi.
Bercak kulit yang masih tersisa memerlukan waktu lebih lama untuk menghilang sebagian menetap
selamanya.
Mati rasa, kelemahan otot karena kerusakan saraf akan menetap.
Lapor segera apabila timbul gejala dan tanda reaksi kusta.
Walaupun sangat jarang terjadi, beri penjelasan tentang gejala dan tanda relaps.
Tetap melaksanakan kegiatan rawat-diri seperti biasanya
VI. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam hingga dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam hingga dubia ad malam
1. Cenderung ke dubia ad bonam:
Diagnosis dini
Tanpa kerusakan saraf pda saat awal diagnosis
Pengobatan cepat dan tepat dan adekuat
Melaksanakan kegiatan perawatan diri.
2. Cenderung ke dubia ad malam:
- Tanpa pengobatan, pasien tipe-B akan downgrading ke kutub lepromatosa dan mempunyai
konsekuensi menularkan penyakit dan berisiko mengalami reaksi tipe-1 yang akan menyebabkan
kerusakan saraf
- Komplikasi berhubungan dengan hilangnya sensasi pada anggota tubuh dan jari-jari, menyebabkan
pasien mengabaikan luka atau luka bakar kecil sampai terjadi infeksi. - - Luka terutama pada telapak
kaki menimbulkan problematic
- Kerusakan saraf dan komplikasinya mungkin menyebabkan terjadinya cacat, terutama apabila semua
alat gerak dan ke dua mata terkena
- Sering terjadi neuritis dan reaksi yang mungkin menyebabkan kerusakan permanen, walaupun telah
diobati dengan steroid
- Tidak melakukan perawatan diri.

You might also like