Professional Documents
Culture Documents
VICI
Vici
NIM I14114011
ABSTRAK
ABSTRACT
VICI. Food Service Management, Nutrition and Health Status of the Elderly at
Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor. Supervised by ALI
KHOMSAN and KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI
The objectives of this study were to determine the nutritional status, health
status, consumption pattern and food acceptance of the elderly at Rumah
Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor. This study used cross sectional
design. Research was done in October 2013. The subjects of this study were 34
elderly people with age over 60 years. Results showed that the average energy
and protein consumption in elderly were 1454 kkal and 41.7 g. Food acceptance
of elderly were adequate for taste of food (52.9%) as well as the portion of food
(61.8%). The adequacy level of energy and protein mostly were deficit. Most of
the elderly (41.2%) had normal nutritional status. The majority of the elderly
(67.6%) were suffering from hypertension with mild hypertension. Correlation
test results showed no significant relationship (p>0.05) between the adequacy
level of energy and nutrient with nutritional status. Pearson correlation test
results showed no significant relationship between blood preasure (p>0.05) and
nutritional status.
Keyword : elderly, consumption patterns, food acceptance, nutritional status,
health status
PENYELENGGARAAN MAKANAN, STATUS GIZI
DAN KESEHATAN LANSIA DI RUMAH
PERLINDUNGAN SOSIAL TRESNA WERDHA BOGOR
VICI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
LEMBARPENGESAHAN
Disetujui oleh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya sehingga skripsi dengan judul “Penyelenggaraan
Makanan, Status Gizi dan Kesehatan Lansia di Rumah Perlindungan Sosial
Tresna Werdha Bogor” dapat teselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan
syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi,
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor. Penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dan dr. Karina Rahmadia Ekawidyani,
M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyempatkan
waktu luang untuk memberikan ide dan saran bagi penulis
2. Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, M. Sc selaku dosen pemandu seminar
3. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen penguji skripsi
4. Drs. Harry Yulianto selaku kepala panti, seluruh staff dan lansia di
Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian
5. Dr. Yvone M I selaku kepala laboratorium gizi Universitas Indonesia
yang telah memberikan izin untuk peminjaman alat pengukur tinggi
lutut untuk keperluan penelitian.
6. Kedua orang tua, kakak dan adik penulis yang telah memberikan doa,
dukungan dan perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini
7. Ayu helmi, Ernawati, Mira sri wahyuni, Humaira, Andari Sih Estu Jati,
Wahyu Dewanti, Riska Tri Rahmawati, Nugrahaning dan Fitriana
Sundari yang telah membantu dalam pengumpulan data penelitian.
8. Teman-teman Alih Jenis Gizi angkatan 5, atas dukungan dan
kerjasamanya.
9. Semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan diatas.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan
Vici
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
KERANGKA PEMIKIRAN 3
METODE PENELITIAN 5
Desain, Waktu dan Tempat Penelitian 5
Cara Penarikan Contoh 5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5
Pengolahan dan Analisis Data 6
DEFINISI OPERASIONAL 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Keadaan Umum Lokasi Penelitian 9
Karakteristik Contoh 10
Penyelenggaraan Makanan 11
Daya Terima 16
Konsumsi Pangan 17
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi 18
Konsumsi Suplemen dan Cairan 20
Status Gizi 21
Status Kesehatan 22
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi 25
Hubungan Tekanan Darah dengan Status Gizi 26
SIMPULAN DAN SARAN 26
Simpulan 26
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 30
RIWAYAT HIDUP 32
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Tujuan Umun
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui status gizi, status
kesehatan, pola konsumsi dan daya terima pasien lansia terhadap makanan di
Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha Bogor
Tujuan Khusus
Manfaat Penelitian
KERANGKA PEMIKIRAN
Penyelenggaraan Makanan
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan dari dalam panti Konsumsi pangan dari luar panti
Tingkat Kecukupan
Status Kesehatan
Status Gizi
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
METODE PENELITIAN
DEFINISI OPERASIONAL
Angka kecukupan gizi adalah banyaknya tiap-tiap zat gizi esensial yang harus
dipenuhi dari makanan sehari-hari untuk mencegah defisiensi zat gizi.
Antropometri adalah pengukuran ukuran, berat dan proporsi tubuh. Komposisi
tubuh menunjukkan distribusi penyusunan tubuh (massa otot dan
lemak tubuh) sebagai bagian dari berat badan.
Contoh adalah lansia yang berusia 60 tahun ke atas yang tinggal di Panti Werdha
yang mampu berkomunikasi dengan baik, tidak pikun, tidak
mengalami gangguan pendengaran serta dalam keadaan sehat.
Daya terima makanan adalah daya terima terhadap suatu makanan ditentukan
oleh rangsangan yang ditimbulkan makanan melalui indera
penglihatan, penciuman, pencicip dan juga indera pendengaran.
Konsumsi adalah suatu kegiatan untuk memasukkan makanan dalam tubuh untuk
keberlangsungan kegiatan sehari-hari.
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan
biologis, fisik, kejiwaan dan sosial yang nantinya akan mempengaruhi
fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan usianya diatas 60
tahun.
Metode penimbangan langsung adalah metode survei konsumsi pangan yang
paling akurat, karena dilakukan penimbangan secara cermat dan tepat
terhadap makanan yang dikonsumsi.
Pendidikan adalah tingkatan sekolah yang pernah dialami oleh lansia dalam
kegiatan belajar mengajar dan menuntut ilmu di pendidikan formal
berdasarkan kategori SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan
Perguruan Tinggi/sederajat.
Pekerjaan adalah suatu usaha atau predikat yang dimiliki lansia untuk
memperoleh penghasilan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
9
bangunan terdiri atas kantor, 13 ruang untuk tempat tinggal lansia, aula, gazebo, 1
unit mushola, 1 unit poliklinik, dapur/rumah makan, kamar mandi 9 buah dan 2
unit emergency room. Pembangunan sarana dan prasarana dibiayai oleh Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat yang tertuang dalam
Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat.
Kapasitas lansia yang dilayani di RPSTW sebanyak 60 orang dan pada
umumnya adalah lansia perempuan. Jumlah tenaga kerja yang ada di RPSTW
sebanyak 19 orang yang terdiri atas 7 orang Pegawai Negeri Sipil, 3 orang
pramuwerdha, 3 orang perawat, 2 orang satpam, 2 orang cleaning service dan 2
orang juru masak.
Berdasarkan struktur organisasi nya kewenangan di RPSTW Bogor
berbentuk lini. Pelaksanaan sistem produksi, yaitu dari kegiatan perencanaan
sampai penyajian makanan merupakan tanggung jawab pelaksana kepegawaian
dibantu oleh pelaksana pengelola makanan yang diawasi oleh kepala panti,
pelaksana pelayanan sosial, pelaksana bagian tata usaha dan bagian keuangan.
Struktur organisasi di RPSTW Sukma Raharja Bogor dapat dilihat pada Lampiran
1.
Karakteristik Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah lansia perempuan yang berusia >60
tahun. Mengacu pada kriteria inklusi (lansia berusia ≥ 60 tahun, tidak pikun,
dalam keadaan sehat, tidak mengalami gangguan pendengaran dan mampu
menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan baik) didapatkan jumlah
contoh sebanyak 34 orang. Sebagian besar lansia (79.4%) tergolong lanjut usia
(elderly) dengan kisaran umur 60-74 tahun.
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar lansia (32.4%) adalah lulusan
sekolah dasar. Pendidikan lansia tergolong rendah karena jumlah sekolah masih
terbatas, keterbatasan ekonomi serta akses menuju sekolah yang sulit dijangkau.
Rendahnya pendidikan ini juga berbanding lurus dengan mata pencahariannya,
dimana sebanyak 35.3% lansia bekerja sebagai buruh, asisten rumah tangga dan
pengasuh anak. Lansia di RPSTW Bogor sebagian besar (35.3%) berasal dari kota
Bogor dan memiliki sumber pendapatan yang sebagian besar berasal dari sosial
(donatur).
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh
Karakteristik Keterangan n %
Usia (Th) Elderly (60-74) 27 79.4
Old (75-90) 7 20.6
Pendidikan Tidak Sekolah 14 41.2
SD 11 32.4
SMP 5 14.7
SMA 3 8.8
PT 1 2.9
Pekerjaan sebelum Tidak Bekerja 11 32.4
PNS 2 5.9
Karyawan Swasta 2 5.9
Wiraswasta 7 20.6
Lainnya (Buruh, asisten RT, pengasuh anak) 12 35.3
11
Penyelenggaraan Makanan
Perencanaan Menu
ahli gizi yang khusus membantu merencanakan menu lansia yang sesuai dengan
kebutuhan gizi dan kondisi lansia. Berbeda dengan perencanaan menu di RS DR.
H. Marzoeki Mahdi Bogor yang melibatkan ahli gizi dalam perencanaan sehingga
kebutuhan gizi pasien (lansia) terpenuhi (Manasik 2011).
Siklus ialah pergantian atau perputaran. Siklus menu ialah suatu
pergantian berbagai susunan menu yang direncanakan dengan matang untuk
jangka waktu tertentu dan berulang setelah jangka waktu itu selesai. Siklus menu
yang digunakan di RPSTW Bogor adalah siklus menu sepuluh hari dengan satu
hari khusus untuk tanggal 31 yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Alasan
menggunakan siklus menu sepuluh hari adalah agar tidak terjadi kebosanan atau
pengulangan menu. Namun terkadang siklus menu yang telah ada tidak diterapkan
dengan baik, seperti halnya pada siklus menu terdapat buah dan snack namun
pada saat pengamatan tidak ada buah atau snack yang disajikan. Hal ini
dikarenakan dana dari Dinas terkait terlambat diberikan. RPSTW Bogor dalam
menyelenggarakan makanan lebih memperhatikan dana yang tersedia
dibandingkan dengan menu yang telah dibuat.
Siklus menu di RPSTW Bogor sudah baik karena sudah menggunakan
siklus sepuluh hari dan satu hari khusus untuk tanggal 31 sehingga memudahkan
dalam perputaran dan pengulangan menu. Hal ini berbeda dengan siklus menu
yang ada di Panti Werdha Bogor milik swasta yang menerapkan siklus menu tujuh
hari (Andrini 2012). Siklus menu tujuh hari akan menyulitkan dalam perputaran
khususnya pada tanggal-tanggal dibulan berikutnya berbeda dengan siklus menu
10 hari ditambah satu hari khusus yang memudahkan pada pergantian bulan
berikutnya, dimana di awal bulan hari pertama akan menggunakan siklus menu
pertama dan hari selanjutnya akan menggunakan siklus hari berikutnya. Selain itu
siklus menu tujuh hari lebih cepat dalam pengulangan menu dibandingkan dengan
siklus sepuluh hari sehingga dapat menyebabkan kebosanan.
Pembelian bahan makanan untuk bahan makanan basah seperti sayur dan
bahan pangan hewani serta nabati dilakukan setiap hari. Pembelian umumnya
dilakukan di pasar tradisional, seperti : Pasar Bogor dan Pasar SukmaRaharja.
Pembelian sayuran seperti jagung, wortel dan sayuran lainnya sebanyak 5 kg/hari.
Pembelian pangan hewani, untuk ikan kering seperti tongkol sebanyak 60
buah/hari (20 keranjang), daging dan ayam sebanyak 5-6 kg/hari, telur 4-5
kg/hari. Pangan nabati seperti tempe sebanyak 3-4 papan/hari dan untuk tahu 10-
15 bungkus/hari. Pembelian umumnya dilakukan oleh kepala dapur atau staff di
RPSTW Bogor. Pembelian bahan pangan dilaksanakan pada sore atau pagi hari.
Pembelian bahan kering dilakukan setiap 1-2 bulan sekali. Umumnya
bahan-bahan kering seperti beras, mie, susu, tepung diantarkan oleh rekanan yang
telah ditunjuk oleh Dinas Sosial. Namun untuk dua bulan terakhir ini, terdapat
perubahan dari yang awalnya menggunakan jasa rekanan, kini menggunakan
sistem GU (Ganti uang). Dengan Sistem ini pembelian bahan kering dilakukan
oleh pihak panti kemudian Dinas Sosial akan memberikan uang pengganti sesuai
dengan jumlah dan bahan yang dibeli. Bahan kering umumnya dibelikan setiap
seminggu sampai sebulan sekali. Pembelian beras untuk sebulan dilakukan empat
14
bahan makanan dan pemorsian makanan. Makan pagi di RPSTW Bogor diolah
pada pukul 04.30, makan siang sudah mulai diolah pada pukul 08.00 dan makan
malam mulai diolah pukul 15.00. Sebelum makan pagi lansia diberikan teh manis,
kopi atau susu. Khusus hari kamis setiap selesai senam pagi para lansia diberikan
susu.
Tabel 7 Pengolahan bahan makanan di RPSTW Bogor
Penerapan
No Pengolahan
Memenuhi Tidak Memenuhi
1 Pengolahan terbagi dalam dua tahap 1 0
2 Memperhatikan standar porsi 0 1
3 Memperhatikan pemakaian bahan tambahan pangan 0 1
Total 1 2
Nilai (%) 33.3 66.7
Distribusi Makanan
Daya Terima
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang
dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Menurut Arisman
(2009), lansia memerlukan pangan yang relatif kecil jumlahnya tetapi tinggi
mutunya. Penilaian konsumsi pangan dapat menggambarkan kualitas dan
kuantitas asupan dan pola makan lansia melalui pengumpulan data dalam survei
konsumsi makanan. Pengukuran konsumsi pangan menggunakan metode
penimbangan langsung dengan pengamatan. Frekuensi makanan yang disediakan
panti adalah 3 kali makan utama. Konsumsi juga erat kaitannya dengan kebiasaan
makan lansia, dimana sebagian lansia ada yang mengkonsumsi makanan diluar
panti, mengkonsumsi suplemen, konsumsi cairan dan selingan. Berikut tabel
sebaran berdasarkan kebiasaan makan.
Tabel 11 Sebaran lansia berdasarkan kebiasaan makan
Kategori n %
Sarapan 34 100
Selingan 34 100
Jajan diluar 21 62
Konsumsi suplemen 26 76
Cairan <6 gls/hari 25 74
Cairan ≥6 gls/hari 9 26
Konsumsi makan lansia untuk sekali waktu makan terdiri atas sumber
karbohidrat, pangan hewani, pangan nabati dan sayur. Jenis hidangan sumber
18
karbohidrat yang disediakan panti, meliputi nasi putih dan nasi goreng. Pangan
hewani yang umumnya disediakan yaitu ikan, ayam, daging dan telur sedangkan
untuk pangan nabati meliputi tahu dan tempe. Hidangan sayur yang disajikan
untuk makan lansia umumnya berupa hidangan yang terdiri atas dua atau lebih
macam sayur, seperti sop sayuran, sayur lodeh, capcay dan lainnya. Rata-rata
konsumsi makan lansia (dalam panti) per hari sebesar 1342 kkal dan 39.8 g
protein.
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi seseorang atau kelompok orang
dapat diketahui dengan cara membandingkan kandungan zat gizi makanan yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dengan kebutuhannya. Angka
kecukupan zat gizi didasarkan pada jenis kelamin dan berat badan pada masing-
masing kelompok umur. AKG, konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat
gizi pada lansia dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 13 AKG, konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada lansia
Rata-rata
Energi dan zat gizi
AKG Konsumsi Tk. Kecukupan (%)
Energi (kkal) 1676±371 1482±328 90±23
Protein (g) 43.5±9.6 42.1±9.6 99±26
Vitamin A (RE) 453.1±100.3 149.2±39.1 34±10
Kalsium (mg) 453±100.3 182.7±1670.3 90±333
Besi (mg) 12.7±2.8 5.9±1.6 45±12
Konsumsi energi lansia sehari berkisar antara 1082-2601 kkal/hari dengan
rata-rata 1482 kkal/hari. Rata-rata AKG gizi lansia adalah 1676 kkal/hari.
Keseluruhan konsumsi energi lansia yang tinggal di RPSTW Bogor lebih rendah
daripada kebutuhan yang seharusnya dipenuhi oleh lansia. Hal ini disebabkan
karena pada lansia terjadi penurunan fungsi sistem gastrointestinal seperti
tanggalnya gigi yang mempengaruhi kenyamanan untuk makan, penurunan
sensitivitas indera penciuman dan perasa yang dapat menurunkan selera makan,
penurunan sekresi saliva yang mengakibatkan pengeringan rongga mulut yang
dapat mempengaruhi cita rasa. Selain itu pada lansia juga terjadi penurunan
produksi asam lambung dan enzim pencernaan serta penurunan kemampuan
mencerna dan menyerap zat gizi (absorpsi) serta penurunan motilitas usus yang
dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan.
Menurut Fatmah (2010), salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan
gizi pada lansia adalah perubahan hormon. Pertambahan usia menyebabkan
terjadinya peningkatan sensitivitas hormon kolesistokinin (CCK) yaitu hormon
yang mengontrol nafsu makan. Kombinasi antara peningkatan CCK dalam tubuh
dan peningkatan sesitivitas CCK terhadap rasa kenyang pada lansia menyebabkan
terjadinya anoreksia. Pada lansia, waktu yang dibutuhkan untuk mengosongkan
lambung lebih lama. Hal ini menjelaskan mengapa lansia memiliki efek kenyang
lebih lama dibandingkan usia yang lebih muda. Selain CCK, hormon yang
mempengaruhi anoreksia dan penurunan berat badan pada lansia yaitu leptin,
opioid, nitrit oksida dan sitokin.
Konsumsi protein lansia berkisar 29.9-76.8 g. Rata-rata asupan protein
pada lansia 42.1 g/hari. Sebagian lansia kecukupan proteinnya termasuk dalam
kategori defisit tingkat sedang (Tabel 13). Beberapa lansia mengalami penuruna
kemampuan mengunyah makanan sehingga merasa kesulitan dalam mengonsumsi
sumber protein yang bertekstur keras seperti ayam dan ikan goreng. Selain itu,
seiring bertambahnya usia, kemampuan sel untuk mencerna protein jauh lebih
menurun dibandingkan bukan lansia, sehingga secara keseluruhan akan terjadi
penurunan kebutuhan asupan protein dan hal ini akan terjadi pada semua lansia.
Menurut Fatmah (2010), penurunan asupan protein dapat berpengaruh besar pada
penurunan fungsi sel, sehingga seringkali terjadi penurunan massa otot dan
penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Terdapat 20.6% lansia tergolong
dalam kategori berlebih. Menurut Wellman dan Kamp (2004), asupan protein
20
yang berlebih akan memaksa kerja ginjal yang fungsinya telah menurun akibat
penuaan.
Tabel 14 Sebaran lansia berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi
Energi Protein Vit A Kalsium Besi
Kategori Kategori
n % n % n % n % n %
Defisit Tk. Berat 2 5.9 3 8.8 Kurang 34 100 33 97.1 33 97.1
Defisit Tk. Sedang 6 17.6 8 23.5 Cukup 0 0 1 2.9 1 2.9
Defisit Tk. Ringan 4 11.8 7 20.6
Normal 12 35.3 9 26.5
Kelebihan 10 29.4 7 20.6
Total 34 100 34 100 Total 34 100 34 100 34 100
Rata-rata asupan vitamin A pada lansia berkisar 149.2 RE/hari. Tingkat
kecukupan rata-rata vitamin A dalam kategori kurang. Kekurangan ini dapat
dikarenakan rendahnya konsumsi pangan yang mengandung vitamin A. Vitamin
A memegang peranan penting dalam sistem imunitas tubuh. Vitamin A pada
lansia juga memiliki fungsi untuk melawan radikal bebas yang menyebabkan
penuaan. Kekurangan vitamin A akan menyebabkan respons kekebalan yang
menurun (sering terkena penyakit infeksi), terhambatnya perkembangan mental
dan terjadinya xeroftalmia (Fatmah 2010).
Konsumsi kalsium pada lansia berkisar 111.1-981.2 mg/hari dengan rata-
rata sebesar 182.7 mg/hari. Konsumsi kalsium pada lansia tergolong kurang
(97.1%) dari yang dianjurkan yaitu sebesar 500 mg/hari. Hal ini diduga karena
rendahnya konsumsi pangan sumber kalsium yang dikonsumsi lansia. Salah satu
sumber kalsium yang terbesar dan mudah diserap adalah susu. Lansia yang tinggal
di RPSTW Bogor dalam kesehariannya sangat jarang mengkonsumsi susu.
Umumnya lansia mengkonsumsi susu setiap hari Kamis pagi setelah selesai
mengikuti kegiatan olahraga. Menurut Flynn dan Cashman (1999), peningkatan
asupan kalsium dari makanan yang biasa dikonsumsi akan memberi keuntungan
untuk perkembangan dan pemeliharaan tulang dan dapat mengurangi risiko
osteoporosis pada usia lanjut.
Kisaran konsumsi besi sebesar 3.5-9.4 mg/hari dengan rata-rata 5.9±1.6
mg/hari. Konsumsi besi pada lansia masih kurang dari yang dianjurkan sebesar 14
mg/hari. Zat besi umumnya paling banyak terdapat pada daging. Berdasarkan
siklus menu, hidangan dengan bahan dasar daging jarang disediakan. Hal ini dapat
menyebabkan asupan zat besi lansia menjadi rendah. Zat besi diperlukan tubuh
untuk pembentukan hemoglobin dan myoglobin yang diperlukan dalam
metabolisme tubuh mengangkut dan menyimpan oksigen serta sintesis DNA.
Rendahnya status mineral pada lansia dapat terjadi karena asupan mineral yang
tidak cukup, perubahan fisiologis dan pengobatan (Harris 2004).
Status Gizi
Penilaian status gizi lansia diukur dengan antropometri yaitu tinggi badan
(TB) dan berat badan (BB). Akan tetapi, pengukuran tinggi badan lansia sangat
sulit dilakukan mengingat adanya masalah postur tubuh seperti terjadinya kifosis
atau pembengkokan tulang punggung, sehingga lansia tidak dapat berdiri tegak.
Oleh karena itu, perkiraan tinggi badan dapat menggunakan pengukuran tinggi
lutut. Sebaran lansia berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Sebaran lansia berdasarkan status gizi
Kategori n %
Underweight 13 38.2
Normal 14 41.2
Overweight 4 11.8
Obesitas 3 8.8
Total 34 100
22
Status Kesehatan
Salah satu indikator dalam mengukur status kesehatan dapat dilihat dari
skor morbiditas. Semakin bertambahnya usia maka akan lebih mudah untuk
terserang berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes mellitus,
jantung, kanker, osteoporosis (Jauhari 2003). Sebaran lansia berdasarkan status
kesehatan berdasarkan jenis penyakit dapat dilihat pada Tabel 17.
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa lansia di RPSTW paling
banyak menderita penyakit hipertensi (67.6%). Penyakit hipertensi akan
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Pada lansia tekanan darah sangat
23
peka terhadap efek makanan tinggi garam (natrium). Kepekaan yang meningkat
pada lansia ini menyebabkan menurunnya pengeluaran natrium melalui air seni.
Tingginya intake garam, lemak dan protein dapat meningkatkan resiko hipertensi,
selain itu tingginya intake lemak jenuh ganda akan menurunkan tekanan darah.
Erlinger (2000) menyatakan bahwa kelebihan gizi dapat meningkatkan resiko
penyakit hipertensi, lansia yang menderita hipertensi 61% kelebihan berat badan.
Venkatraman (2002) juga menyatakan bahwa kelebihan berat badan berhubungan
erat dengan terjadinya penyakit hipertensi.
Tabel 17 Sebaran lansia berdasarkan jenis penyakit
Kategori n %
Hipertensi 23 67.6
GOUT 12 35.2
Anemia 7 20.6
Anoreksia 4 11.8
DM 4 11.8
Lainnya 1 2.9
Sebagian besar lansia juga menderita penyakit GOUT atau asam urat. Hal
ini dapat dikarenakan konsumsi makanan yang mengandung tinggi purin. Selain
itu dapat disebabkan karena tubuh juga menghasilkan asam urat yang merupakan
metabolisme akhir purin. Di dalam tubuh perputaran purin akan terjadi secara
terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian DNA serta RNA sehingga
apabila tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung purin tubuh akan tetap
membentuk asam urat dalam jumlah yang substansial (Kumalasari et al. 2009).
Persentase penyakit berikutnya yang diderita oleh lansia adalah anemia
(20.6%). Menurut Patriasih et al. (2013), menyatakan prevalensi anemia pada
lansia yang tinggal di Panti lebih tinggi (45.1%) dibandingkan dengan yang tidak
tinggal di Panti (28.9%). Anemia didefinisikan sebagai keadaan di mana kadar Hb
rendah karena kondisi patologis. Anemia gizi adalah keadaan ketika kadar
hemoglobin, hematokrit dan sel darah merah lebih rendah dari normal sebagai
akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa zat gizi (Fatmah 2010). Anemia
dapat disebabkan oleh defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B12 yang semuanya
berakar pada asupan yang tidak cukup dan ketersediaan yang rendah.
Lansia di RPSTW juga ada yang menderita anoreksia. Hal ini dikarenakan
pertambahan usia yang menyebabkan terjadinya peningkatan sensitivitas hormon
kolesistokinin (CCK). Kombinasi antara peningkatan konsentrasi CCK dalam
tubuh dan peningkatan sensitivitas CCK terhadap rasa kenyang pada lansia
menyebabkan terjadinya anoreksia.
Sebanyak (11.8%) lansia di RPSTW Bogor menderita diabetes mellitus.
Hasil penelitian Erlinger (2000), menyatakan bahwa kelebihan gizi dapat
meningkatkan penyakit diabetes mellitus. Sebanyak 25.2% penderita diabetes
adalah obes dan 26.8% penderita diabetes adalah overweight. Penurunan berat
badan merupakan pengobatan terbaik untuk pasien diabetes yang gemuk.
Kegemukan menyebabkan jumlah insulin tidak cukup untuk mempertahankan
kadar glukosa dalam batas normal, akibatnya kadar glukosa dalam darah menjadi
tinggi.
Penyakit lainnya yang umumnya diderita oleh lansia sebesar 2.9% adalah
gangguan pernafasan (paru-paru). Gangguan pernafasan (paru-paru) juga masih
terdapat pada lansia. Hal ini dikarenakan jumlah alveoli pada lansia akan
24
berkurang dibandingkan pada saat dewasa, selain itu terjadi penurunan daya tahan
paru-paru karena asap rokok dan polusi udara yang menjadikan lansia rentan
terhadap berbagai gangguan paru-paru dan pernafasan (Fatmah 2010)
Persentase hipertensi yang cukup besar (67.6%) pada lansia menjadi
perhatian untuk mencegah timbulnya komplikasi. Berikut sebaran lansia
berdasarkan tekanan darah. Berdasarkan Tabel 18, sebagian lansia (54%)
mengalami hipertensi. Menurut penelitian Andriani dalam Venny, Zaimah (2013)
salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia adalah hipertensi atau
tekanan darah tinggi. Beberapa faktor resiko yang dapat mempengaruhi hipertensi
antara lain: umur, jenis kelamin, merokok, stress, konsumsi alkohol, konsumsi
garam, pendapatan, status gizi, dan obesitas. Menurut Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure, umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan
bertambahnya umur. Risiko untuk menderita hipertensi pada populasi ≥ 55 tahun
yang tadinya tekanan darahnya normal adalah 90%.
Tabel 18 Sebaran lansia berdasarkan kategori hipertensi
Kategori n %
Normal 16 47
Mild Hypertension 8 24
Moderate Hypertension 5 15
Severe Hypertension 5 15
Total 34 100
Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam
pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam
proses sirkulasi dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan
untuk menggerakan darah dan pembuluh darah yang memiliki dinding elastis
dengan ketahanan yang kuat. Menurut Krummel (2004), Tekanan sistolik terus
meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai
usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun
drastis.
Menurut Suarthana et al (2011) dalam Venny, Zaimah (2013), gizi juga
mempengaruhi tingkat kekambuhan pada pasien hipertensi dikarenakan tanpa
diimbangi gizi yang adekuat maka akan terjadi kekurangan energi yang akan
menyebabkan peningkatan aliran darah. Pada dasarnya prevalensi terjadinya
hipertensi pada wanita sama dengan pria. Namun sebelum mengalami menopause,
wanita terlindungi dari penyakit kardiovaskular karena aktivitas hormon estrogen
yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah
terjadinya proses aterosklerosis. Pada pre-menopause wanita mulai kehilangan
sedikit demi sedikit hormon estrogen. Proses ini terus berlanjut di mana jumlah
hormon estrogen tersebut makin berkurang secara alami seiring dengan
meningkatnya usia, yang umumnya umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-
55 tahun.
25
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi
Simpulan
Saran
Tingkat kecukupan baik energi maupun protein dalam kategori defisit. Hal
ini dikarenakan asupan terhadap makanan yang rendah. Asupan yang rendah dapat
dikarenakan penurunan fungsi dari sistem gastrointestinal yang terjadi pada lansia
seperti penurunan sensitivitas indera penciuman dan perasa yang dapat
menurunkan selera makan. Oleh karena itu, hendaknya hidangan yang disajikan
dapat meningkatkan selera makan pada lansia dengan memperhatikan rasa, porsi
juga tekstur makanan disamping dengan memperhatikan kebutuhan gizi nya.
Siklus menu yang ada sudah baik hanya saja pelaksanaannya belum
terlaksana sepenuhnya, untuk itu perlu adanya pengawasan mulai dari
perencanaan, pengolahan, pemorsian hingga pendistribusian makanan ke lansia
sehingga kecukupan gizi lansia dapat terpenuhi. Perencanaan menu juga
hendaknya melibatkan ahli gizi dalam menentukan pola konsumsi yang sesuai
dengan kebutuhan gizi dan diet pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Fauziah S. 2012. Konsumsi Pangan, Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Status
Kesehatan Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Salam Sejahtera Bogor
[Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.
Flynn A, Cashman KD. 1999. Calcium Fortification of Foods. In Mineral
Fortification of Foods, pp. 18-53 (R. Hurrel, edit). Surrey: Leatherhead
Food RA.
Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York (US): Oxford
University Press.
Gross LS, Li Li, Ford ES, Liu S. 2004. Increased Consumption of Refined
Carbohydrates and the Epidemic of Type 2 Diabetes in United States: an
Ecologic Assessment. Am J. Clin Nutr 79: 774-9
Hardinsyah, Briawan D. 2002. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.
Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
Hardinsyah et al. 1989. Aspek Gizi dan Daya Terima Menu Makanan Pokok
Beragam Dalam Upaya Penyelenggaraan Konsumsi Pangan. Laboratorium
Gizi Masyarakat, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,Institut Pertanian
Gizi, Bogor.
Harris NG. 2004. Nutrition in Aging. Di dalam: Mahan LK, Escott-Stump S,
editor. Krause’s Food, Nutrition & Diet Therapy 11 th ed. USA (US):
Elsevier. Hlm 319-396.
Hayens B et al. 2003. Buku Pintar Menaklukkan Hipertensi. Jakarta (ID): Ladang
Pustaka.
Hughes, D. 2000. Effect of Withdrawal of Calcium and Vitamin D supplements
on Bone Mass In Elderly Men and Women. A.J.Clin Nutr:72, 745-750.
Jauhari, M. 2003. Status Gizi, Kesehatan dan Kondisi Mental Lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta [tesis]. Bogor (ID): Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
[JNC] Joint National Committee. 2008. Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure. The Journal of Lancaster General Hospital Vol 3, No 3.
[Kemsos] Kementrian Sosial. 2007. Penduduk Lanjut Usia di Indonesia dan
Masalah Kesejahteraan nya. Jakarta (ID): Kemsos.
Krummel DA. 2004. Medical Nutrition Theraphy for Cardiovascular Disease. Di
dalam: Mahan LK dan Escott Stump S, editor. Food, Nutrition and Diet
Therapy. USA (US): Saunders co. hlm 286-303.
Kumalasari T, Saryono, Purnawan I. 2009. Hubungan Indeks Massa Tubuh
dengan Kadar Asam Urat Darah pada Penduduk Desa Banjaranyar
Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas. Jurnal keperawatan soedirman:
Vol 4, No 3.
Manasik A. 2011. Konsumsi Energi dan Zat Gizi serta Status Gizi Pasien Lansia
di Ruang Gayatri RS DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor [Skripsi]. Bogor (ID):
Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
Moehyi S. 1997. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit.
Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama
Muis F, Nurkinansih, Darmojo B. 1992. Gizi untuk Usia Lanjut. Prosiding:
Kongres Nasional Persagi IX dan KPGI, Semarang 17-19 November 1992.
Jakarta (ID): Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Ahli Gizi Indonesia.
29
LAMPIRAN
Kepala Panti
Drs. Harry Yulianto
Fungsional
Perawat Kasir
Mustafa, SE, MM
Grisihanti G Gumiwang Ika Suhermawati
Fajar Widiyanti, A. Md. Kep
Dokter Yuni Fridayani, A. MK Kepegawaian, Umum dan
Dr. H. Anis Mubarok Perlengkapan
Mahfudin
Pembina Kerohanian Pramuwerdha
Ustad Zaenudin Siti Laela Arsip dan Pelaporan
Irwan Mardiyansyah
Instruktur Olahraga Tety Sri Rahayu Pengamanan Dalam
Cucu Kartinah Ade Suparlan
Hendra Dhani, SE
Juru Masak
Oka Hayati
Ijah Hadijah
31
wortel
Semur telur Telur dadar Telur mata Ayam Pepes tahu Tumis Ceplok Perkedel Telur dadar Tahu sayur Tahu ceplok
sapi goreng jagung telur kecap jagung bumnu
Tahu goreng Martabak Tempe Semur tahu Tempe Goreng Tumis Tempe Bawang Martabak Perkede tahu
mie goreng mendoan tempe jagung mendoan goreng mie
Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi
Pindang Sayur Kari sayur Gado-gado Sop kacang Sayur asam Sayur Oseng paria Tumis sawi Sayur Semur
tongkol lodeh + daging merah lodeh + tempe bening daging +
wortel +
Siang
kentang
Sayur Ikan mas Tempe Ikan Ayam Ikan Ikan mas Ikan Perkedel Tempe Tahu goreng
kacang goreng mendoan kembung goreng tongkol goreng kembung jagung asem manis
goreng balado
Perkedel Martabak Perkedel Perkedel Bacem Perkedel Tempe Perkedel Ikan mas Perkedel Pepes tahu
jagung telur kentang tahu tahu kentang goreng kentang goreng jagung
Selingan Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack Buah/snack
Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi Nasi
Sayur Sayur Sayur sop Oseng labu Oseng sawi Soup Tumis Oseng Oseng Sop sayuran Cah sawi
kacang bening siam putih mutiara sosis tahu buncis dan buncis putih
tempe
Malam
Rendang Ayam Telur Ayam Pindang Gepuk Bistik Sambal Tempe Kalio ayam Ayam
daging goreng balado semur ikan mas kering daging goreng balado goreng
kentang, iga
Tempe Tempe Pepes tahu Tempe Perkedel Tahu Martabak Perkedel Rendang Bakwan Perkedel
goreng bacem goreng tahu goreng telur tahu tahu kentang
32
RIWAYAT HIDUP