You are on page 1of 10

Pemahaman tentang budaya organisasi sesungguhnya tidak lepas dari konsep dasar tentang budaya itu

sendiri, yang merupakan salah satu terminologi yang banyak digunakan dalam bidang antropologi.
Dewasa ini, dalam pandangan antropologi sendiri, konsep budaya ternyata telah mengalami pergeseran
makna. Dewasa ini budaya diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok
orang-orang. Kini budaya dipandang sebagai sesuatu yang lebih dinamis, bukan sesuatu yang kaku dan
statis. Budaya tidak tidak diartikan sebagai sebuah kata benda, kini lebih dimaknai sebagai sebuah kata
kerja yang dihubungkan dengan kegiatan manusia. Sedangkan Colquitt, Lepine, dan Wesson
mengatakan ”Organizational Culture as the shared social knowledge within an organization regarding
the rules, norms, and values that shaps the attitudes and behaviors of its employee (Budaya organisasi
merupakan pengetahuan sosial organisasi yang berkaitan dengan aturan-aturan, norma-norma, dan
nilai-nilai yang mengukur sikap dan perilaku para pegawai)(Colquit: 2009). Dari sini timbul pertanyaan,
apa sesungguhnya budaya itu?

Budaya merupakan salah satu cara hidup bersama, cara khas manusia dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan alam dan merupakan strategi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kata budaya
(culture) mempunyai banyak arti, budaya setiap orang berbeda dengan orang lain dan budaya akan sulit
dijelaskan secara konseptual dan definitif apabila diterapkan dalam organisasi. Dengan demikian
organisasi mencakup juga aspek-aspek budaya yang terwujud dalam bentuk cerita-cerita, legenda bisnis
yang berhasil, nilai-nilai, simbol-simbol yang bermakna bagi setiap insan yang ada dalam organisasi itu.

Qazle dalam khasanah kata atau istilah di dalam studi administrasi dan manajemen sering ditemukan
sejumlah istilah yang mirip dengan pengertian budaya. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

“Keteraturan perilaku yang dapat diobservasi” (karena berulang-ulang secara tetap), yaitu pada waktu
orang saling berinteraksi, seperti halnya bahasa yang digunakan dan ritual-ritual yang mengitari perilaku
manusia.

“Norma-norma” yang berkembang secara bertahap dalam kelompok kerja, seperti yang telah
berkembang secara khas norma satu hari kerja bagi satu hari pembayaran yang adil yang terdapat di
Bank Wiring Room dalam studi Howtrone.

“Nilai-nilai dominan yang diambil” oleh suatu organisasi, misalkan kualitas produksi.

“Filsafat” yang membimbing kebijaksanaan organisasi dalam menghadapi pekerja dan langganan
mereka.

“Aturan-aturan” permainan yang lama digunakan di dalam organisasi selling berfungsi sebagai
“pengikat” di mana seorang pemula harus belajar dalam rangka dapat menjadi anggota yang dapat
diterima.

“Perasaan atau iklim” yang disampaikan di dalam suatu organisasi melalui tata ruang fisik dan cara
anggota-anggota berinteraksi dengan langganan mereka atau pihak luar lainnya(Edgar H Schein : 2004).
Membicarakan masalah budaya organisasi kita dapat mengutip pendapat George dan Jones yang
menyatakan bahwa variabel penting yang mempengaruhi kemajuan dan produktivitas organisasi atau
perusahaan, bukan pada faktor manajemen, fungsi-fungsi penyelesaian tugas atau struktur organisasi,
tetapi adalah pada aspek kultural (Jennifer : 2005). Walaupun pada umumnya orang-orang di dalam
sebuah organisasi menyetujui bahwa organisasi mereka mempunyai budaya dan budaya organisasi atau
budaya perusahaan itu sangat penting, tetapi biasanya mereka akan menghadapi kesulitan kalau
diminta untuk mendefinisikan secara abstrak.

Gibson mendefinisikan budaya organisasi sebagai apa yang dipahami oleh karyawan dan bagaimana
persepsi itu menciptakan sebuah pola dari keyakinan (beliefs), nilai dan harapan (Gibson :2006).
Pendapat senada dinyatakan oleh Hess dan Sililiano bahwa budaya organisasi biasanya menggambarkan
seperangkat keyakinan, norma dan nilai bersama oleh anggota organisasi, kemudian keyakinan, norma
dan nilai tersebut berhubungan dengan cara kerja dan apa-apa yang penting dalam organisasi(Peter
Hess : 2006).

Berhubungan dengan nilai, Moorehead dan Griffin menyatakan bahwa budaya organisasi adalah
seperangkat nilai yang membantu anggota organisasi mengetahui tindakan yang dapat diterima dan
tidak dapat diterima(Moorehead dan Griffin : 2009). Dari beberapa definisi di atas dapat ditangkap
bahwa didalam budaya organisasi terkandung makna seperangkat nilai yang dianut bersama oleh
anggota organisasi.

Kotter dan Hasket menyatakan bahwa variabel panting yang mempengaruhi kemajuan dan produktivitas
organisasi atau perusahaan, bukan pada faktor manajemen, fungsi-fungsi penyelesaian tugas atau
struktur organisasi, tetapi adalah pada aspek kultural (Kotter dan Hasket : 1992). Walaupun pada
umumnya orang-orang di dalam sebuah organisasi menyetujui bahwa organisasi mereka mempunyai
budaya dan Budaya Organisasi atau budaya perusahaan itu sangat penting, tetapi biasanya mereka akan
menghadapi kesulitan kalau diminta untuk mendefinisikan secara abstrak. Hal senada sesuai dengan
analisis Robbins yaitu karakteristik utama yang menjadi pembeda Budaya Organisasi adalah: (1) Inisiatif
individual; (2) Toleransi terhadap tindakan berisiko; (3) Arah; (4) Integrasi; (5) Dukungan dari
manajemen; (6) Kontrol; (7) Identitas; (8) Sistem. imbalan; (9) Toleransi terhadap konflik; dan (10) Pola-
pola komunikasi (Robbin : 1998).

Menurut Richard L. Daft, budaya dapat dianalisis pada tiga tingkat, yaitu : ( Richar L. Daft : 2012)

Artifak (pakaian, pola perilaku, simbol fisik, upacara organisasi, tata letak kantor).

Yaitu : semua hal yang dapat dilihat, didengar dan diamati seseorang dan penglihatan para anggota
organisasi.

Nilai-nilai
Dilihat dari cara orang menjelaskan dan membenarkan apa yang diperbuat dapat diinterpretasikan
dari kisah-kisah, bahasa dan symbol organisasi yang dapat digunakan para anggota untuk
menggambarkan dirinya.

Asumsi-asumsi dasar dan keyakinan

Merupakan inti dari budaya dan secara di bawah sadar membimbing perilaku dan keputusan.

Sementara itu Schein menjelaskan bahwa level budaya perusahaan dapat dianalisis dalam tiga kategori,
yaitu: (1) Artifacts, (2) Values, dan (3) Basic Assumption (Svhein : 2004)

Artifacts, adalah refleksi dari budaya organisasi perusahaan yang berada pada level permukaan, dan
mencakup semua fenomena yang bisa dilihat, didengar dan dirasakan. Termasuk dalam kelompok ini
adalah produk (karya) kelompok, seperti desain teknologi, mitos dan sejarah perusahaan. Termasuk juga
nilai-nilai yang muncul dalam komunitas, seperti acara-acara ritual dan seremonial. Walaupun pada level
ini berbagai bentuk dari budaya perusahaan itu mudah dilihat dan dirasakan, tetapi kadang-kadang sulit
untuk dapat dijelaskan secara sistematis.

Values, adalah nilai-nilai yang dikawinkan dan dibakukan sehingga solusi-solusi yang muncul dari
seorang .pemimpin atau individu yang berpengaruh di dalam organisasi yang dimaksudkan untuk
memecahkan masalah-masalah organisasi tersebut. Ketika suatu kelompok dihadapkan pada masalah-
masalah atau isue-isue penting organisasi, solusi yang pertama kali muncul biasanya datang dari individu
yang berpengaruh dalam kelompok itu. Ia akan menginterpretasikan, mengasumsikan atau memberikan
penilaian terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi perusahaan dan akan memberikan jalan keluar
baik dalam pengetahuan, sikap maupun tindakan yang harus dijalankan. Solusi-solusi ini akan berjalan
secara terus-menerus dan akan menjadi bagian dari budaya perusahaan.

Basic assumption adalah bagian dari budaya organisasi perusahaan yang berada pada level yang paling
dalam untuk menyelesaikan masalah yang sudah berjalan secara berulang-ulang dan menjadi suatu nilai
yang bersifat taken for granted. Solusi-solusi tersebut telah menjadi suatu nilai yang sangat diperlukan
sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan di dalam organisasi. Secara nyata nilai-nilai ini diyakini
kebenarannya dan menjadi bagian dari budaya organisasi dan akhirnya berkembang menjadi budaya
perusahaan.

Sementara itu McNamara mendefinisikan budaya organisasi adalah sebagai berikut, organizational
culture is the Personality of the organization. Culture is comprised of the assumptions, values, norms,
and tangible signs (artifacts) of organization members and their behavior (Mc Namara : 2009) .

Untuk mempermudah definisi tentang budaya organisasi dapat dilihat langsung dalam 4 (empat)
dimensi budaya, yaitu artifacts, perspectives, values, dan assumptions.
Dimensi Artifacts:

Merupakan benda-benda' temuan manusia. Kita dapat mengamati suatu budaya data artifact yang
diciptakannya berupa kata-kata yang digunakan, tindakan-tindakan para anggota perusahaan dan objek-
objek yang ada dalam perusahaan.

Dimensi Perspectives:

Berbagai norma sosial dan peraturan yang mengatur bagaimana para anggota perusahaan harus
berperilaku dalam situasi-situasi khusus. Dengan adanya berbagai peraturan dan norma tersebut para
anggota perusahaan tidak perlu memecahkan permasalahan-permasalahan sosial organisasi secara baru
setiap kali timbul permasalahan.

Dimensi Values:

Mencerminkan falsafah atau misi organisasi, cita-cita organisasi, tujuan-tujuan, standar-standar . Para
anggota perusahaan menggunakan nilai-nilai ini untuk menilai orang-orang, tindakan-tindakan serta
keputusan-keputusan yang diambil atas nama perusahaan.

Dimensi Assumptions:

Kepercayaan-kepercayaan para anggota perusahaan yang tidak diucapkan tentang mereka sendiri dan
mengenai orang-orang lain, tentang hubungan mereka dengan orang-orang lain dan dengan organisasi,
dan tentang sifat organisasi dan hubungan dengan dunia luar.

Budaya organisasi meliputi garis-garis pedoman yang kukuh yang membentuk perilaku. la melaksanakan
beberapa fungsi penting dengan; a) Menyampaikan rasa identitas untuk anggota-anggota organisasi. b)
Memudahkan komitmen untuk suatu yang lebih besar daripada diri sendiri. c) Meningkatkan stabilitas
sistem sosial. d) Menyediakan premises (pokok pendapat) yang diakui dan diterima untuk pengambilan
keputusan.

Definisi ini menunjukkan bahwa kebudayaan itu melaksanakan fungsi-fungsi penting dalam organisasi.
Budaya organisasi yang kuat sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan dibanding budaya
organisasi yang lemah. Semakin para karyawan menerima nilai-nilai utama organisasi dan semakin
terlibat mereka dalam nilai-nilai itu, semakin kuatlah budaya organisasi.

Budaya organisasi itu kuat atau lemah diantaranya tergantung pada faktor-faktor seperti ukuran
organisasi itu, berapa lama organisasi itu telah berdiri, berapa banyak angka pergantian di antara
karyawan, dan intensitas asal mula budaya tersebut. Dalam organisasi-organisasi tertentu, tidaklah jelas
apa yang penting dan apa yang tidak-suatu ciri budaya lemah. Dalam organisasi-organisasi seperti itu,
budaya kiranya kurang mempengaruhi para manajer. Namun, kebanyakan organisasi memiliki budaya
yang moderat hingga kuat. Relatif terdapat kesepakatan yang besar mengenai apa yang penting, apa
yang menentukan tingkah laku karyawan yang “baik”, apa yang dibutuhkan untuk naik pangkat, dan
sebagainya. Dalam kenyataannya, salah satu kajian budaya organisasi menemukan bahwa para
karyawan di perusahaan-perusahaan yang budayanya kuat lebih terlibat dengan perusahaan mereka
daripada karyawan-karyawan di perusahaan-perusahaan yang budayanya lemah. Perusahaan-
perusahaan dengan budaya organisasi yang kuat biasanya menggunakan usaha-usaha perekrutan dan
praktek-praktek sosialisasi untuk membina keterlibatan karyawan.

Hal senada juga ditelaah oleh Kolb, Osland dan Rubin, mereka menyatakan bahwa budaya organisasi
adalah model asumsi-asumsi dasar yang memberikan kelompok yang mengungkapkan dan menemukan
atau mengembangkan didalam pengajaran untuk mengatasi masalah-masalah penyesuaian ke luar
(external adaptation) dan integrasi ke dalam (internal integration) dan bekerja dengan cukup baik
sebagai pertimbangan yang sah, serta untuk mengajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara
yang benar untuk mengatasi, memikirkan dan merasakan dalam hubungannya dengan masalah-masalah
tersebut(Kolb : 2005).

Dengan kata lain budaya organisasi menyangkut nilai-nilai seperti agresif atau defensif, atau
kebersamaan sehingga mengubah tantangan menjadi peluang atau menghadirkan yang terbaik. Budaya
yang berkembang dan dikembangkan di lingkungan suatu organisasi yang kemudian diistilahkan sebagai
budaya organisasi, meletakkan dasar bagi suatu pola menyangkut langkah-langkah yang diteladankan
oleh para manajer, yang kemudian menurun kepada para penyelia hingga eselon terbawah (eselon IV)
secara vertikal dan berkembang secara terus-menerus secara horisontal dalam kurun waktu tertentu.

Organisasi yang memiliki budaya yang kuat ditandai dengan adanya kecenderungan hampir semua
manajer menganut bersama seperangkat nilai dan metode menjalankan usaha organisasi. Karyawan
baru mengadopsi nilai-nilai ini dengan sangat cepat. Seorang eksekutif baru bisa saja dikoreksi oleh
bawahannya, selain juga oleh bossnya, jika dia melanggar norma-norma organisasi. Gaya dan nilai dari
suatu budaya yang cenderung tidak banyak berubah dan akar-akarnya sudah mendalam, walaupun
terjadi penggantian manajer. Dalam organisasi dengan budaya yang kuat, karyawan cenderung berbaris
mengikuti penabuh genderang yang sama. Nilai-nilai dan perilaku yang dianut bersama membuat orang
merasa nyaman dalam bekerja, rasa komitmen dan loyalitas membuat orang berusaha lebih keras lagi.
Dalam budaya yang kuat memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan, tanpa harus bersandar
pada birokrasi formal yang mencekik yang dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi.

Budaya yang strategis cocok secara eksplisit menyatakan bahwa arah budaya harus menyelaraskan dan
memotivasi anggota, jika ingin meningkatkan kinerja organisasi. Konsep utama yang digunakan di sini
adalah “kecocokan”. Jadi, sebuah budaya dianggap baik apabila cocok dengan konteksnya. Adapun yang
dimaksud dengan konteks bisa berupa kondisi obyektif dari organisasinya atau strategi usahanya.

Budaya yang adaptif berangkat dari logika bahwa hanya budaya yang dapat membantu organisasi
mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan, akan diasosiasikan dengan kinerja yang
superiror sepanjang waktu. Ralph Klimann menggambarkan budaya adaptif ini merupakan sebuah
budaya dengan pendekatan yang bersifat siap menanggung resiko, percaya, dan proaktif terhadap
kehidupan individu. Para anggota secara aktif mendukung usaha satu sama lain untuk mengidentifikasi
semua masalah dan mengimplementasikan pemecahan yang dapat berfungsi. Ada suatu rasa percaya
(confidence) yang dimiliki bersama. Para anggotanya percaya, tanpa rasa bimbang bahwa mereka dapat
menata olah secara efektif masalah baru dan peluang apa saja yang akan mereka temui. Kegairahan
yang menyebar luas, satu semangat untuk melakukan apa saja yang dia hadapi untuk mencapai
keberhasilan organisasi. Para anggota ini reseptif terhadap perubahan dan inovasi. Rosabeth Kanter
mengemukakan bahwa jenis budaya ini menghargai dan mendorong kewiraswastaan, yang dapat
membantu sebuah organisasi beradaptasi dengan lingkungan yang berubah, dengan memungkinkannya
mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang-peluang baru. Contoh perusahaan yang mengembangkan
budaya adaptif ini adalah Digital Equipment Corporation dengan budaya yang mempromosikan inovasi,
pengambilan resiko, pembahasan yang jujur, kewiraswastaan, dan kepemimpinan pada banyak tingkat
dalam hierarki.

Suatu budaya organisasi dapat menjadi kekuatan utama jika hadir secara konsisten timbal-balik dengan
strategi organisasi yang ditempuh. Budaya organisasi yang kuat dapat menjadi pegangan yang mantap
untuk, setiap pegawai yang bekerja di dalamnya dari lapisan teratas hingga lapisan terbawah. Budaya
organisasi yang dijalankan oleh semua jajaran pegawai secara konsekuen dan konsisten,, dapat
menciptakan kehidupan berorganisasi yang terbuka; pegawai bebas mengungkapkan pikiran dan
perasaannya dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan manajerial. Budaya organisasi
yang kuat dapat menciptakan rasa persatuan dan kesatuan jajaran pegawai dalam mewujudkan
profesionalisme. Singkatnya budaya organisasi dapat menentukan dan mengarahkan sikap dan perilaku
pegawai dalam melakukan tugasnya sehari-hari dan menciptakan suasana kerja yang menyenangkan
hati, sehingga pegawai dapat bekerja lebih hemat dan produktif. Karena produktivitas yang merupakan
fungsi dari tersedianya tenaga, teknologi, alat, dan dana, juga sangat dipengaruhi oleh semangat
manusia yang melakukan tugas pekerjaan.

Stephen P. Robbins mengembangkan dimensi organisasi yang dapat dijadikan panduan dalam penelitian
adalah sebagai berikut;

Inovasi dan pengambilan resiko. Artinya sejauhmana para anggota didorong agar inovatif dan siap
mengambil resiko

Perhatian terhadap detail, maksudnya sejauhmana para anggota diharapkan memperlihatkan presisi,
analisis, dan perhatian terhadap detail

Orientasi hasil dimaksudkan sejauhmana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya
pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu

Orientasi orang diartikan sejauhmana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil


pada orang-orang di dalam organisasi itu
Orientasi tim merujuk pada sejauhmana kegiatan kerja diorganisasikan berdasar tim, bukannya
berdasarkan individu

Keagresifan, tidak lain sejauhmana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai

Kemantapan, artinya sejauhmana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo


bukannya pertumbuhan.

Dari uraian di atas, maka sintesis budaya organisasi adalah penilaian pegawai tentang nilai-nilai, norma,
filosofi dan peraturan yang berlaku yang ada dalam kelompok pada lembaga untuk melaksanakan
pekerjaan yang telah ditetapkan dalam upaya mendapat keberhasilan bersama. Adapun dimensi yang
digunakan untuk mengukur budaya organisasi adalah 1) inovasi dan pengambilan resiko, dengan
indikator kreativitas dan menciptakan suasana kerja, 2) perhatian terhadap detail, dengan indikator
menyelesaikan tugas, melaporkan tugas, dan mengevaluasi pekerjaan, 3) orientasi hasil, yang meliputi
pembagian hasil dan penguasaan bidang kerja, 4) orientasi orang, dengan indikator jenjang karier dan
pengakuan keberadaan karyawan, 5) orientasi tim, dengan indikator kerjasama dengan orang lain dan
tercapainya tujuan bersama, 6) keagresifan, dengan indikator persaingan kerja dan semangat kerja, dan
7) kemantapan, dengan indikator tanggungjawab terhadap pekerjaan dan kenyamanan dalam bekerja.

Kesuksesan sebuah organisasi itu tergantung dengan kualitas sumber daya manusianya. Dalam
membentuk sumber daya manusia yang baik dibutuhkan budaya kerja yang baik juga.

Budaya Kerja ini sendiri adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang
menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin
dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai
kerja. (Drs. Gering Supriyadi,MM dan Drs. Tri Guno, LLM)

Kementerian Keuangan selaku organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang dimilikinya juga
memiliki budaya kerja. Dasar Hukum Budaya Kerja Kementerian Keuangan adalah Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 127/KMK/.01/2013 Tentang Program Budaya Di Lingkungan
Kementerian Keuangan. 5 Budaya kerja tersebut yaitu:

1. Satu informasi setiap hari


2. Dua menit sebelum jadwal

3. Tiga salam setiap hari

4. Plan-Do-Check-Action

5. Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin

Dengan adanya budaya kerja dilingkungan Kementerian Keuangan maka diharapkan sikap, perilaku dan
kebiasaan para pegawai Kementerian Keuangan dapat menjadi lebih baik sehingga mampu
meningkatkan produktivitas kerja dalam menghadapi tantangan di masa mendatang.

Balai Diklat Keuangan yang merupakan unit Eselon III dibawah Badan Pendidikan dan Pelatihan
Keuangan (BPPK) saat ini terus menggiatkan dan meningkatkan budaya kerja Kementerian Keuangan
bagi seluruh pegawainya.

Salah satu yang saat ini sudah mulai diterapkan adalah budaya kerja yang pertama yaitu Satu informasi
setiap hari. Satu informasi setiap hari dimaksudkan untuk mendorong seluruh Pegawai BDK Balikpapan
untuk mencari informasi yang positif dan membaginya (sharing) dengan Pegawai lainnya untuk
pengetahuan bersama. Program ini sudah mulai berjalan sejak akhir Januari 2016, dan dilakukan secara
bergilir oleh semua pegawai. Kegiatan ini dimulai dengan doa pagi bersama pada pukul 07.30 WITA,
kemudian dilanjutkan dengan menyampaikan informasi bermanfaat baik berupa kisah inspirasi,
informasi seputar dunia kerja, peraturan terbaru maupun informasi kesehatan. Siang hari saat
memasuki waktu istirahat sholat dan makan, juga dilakukan himbauan agar semua pegawai
menghentikan semua aktivitas kerja dan melakukan ibadah sholat dzuhur berjamaah di masjid BDK
Balikpapan. Pukul 16.59 WITA petugas yang bertugas hari itu memimpin doa pulang kerja dan
menghimbau seluruh pegawai untuk menghentikan kegiatan kerja pada hari tersebut.

Masih dalam rangka menerapkan budaya kerja Kementerian Keuangan, dan juga untuk memenuhi salah
satu Indikator Kinerja Utama (IKU) tambahan, BDK Balikpapan juga rutin menyelenggarakan kegiatan
“Berkhasiat” yaitu Berbagi Dalam Knowledge Sharing Sesi Jum’at. Kegiatan ini dilaksanakan setiap
minggu pada hari Jum’at, dimana setiap pegawai akan mendapat giliran untuk menyampaikan
knowledge sharing seputar pekerjaan ataupun diklat, workshop, seminar dan pelatihan lain yang telah
diikuti. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi transfer ilmu yang merata bagi semua pegawai. (ARA).

[Magelang, 24 Juli 2013]. “The thing I have learned at IBM is that culture is everything.” —Louis V.
Gerstner, Jr. former CEO, IBM. Itulah kutipan yang diungkapkan oleh Kepala Balai Diklat Kepemimpinan
saat membuka acara “Sosialisasi dan Internalisasi Program Budaya Nasional Kementerian Keuangan di
Lingkungan BPPK”. Sosialisasi ini memang bukan yang pertama diadakan di Balai Diklatpim. Sebelumnya
pernah hadir narasumber dari Bagian Kepegawaian BPPK untuk mensosialisasikan hal ini. Diadakannya
lagi sosialisasi ini guna mengingatkan kembali pegawai akan pentingnya melaksanakan program-
program budaya yang telah dicanangkan pada awal tahun ini.

Dari kutipan CEO IBM di atas, kita tahu bahwa budaya yang berlaku di sebuah organisasi adalah sangat
penting. Bahkan itu menjadi sebagian dari kunci kesuksesan sebuah perusahaan multinasional seperti
IBM.

Acara sosialisasi kali ini dibawakan oleh rekan-rekan dari seksi penyelenggaraan. Pun dikemas dalam
suatu acara interaktif yang sangat menarik. Tentu saja, karena acara kali ini bukan hanya untuk
mensosialisasikan lima budaya itu saja , tetapi juga menginternalisasikannya ke dalam diri setiap
pegawai sehingga budaya ini akan menjadi bagian dari keseharian para pegawai.

Adapun 5 program budaya adalah:

Satu Informasi Setiap Hari, ini dimaksudkan guna mendorong seluruh Pegawai Negeri Sipil dan Calon
Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keuangan (Pegawai Kementerian Keuangan) mencari informasi yang
positif dan membaginya (sharing) dengan Pegawai Kementerian Keuangan lainnya untuk pengetahuan
bersama.

Dua Menit Sebelum Jadwal, guna melatih, membiasakan, dan menumbuhkan kedisiplinan seluruh
Pegawai Kementerian Keuangan dengan hadir di ruang/tempat rapat 2 (dua) menit sebelum rapat
dimulai sesuai jadwal, guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi rapat
Tiga Salam Setiap Hari, bertujuan untuk mendorong seluruh Pegawai Kementerian Keuangan terbiasa
memberikan pelayanan terbaik dan bersikap sopan serta santun, dengan memberikan salam sesuai
dengan waktunya, yaitu selamat pagi, selamat siang, dan selamat sore.

Rencanakan, Kerjakan, Monitor, dan Tindaklanjuti. Agar seluruh Pegawai Kementerian Keuangan
dalam melaksanakan tugas sehari-hari menerapkan etos kerja dan prinsip manajemen/organisasi yang
baik, dengan senantiasa membuat perencanaan terlebih dahulu, mengerjakan hingga tuntas, memantau
dan mengevaluasi proses dan hasil terhadap sasaran dan spesifikasi dan melaporkan hasilnya, dan
menindaklanjuti hasil untuk membuat perbaikan

Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin. Untuk mendorong tumbuhnya kesadaran, keyakinan, dan
kepedulian Pegawai Kementerian Keuangan akan pentingnya penataan ruang kantor dan dokumen kerja
yang ringkas, rapi, resik/bersih melalui perawatan yang dilakukan secara rutin, agar tercipta lingkungan
kerja yang nyaman guna meningkatkan etos kerja dan semangat berkarya

Semoga, 5 budaya baik yang telah dicanangkan ini dapat kita laksanakan seterusnya. Sehingga dapat
semakin meningkatkan kinerja kita nantinya.

You might also like