You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Trauma juga
mempunyai dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataannya, trauma adalah kejadian yang
bersifat holistik dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas seseorang.
Pada pasien trauma, bagaimana menilai abdomen merupakan salah satu hal penting
dan menarik. Penilaian sirkulasi sewaktu primary survey harus mencakup deteksi dini dari
kemungkinan adanya perdarahan yang tersembunyi pada abdomen dan pelvis pada pasien
trauma tumpul. Trauma tajam pada dada di antara nipple dan perineum harus dianggap
berpotensi mengakibatkan cedera intra abdominal. Pada penilaian abdomen, prioritas maupun
metode apa yang terbaik sangat ditentukan oleh mekanisme trauma, berat dan lokasi trauma,
maupun status hemodinamik penderita.
Adanya trauma abdomen yang tidak terdeteksi tetap menjadi salah satu penyebab
kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Sebaiknya jangan menganggap bahwa ruptur organ
berongga maupun perdarahan dari organ padat merupakan hal yang mudah untuk dikenali.
Hasil pemeriksaan terhadap abdomen mungkin saja dikacaukan oleh adanya intoksikasi
alkohol, penggunaan obat-obat tertentu, adanya trauma otak atau medulla spinalis yang
menyertai, ataupun adanya trauma yang mengenai organ yang berdekatan seperti kosta,
tulang belakang, maupun pelvis.Setiap pasien yang mengalami trauma tumpul pada dada baik
karena pukulan langsung maupun deselerasi, ataupun trauma tajam, harus dianggap mungkin
mengalami trauma visera atau trauma vaskuler abdomen.

2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah yang
akan dibahas pada bab selanjutnya yaitu:

1. Bagaimana Konsep Dasar Medis Trauma Abdomen ?


2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen ( NANDA NIC-NOC 2015 –
2017 ) ?
3. Tujuan Penulisan

Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kegawatdaruratan dan meningkatkan pemahaman
penulis maupun pembaca mengenai trauma abdomen.

4. Manfaat Manfaat

Penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman mengenai trauma abdomen
sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-kasus trauma abdomen di klinik sesuai
kompetensi tenaga medis terutama perawat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Trauma Abdomen

1. Anatomi Abdomen

Abdomen merupakan bagian tubuh yang terletak di antara toraks dan pelvis. Rongga
abdomen yang sebenarnya dipisahkan dari rongga toraks di sebelah atas oleh diafragma dan
dari rongga pelvis di sebelah bawah oleh suatu bidang miring yang disebut pintu atas
panggul. Dapat dikatakan bahwa pelvis termasuk bagian dari abdomen, dan rongga abdomen
meliputi juga rongga pelvis. Rongga abdomen meluas ke atas sampai mencapai rongga toraks
setinggi sela iga kelima. Jadi sebagian rongga abdomen terletak atau dilindungi oleh dinding
toraks. Sebagian dari hepar, gaster dan lien terterdapat di dalamnya. Rongga abdomen atau
cavitas abdominis berisi sebagian besar organ sistem digestivus, sebagian organ urinarium,
sistem genitalia, lien, glandula suprarenalis, dan plexus nervorum. Juga berisi peritoneum
yang merupakan membrane serosa dari sistem digestivus. Kadang-kadang ada organ sistem
digestivus yang sebagian atau sementara terletak di dalam rongga pelvis, misalnya ileum dan
sebaliknya kadang-kadang organ genitalia terdapat di dalam rongga abdomen, misalnya
uterus yang membesar. Untuk menentukan lokalisasi yang lebih teliti dari rasa nyeri,
pembengkakan atau letak suatu organ, maka abdomen dibagi menjadi sembilan region oleh
dua bidang horizontal yaitu bidang subcostalis dan bidang transtubercularis serta dua bidang
vertikal yang melalui linea midklavikularis kanan dan kiri.
Anatomi dalam dari abdomen meliputi 3 regio:

1. Rongga Peritoneal

Rongga peritoneal dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

1) Rongga Peritoneal Atas


Rongga peritoneal atas dilindungi oleh bagian bawah dari dinding thorax yang
mencakup diafragma, hepar, liean, gaster, dan colon transversum. Bagian ini juga
disebut sebagai komponen thoracoabdominal dari abdomen. Pada saat diafragma naik
sampai sela iga IV pada waktu ekspirasi penuh, setiap terjadi fraktur iga maupun luka
tusuk tembus di bawah garis intermammaria bisa mencederai organ dalam abdomen.
2) Rongga Peritoneal Bawah
Rongga peritoneal bawah berisikan usus halus, bagian colon ascendens dan colon
descendens, colon sigmoid, dan pada wanita, organ reproduksi internal.

2. Rongga Pelvis

Rongga pelvis, yang dilindungi oleh tulang-tulang pelvis, sebenarnya merupakan


bagian bawah dari rongga intraperitoneal, sekaligus bagian bawah dari rongga
retroperitoneal. Di dalamnya terdapat rectum, vesika urinaria, pembuluh-pembuluh iliaca,
dan pada wanita, organ reproduksi internal. Sebagaimana halnya bagian torakoabdominal,
pemeriksaan organ-organ pelvis terhalang oleh bagian-bagian tulang di atasnya.

3. Rongga Retroperitoneal

Rongga yang potensial ini adalah rongga yang berada di belakang dinding peritoneum
yang melapisi abdomen. Di dalamnya terdapat aorta abdominalis, vena cava inferior,
sebagian besar dari duodenum, pancreas, ginjal dan ureter, serta sebagian posterior dari colon
ascendens dan colon descendens, dan bagian rongga pelvis yang retroperitoneal. Cedera pada
organ dalam retroperitoneal sulit dikenali karena daerah ini jauh dari jangkauan pemeriksaan
fisik yang biasa, dan juga cedera di sini pada awalnya tidak akan memperlihatkan tanda
maupun gejala peritonitis. Rongga ini tidak termasuk dalam bagian yang diperiksa sampelnya
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL).
Proyeksi letak organ dalam abdomen

Hipokondrium kanan Epigastrium Hipokonrium kiri


 Lobus kanan dari hepar  Pilorus gaster  Lambung
 Kantung empedu  Duodenum  Limpa
 Sebagian dari duodenum  Pankreas  Bagian kaudal dari
 Fleksura hepatik dari  Sebagian dari hepar pankreas
kolon  Fleksura lienalis dari
 Sebagian dari ginjal kolon
kanan  Kutub atas dari ginjal kiri
 Kelenjar suprarenal  Kelenjar suprarenal kiri
kanan
Lumbal Kanan Umbilikal Lumbal Kiri
 Kolon asendens  Omentum  Kolon desendens
 Bagian bawah dari ginjal  Mesenterium  Bagian bawah dari ginjal
kanan  Bagian bawah dari kiri
 Sebagian dari duodenum duodenum  Sebagian jejenum dan
dan jejenum  Jejenum dan ileum ileum
Inguinal kanan Hipogastrium Inguinal kiri
 Sekum  Ileum  Kolon sigmoid
 Apendiks  Kandung kemih  Ureter kiri
 Bagian akhir dari ileum  Uterus (pada kehamilan)  Ovarium kiri
 Ureter kanan

1. Defenisi Trauma Abdomen


 Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
(sjamsuhidayat, 2010).
 Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen yang meliputi daerah
retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.
 Trauma abdomen adalah cedera vicera abdominal yang disebabkan karena luka penetratif
atau trauma tumpul. Akibat dari trauma abdomen dapat berupa perforasi ataupun
perdarahan. Kematian pada trauma abdomen biasanya terjadi akibat sepsis atau
perdarahan.
 Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara diafragma
atas dan panggul bawah (Guilon, 2011).
 Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk. (Ignativicus
& Workman, 2006).

2. ETIOLOGI
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen,
umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor,
kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen
dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma
pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul
pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan
kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi
atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

3. Manifestasi Klinis
Berdasarkan jenis trauma:
1.Trauma tembus abdomen
a. Potensi mematikan dan segera membahayakan jika disertai cedera pembuluh darah besar.
b. Luas cedera intraabdominal tergantung tenaga kinetik objek penetratif. Luka akibat peluru
dibedakan menjadi low-velocity dan high-velocity
c. Peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritoneal.
d. Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada luka tembus abdomen karena usus
mengisi sebagian besar rongga abdomen.
e. Perforasi dibagian atas (lambung) terjadi perangsangan segera setelah trauma dan akan
terjadi gejala peritonitis hebat. Sedangkan bagian bawah, gejala baru timbul setelah 24 jam
karena mikroorganisme membutuhkan waktu berkembang biak setelah 24 jam.

2. Trauma tumpul abdomen


a. Gejala pada trauma tumpul abdomen merupakan akibat kehilangan darah, memar, atau
kerusakan pada organ – organ atau iritasi cairan usus yaitu nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri
lepas dan kekakuan perut (akibat hematoma).
b. Bising usus biasanya melemah atau menghilang.
c. Rangsangan peritoneum dapat pula berupa nyeri alih di daerah bahu terutama di sebelah
kiri yang dikenal sebagai referred pain atau tanda dari KEHR.

Berdasarkan tipe cedera:


1. Pada organ padat
Yang paling sering mengalami kerusakan adalah hati dan limpa yang akan menyebabkan
perdarahan bervariasi dari ringan sampai sangat berat bahkan kematian.
Gejala dan tandanya adalah:
 Gejala perdarahan secara umum
 Penderita tampak anemis
 Bila perdarahan berat akan timbul shok hemoragik
 Gejala adanya darah intraperitoneal
 Nyeri abdomen dapat bervariasi dari ringan sampai hebat
 Pada auskultasi bising usus menurun tapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya
karena bising usus akan menurun pada banyak keadaan lain.
 Ada nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muskuler ( kekakuan otot) seperti pada peritonitis
 Perut akan semakin membesar jika ditemukan pada perdarahan hebat dan penderita tidak
gemuk
 Pada perkusi ditemukan pekak pada sisi yang meninggi
2. Pada organ berongga
 Akan menimbulkan peritonitis yang dapat timbul cepat sekali
 Penderita akan mengeluh nyeri seluruh abdomen
 Kadang – kadang ditemukan ada organ intraabdomen yang menonjol keluar paling sering
omentum, usus halus, atau colon (pada trauma tajam)
 Auskultasi bising usus menurun, dan adanya defans muskuler.
1. Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di
bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien
dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi

4. KLASIFIKASI
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu :
A. Trauma penetrasi
 Luka tembak
 Luka tusuk
B. Trauma non-penetrasi
 Kompres
 Hancur akibat kecelakaan
 Sabuk pengaman
 Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi
eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai
tumor.
2. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus
di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
2. Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding
abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan
dan hati harus dieksplorasi (Sjamsuhidayat, 1998).

5. PATOFISIOLOGI
Trauma pada abdomen dibagi menjadi trauma tumpul dan tembus.Trauma tumpul
abdomen disebabkan kompresi dan deselerasi. Kompresi rongga abdomen oleh benda - benda
terfiksasi, seperti sabuk pengaman atau setir kemudi akan meningkatkan tekanan intraluminal
dengan cepat, sehingga mungkin menyebabkan ruptur usus, atau pendarahan organ padat.
Gaya deselerasi (perlambatan) akan menyebabkan tarikan atau regangan antara struktur yang
terfiksasi dan yang dapat bergerak. Deselerasi dapat menyebabkan trauma pada mesenterium,
pembuluh darah besar, atau kapsul organ padat, seperti ligamentum teres pada hati. Organ
padat, seperti limpa dan hati merupakan jenis organ yang tersering mengalami terluka setelah
trauma tumpul abdomen terjadi (Demetriades, 2007).
Trauma tumpul pada abdomen juga disebabkan oleh pengguntingan,penghancuran
atau kuatnya tekanan yang menyebabkan rupture pada usus atau struktur abdomen yang lain.
Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada setiap struktur didalam
abdomen.Tembakan menyebabkan perforasi pada perut atau usus yang menyebabkan
peritonitis dan sepsis.
Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen adalah:
a. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan,kehilangan darah
dan shock.
b. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin,mikroendokrin.
c. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan massif dan
transfuse multiple.
d. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran pencernaan
dan bakteri ke peritoneum
e. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan integritas rongga
saluran pencernaan.
f. Limpa merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh
trauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal dari limpa yang
ruptur sehingga semua upaya dilakukan untuk memperbaiki kerusakan di limpa.
g. Liver, karena ukuran dan letaknya hati merupakan organ yang paling sering terkena
kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan disebabkan oleh
trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol
perdarahan dan mendrainase cairan empedu.
h. Esofagus bawah dan lambung, kadang - kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh
luka tembus. Karena lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga
perlukaan jarang disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka tembus
langsung.
i. Pankreas dan duodenum, walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi.
Tetapi trauma pada abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan oleh
perlukaan di pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya yang sulit terdeteksi
apabila terjadi kerusakan.
6. Komplikasi
Komplikasi segera yang dapat terjadi pada pasien dengan trauma abdomen adalah
hemoragi, syok, dan cedera. Sedangkan komplikasi jangka panjangnya adalah infeksi.
Komplikasi yang dapat muncul dari trauma abdomen terutama trauma tumpul adalah cedera
yang terlewatkan, terlambat dalam diagnosis, cedera iatrogenik, intra abdomen sepsis dan
abses, resusitasi yang tidak adekuat, rupture spleenyang muncul kemudian (Salomone &
Salomone, 2011).
Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena
adanya rupture pada organ.Gejala dan tanda yang sering muncul pada komplikasi dengan
peritonitis antara lain:
 Nyeri perut seperti ditusuk
 Perut yang tegang (distended)
 Demam (>380C)
 Produksi urin berkurang
 Mual dan muntah
 Haus
 Cairan di dalam rongga abdomen
 Tidak bisa buang air besar atau kentut
 Tanda-tanda syok.

7. Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan trauma abdomen bervariasi. Tanpa data statistic yang
menggambarkan jumlah kematian di luar rumah sakit, dan jumlah pasien total dengan trauma
abdomen, gambaran spesifik prognosis untuk pasien trauma intra abdomen sulit. Angka
kematian untuk pasien rawat inap berkisar antara 5-10% (Udeani & Steinberg, 2011).
8. PENATALAKSANAAN PRE HOSPITAL DAN HOSPITAL

Pre Hospital

A. Penanganan Awal Trauma Abdomen

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Menurut Musliha (2010),
Penilaian Awal yang dilakukan adalah ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon,
maka segera buka dan bersihkan.

Primary Survey

a. Airway
Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt chin lift atau
menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang
mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara“lihat, dengar, rasakan’, selanjutnya pemeriksaan
status respirasi klien.Kontrol jalan nafas pada penderita trauma abdomen yang airway
terganggu karena faktor mekanik, ada gangguan ventilasi atau ada gangguan kesadaran,
dicapai dengan intubasi endotrakeal.Setiap penderita trauma diberikan oksigen.Bila tanpa
intubasi, sebaiknya diberikan dengan face mask.Pemakaian pulse oximeter baik untuk
menilai saturasi O2 yang adekuat.
c. Circulation
Jika pernafasan pasien cepat dan tidak adekuat, maka berikan bantuan
pernafasan.Resusitasi pasien dengan trauma abdomen penetrasi dimulai segera setelah tiba.
Cairan harus diberikan dengan cepat. NaCl atau Ringer Laktat dapat digunakan untuk
resusitasikristaloid.Rute akses intravena adalah penting, pasang kateter intravena perifer
berukuran besar (minimal 2) di ekstremitas atas untuk resusitasi cairan. Pasien yang datang
dengan hipotensi sudah berada di kelas III syok (30-40% volume darah yang hilang) dan
harus menerima produk darah sesegera mungkin, hal yang sama berlaku pada pasien dengan
perdarahan yang signifikan jelas. Upaya yang harus dilakukan untuk mencegah hipotermia,
termasuk menggunakan selimut hangat dan cairan prewarmed.
d. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat.Yang dinilai disini adalah
tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. e. Exposure Penderita harus dibuka keseluruhan
pakaiannya dengan cara menggunting untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan
lengkap dan visualisasi head-to-toe pasien adalah wajib pada pasien dengan trauma abdomen
penetrasi. Ini termasuk bagian bokong, bagian posterior dari kaki, kulit kepala, bagian
belakang leher, dan perineum. Setelah pakaian dibuka penting penderita diselimuti agar
penderita tidak kedinginan.

Untuk penanganan awal trauma abdomen, dilihat dari trauma nonpenetrasi dan trauma
penetrasi, yaitu:

a. Penanganan awal trauma non-penetrasi


 Stop makanan dan minuman
 Imobilisasi
 Kirim ke rumah sakit
 Diagnostic Peritoneal Lavage
b. Penanganan awal trauma penetrasi
 Bila terjadi luka tusuk, maka tusuan tidak boleh dicabut kecuali oleh tim medis.
Lilitkan pisau untuk emfiksasi agar tidak memperparah luka.
 Bila usus atau organlain keluar maka organ tersebut tidak boleh dimasukkan, maka
organ tersebut dibaluk dengan kain bersih atau kasa steril.
 Imobilisasi pasien
 Tidak makan dan minum
 Bila luka terbuka, balut dengan menekan
 Kirim pasien ke rumah sakit

Secondary Survey
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila sewaktu survei sekunder
kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali mengulangi PRIMARY SURVEY.
Semua prosedur yang dilakukan harus dicatat dengan baik. Pemeriksaan dari kepala sampai
ke jari kaki (head-to-toe examination) dilakukan dengan perhatian utama:
1. Pemeriksaan kepala
• Kelainan kulit kepala dan bola mata
• Telinga bagian luar dan membrana timpani
• Cedera jaringan lunak periorbital
2. Pemeriksaan leher
• Luka tembus leher
• Emfisema subkutan
• Deviasi trachea
• Vena leher yang mengembang
3. Pemeriksaan neurologis
• Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
• Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
• Penilaian rasa raba / sensasi dan reflex
4. Pemeriksaan dada
• Clavicula dan semua tulang iga
• Suara napas dan jantung
• Pemantauan ECG (bila tersedia)
5. Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
• Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
• Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen kecuali bila ada
trauma wajah
• Periksa dubur (rectal toucher)
• Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
6. Pelvis dan ekstremitas
• Cari adanya fraktur (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan melakukan tes gerakan
apapun karena memperberat perdarahan)
• Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma
• Cari luka, memar dan cedera lain
7. Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) :
• Foto atas daerah abdomen yang cedera dilakukan secara selektif.
B. Penanganan di Rumah Sakit (Hospital)

a. Trauma Penetrasi
 Skrinnig pemeriksaan rongten
Foto thoraks tegak berguna untuk kemungkinan hemo atau pneumothoraks. Rontgen
abdomen untuk menentukan jalan luka atau adanya udara retroperitoneum
 IVP atau Urogram Excretory dan CT scan
Ini dilakukan untuk mengetahui jenis cedera ginjal yang ada.
 Uretrografi Dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.
 Sistografi
Ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada kandung kencing,
contohnya pada fraktur pelvis dan trauma non penetrasi.
b. Trauma non-penetrasi
 Pengambilan contoh darah dan urine
Darah digunakan untuk pemeriksaan lab rutin dan pemeriksaan darah khusus seperti
darah lengkap, potassium, glukosa, amylase.
 Pemeriksaan Rongent
Pemeriksaan rontgen servikal lateral, thoraks anteroposterior dan pelvis adalah
pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan multitrauma, mungkin
berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas
dibawah diagfragma, yang keduanya memerlukan laparotomi.
 Study kontras urologi dan Gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau
descendens dan dubur.

Penatalaksanaan di Ruang Emergensi

 Mulai prosedur resusitasi ABC (memperbaiki jalan napas, pernapasan dan sirkulasi).
 Pertahankan pasien pada brankard; gerakan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan
pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi massif.
 Pastikan kepatenan dan kestabilan pernapasan.
 Gunting pakaian penderita dari luka.
 Hitung jumlah luka dan tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
 Kontrol perdarahan dan pertahankan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
 Berikan kompresi pada luka dengan perdarahan eksternal dan lakukan bendungan
pada luka dada.
 Pasang kateter IV berdiameter besar untuk penggantian cairan secara cepat dan
memperbaiki dinamika sirkulasi.
 Perhatikan kejadian syok setelah respon awal terhadap terapi transfusi; ini sering
merupakan tanda adanya perdarahan internal.
 Aspirasi lambung dengan memasang selang nasogastrik. Prosedur ini membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan
mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
 Pasang kateter urin untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau
jumlah urine perjam.
 Tutupkan visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan dibasahi dengan
salin untuk mencegah kekeringan visera
 Fleksikan lutut pasien; posisi ini mencegah protusi yang lanjut.
 Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan
muntah.
 Siapkan pasien untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat
ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
 Siapkan pasien untuk sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi
peritonium pada kasus luka tusuk.
 Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
 Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. Trauma dapat
menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari
lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi
nosokomial).
 Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah,
adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.
9. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Untuk inspeksi lihat mulai dari keadaan umum klien, ekspresi wajah, tanda-tanda vital, sikap
berbaring, gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, daerah lipat paha (inguinal, skrotum
bila terdapat hernia biasanya ditemukan benjolan). Pada trauma abdomen biasanya ditemukan
kontusio, abrasio, lacerasi dan echimosis. Echimosis merupakan indikasi adanya perdarahan
di intra abdomen. Terdapat Echimosis pada daerah umbilikal biasa kitasebut ‘Cullen’s Sign’
sedangkan echimosis yang ditemukan pada salah satu panggul disebut sebagai ‘Turner’s
Sign’. Terkadang ditemukan adanya eviserasi yaitu menonjolnya organ abdomen keluar
seperti usus, kolon yang terjadi pada trauma tembus/tajam.
b. Auskultasi
Untuk auskultasi selain suara bising usus yang diperiksa di ke empat kuadran dimana adanya
ekstravasasi darah menyebabkan hilangnya bunyi bising usus. Juga perlu didengarkan adanya
bunyi bruits dari arteri renalis, bunyi bruits pada umbilical merupakan indikasi adanya trauma
pada arteri renalis.

c. Perkusi
Untuk melihat apakah ada nyeri ketok. Salah satu pemeriksaan perkusi adalah uji perkusi
tinju dengan meletakkan tangan kiri pada sisi dinding thoraks pertengahan antara spina iliaka
anterior superior kemudian tinju dengan tangan yang lain sehingga terjadi getaran di dalam
karena benturan ringan bila ada nyeri merupakan tanda adanya radang/abses di ruang
subfrenik antara hati dan diafraghma. Selain itu bisa ditemukan adanya bunyi timpani bila
dilatasi lambung akut di kuadran atas atau bunyi redup bila ada hemoperitoneum. Pada waktu
perkusi bila ditemukan Balance sign dimana bunyi resonan yang lebih keras pada panggul
kanan ketika klien berbaring ke samping kiri merupakan tanda adanya rupture limpe.
Sedangkan bila bunyi resonan lebih keras pada hati menandakan adanya udara bebas yang
masuk.

d. Palpasi
Untuk teknik palpasi identifikasi kelembutan, kekakuan dan spasme hal ini dimungkinkan
diakibatkan karena adanya massa atau akumulasi darah ataupun cairan. Biasanyaditemukan
defansmuscular, nyeri tekan, nyeri lepas. Rectal tusi (colok dubur) dilakukan pada obstrusi
usus dengan disertai paralysis akan ditemukan ampula melebar. Pada obstruksi kolaps karena
tidak terdapat gas di usus besar. Pada laki-laki terdapat prostate letak tinggi menandakan
patah panggul yang sginifikan dan disertai perdarahan.Biasa juga pada klien dilakukan uji
psoas dimana klien diminta mengangkat tungkai dengan lutut ekstensi dan pemeriksa
memberi tekanan melawan gerak tungkai sehingga muskulus iliopsoas dipaksa
berkontrasi.Selain uji psoas, ada uji obturator dimana tungkai penderita diputar dengan arah
endorotasi dan eksorotasi pada posisi menekuk 90 derajat di lutut atau lipat paha. Jika klien
merasa nyeri maka menandakan adanya radang di muskulus obturatorius.

10. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a) Pengkajian primer

1) Airway
Membuka jalan nafas penggunakan menggunakan teknik head tilt chin lift atau
menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang
mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.

2) Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara “lihat, dengar, rasakan’, selanjutnya pemeriksaan status
respirasi klien.

3) Circulation
Mengecek denyut nadi dan tekanan darah.

4) Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat.Yang dinilai disini adalah
tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.

5) Exposure
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara menggunting untuk memeriksa
dan evaluasi penderita. Paparan lengkap dan visualisasi head-to-toe pasien adalah wajib pada
pasien dengan trauma abdomen penetrasi. Ini termasuk bagian bokong, bagian posterior dari
kaki, kulit kepala, bagian belakang leher, dan perineum. Setelah pakaian dibuka penting
penderita diselimuti agar penderita tidak kedinginan.
b) Pengkajian Sekunder

1) Aktivitas / istirahat
Data Subyektif : Merasa lemah ,lelah, hilang keseimbangan
Data Obyektif : Perubahan Kesadaran ,masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).

2) Sirkulasi
Data Obyektif : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi) Perubahan frekuensi
jantung (Bradikardi, takikardi)

3) Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi

4) Eliminasi
Data Subyektif: Inkontenensia kandung kemih/usus atu mengalami gangguan fungsi

5) Makanan dan cairan


Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen

6) Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara ,vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental (Orientasi ,
Kewaspadaan, Perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori), Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, Kehilangan sensasi sebagai tubuh,
Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh

7) Nyeri dan Kenyamanan


Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya
lama.
Data Obyektif : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan, nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.
8) Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas

9) Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Data Obyektif : Fraktur / dislokasi, Gangguan kognitif, Gangguan rentang gerak, Demam,
gangguan rentang dan regulasi suhu tubuh.

10) Interaksi Sosial


Data Obyektif : Gangguan motorik atau sensorik

11) Penyuluhan / Pembelajaran


Data Subyektif :Membutuhkan bantuan dalam pengobatan aktivitas perawatan diri.

11. Diagnosa Keperawatan


Diagnose keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan Trauma Abdomen adalah
(NANDA II 2015 - 2017) :
1. Nyeri Akut
2. Kekurangan Volume Cairan
3. Ketidakefektifan pola napas
4. Kerusakan Integritas Jaringan
5. Kerusakan Integritas Kulit
6. Resiko Infeksi
Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan klien.Agar implementasi / pelakasanaan ini dapat tepat
waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat
respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan
pelaksanaan perawatan.

Evaluasi
Pada tahap ini yang perlu dievaluasi pada klien dengan trauma abdomen adalah, mengacu
pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
1. Nyeri yang menetap atau bertambah
2. Kebutuhan akan rasa nyaman terpenuhi
3. Klien bebas dari ketikdakefektifan pola napas
4. Kultur urine menunjukan tidak ada bakteri
5. Perubahan warna urine
6. Mengerti tentang kondisi, pemeriksaan dignostik, rencana pengobatan, tindakan perawatan
diri preventif
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons.Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter Edisi 7.


Jakarta: IKABI, 2004, Bab 5; Trauma Abdomen.
Ahmadsyah, I. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher, 2009, Bab
2; Digestive.
Diktat Kuliah.Sistem Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Secara Terpadu. Jakarta :
Ambulan Gawat Darurat 118.
Guilon, F. 2011. Epidemiology of abdominal trauma. in: CTof the Acute Abdomen. London:
Springer.
Heater Herdman, T. 2015. NANDA internasional Inc. nursing : definition & classification
2015-2017. Jakarta: EGC.
Musliha.(2010). Keperawatan gawat darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.
Mochamad Aleq Sander. (2013). Kasus serial ruptur lien akibat trauma abdomen: bagaimana
pendekatan diagnosis dan penatalaksanaannya.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/vie w/2377/3216

You might also like