You are on page 1of 2

TINJAUAN PUSTAKA

Detoksikasi adalah suatu proses yang dilakukan oleh tubuh untuk mengurangi atau
menghilangkan xenobiotika. Proses ini terjadi sebagian besar di organ hati. Proses detoksikasi
terbagi atas dua fase, fase pertama adalah fase hidroksilasi yang dikatalisis oleh enzim mono-
oksigenase atau lebih dikenal dengan sitokrom 450. Fase hidroksilasi akan menghentikan kerja
obat dan xenobiotik. Pada fase kedua, senyawa yang telah diproses akan diubah menjadi bentuk
lain dengan bantuan berbagai enzim spesifik menjadi bentuk yang lebih polar, proses ini disebut
konjugasi, atau dengan menambah gugus metil, sehingga prosesnya disebut metilasi. Adapun
tujuan dari dibentuknya senyawa yang lebih polar adalah sebagai suatu usaha untuk meningkatkan
ekskresi dari xenobiotik, dengan kepolaran yang tinggi berarti akan mudah larut dalam air
sehingga mudah dikeluarkan lewat ginjal (Murray et al. 2006).
Karbon tetraklorida (CCl4) adalah senyawa kimia yang banyak digunakan sebagai
campuran bahan pemadam kebakaran maupun sebagai bahan pendingin. Karbon tetraklorida
juga dikenal sebagai cleaning agent (Doherti 2000).
Karbon tetraklorida (CCl4) adalah produk hasil karbon disulfida atau reaksi dari disulfida
dengan sulfur monoklorida. Zat ini merupakan zat volatil yang tidak berwarna, terasa panas,
berbau seperti kloroform, serta tidak dapat larut dalam air (Jones 1977), namun dapat larut dalam
alkohol, kloroform, ether dan minyak volatil. CCl4 digunakan secara luas sebagai anthelmentik
dan fascioliasis. Pendapat yang sama juga dijelaskan oleh Jones (1977) bahwa CCl4 dapat
digunakan untuk membasmi cacing nematoda pada ayam, anjing, kambing, domba dan kuda.
Dampak racun CCl4 pada sel hati terjadi akibat meningkatnya kadar peroksidasi lipid disebabkan
oleh adanya reaksi antara radikal bebas hasil aktivasi CCl4 dengan asam lemak tak jenuh yang
banyak terdapat pada membran sel.
Onset obat yang cepat serta durasi yang cukup lama menunjukkan bahwa sel-sel hati tidak
mampu melakukan metabolisme terhadap obat yang diberikan sehingga kemampuan untuk
mendetoksikasi berkurang akibat sel-sel hati yang sudah rusak (Panjaitan et al (2007).
Eksresi merupakan mekanisme untuk mengeluarkan bahan-bahan yang tidak diperlukan
lagi ke luar tubuh. Setelah diabsorpsi dan didistribusi dalam tubuh, maka bahan-bahan tersebut
dikeluarkan secara perlahan atau cepat. Jalur utama dalam mekanisme ekskresi antara lain ginjal,
paru-paru, hati, kelenjar saliva, kelenjar ambing, pencernaan, dan kelenjar keringat
(Murray et al. 2006).
zat-zat yang bersifat volatil akan sangat mudah keluar lewat ekspirasi, ekskresi di paru-
paru dapat terjadi akibat difusi sederhana (Lu 1995).
Zat yang berbentuk gas pada suhu badan terutama diekskresi lewat paru-paru. Cairan yang
mudah menguap juga dengan mudah keluar lewat udara ekspirasi. Ekskresi toksikan melalui paru-
paru terjadi secara difusi sederhana lewat membran sel. Pb (timbal) dalam tubuh merupakan
senyawa yang mudah berikatan dengan sulfidril dalam molekul protein dapat menyebabkan
hambatan pada sistem kerja enzim (Nelwan 2010).
Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. 2006. Biokimia Harper. Jakarta : Penerbit EGC.

Nelwan, Denny 2010. Bahan Ajar Toksikologi Dasar. Manado : UKI Tomohon

Doherti RE. 2000. A history of the Production and Use of Carbon Tetrachloride,
Tetrachloroethylene, Trichloroetylene and 1,1,1-Thrichloroethane in United States
of America. Enviromental Forensic J. 1 (1).

Panjaitan RGP, Manalu W, Zakiah Z, Masriani, Chairul, Handharyani E. 2007. Pengaruh


Pemberian Karbon Tetraklorida Terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus. Jurnal
Kesehatan Universitas Indonesia Vol 11 No.1 Juni 2007.

Lu, Frank C. 1995. Toksikologi Dasar : asas, organ sasaran dan penilaian. Jakarta : Penerbit UI
Press.
Jones, N.R., 1977. Uses of gelatin in edible products, dalam: Ward, A.G., Courts, A. (Eds.), The
Science and Technology of Gelatin. Academic Press, hal. 366–392.

You might also like