You are on page 1of 11

BAB IX KEKUASAAN

A. Filsafat Kekuasaan

Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan


masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkan terhadap
tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan golongan tertentu.

Kekuasaan senantiasa ada dalam setiap masyarakat baik yang masih bersahaja
maupun yang sudah besar atau rumit susunannya. Akan tetapi walaupun ada kekuasaan tidak
dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat. justru karena pembagian yang tidak
merata itulah timbul makna yang pokok dari kekuasaan, yaitu kemampuan untuk
mempengaruhi pihak lain untuk kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.

Jadi kekuasaan dapat didefinisikan sebagai hasil pengaruh yang dinginkan seseorang
atau sekelompok orang, sehingga dengan begitu dapat merupakan sesuatu konsep kuantitatif
karena dapat dihitung hasilnya. Misalnya berapa luas wilayah jajahan seseorang, berapa
banyak orang yang berasil dipengaruhinya. berapa lama yang bersangkutan berkuasa, berapa
banyak uang, barang dan jasa yang dikuasainya.

Dari uraian tersebut di muka berarti secara filsafati kekuasan meliputi ruang, waktu,
barang dan manusia. Tetapi pada ghalibnya kekuasaan itu ditujukan pada diri manusia
terutama kekuasaan dalam pemerintahan negara.

Akan halnya kekuasaan negara dalam menguasai masyarakat memiliki otoritas dan
kewenangan, yaitu otoritas dalam arti hak untuk memiliki legitimasi yaitu berupa keabsyahan
untuk berkuasa sedangkan kewenangan adalah hak untuk ditaati oleh orang lain.

Sebagai kekuasaan yang dilembagakan maka pemerintahan suatu negara tidak hanya
tampak sebagai kenyataan memiliki kekuasaan tetapi juga mempunyai hak untuk menguasai,
termasuk menguasai hidup orang lain (dalam hal menghukum mati), hak untuk merebut
kekayaan (dalam arti memungut pajak) dan menahan kebebasan orang lain (dalam arti
memenjarakan seseorang).

Seluruhnya ini bermula dari keinginan sekelompok orang untuk mencapai organisasi
kemasyarakatan lalu mereka bersedia bila ada seseorang atau sekelompok orang yang akan
melaksanakan kewibawaan memeilihara mereka, disebut pemimpin pemerintahan. Pemimpin
pemerintahan tersebut sudah barang tentu tidak dapat begitu saja berasal dari pihak luar,
sehingga dengan sendirinya lahirlah pemimpin pemerintahan dari salah seorang di antara
mereka (ulil amri minkum) yaitu mereka yang dapat memimpin masyarakat lain, mempunyai
kekuatan, memiliki wibawa yang melebihi pihak lainnya, inilah kekuasaan.

Wewenang yang dimiliki sesuatu pemerintahan negara, dapat saja dipertanyakan,


apakah memiliki keabsyahan atau tidak, misalnya bila ada kabinet domesioner, pada suatu
sistem pemerintahan negara lalu berdiri kabinet tandingan sebagai kabinet bayangan, apakah
masyarakat mempercayai dan mengakuinya.

Mempertanyakan keabsahan wewenang dari seseorang atau sekelompok orang, berarti


membicarakan norma, nilai dan budaya. Apakah sekelompok orang yang berkuasa itu lalu
dengan begitu saya pada akhirnya dianggap bangsawan yang berdarah biru.

Kasta-kasta dan derajat keningratan adalah salah satu contoh akibat yang dihasilkan
kekuasaan turun temurun yang muncul dalam masyarakat.

Dalam moral agama Islam diperlukan kekuasaan pemerintahan untuk mengantisipasi


dekadensi moral seperti perjudian, pelacuran. perampokan, agar masyarakat menjadi aman.
Pemerintah tidak boleh memihak kepada kejahatan tersebut. Dan kalau tidak ada kekuasaan
maka pihak yang sedang melakukan dekadensi moral akan sulit melarangnya. Inilah yang
melahirkan kata-kata Plato bahwa sebaiknya negarawan itu filosof dan atau filosof itu
negarawan. Sayang orang besar Ini masa hidupnya tidak bersentuhan dengan Islam

Dengan begitu para nabi dan pelanjutnya (khalifah dan imamah) adalah ulama yang
memegang otoritas kekuasaan yaitu pemimpin pemerintahan. Jadi kekuasaan dilakukan
dalam rangka nahi mungkar (mengantisipasi dekadensi moral) sedang untuk masyarakat yang
baik dan benar dilakukan amar makruf disebut dengan pelayanan.

Ketika kita akan melarang para pelaku dekadensi moral seperti perjudian,
perampokan, film cabul, narkoba, mabuk-mabukan, pelacuran dan lain-lain maka akan ada
perlawanan dari para pelaku tindak kriminal tersebut oleh karena itu perlu kekuasaan untuk
mengantisipasinya, walaupun kekuasaan itu negatif karena tidak menghormati orang lain
tetapi kalau negatif itu dikaitkan dengan negatif akan menghasilkan positif, itulah sebabnya
pada masing-masing negara maka pemerintahannya membentuk kejaksaan dan polisi.

Maksudnya bila kekuasaan ditujukan untuk melarang tindak kriminal misalnya


kewibawaan polisi, kejaksaan dan aparat hukum pemerintahan lainnya maka akan aman dan
tertiblah suatu daerah atau suatu negara. Kekuasaan itu sendiri adalah kekuatan seseorang
atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauannya sendiri, dengan
begitu kekuasaan adalah pengaruh seseorang atau sekelompok orang tersebut yang dapat
dihitung hasilnya misalnya berapa luas kekuasaan itu sendiri berpengaruh, berapa luas
wilayahnya atau berapa jumlah orang yang tunduk dan patuh.

Kekuasan dapat diperoleh lewat kemarahan dan kekerasan, atau lewat wibawa dan
penampilan tetapi juga dapat lewat kemampuan memberi sesuatu dan janji, selain karena
kewibawaan kecerdasan. Legitimasi seseorang dan hubungan kekerabatan seseorang dengan
yang akan dikuasai juga dapat berpengaruh.

Tetapi terkadang kekuasaan ini berakhir apabila hilangnya kekuatan itu sendiri oleh
karena itu kekuasaan harus dipelajari melalui berbagai ilmu seperti kejiwaan manusia,
strategi pendekatan, karena kekuasaan itu sangat diperlukan untuk mengatur dan
mengantisipasi agar tidak muncul kejahatan bagi kelompok moralis.

Kekuasaan juga diperlukan dalam memungut pajak karena akan dipergunakan


pemerintah untuk memperoleh dana bagi keberadaan biaya negara, itulah sebabnya negara
diperbolehkan memaksa, bahkan untuk tingkat kejahatan dibuat penjara dan hukuman mati.

B. Sumber Kekuasaan

Menurut JRP French dan Beatram Raven kekuasaan dapat muncul bersumber dari coercive
power, legitimate power, expert power, reward power, dan reverent power, tetapi berbagai
pengarang lainnya menambahkannya dengan connection power dan information power.
Berbagai sebab sumber kekuasaan tersebut diuraikan antara lain yaitu sebagai berikut:

1 . Coercive Power

Caercive Power adalah kekuasan yang diperoleh karena sering menunjukkan


kekerasan baik dalam kepemimpinannya maupun dalam berbagai kepengurusan, unsur-unsur
yang harus dipenuhi adalah sering membentak, menggunakan senjata, sering marah, oleh
karena itu diperlukan suara yang keras, badan yang tegap dan besar, tetapi beresiko ketika
seseorang yang sedang berkuasa itu suatu ketika sakit dan melemah kekuasaannya.

2. Legitimate Power

Legitimate Power adalah kekuasan yang diperoleh karena mendapat surat keputusan,
mendapat ijazah, mendapat pengangkatan sehingga absah untuk memimpin, dan absah untuk
memerintah dan menundukkan orang lain, resikonya adalah tidak menutup kemungkinan
setelah memegang surat keputusan, ijazah dan pengangkatan malahan tidak mampu
memanfaatkan kekuasaan itu

3. Expert Power

Expert Power adalah kekuasan yang diperoleh karena seseorang tersebut memiliki
keahlian tertentu sehingga orang lain Membutuhkan keahliannya, kecerdasan, keterampilan,
baik dalam mengajar, ataupun tempat bertanya, bahkan tidak menutup kemungkinan orang
lain membayarnya, dengan demikian yang bersangkutan menjadi mampu memerintah, dan
menyuruh sebagai awal kekuasaan.

4. Reward Power

Reward Power adalah kekuasaan yang diperoleh karena seseorang tersebut sering
memberi kepada pihak lain sehingga resikonya orang yang diberi berutang budi dan bersedia
diatur dan disuruh oleh orang yang membayar, jadi bukan berarti kekuasaan yang diberikan
dari seseorang kepada seseorang tetapi kekuasaan yang diperoleh dengan sendirinya karena
banyaknya pemberian dari sang penguasa.

5. Reverent Power

Reverent Power adalah kekuasaan yang diperoleh karena seseorang mempunyai daya
tarik tertentu misalnya seorang yang cantik, seorang yang tampan, seorang besar dan tinggi
besar badannya dan oleh karena itu tidak sedikit seorang pemimpin agar berkuasa lalu
memakai pangkat, pakaian dinas, bintang kehormatan agar terlihat gagah dan menarik,
bahkan pemerintah terkadang memakai bintang film dalam menambah daya tarik
kampanyenya.

6. Connection Power

Connection Power adalah kekuasan yang diperoleh karena seseorang mempunyai


hubungan silaturahmi yang luas dengan orang lain, hal ini disebut juga saat ini dengan
koneksi nepotisme, namun bagaimanapun kekuasaan seseorang itu muncul karena banyaknya
sahabat. relasi, keluarga, almamater, teman, persekongkolan dengan pihak lain.

7. Information Power

Information Power adalah kekuasan yang diperoleh karena seseorang mempunyai


data, infomasi, fakta dan lain lain sehingga pihak lain membutuhkan dirinya, itulah sebabnya
wartawan baik dari media elektronik, maupun mendia cetak apaladi internet sangat memiliki
kekuasaan saat ini karena menghimpun data dengan sangat sempurna.

Selain daripada itu ketika kekuasaan sudah direbut tidak menutup kemungkinan
pemerintah tidak berkuasa karena kekuasan tetap berada di tangan pedagang, di tangan
militer, di tangan partai politik, di tangan keluarga istana, di tangan cendekiawan bahkan
mungkin juga di tangan para ulama dan rohaniawan, maka oleh karena itu menurut Strauss
kekuasaan dapat ditumbuh-kembangkan melalui:

1. Be Food Approach

Be Food Approach adalah cara untuk meningkatkan serta menumbuh-kembangkan


kekuasaan dengan cara berlaku baik dengan semua orang, yaitu bermanis muka, membagi
uang, ramah serta santun dan pura-pura melayani.

2. Be Strong Approach

Be Strong Approach adalah cara untuk meningkatkan serta menumbuh-kembangkan


kekuasaan dengan cara kekerasan, yaitu marah dengan mengandalkan pangkat, kekuasaan,
kekerasan, kalau perlu bentakan dan pukulan oleh karena itu pergunakan pakaian dinas
seragam yang menyeramkan.

3. Be Competitian

Be Competitian adalah cara untuk meningkatkan serta menumbuh-kembangkan


kekuasaan dengan cara melombakan staf ataupun anak buah, dengan begitu staf dan anak
buah akan bertanding mengerjakan pekerjaan seperti pemerintah memberikan hadiah pada
kota besih dalam bentuk adi pura serta bintang penghargaan.

4. Implicite Bargaining

Implicite Bargaining adalah cara untuk meningkatkan serta menumbuh-kembangkan


kekuasaan dengan cara membuat perjanjian sebelumnya dengan bawahan dengan demikian
bawahan akan terikat pada perjanjian tersebut walaupun tidak tertulis tetapi apalagi akan
lebih kuat pengaruhnya bila tertulis.

5. Internalized Motivation

Internalized Motivation adalah cara untuk meningkatkan serta menumbuh-


kembangkan kekuasaan dengan cara menanamkan kesadaran kepada bawahan tentang arti
kerja sama dan tujuan bersama organisasi yang telah direncanakan semula untuk dicapai
sesegera mungkin.

C. Pembagian Kekuasaan

Voz Populey Vox Dey artinya adalah suara rakyat adalah suara Tuhan. dengan demikian
demokrasi akan dapat terwujud karena segala sesuatu dari rakyat dan untuk rakyat, tetapi
kenyataan rakyat itu selalu terinjak karena walaupun mereka berjumlah banyak hanya diam
(silent mayority) ketika dizalimi, padahal pemerintah yang berkuasa berdalih bahwa
kekuasaan pemerintah ditujukan untuk kepentingan rakyat, oleh karena itu kekuasaan yang
menjadi cikal bakal tertindasnya rakyat harus dibagi-bagi sebagai berikut:

1. Eka Praja

Eka Praja adalah kekuasaan yang berada di tangan satu kelompok, hal ini sudah
barang tentu sangat tirani, karena pihak yang membuat peraturan itu sendiri yang
menjalankan peraturan dan apabila ada pihak lain yang salah mereka sendiri pula yang
mengadili, oleh karena kata-kata mereka adalah undang-undang (peraturan) disebut dengan
L' etat ces Moi (negara adalah saya) sebagaimana keberadaan Firaun di zaman dulu.

2. Dwi Praja

Dwi Praja adalah kekuasaan yang berada di tangan dua kelompok yaitu yang
menjalankan undang-undang (para administrator negara) dan yang membuat undang-undang
(para politikus) hal ini dikemukakan oleh Woodrow Wilson dan kemudian pada kesempatan
yang terpisah juga dipopulerkan oleh Frank J. Goodnow. Kalau eksekutif kuat dalam
menjalankan administrasinya maka legislatif akan lemah, begitu sebaliknya.

3. Tri Praja

Tri Praja adalah kekuasaan yang berada di tangan tiga kelompok yaitu sebagaimana
dikemukakan oleh Montesquieu bernama Eksekutif (yang menjalankan undang undang),
Legislatif (yang membuat undang undang) dan Yudikatif (yang melakukan peradilan undang
undang). Hanya saja kemudian John Locke mengatakan bahwa Yudikatif selalu terpengaruh
oleh Eksekutif sebagaimana keberadaan Mahkamah Agung terhadap Menteri Kehakiman di
zaman orde baru, maka yang perlu dijaga adalah tidak lepasnya daerah menjadi negara bagian
yang berdiri sendiri bahkan melawan kepada pemerintah pusat, untuk itu dibuat lembaga
Kekuasaan Federatif, sana dengan keberadaan lembaga otonomi daerah.
4. Catur Praja

Catur Praja adalah kekuasaan yang berada di tangan empat kelompok yaitu
sebagaimana dikemukakan oleh Van Hoelln Hoven yaitu kekuasaan regeling, bestuur,
rechtssapraak, dan politie keberadaan polisi adalah untuk memberikan kekuasaan penertiban
kepada kepolisian agar eksekutif tidak sewenang-wenang dalam kekuasaannya menjalankan
undang-undang.

5. Panca Praja

Panca Praja adalah kekuasaan yang berada di tangan lima kelompok yaitu
sebagaimana dikemukakan oleh Lemaire yaitu wetgeving, bestuur, politie, rechtssapraak, dan
bestuur zorg kelima kekuasaan ini untuk menyeimbangkan (evenwichtiheid) antara kekuasaan
pemerintahan dengan pelayanan pemerintahan.

D. Legitimasi Kekuasaan

Legitimasi adalah kesesuaian sesuatu tindakan perbuatan dengan hukum yang berlaku, atau
peraturan yang ada baik hukum formal, etis, adat istiadat ataupun hukum kemasyarakatan
yang sudah lama tercipta-secara sah

Dalam legitimasi kekuasaan bila seorang pimpinan menduduki jabatan tertentu atau
memiliki kekuasan adalah bila yang bersangkutan melalui pengangkatan sehingga dianggap
absah menjalankan kekuasaannya, inilah disebut dengan legal, absah, atau sesuai hukum.

Masyarakat setuju apabila kekuasaan itu sudah sesuai dengan peraturan, sesuai adat
istiadat, sesuai peraturan kebiasaan yang sudah berlaku lama. Para nabi dan rasul adalah
orang yang baru saja datang membawa peraturan baru dari Tuhan sehingga biasanya bentrok
dengan keberadaan adat lama yang belum beradab tetapi didukung oleh penguasa.

E. Lembaga Kekuasaan

Secara keseluruhan lembaga kekuasaan itu adalah eksekutif, legislatif, yudikatif, konstitutif,
inspektif, konsultatif yang diuraikan sebagai berikut :

1. Eksekutif
Eksekutif adalah lembaga yang menjalankan undang-undang disebut juga sebagai ulil
amri atau khalifah atau imam atau amirul atau pemerintah, yang dikepalai oleh seorang
perdana menteri bagi kabinet parlementer dan atau merangkap kepala negara dalam kebinet
presidensial.

2. Legislatif

Legislatif adalah lembaga yang membuat undang-undang disebut juga sebagai


parlemen karena parle berarti bicara, artinya mereka harus menyampaikan pendapatnya
sebagai artikulasi kepentingan dan agregasi kepentingan masyarakat, mereka diambil dari
partai politik karena merupakan perwujudan politik masyarakat.

3. Yudikatif

Yudikatif adalah lembaga yang peradilan bagi pelanggar undang-undang disebut juga
sebagai qadhi syuraih atau mahkamah agung, sebagai supremasi hukum tertinggi dalam
sebuah negara, terdiri dari para hakim sama saja buruknya apabila melakukan pelepasan
orang bersalah di satu pihak atau di lain pihak dengan menghukum orang yang tidak bersalah.

4. Konstitutif

Konstitutif adalah lembaga yang bersama memantau keberadaan kepala negara


sebagai pelaksana undang-undang disebut juga sebagai syura ne gahdan atau majelis syura
atau majelis permusyawaratan rakyat, keberadaan lembaga ini ditemui di Iran, Prancis dan
Indonesia.

5. Inspektif

Inspektif adalah lembaga yang melakukan pemeriksaan keuangan pemerintah dan


apabila memperoleh data penyelewengan akan diserahkan kepada para wakil rakyat di
lembaga legislatif.

6. Konsultatif

Konsultatif adalah lembaga yang memberikan nasihat dan pertimbangan kepada


pemerintah diminta atau tidak diminta jadi didalamnya dibentuk dari para pakar agama, para
pakar ilmu,para pakar moral, lembaga ini disebut juga sebagai ahlul ahli wal aqdi.

F. Hubungan Kekuasaan
Pembangunan politik di negara berkembang bertolak belakang dengan pembangunan
ekonomi, misalnya ketika kita hendak meningkatkan pembangunan politik dimana sebagai
wakil rakyat yang mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan masyarakat legislatif
harus menyuarakan kebutuhan masyarakat, itulah sebabnya mereka disebut sebagai anggota
parlemen karena “parle" berarti bicara, akibatnya mereka sering mengkritik pemerintah
dalam sebuah mosi tidak percaya karena yakin bahwa pihak eksekutif inilah yang
bertanggung jawab terhadap salahnya eksekutif melaksanakan jalannya penyelenggaraan
pemerintahan, munculnya korupsi yang menggelapkan uang negara, terjadinya kolusi yang
memenangkan tender pihak tertentu yang melakukan penyogokan, dan terjadinya nepotisme
yang memilih keluarga mereka yang tidak berbakat dalam mengisi jabatan lowong dalam
pemerintahan. Kritik legislatif dalam mosi tidak percaya yang biasanya disampaikan dalam
laporan pertanggungiawaban jabatan, maka hal ini kemudian membuat pemerintah berjatuhan
baik bupati maupun para kepala bagian sekretariat daerah dalam tugasnya, akan berakibat
terhadap terhambatnya berbagai lajunya pembangunan ekonomi bahkan gaji
pegawaipun tersendat, gambar dibawah ini akan memperjelas keterangan.

MOSI
LEGISLATIF EKSEKUTIF

Pembangunan politik Pemembangunan Ekononi

Gambar : Hubungan legislatif yang kuat dengan eksekutif yang lemah

Jadi dari gambar tersebut di atas jelas bahwa dalam pembangunan politik yang
semakin meningkat akan berbanding terbalik dengan pembangunan ekonomi yang semakin
merosot. inilah yang terjadi akhir-akhir ini di negara kita sejak dicetuskannya era
keterbukaan, para anggota legislatif yang hampir setiap saat menghujat pemerintah itupun
karena mereka didesak oleh demonstrasi yang tidak henti-hentinya di diberbagai daerah.

Sebaliknya bila dibandingkan dengan keadaan sebelum reformasi , dimana pihak


eksekutif mengkebiri pihak legislatif karena bahkan ada anggota legislatif adalak isteri dan
anak aparat eksekutif yang tidak mungkin mengkritik kepala rumah tangganya, sehingga
akhirnya pihak legislatif dikenal dengan istilah yaitu 7D (datang duduk, diam, duit, dengar,
dengkur, dosa) artinya anggota hanya berdiam diri saja selama sidang tetapi memperoleh
honor yang lumayan besarnya. Itulah yang membuat pihak eksekutif seenaknya melakukan
korupsi, kolusi dan nepotisme karena tidak akan ada kritik dari legislatif, gambar tersebut di
bawah ini akan memperjelas keterangan.

KEBIRI
LEGISLATIF EKSEKUTIF

Pembangunan Politik Pembanganan Ekonomi


Gambar : Hubungan legislatif yang lemah dengan eksekutif yang kuat

Jadi dari gambat tersebut di atas terlihat bahwa di berbagai daerah yang baru
berkembang meningkatnya pembangunan ekonomi terkadang beresiko terhadap terkebirinya
pembangunan politik.

Konsensus Konflik
Nasionalisme Demokrasi
Hukum Hak Asasi
Sila III Pancasila Sila IV Pancasila
Effectiveness Responsivaness
Kekuatan Eksekutif Kebebasan Legislatif

Gambar : keseimbangan
Sumber : Inu Kencana, Ekologi Pemerintahan, Penerbit PT, Pertja Jakarta.

Dari kedua gambar tersebut di atas maka hendaknya pemerintah baik badan eksekutif
maupun badan legislatif di daerah harus menyeimbangkan pemerintahannya.

Dari gambar tersebut jelas terlihat bahwa pemerintah harus menyeimbangkan antara
kiri dan kanan, bila kekiri-kirian akan beresiko tirani yaitu demi nasionalisme, demi
efektivitas, demi hukum dan konsensus nasional, maka pihak eksekutif diutamakan baik
dalam menertibkan masyarakat, maupun dalam menerapkan aturan daerah . Sebaliknya bila
kekanan-kananan maka demi mendengar pendapat orang lain, demi demokratisasi, maka
resikonya akan terjadi konflik antar pendapat berbagai golongan karena masyarakat terdiri
dari begitu banyak selera, begitu banyak kepentingan, begitu banyak cita rasa. Inilah yang
kemudian dianggap anarkis.

You might also like