Professional Documents
Culture Documents
A. Filsafat Kekuasaan
Kekuasaan senantiasa ada dalam setiap masyarakat baik yang masih bersahaja
maupun yang sudah besar atau rumit susunannya. Akan tetapi walaupun ada kekuasaan tidak
dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat. justru karena pembagian yang tidak
merata itulah timbul makna yang pokok dari kekuasaan, yaitu kemampuan untuk
mempengaruhi pihak lain untuk kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.
Jadi kekuasaan dapat didefinisikan sebagai hasil pengaruh yang dinginkan seseorang
atau sekelompok orang, sehingga dengan begitu dapat merupakan sesuatu konsep kuantitatif
karena dapat dihitung hasilnya. Misalnya berapa luas wilayah jajahan seseorang, berapa
banyak orang yang berasil dipengaruhinya. berapa lama yang bersangkutan berkuasa, berapa
banyak uang, barang dan jasa yang dikuasainya.
Dari uraian tersebut di muka berarti secara filsafati kekuasan meliputi ruang, waktu,
barang dan manusia. Tetapi pada ghalibnya kekuasaan itu ditujukan pada diri manusia
terutama kekuasaan dalam pemerintahan negara.
Akan halnya kekuasaan negara dalam menguasai masyarakat memiliki otoritas dan
kewenangan, yaitu otoritas dalam arti hak untuk memiliki legitimasi yaitu berupa keabsyahan
untuk berkuasa sedangkan kewenangan adalah hak untuk ditaati oleh orang lain.
Sebagai kekuasaan yang dilembagakan maka pemerintahan suatu negara tidak hanya
tampak sebagai kenyataan memiliki kekuasaan tetapi juga mempunyai hak untuk menguasai,
termasuk menguasai hidup orang lain (dalam hal menghukum mati), hak untuk merebut
kekayaan (dalam arti memungut pajak) dan menahan kebebasan orang lain (dalam arti
memenjarakan seseorang).
Seluruhnya ini bermula dari keinginan sekelompok orang untuk mencapai organisasi
kemasyarakatan lalu mereka bersedia bila ada seseorang atau sekelompok orang yang akan
melaksanakan kewibawaan memeilihara mereka, disebut pemimpin pemerintahan. Pemimpin
pemerintahan tersebut sudah barang tentu tidak dapat begitu saja berasal dari pihak luar,
sehingga dengan sendirinya lahirlah pemimpin pemerintahan dari salah seorang di antara
mereka (ulil amri minkum) yaitu mereka yang dapat memimpin masyarakat lain, mempunyai
kekuatan, memiliki wibawa yang melebihi pihak lainnya, inilah kekuasaan.
Kasta-kasta dan derajat keningratan adalah salah satu contoh akibat yang dihasilkan
kekuasaan turun temurun yang muncul dalam masyarakat.
Dengan begitu para nabi dan pelanjutnya (khalifah dan imamah) adalah ulama yang
memegang otoritas kekuasaan yaitu pemimpin pemerintahan. Jadi kekuasaan dilakukan
dalam rangka nahi mungkar (mengantisipasi dekadensi moral) sedang untuk masyarakat yang
baik dan benar dilakukan amar makruf disebut dengan pelayanan.
Ketika kita akan melarang para pelaku dekadensi moral seperti perjudian,
perampokan, film cabul, narkoba, mabuk-mabukan, pelacuran dan lain-lain maka akan ada
perlawanan dari para pelaku tindak kriminal tersebut oleh karena itu perlu kekuasaan untuk
mengantisipasinya, walaupun kekuasaan itu negatif karena tidak menghormati orang lain
tetapi kalau negatif itu dikaitkan dengan negatif akan menghasilkan positif, itulah sebabnya
pada masing-masing negara maka pemerintahannya membentuk kejaksaan dan polisi.
Kekuasan dapat diperoleh lewat kemarahan dan kekerasan, atau lewat wibawa dan
penampilan tetapi juga dapat lewat kemampuan memberi sesuatu dan janji, selain karena
kewibawaan kecerdasan. Legitimasi seseorang dan hubungan kekerabatan seseorang dengan
yang akan dikuasai juga dapat berpengaruh.
Tetapi terkadang kekuasaan ini berakhir apabila hilangnya kekuatan itu sendiri oleh
karena itu kekuasaan harus dipelajari melalui berbagai ilmu seperti kejiwaan manusia,
strategi pendekatan, karena kekuasaan itu sangat diperlukan untuk mengatur dan
mengantisipasi agar tidak muncul kejahatan bagi kelompok moralis.
B. Sumber Kekuasaan
Menurut JRP French dan Beatram Raven kekuasaan dapat muncul bersumber dari coercive
power, legitimate power, expert power, reward power, dan reverent power, tetapi berbagai
pengarang lainnya menambahkannya dengan connection power dan information power.
Berbagai sebab sumber kekuasaan tersebut diuraikan antara lain yaitu sebagai berikut:
1 . Coercive Power
2. Legitimate Power
Legitimate Power adalah kekuasan yang diperoleh karena mendapat surat keputusan,
mendapat ijazah, mendapat pengangkatan sehingga absah untuk memimpin, dan absah untuk
memerintah dan menundukkan orang lain, resikonya adalah tidak menutup kemungkinan
setelah memegang surat keputusan, ijazah dan pengangkatan malahan tidak mampu
memanfaatkan kekuasaan itu
3. Expert Power
Expert Power adalah kekuasan yang diperoleh karena seseorang tersebut memiliki
keahlian tertentu sehingga orang lain Membutuhkan keahliannya, kecerdasan, keterampilan,
baik dalam mengajar, ataupun tempat bertanya, bahkan tidak menutup kemungkinan orang
lain membayarnya, dengan demikian yang bersangkutan menjadi mampu memerintah, dan
menyuruh sebagai awal kekuasaan.
4. Reward Power
Reward Power adalah kekuasaan yang diperoleh karena seseorang tersebut sering
memberi kepada pihak lain sehingga resikonya orang yang diberi berutang budi dan bersedia
diatur dan disuruh oleh orang yang membayar, jadi bukan berarti kekuasaan yang diberikan
dari seseorang kepada seseorang tetapi kekuasaan yang diperoleh dengan sendirinya karena
banyaknya pemberian dari sang penguasa.
5. Reverent Power
Reverent Power adalah kekuasaan yang diperoleh karena seseorang mempunyai daya
tarik tertentu misalnya seorang yang cantik, seorang yang tampan, seorang besar dan tinggi
besar badannya dan oleh karena itu tidak sedikit seorang pemimpin agar berkuasa lalu
memakai pangkat, pakaian dinas, bintang kehormatan agar terlihat gagah dan menarik,
bahkan pemerintah terkadang memakai bintang film dalam menambah daya tarik
kampanyenya.
6. Connection Power
7. Information Power
Selain daripada itu ketika kekuasaan sudah direbut tidak menutup kemungkinan
pemerintah tidak berkuasa karena kekuasan tetap berada di tangan pedagang, di tangan
militer, di tangan partai politik, di tangan keluarga istana, di tangan cendekiawan bahkan
mungkin juga di tangan para ulama dan rohaniawan, maka oleh karena itu menurut Strauss
kekuasaan dapat ditumbuh-kembangkan melalui:
1. Be Food Approach
2. Be Strong Approach
3. Be Competitian
4. Implicite Bargaining
5. Internalized Motivation
C. Pembagian Kekuasaan
Voz Populey Vox Dey artinya adalah suara rakyat adalah suara Tuhan. dengan demikian
demokrasi akan dapat terwujud karena segala sesuatu dari rakyat dan untuk rakyat, tetapi
kenyataan rakyat itu selalu terinjak karena walaupun mereka berjumlah banyak hanya diam
(silent mayority) ketika dizalimi, padahal pemerintah yang berkuasa berdalih bahwa
kekuasaan pemerintah ditujukan untuk kepentingan rakyat, oleh karena itu kekuasaan yang
menjadi cikal bakal tertindasnya rakyat harus dibagi-bagi sebagai berikut:
1. Eka Praja
Eka Praja adalah kekuasaan yang berada di tangan satu kelompok, hal ini sudah
barang tentu sangat tirani, karena pihak yang membuat peraturan itu sendiri yang
menjalankan peraturan dan apabila ada pihak lain yang salah mereka sendiri pula yang
mengadili, oleh karena kata-kata mereka adalah undang-undang (peraturan) disebut dengan
L' etat ces Moi (negara adalah saya) sebagaimana keberadaan Firaun di zaman dulu.
2. Dwi Praja
Dwi Praja adalah kekuasaan yang berada di tangan dua kelompok yaitu yang
menjalankan undang-undang (para administrator negara) dan yang membuat undang-undang
(para politikus) hal ini dikemukakan oleh Woodrow Wilson dan kemudian pada kesempatan
yang terpisah juga dipopulerkan oleh Frank J. Goodnow. Kalau eksekutif kuat dalam
menjalankan administrasinya maka legislatif akan lemah, begitu sebaliknya.
3. Tri Praja
Tri Praja adalah kekuasaan yang berada di tangan tiga kelompok yaitu sebagaimana
dikemukakan oleh Montesquieu bernama Eksekutif (yang menjalankan undang undang),
Legislatif (yang membuat undang undang) dan Yudikatif (yang melakukan peradilan undang
undang). Hanya saja kemudian John Locke mengatakan bahwa Yudikatif selalu terpengaruh
oleh Eksekutif sebagaimana keberadaan Mahkamah Agung terhadap Menteri Kehakiman di
zaman orde baru, maka yang perlu dijaga adalah tidak lepasnya daerah menjadi negara bagian
yang berdiri sendiri bahkan melawan kepada pemerintah pusat, untuk itu dibuat lembaga
Kekuasaan Federatif, sana dengan keberadaan lembaga otonomi daerah.
4. Catur Praja
Catur Praja adalah kekuasaan yang berada di tangan empat kelompok yaitu
sebagaimana dikemukakan oleh Van Hoelln Hoven yaitu kekuasaan regeling, bestuur,
rechtssapraak, dan politie keberadaan polisi adalah untuk memberikan kekuasaan penertiban
kepada kepolisian agar eksekutif tidak sewenang-wenang dalam kekuasaannya menjalankan
undang-undang.
5. Panca Praja
Panca Praja adalah kekuasaan yang berada di tangan lima kelompok yaitu
sebagaimana dikemukakan oleh Lemaire yaitu wetgeving, bestuur, politie, rechtssapraak, dan
bestuur zorg kelima kekuasaan ini untuk menyeimbangkan (evenwichtiheid) antara kekuasaan
pemerintahan dengan pelayanan pemerintahan.
D. Legitimasi Kekuasaan
Legitimasi adalah kesesuaian sesuatu tindakan perbuatan dengan hukum yang berlaku, atau
peraturan yang ada baik hukum formal, etis, adat istiadat ataupun hukum kemasyarakatan
yang sudah lama tercipta-secara sah
Dalam legitimasi kekuasaan bila seorang pimpinan menduduki jabatan tertentu atau
memiliki kekuasan adalah bila yang bersangkutan melalui pengangkatan sehingga dianggap
absah menjalankan kekuasaannya, inilah disebut dengan legal, absah, atau sesuai hukum.
Masyarakat setuju apabila kekuasaan itu sudah sesuai dengan peraturan, sesuai adat
istiadat, sesuai peraturan kebiasaan yang sudah berlaku lama. Para nabi dan rasul adalah
orang yang baru saja datang membawa peraturan baru dari Tuhan sehingga biasanya bentrok
dengan keberadaan adat lama yang belum beradab tetapi didukung oleh penguasa.
E. Lembaga Kekuasaan
Secara keseluruhan lembaga kekuasaan itu adalah eksekutif, legislatif, yudikatif, konstitutif,
inspektif, konsultatif yang diuraikan sebagai berikut :
1. Eksekutif
Eksekutif adalah lembaga yang menjalankan undang-undang disebut juga sebagai ulil
amri atau khalifah atau imam atau amirul atau pemerintah, yang dikepalai oleh seorang
perdana menteri bagi kabinet parlementer dan atau merangkap kepala negara dalam kebinet
presidensial.
2. Legislatif
3. Yudikatif
Yudikatif adalah lembaga yang peradilan bagi pelanggar undang-undang disebut juga
sebagai qadhi syuraih atau mahkamah agung, sebagai supremasi hukum tertinggi dalam
sebuah negara, terdiri dari para hakim sama saja buruknya apabila melakukan pelepasan
orang bersalah di satu pihak atau di lain pihak dengan menghukum orang yang tidak bersalah.
4. Konstitutif
5. Inspektif
6. Konsultatif
F. Hubungan Kekuasaan
Pembangunan politik di negara berkembang bertolak belakang dengan pembangunan
ekonomi, misalnya ketika kita hendak meningkatkan pembangunan politik dimana sebagai
wakil rakyat yang mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan masyarakat legislatif
harus menyuarakan kebutuhan masyarakat, itulah sebabnya mereka disebut sebagai anggota
parlemen karena “parle" berarti bicara, akibatnya mereka sering mengkritik pemerintah
dalam sebuah mosi tidak percaya karena yakin bahwa pihak eksekutif inilah yang
bertanggung jawab terhadap salahnya eksekutif melaksanakan jalannya penyelenggaraan
pemerintahan, munculnya korupsi yang menggelapkan uang negara, terjadinya kolusi yang
memenangkan tender pihak tertentu yang melakukan penyogokan, dan terjadinya nepotisme
yang memilih keluarga mereka yang tidak berbakat dalam mengisi jabatan lowong dalam
pemerintahan. Kritik legislatif dalam mosi tidak percaya yang biasanya disampaikan dalam
laporan pertanggungiawaban jabatan, maka hal ini kemudian membuat pemerintah berjatuhan
baik bupati maupun para kepala bagian sekretariat daerah dalam tugasnya, akan berakibat
terhadap terhambatnya berbagai lajunya pembangunan ekonomi bahkan gaji
pegawaipun tersendat, gambar dibawah ini akan memperjelas keterangan.
MOSI
LEGISLATIF EKSEKUTIF
Jadi dari gambar tersebut di atas jelas bahwa dalam pembangunan politik yang
semakin meningkat akan berbanding terbalik dengan pembangunan ekonomi yang semakin
merosot. inilah yang terjadi akhir-akhir ini di negara kita sejak dicetuskannya era
keterbukaan, para anggota legislatif yang hampir setiap saat menghujat pemerintah itupun
karena mereka didesak oleh demonstrasi yang tidak henti-hentinya di diberbagai daerah.
KEBIRI
LEGISLATIF EKSEKUTIF
Jadi dari gambat tersebut di atas terlihat bahwa di berbagai daerah yang baru
berkembang meningkatnya pembangunan ekonomi terkadang beresiko terhadap terkebirinya
pembangunan politik.
Konsensus Konflik
Nasionalisme Demokrasi
Hukum Hak Asasi
Sila III Pancasila Sila IV Pancasila
Effectiveness Responsivaness
Kekuatan Eksekutif Kebebasan Legislatif
Gambar : keseimbangan
Sumber : Inu Kencana, Ekologi Pemerintahan, Penerbit PT, Pertja Jakarta.
Dari kedua gambar tersebut di atas maka hendaknya pemerintah baik badan eksekutif
maupun badan legislatif di daerah harus menyeimbangkan pemerintahannya.
Dari gambar tersebut jelas terlihat bahwa pemerintah harus menyeimbangkan antara
kiri dan kanan, bila kekiri-kirian akan beresiko tirani yaitu demi nasionalisme, demi
efektivitas, demi hukum dan konsensus nasional, maka pihak eksekutif diutamakan baik
dalam menertibkan masyarakat, maupun dalam menerapkan aturan daerah . Sebaliknya bila
kekanan-kananan maka demi mendengar pendapat orang lain, demi demokratisasi, maka
resikonya akan terjadi konflik antar pendapat berbagai golongan karena masyarakat terdiri
dari begitu banyak selera, begitu banyak kepentingan, begitu banyak cita rasa. Inilah yang
kemudian dianggap anarkis.