You are on page 1of 11

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi, keselamatan
dan kesehatan di tempat kerja menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan
kerugian yang dialami apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Salah
satu permasalahan kecelakaan terbesar di dunia adalah masalah kebakaran,
karena apabila terjadi kebakaran akan banyak pihak yang dirugikan, antara lain
pihak investor, para pekerja, pemerintah maupun masyarakat luas. Walaupun
perkembangan teknologi semakin pesat, kejadian kebakaran tetap meningkat dan
tidaklah berkurang. (Prawira, 2009)
Terjadinya kebakaran tidak hanya dapat menghilangkan harta benda maupun
nyawa, akan tetapi menganggu keberlangsungan kegiatan operasional sehingga
menganggu stabilitas dan kontinuitas kegiatan yang pada akhirnya menyebabkan
semakin besarnya kerugian financial yang ditanggung oleh perusahaan.
(Harlinanto, 2015)
Berdasarkan Situs Masyarakat Profesi Proteksi Kebakaran Indonesia
(MP2KI), kebakaran yang terjadi di DKI Jakarta dari Tahun 1998-2008 sebanyak
8243 kasus dengan kerugian mencapai kurang lebih 1,2 triliun rupiah.

Tabel 1.1 Data dan Kerugian Kejadian Kebakaran


Kebakaran yang terjadi di gedung perkuliahanpun tidak sedikit. Kejadian
kebakaran yang juga pernah terjadi adalah di Gedung C Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia Depok Jawa Barat pada tahun 2014.
Penyebab kebakaran tersebut diduga karena AC mengalami korsleting. Tidak terdapat
korban jiwa pada peristiwa tersebut karena kebakaran terjadi pada saat liburan kuliah.
Namun, akibat dari kebakaran tersebut, berbagai dokumen penting ludes dilahap
sijago merah. (Kompas 22 Januari 2014). Kebakaranpun terjadi di Gedung Rektorat
Universitas Malikussaleh di Gampong Desa Reulet, Kecamatan Muara Baru,
Kabupaten Aceh Utara. (okezone 18 Agustus 2017).
Kerugian yang disebabkan karena bahaya kebakaran itu sangat besar. Tidak
hanya kerugian secara langsung tetapi juga dapat menimbulkan kerugian tidak
langsung, seperti biaya kompensasi kepada pekerja, dan juga penurunan citra suatu
perusahaan, dll. Dikarenakan kerugian yang tidak sedikit tersebut perlu diadakan
upaya untuk mencegah terjadinya kebakaran atau setidaknya dapat mengurangi resiko
yang ditimbulkan bila terjadi kebakaran.
Upaya penanggulangan kebakaran harus menjadi komitmen dari pihak yang
terlibat seperti pihak perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Hal ini dikarenakan
kebakaran merupakan suatu musibah yang dapat menimbulkan berbagai macam
kerugian. Salah satu upaya penanggulangan kebakaran terutama mencegah dan
mengurangi akibat buruk dari kebakaran adalah dengan tersedianya sarana proteksi
kebakaran yang memenuhi standar.
Salah satu cara pencegahan kebakaran dengan menggunakan APAR dianggap
lebih efektif untuk memadamkan kebakaran secara dini, agar kebakaran tidak
membesar, maka pada kondisi seperti inilah perlu dilakukan perancangan terhadap
sistem sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada APAR di suatu
gedung.
Gedung baru perpustakaan PPNS berlantai 6 ini memiliki luas 5520 m2 yang
terdapat dokumen-dokumen penting dan barang-barang berharga masih belum
tersedia alat proteksi kebakaran aktif seperti APAR yang memadai, padahal salah satu
cara pemadaman awal yang tepat adalah dengan menggunakan APAR. Alat Pemadam
Api Ringan atau APAR adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang
untuk memadamkan api pada mula terjadinya kebakaran. Namun jumlah APAR yang
tersedia belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, dilakukan
perancangan mengenai jumlah, jenis, dan peletakkan APAR di Gedung Baru PPNS
agar dapat mencegah terjadinya kebakaran yang semakin melebar.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun perumusan masalah yang akan dibahas pada tugas besar SPPK ini adalah
sebagai berikut :
1. Berapa jumlah APAR yang diperlukan pada Gedung Baru di PPNS yang
sesuai dengan Luasan yang ada sesuai dengan PERMENAKERTRANS RI
No. 04 Tahun 1980 dan NFPA 10 Tahun 2013?
2. Apa jenis APAR yang diperlukan pada Gedung Baru di PPNS?
3. Bagaimana perencanaan peletakan APAR pada Gedung

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui jumlah APAR APAR yang diperlukan pada Gedung Baru
di PPNS yang sesuai dengan Luasan yang ada sesuai dengan
PERMENAKERTRANS RI No. 04 Tahun 1980 dan NFPA 10 Tahun 2013
2. Dapat mengetahui jenis APAR yang diperlukan pada Gedung Baru di PPNS
yang sesuai dengan Luasan yang ada sesuai dengan PERMENAKERTRANS
RI No. 04 Tahun 1980 dan NFPA 10 Tahun 2013
3. Dapat menentukan peletakkan APAR sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar Kebakaran

2.1.1 Teori Dasar Api


Definisi api menurut National Fire Protection Association (NFPA)
adalah suatu massa zat yang sedang berpijar yang dihasilkan dalam proses
kimia oksidasi yang berlangsung dengan cepat dan disertai dengan pelepasan
energy/panas. Timbulnya api ini sendiri disebabkan oleh adanya sumber
panas yang berasal dari berbagai bentuk energi yang dapat menjadi sumber
penyulutan dalam segitiga api.

2.1.2 Teori Segitiga Api (Fire Triangle)


Secara sederhana susunan kimiawi dalam proses kebakaran dapat
digambarkan dengan istilah “Segitiga api”. Teori ini menjelaskan bahwa
untuk berlangsungnya proses nyala ai diperlukan adanya tiga unsure okok
yaitu bahan yang dapat terbakar (fuel), oksigen (o2) yang cukup dari udara
atau dari bahan oksidator dan panas yang cukup

Gambar 2.1 Segitiga Api


Ketiga unsure tersebut meliputi:
 Bahan Bakar
Bahan bakar adalah semua jenis bahan yang mudah terbakar. Dilihat
dari wujudnya, bahan bakar dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Bahan bakar padat : kayu, kertas, karet, plastic, dan lain sebagainya
2. Bahan bakar cair : bensin, spirtus, solar, oli, dan lain sebagainya
3. Bahan bakar gas : LPG dan lain sebagainya
 Oksigen
Udara disekitar kita mengandung 21% oksigen. Dalam keadaan
normal, bahan bakar mudah bergabung dengan oksigen. Karena oksigen
adalah suatu gas pembakar, maka keberadaan oksigen aan sangat
menentukan keaktifan pembakaran. Suatu tempat dinyatakan masih
mempunyai keaktifan pembakaran, bila kadar oksigen lebih dari 15%.
Sedangkan pembakaran tidak akan terjadi bila kadar oksigen di udara kurang
dari 12%. Oleh karena itu salah satu teknik pemadaman api yaitu dengan
cara menurunkan kadar oksigen di sekitar daerah pembakaran menjadi
kurang dari 12%.
 Panas
Panas berasal dari matahari, energi mekanik (benturan, gesekan), kompresi,
listrik dan reaksi kimia perpindahan panas dapat radiasi.
Reaksi antara ketiga unsure tersebut hanya akan menghasilkan suatu
nyala api apabila kadar setiap unsure seimbang. Jika salah satu unsure
berkurang maka nyala api akan berkurang dan menyebabkan api padam
dengan sendirinya.
2.1.2 Teori Piramida bidang Empat (Tetrahedron of Fire)
Teori Piramida bidang Empat (Tetrahedron of Fire) Teori segitiga api
mengalami perkembangan yaitu dengan ditemukannya unsur keempat yaitu
terjadinya api yaitu rantai reaksi kimia. Konsep ini dikenal dengan teori
tetrahedron of fire. Teori ini dtemukan berdasarkan penelitian dan
pengembangan bahan pemadam tepung kimia (dry chemical) dab halon
(halogenated hydrocarbon). Ternyata jenis bahan pemadam ini mempunyai
kemampuan memutus rantai reaksi kontinuitas proses api (Fatmawati, 2009).
Gambar 2.2 Fire Tetrahedron (Sumber :
http://www.enggcyclopedia.com/2011/10/combustion- basics-fire-triangle-
tetrahedron/, 2015)
Teori tetrahedron of fire ini didasarkan bahwa dalam panas pembakaran
yang normal akan timbul nyala, reaksi kimia yang terjadi menghasilkan
beberapa zat hasil pembakaran seperti CO, CO2, SO2, asap dan gas. Hasil
lain dari hasil ini adalah adanya radikal bebas dari atom oksigen dan
hydrogen dalam bentuk hidroksil (OH). Bila 2 (dua) gugus OH pecah
menjadi H2O dan radikal bebas O. O radikal ini selanjutnya akan berfungsi
lain sebagai umpan pada proses pembakaran sehingga disebut reaksi
pembakaran berantai (Fatmawati, 2009).
2.1.3 Klasifikasi kebakaran
Klasifikasi Kebakaran Klasifikasi kebakaran yang dimiliki di
Indonesia mengacu pada standard National Fire Protection Association
(NFPA Standard No. 10, for the installation of portable fire extinguishers)
yang telah dipakai oleh PERMENAKERTRANS RI No. Per. 04/MEN/1980
tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api
Ringan (APAR).
Menurut NFPA 10 Tahun 2013 Klasifikasi Kebakaran antara lain yaitu:
 Kelas A
Kebakaran pada benda mudah terbakar yang menimbulkan arang/karbon
(contoh: kayu, kertas, karton/kardus, kain, kulit, plastik)
 Kelas B
Kebakaran pada benda cair dan gas yang mudah terbakar (contoh: bahan
bakar, besin, lilin, gemuk, minyak tanah, thinner)
 Kelas C
Kebakaran pada benda yang menghasilkan listrik atau yang mengandung
unsur listrik
 Kelas D
Kebakaran pada logam mudah terbakar (contoh: sodium, lithium, radium)
 Kelas K
Kebakaran pada bahan masakan (contoh: nabati, lemak hewani, lemak)
(Sumber : NFPA 10 Tahun 2013)

Sedangkan klasifikasi kebakaran menurut PERMENAKERTRANS RI No.


Per. 04/MEN/1980 , antara lain:
 Kelas A
Kebakaran pada material yang mudah terbakar seperti kayu, kain, ketas, karet
dan lain-lain
 Kelas B
Kebakaran bahan cair yang mudah menimbulkan nyala api (flammable) dan
cairan yang mudah terbakar (combustible) misalnya minyak gemuk, cat,
alkohol dan gas yang mudah terbakar. Kelas C Kebakaran listrik yang
bertegangan
 Kelas D
Kebakaran logam yang mudah terbakar misalnya magnesium, titanium,
sodium, lithium, zirconium, potassium, dll.
(Sumber : PERMENAKERTRANS RI No. Per. 04/MEN/1980)

2.1.4 Klasifikasi Bahaya Hunian


Klasifikasi bahaya hunian ini dimaksudkan untuk dapat disesuaikan dengan
sarana dan prasarana emergency, klasifikasi tersebut, terdiri dari:
1. Bahaya kebakaran ringan ialah hunian yang mempunyai nilai kemudahan
terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah, serta
menjalarnya api lambat. Yang termasuk hunian bahaya kebakaran ringan
antara lain: - Ibadah - Perkantoran - Klub - Perumahan - Tempat
pendidikan - Rumah Makan - Tempat Perawatan - Hotel - Lembaga
- Rumah Sakit - Perpustakaan - Penjara - Museum
2. Bahaya kebakaran sedang kelompok I, yakni hunian yang mempunyai
kemudahan terbakar rendah penimbunan bahan yang mudah terbakar sedang
dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 10 meter dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sedang. Yang termasuk hunian bahaya kebakaran sedang
kelompok I antara lain:
- Parkir Mobil
- Pabrik Susu
- Pabrik Roti
- Pabrik Elektronika
- Pabrik Minuman
- Binatu
- Pengalengan
- Pabrik Permata
- Pabrik Barang Gelas
3. Bahaya kebakaran sedang kelompok II, yakni hunian yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan
tinggi tidak lebih dari 4 meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas
sedang, sehingga menjalarnya api sedang. Yang termasuk hunian bahaya
kebakaran sedang kelompok II antara lain:
- Penggilingan Gandum atau Beras
- Pabrik Bahan Makanan
- Pabrik Kimia
- Pertokoan Dengan Pramuniaga Kurang Dari 50 Orang
4. Bahaya kebakaran sedang kelompok III, yakni hunian yang mempunyai
nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran, melepaskan
panas tinggi, sehingga menjalarnya api cepat. Yang termasuk hunian bahaya
kebakaran sedang kelompok III antara lain:
- Pameran
- Gudang (Cat, Minuman keras)
- Pabrik Ban
- Pabrik Permadani
- Bengkel Mobil
- Studio Pemancar
- Penggergajian Kayu
- Pabrik Pengolahan Tepung
- Pertokoan Yang Pramuniaga lebih dari 50 orang
5. Bahaya kebakaran berat, yakni hunian yang mempunyai nilai kemudahan
terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas tinggi dan
penjalaran api cepat. Yang termasuk hunian bahaya kebakaran berat:
- Pabrik Kimia, Bahan Peledak dan Cat
- Pabrik Korek Api, Kembang Api
- Pemintalan Benang
- Studio Film dan Televisi
- Penyulingan Minyak
- Pabrik Karet Busa, Plastik Busa

2.1.5 Klasifikasi Bahaya


Berdasarkan NFPA 10 tahun 2013 dijelaskan mengenai klasifikasi bahaya
kebakaran diantaranya:
a. Bahaya Rendah, light (low) hazard Bahaya ini merupakan bahan-bahan
yang mudah terbakar dimana bahaya ini meliputi area kantor, hotel, motel,
aula dan kelas. Pengelempokkan bahaya ini untuk mengantisipasi agar bahan-
bahan ini tidak mudah menyebarkan bahaya kebakaran.
b. Bahaya Sedang, Ordinary (Moderate) Hazard Bahaya ini merupakan bahan-
bahan yang mudah terbakar dengan cepat dimana bahaya ini meliputi area
gudang, pertokoan, bengkel, laboratorium, showroom, garasi.
c. Bahaya Tinggi, Extra (High) Hazard Lokasi ini merupakan bahaya
kebakaran kelas A yang mudah terbakar dan kelas B yang mudah menyala.
Dimana area ini meliputi ruang reparasi pesawat dan kapal, dapur, pekerjaan
yang berhubungan dengan kayu dan ruang pameran.

2.1.6 Perhitungan APAR


Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 04/
MEN/ 1980, perhitungan jumlah APAR adalah sebagai berikut :
𝑙𝑢𝑎𝑟 𝑎𝑟𝑒𝑎
Jumlah APAR = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑝𝑎𝑟
𝜋
Dimana : Luas Bangunan yang dilindungi = 𝐷2
4

D = Luas Jangkauan APAR = 15 meter


Maka, luas perhitungan 1 APAR = 3,14 x 7,52
Menurut NFPA 10, perhitungan jumlah APAR adalah sebagai berikut : Penentuan
luas jangkauan maksimum APAR adalah 11.250 ft, didapatkan dari gambar di bawah
ini:
Gambar 2.10 Jangkauan Maksimal APAR (Sumber : NFPA 10 tahun 2013)
Penentuan jumlah APAR Rating A ada dengan dua cara, yang akan dijelaskan pada
tabel berikut: a. Cara pertama yaitu menentukan jumlah APAR dengan asumsi
jangkauan maksimum APAR (11.250 ft). Jadi jumlah APAR yang akan
DAFTAR PUSTAKA
Prawira, Nindy Nurmala.2009. Evaluasi dalam pengunaan APAR.Depok. Universitas
UI

Harlinanto, Agatha Andri. 2015. Peneraan alat pemadam api ringan dan jalur
evakuasi serta penanggulangan kebakaran di RSUD dr.R.SOETIJONO
KABUPATEN BLORA. Blora. Universitas Negeri semarang

Mudassir, Raiful. 2017.Gedung Universitas Malikussaleh terbakar, pemadam masih


berupaya jinakkan api. Diakses dari https://news.okezone.com pada tangal 6
September 2017

Dian Fath Risalah El Anshari. 2014. Kronologi kebakaran di Gedung C FISIP UI.
Diakses dari megapolitan.kompas.com . pada tanggal 6 September 2017

NFPA
Fire safety. 2017.memahami segitiga api.diakses dari www.pojok-hse.com.pada
tanggal 8 September 2017

You might also like