You are on page 1of 3

Mewariskan Nilai Juang Sudirman

Di negara ini siapa yang tak mengenal nama Jendral Sudirman, namanya terbentang di
seluruh nusantara sebagai nama jalan, namanya yang selalu ada disetiap buku sejarah, dan
semangat juangnya yang ada didalam diri kita. Namun, apakah kita sudah benar benar mengenal
beliau? Apakah kita familiar tentang kisah hidup dan perjuangan beliau? Untuk itu hanya kita
sendiri yang tahu. Disini saya hanya akan menuliskan secuplik kisah hidup dan bagaimana kita
bisa merefleksikan hal tersebut dalam kehidupan bermasyarakat.

Soedirman lahir pada Senin Pon, 18 Maulud 1846 dalam almanak Jawa atau 24 Januari
1916 di Dukuh Rembang, Desa Bantar Barang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Ia lahir dari
rahim Siyem dan buah hati Karsid Kartoworidji. Soedirman dikenal sebagai sosok yang tak segan
membantu teman-temannya dalam hal apa pun, termasuk pelajaran. Bersekolah di MULO
merupakan tahapan penting bagi Soedirman. Di sekolah itulah ia mendapatkan pendidikan
nasionalisme dari para guru yang kebanyakan aktif di organisasi Boedi Oetomo, seperti Raden
Soemojo dan Soewardjo Tirtosoepono, lulusan Akademi Militer Breda di Belanda.

Beliau digambarkan sebagai sosok yang cerdas dengan semangat belajar tinggi, hingga
beliau mau untuk mengajarkan ilmu ilmu tersebut ke orang lain. Sebagai mahasiswa, sifat ini tentu
harus ada di setiap individu. Jika kita memiliki semagat belajar tinggi, segala ilmu yang kita dapat
akan mudah tercerna dan kita juga dapat mengembangkan bidang keahlian kita. Tak lupa pula kita
harus dapat membantu orang lain dengan ilmu yang kita dapatkan.

Setelah berjuang sekian lama sebagai tentara, nama seorang Sudirman mulai dikenal
banyak orang. Mulai dari sifatnya yang teguh hingga dianggap memiliki jiwa kepemimpinan,
sebab itu Sudirman dapat terangkat posisinya menjadi lebih tinggi dari sebelumnya. Hingga
akhirnya beliau dipilih melalui pemungutan suara sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan
Rakyat/Angkatan Perang Republik Indonesia pada 12 November 1945. Ia mungkin sudah
ditakdirkan memimpin tentara. Dengan banyak pengalaman, tak sulit baginya terpilih sebagai
panglima dalam tiga tahap pengumpulan suara.
Sifat kepemimpinan dan teguh ini juga patut kita wariskan, sebagai seorang individu
janganlah kita hanya mau menjadi seorang pengikut belaka. Kita harus dapat memposisikan diri
kita dengan kehormatan yang lebih tingg. Sifat teguh pendirian itu juga dapat menjadi suatu hal
yang mampu membawa kita ke tingkatan yang lebih tinggi jika kita mampu mengimplementasikan
nya dengan baik dalam kehidupan.

Sejak remaja, Soedirman doyan merokok. Bahkan, ia masuk dalam golongan perokok
berat, kebiasaan mengisap tembakau membuat Soedirman mengalami gangguan pernapasan.
Hingga suatu hari, Sudirman mengeluh merasa sakit di sesak nafas akhirnya setelah diperiksa
dokter beliau didiagnosis mengidap tuberkulosis dan harus dioperasi. Pada operasi itu juga paru-
paru Sudirman diangkat sebelah, yang menyebabkan beliau hanya bernafas dengan satu paru paru
setelah menjalani operasi.

Sifat beliau ini dapat juga menjadi sebuah pelajaran tersendiri bagi kita. Walaupun Jenderal
Sudirman selalu digambarkan sebagai sosok yang tegas dan teguh, bukan berarti beliau tidak
memiliki kekurangan. Kebiasaan beliau sebagai perokok, bahkan dapat dikatakan perokok berat,
membuat beliau lalai akan kondisi tubuhnya yang menyebabkan harus diangkatnya sebelah paru
paru beliau. Hal ini juga dapat kita refleksikan dalam diri kita untuk mencoba menghentikan
kebiasaan negatif kita yang mampu mengancam kesehatan kita sendiri dan merubah pola hidup
menjadi lebih sehat.

Namun hal tersebut tidak menghentikan perjuangan beliau, walaupun dengan separuh paru
paru Sudirman tetap memimpin pasukannya untuk turun bergeriliya. Melewati medan hutan dan
pegunugan, berkali kali berhadapan dengan belanda, dan jauh dari keluarga. Dengan tubuhnya
yang sakit semangat juang beliau justru menguat dan dapat membuat semangat juang pasukannya
membara. Hingga akhirnya pada 29 Januari 1950 beliau wafat pada usia 34 tahun.

Menjadi ujung penutup artikel ini adalah sifat beliau yang pantang menyerah dan semangat
juang nya terhadap nasionalisme. Kita sebagai rakyat Indonesia harus dapat mewariskan semangat
juang beliau, jangan kalah dengan perpecahan sepele dan tingkatkan kebhinekaan kita. Karena kita
harus ingat betapa susahnya perjuangan yang harus beliau lakukan untuk mempertahankan
kemerdekaan, jangan sampai kita yang sudah menikmati indahnya kemerdekaan malah menjadi
pemecah bangsa dan membiarkan negara kita hancur.
Warisan Jendral Sudirman yang merupakan semangat juangnya harus selalu kita ingat, kita
juga dapat lebih mengenal beliau dengan memperbanyak membaca buku sejarah, melakukan
napak tilas perjuangan beliau, atau mengunjungi museum sejarah. Semua hal tersebut adalah
hadiah kecil penghormatan yang dapat kita berikan atas jasa – jasa beliau.

You might also like