You are on page 1of 10

TUGAS MATA KULIAH SOSIOLOGI GIZI

PENGARUH MAKANAN SIAP SAJI UNTUK BAYI TERHADAP STATUS GIZI


ANAK

Oleh:

Nurlita Tri Ayuningtyas G1H013013

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan lain yang
selain ASI. Makanan ini dapat berupa makan yang disiapkan secara khusus atau
makanan keluarga yang dimodifikasi (Lilian Juwono: 2003). Pada umur 0-6
bulan, bayi tidak membutuhkan makanan atau minuman selain ASI. Artinya bayi
hanya memperoleh susu ibu tanpa tambahan cairan lain, baik susu formula, madu,
air teh. Bayi juga tidak diberi makanan padat lain seperti pisang dan nasi lumat,
bubur, susu, biskuit, nasi tim dan lain-lain. MP-ASI harus mulai diberikan ketika
bayi tidak lagi mendapat cukup energi dan nutrien dari ASI saja. Untuk
kebanyakan bayi, makanan tambahan mulai diberikan pasa usia 6 bulan keatas.
Pada usia ini MP-ASI sangat penting untuk menambah energi dan zat gizi yang
diperlukan.
Keberhasilan dalam memberikan makanan pada bayi tidak hanya
tergantung pada ibu saja, tetapi dukungan dan peran serta keluarga mempunyai
peran yang sangat penting dalam pemberian nutrisi pada bayi. Keluarga sebaiknya
memahami mengenai MP-ASI, terutama mengenai kapan MP-ASI harus
diberikan, jenis, bentuk dan jumlahnya. Peran keluarga berperan penting bagi
pemeliharaan kesehatan keluarga. Keluarga yang terdiri dari ibu, ayah, dan anak
harus mempunyai sifat yang positif terhadap situasi dalam keluarga kemungkinan
ibu dapat memberikan makanan pendamping secara benar. Dampak apabila
pemberian MP-ASI terlalu dini maka bayi akan mendapat zat immun ASI lebih
sedikit, sehingga resiko infeksi meningkat. Resiko diare juga meningkat karena
makanan tambahan tidak sebersih ASI. Ibu mempunyai resiko lebih tinggi untuk
hamil kembali jika jarang menyusui. Sedangkan bila pemberian MP-ASI terlalu
lambat maka anak tidak akan mendapatkan makanan ekstra yang dibutuhkan
untuk mengisi kesenjangan energi dan nutrien. Anak berhenti pertumbuhannya,
atau tumbuh lambat. Pada anak resiko malnutrisi dan defisiensi
mikronutrien meningkat.
Kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi produk pangan ini
dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat yang sudah semakin dinamis. Pola
kehidupan masa kini dicirikan dengan tingginya biaya hidup, emansipasi atau
karena alasan lain menyebabkan wanita bekerja diluar rumah. Data statistik tahun
2011 menunjukkan bahwa wanita yang bekerja pada angkatan kerja berjumlah
33,06 juta atau 44,23% dari jumlah total usia wanita antara 15-60 tahun (BPS,
2011). Wanita sebagai ibu rumah tangga dan sebagian lain berprofesi bekerja di
luar rumah, karena keterbatasan waktu dan kesibukan, serta sulitnya mencari
pramuwisma menyebabkan makanan instan (siap saji) menjadi menu utama
sehari-hari di rumah. Fast food merupakan makanan yang disajikan praktis untuk
orang-orang yang sibuk dan tidak ada waktu untuk membuat atau memasaknya.
Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Jacobson dan Fritschner (1989) bahwa “fast
food merupakan suatu fenomena makanan di pertengahan abad 20-an, yang
terbentuk di era baru di mana para orang sibuk bekerja, rewel terhadap makanan,
dan orang-orang yang membutuhkan kepraktisan serta tidak suka memasak”
(dalam Suryono Saputra, 2000:9).

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana tindakan konsumen terutama ibu-ibu pekerja dalam memilih,
mengolah makanan yang aman, higienis, cukup gizi dan menyehatkan bayinya?
BAB II
PEMBAHASAN

Konsumsi makanan dalam jumlah dan kandungan gizi yang cukup sangat
diperlukan untukdtumbuh kembang bayi dan balita. Sesudah bayi berusia enam
bulan, kandungan gizi ASI tidak lagi mencukupi sementara kebutuhan energi bayi
meningkat sebesar 24--‐30% dibandingkan dengan kebutuhan saat usia 3--‐5
bulan (World Health Organization, 2000; Trahms et al., 2008). Bayi usia 0-24
bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga
diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat
berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan bayi, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mencakup faktor genetik
dan faktor eksternal. Faktor genetik atau keturunan berperan pada masa konsepsi
(pembentukan janin). Faktor genetik ini bersifat tetap atau tidak berubah
sepanjang kehidupan dan menentukan beberapa karakteristik seperti jenis
kelamin, status fisik dan ras. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan individu antara lain keluarga, agama, iklim,
budaya, komunitas, nutrisi.
MP-ASI merupakan makanan pendamping ASI yang diberikan pada bayi
umur 6-23 bulan. Bayi siap untuk makan makanan padat, baik secara
pertumbuhan maupun secara psikologis, pada usia 6-9 bulan. Kemampuan bayi
baru lahir untuk mencerna, mengabsorpsi, dan memetabolisme bahan makanan
sudah adekuat, tetapi terbatas hanya pada beberapa fungsi. Sebagian besar anak
manusia tumbuh dan berkembang serta didewasakan dalam lingkungan keluarga.
Dan sejak masa bayi anak akan menghirup iklim kasih sayang dan loyalitas
terhadap ideologi keluarga. Ideologi ini dimulai dengan nama/adat istiadat, tradisi,
emosi nilai dan lain sebagainya yang berfungsi sebagai pengikat persatuan dalam
keluarga. Hal ini tidak terlepas dari peran ibu sebagai penopang utama kasih
sayang dalam keluarga.
Pengamatan dilakukan pada seorang ibu I yang mempunyai seorang bayi
perempuan berusia 9 bulan dan bekerja sebagai pengusaha rumah makan yang
terhitung mengurus kebutuhan warung secara pribadi sehingga sangat minim
waktu yang diperlukan untuk mengurus makanan sang buah hati. Ibu I dalam
kebiasaan sehari-harinya selalu memberikan anak nya makanan cepat saji atau
instant agar mempermudah dan menghemat waktu. Makanan cepat saji yang lebih
mudah untuk dibeli dan praktis dalam penggunaan nya menjadi solusi.
Status gizi dipengaruhi oleh 2 penyebab, yaitu penyebab langsung dan
tidak langsung. Penyebab langsung adalah asupan makan dan penyakit infeksi
yang diderita anak. Secara tidak langsung pengetahuan ibu tentang menyusun
menu guna memenuhi kebutuhan asupan makan bayi sangat penting dan lebih
lanjut berdampak pada status gizi bayi karena pada keluarga dengan tingkat
pendidikan dan pengetahuan yang rendah sering kali anaknya harus puas dengan
makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi yang disebabkan oleh
ketidaktahuan ibu (Adisasmito,2008). Ibu dengan pengetahuan tentang MP-ASI
tinggi akan mengerti tentang pemilihan jenis maupun menu makanan yang akan ia
berikan pada bayinya. Selain itu, ibu dengan pengetahuan tinggi dapat memilih
bahan makanan sedemikian rupa untuk mendapatkan menu terbaik sekaligus
mengupayakan variasi menu agar anak tidak bosan sehingga akan mempengaruhi
tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi makan yang baik akan berdampak pada
status gizi baik pula.
Berat badan bayi ibu I terjadi penurunan yang terus menerus sehingga bayi
terlihat begitu kurus dari sebelumnya. Minimnya pengetahuan cenderung
mendorong pengambilan keputusan yang kurang benar, dan karena semua produk
makanan siap jadi tersebut merupakan merek ternama dan terpercaya, mereka
diizinkan untuk menyertakan segala macam unsur yang tidak baik ke dalam
produk makanan mereka tanpa peraturan yang sesuai. Saat proses tanya jawab ibu
I mengatakan bahwa membuat makanan untuk bayi sedikit sulit, sehingga ibu
mungkin cenderung lebih memilih untuk membeli makanan untuk bayi dalam
bentuk siap saji (instant) di mal atau supermarket dibandingkan membuatnya
sendiri dirumah padahal Ibu sebaiknya memahami bahwa pola pemberian
makanan secara seimbang pada usia dini akan berpengaruh terhadap selera makan
anak selanjutnya, sehingga pengenalan kepada makanan yang beranekaragam
pada periode ini menjadi sangat penting. Secara bertahap, variasi makanan untuk
bayi usia 6-24bulan semakin ditingkatkan, bayi mulai diberikan sayuran dan buah-
buahan, lauk pauk sumber protein hewani dan nabati, serta makanan pokok
sebagai sumber kalori. Demikian pula jumlahnya ditambahkan secara bertahap
dalam jumlah yang tidak berlebihan dan dalam proporsi yang juga seimbang
(Depkes, 2014)
Makanan siap saji untuk bayi dan balita tidak memiliki nutrisi yang
seimbang karena proses pembuatan bubur instan untuk bayi melalui banyak tahap
seperti diproses dengan suhu yang tinggi kemudian disterilkan. Pada dasarnya
memasak sesuatu dengan suhu yang terlalu tinggi dapat mengurangi kadar nutrisi
dari awalnya. Pemberian makanan siap saji pada bayi diperbolehkan, akan tetapi
jangan berlebihan apalagi sering. Karena disini akan menghambat bayi untuk
lebih mengenali cita rasa yang lainnya. Kecenderungan menyukai suatu rasa
dibentuk sejak awal kehidupan dan cara pemberian makan awal bayi (MPASI)
dapat membentuk bayi/anak menginginkan rasa yang terlalu manis, asin,
makanan-minuman rendah nutrisi untuk jangka panjang.
Ibu I mengatakan alasan lain menggunakan makanan cepat saji untuk
anaknya adalah pengaruh dari teman-temannya yang juga mengonsumsi makanan
cepat saji. Meningkatnya arus globalisasi, termasuk globalisasi pola konsumsi
makanan, tidak dapat dibendung, kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan
impor, terutama jenis siap santap (fast food). Meningkatnya taraf hidup
(kesejahteraan) masyarakaat, pengaruh promosi melalui iklan, serta kemudahan
informasi, dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan
psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi menengah keatas. Kebutuhan
psikogenik (semata-mata timbul karena faktor psikogenik) ini ditandai dengan
pemilihan bahan-baahan mkanan yang terlalu mewah, padat kalori dan protein,
serta berharga mahaal,yang sesungguhnyantidak diperlukan tubuh untuk hidup
sehat.
Budaya merupakan kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan
mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.(Wahid Iqbal, 2007)
yang telah melekat pada masyarakat kemungkinan sulit untuk diubah karena
kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat sehingga akan merekat pada diri
seseorang, termasuk budaya dalam pemberian makanan siap saji untuk Makanan
pendamping bagi bayi. Ibu I juga berpendapat bahwa apabila makanan memiliki
nilai ekonomi yang tinggi maka akan memiliki nilai kandungan yang sudah
dipastikan tinggi.
Persepsi tentang kesehatan ataupun penyebab sakit sudah berbeda sekali
dengan konsep medis, tentunya upaya mengatasinya juga berbeda disesuaikan
dengan keyakinan ataupun kepercayaan- kepercayaan yang sudah dianut secara
turun-temurun sehingga lebih banyak menimbulkan dampak-dampak yang
merugikan bagi kesehatan. Dan untuk merubah perilaku ini sangat membutuhkan
waktu dan cara yang strategis. Dengan alasan ini pula dalam hal penempatan
petugas kesehatan dimana selain memberi pelayanan kesehatan pada masyarakat
juga berfungsi sebagai agen perubah (change agent) maka pengetahuan dan
kemampuan berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat diperlukan disamping
kemampuan dan ketrampilan memberi pelayanan kesehatan. Mengingat bahwa
dari indikator-indikator yang ada menunjukkan derajat kesehatan ibu dan anak
masih perlu diingkatkan, maka dalam upaya perbaikannya perlu pendekatan-
pendekatan yang dilakukan secara holistik dan integratif yang tidak hanya terbatas
pada bidang kesehatan secara medis saja tetapi juga ekonomi, pendidikan, sosial
dan budaya. Dalam hal melakukan upaya-upaya perbaikan perlu disadari bahwa
hubungan ibu dan anak sangat erat dimana kondisi kesehatan ibu akan dapat
secara langsung mempengaruhi kondisi kesehatan anaknya, baik mulai dari
kandungan maupun setelah persalinan. Oleh karena itu, penting sekali
menempatkan konteks reproduksi dalam program KIA sehingga diharapkan
kondisi kesehatan seseorang benar-benar dapat terpelihara sesuai dengan konsep
medis yang tepat sejak ia berada dalam kandungan, masa kanak-kanak, masa
remaja hingga dewasa.
BAB III
PENUTUP

MP-ASI merupakan makanan pendamping ASI yang diberikan pada bayi


umur 6-23 bulan. Salah satu bentuk MP-ASI adalah makanan siap saji yang biasa
dijual secara modern. Ibu I mempunyai anak bayi berusia 9 perempuan yang
diberikan MP-ASI beruba makanan siap saji dikarenakan menghemat waktu dan
lebih praktis. Pengetahuan terhadap pentinngnya mengonsumsi makanan dengan
gizi baik dan seimbang untuk epertumbuhan bayi bagi ibu harus selalu diberikan
maka pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat
diperlukan disamping kemampuan dan ketrampilan memberi pelayanan
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, Wiku, 2008. Sistem Kesehatan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.


Juwono, Lilian. 2003. Pemberian Makanan Tambahan. Buku Kedokteran
EGC.Jakarta
Mubarak. Wahid Iqbal. (2007). Promosi Kesehatan. Jogjakarta : Graha ilmu.
World Health Organization. Complementar Feeding: Family Foods for Breastfed
Children Department of Nutrition and Development Geneva: WHO. 2000.
LAMPIRAN

You might also like