You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tawuran saat ini ini sudah tidak lagi menjadi pemberitaan dan
pembicaraan yang asing lagi di telinga kita. Bahkan,hampir setiap hari
ada saja media yang menayangkan kasus-kasus tawuran.Tawuran yang
berkaitan dengan tindak kekerasan bisa terjadi di kalangan pelajar
terutama yang notabenenya adalah generasi bangsa yang akan
mengambil alih tampuk kepemimpinan nantinya,apabila bila mereka
sekarang sudah terbiasa dengan tindak kekerasan maka bagaimana
jadinya bangsa kita ini nantinya.
Tawuran pelajar bukan hal yang bisa dianggap enteng,tawuran
pelajar sekarang tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja melainkan
juga menjalar ke daerah-daerah.Permasalahan remeh dapat menyulut
pertengkaran individual yang berlanjut menjadi perkelahian massal dan
tak jarang melibatkan penggunaan senjata tajam,senjata api dan
sebagainya.
Kasus tawuran tidak hanya terjadi di golongan remaja tingkat
sekolah saja tetapi baru-baru ini juga terjadi tawuran antar mahasiswa.
Dewasa ini,kekerasan sudah dianggap sebagai pemecah masalah yang
sangat efektif yang dilakuka oleh para remaja.Hal ini seolah menjadi
bukti nyata bahwa seorang yang terpelajar pun leluasa melakukan hal-
hal yang bersifat anarkisme dan premanisme.Tentu saja perilaku buruk
ini tidak hanya merugikan orang yang terlibat dalam perkelahian itu
sendiri tetapi juga merugikan orang lain yang tidak terlibat secara
lagsung.

B. Rumusan Masalah
1) Apa itu tawuran ?
2) Apa yang menjadi penyebab terjadinya tawuran dalam pandangan
Al-Qur’an ?

1
3) Apa dampak dari tawuran bagi pelajar ?
4) Apa solusi dalam Al-Qur’an untuk menghentikan tawuran agar tidak
semakin menjadi ?

C. Tujuan
1) Menjelaskan apa itu tawuran.
2) Menjelaskan penyebab dari terjadinya tawuran dalam pandangan Al-
Qur’an.
3) Menjelaskan dampak yang timbul akibat dari tawuran bagi pelajar.
4) Menjelaskan solusi dalam Al-Qur’an yang bisa diterapkan agar
tawuran tidak semakin menjadi .

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tawuran
- Secara Etimologi Tawuran merupakan bentuk konflik sosial yang
mana konflik tersebut berasal dari kata kerja configere, berarti saling
memukul, dan merupakan ciri yang tak terhindarkan dari kepentingan
negara dalam kondisi anarkis.
- Secara Terminologi Tawuran merupakan suatu kegiatan perkelahian
atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok.

B. Faktor-Faktor Pemicu Terjadinya Tawuran dalam Pandangan Al-


Qur’an
a) Saling ejek dan saling curiga. Dalam hal ini Al-Quran telah
memberikan rambu-rambu untuk tidak saling mengolok, menghina dan
mengejek, karena perbuatan ini bisa membawa kepada konflik dan
permusuhan. Maka secara tegas Allah melarang umatnya melakukan
sikap saling mengolok dan mengejek.

Allah berfirman dalam surat Al-hujurat ayat 11 :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok


kuam ynag lain, karena boleh jadi mereka yang diolok-olokan lebih
baik dari mereka yang mengolok-olok, dan jangan pula perempuan-
perempuan mengolok-olokan perempuan yang lain karena boleh jadi
perempuan yang diolok-olokkan lebih baik dari perempuan yang
mengolok-olok. dan janganlah saling mencela satu sama lain, dan
jangan memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) sesudah beriman. dan

3
Barang siapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang
yang zalim.”
Ayat di atas memberi petunjuk tentang beberapa hal yang
harus dihindari untuk mencegah timbulnya pertikaian.
Pertama (‫ ) يسخر‬memperolok-olok yaitu menyebut kekurangan pihak
lain dengan tujuan menertawakan, baik dengan ucapan, perbuatan atau
tingkah laku.
Kedua ( ‫ ) تلمزوا‬talmizu terambil dari kata al-lamz. Ibnu ‘Asyur
memahaminya dalam arti ejekan yang langsung dihadapkan kepada
yang diejek, baik dengan isyarat bibir, tangan atau kata-kata yang
dipahami sebagai ejekan atau ancaman. Ini adalah salah satu bentuk
kekurangajaran dan penganiayaan.
Ketiga (‫ ) تنابزوا‬tanabazu yaitu saling memberi gelar buruk. Hal ini
mengundang siapa yang tersinggung dengan panggilan buruk itu,
membalas memanggilnya pula dengan gelar buruk.

b) Adanya provokator dan penyebar berita fitnah Allah berfirman dalam


surat Al-Hujurat ayat 6 :

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik


membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”
Ayat di atas merupakan salah satu dasar yang ditetapkan agama
dalam kehidupan sosial sekaligus ia merupakan tuntunan yang sangat
logis bagi penerimaan dan pengamalan suatu berita. Kehidupan
manusia dan interaksinya haruslah didasarkan hal-hal yang diketahui
dan jelas. Manusia sendiri tidak dapat menjangkau seluruh informasi,
dan tentu membutuhkan pihak lain. Karena itu pula berita harus

4
disaring, lakukan cross check dan klarifikasi atau tabayyun, supaya
tidak melakukan tindakan aniaya kepada orang yang tidak bersalah.

c) Menghindari rasangka buruk, menggunjing, dan mencari-cari


kesalahan orang lain. Allah memerintahkan orang Mukmin untuk
menghindari prasangka buruk, tidak mencari-cari kesalahan orang lain
dan tidak menggunjing, dalam surat Al-Hujurat ayat 12 :

“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka


(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
M.Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsirnya Al-Mishbah,
bahwa ayat di atas menegaskan untuk menghindari dugaan
danprasangka buruk karena ia dapat menjerumuskan seseorang ke
dalam dosa. Karena tidak jarang prasangka buruk mengundang upaya
mencari tahu, maka ayat tersebut juga melarang mencari-cari
kesalahan orang lain.
Mu’awwiyah bin Abu Sofyan menyampaikan bahwa ia
mendengar Nabi Saw bersabda :
“Sesungguhnya jika engkau mencari-cari kesalahan/ kekurangan
orang lain, maka engkau telah merusak atau hampir saja merusak
mereka” (HR. Abu Daud)."
Ayat di atas juga melarang ghibah/menggunjing, karena
perbuatan ini merupakan perusakan bagian dari masyarakat, satu demi

5
satu dampak positif yang diharapkan dari wujud keamanan satu
masyarakat menjadi gagal dan berantakan.

d) Amarah yang tak terkontrol Di dalam Al-Qur’an


Allah telah menegaskan, salah satu ciri orang yang benar dan bertakwa
adalah mampu menahan amarah, maka kuasai dan tahanlah amarahmu,
sebagaimana firman Allah dalam surat Ali-Imran ayat 134 :

“….dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan


(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.”
Menurut Sayyid Qutub, marah adalah perasaan manusiawi
yang diiringi naiknya tekanan darah. Manusia tidak dapat
menundukkan kemarahan ini kecuali dengan perasaan yang halus dan
lembut. Untuk itu, manusia harus memiliki perasaan yang halus dan
bisa mengendalikan amarah, agar tidak terjadi pertikaian dan
permusuhan.
C. Dampak Tawuran Antar Pelajar
a) Aspek fisik : tawuran dapat menyebabkan kematian dan luka berat
bagi para siswa. Kerusakan yang parah pada fasilitas umum seperti bus
dan kaca gedung atau rumah yang terkena lemparan batu.
b) Aspek mental : tawuran dapat menyebabkan trauma pada para siswa
yang menjadi korban, merusak mental para generasi muda, dan
menurunkan kualitas pendidikan di Indonesia.

D. Solusi Al Qur’an dalam menghadapi Tawuran


a) Memperkuat Ukhuwah dan kasih sayang.
Ukhuwah yang biasa diartikan sebagai persaudaraan, terambil dari akar
kata yang pada mulanya berarti “memperhatikan”. Al-Qayyim Al-
Ahmad Yusuf menjelaskan bahwa interaksi manusia dengan

6
sesamanya harus didasari keyakinan bahwa semua manusia adalah
bersaudara dan bahwa anggota masyarakat muslim juga saling
bersaudara. Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa sesama orang
mukmin adalah bersaudara, sebagaimana tercantum dalam surat Al-
Hujurat ayat 10. Dengan memperkuat persaudaraan dan saling
memperhatikan satu sama lain, maka tawuran dan konflik hidup dapat
dihindarkan.
b) Membantah sesuatu yang bertentangan dengan cara baik. Jika terdapat
sesuatu yang bertentangan dalam kehidupan bermasyarakat, maka
harus dibantah dengan cara yang baik sesuai tuntunan Al-Qur’an.
Bukan dengan cara keras dan kasar.
Sebagaimana firman-Nya dalam Surat An-Nahl ayat 125:

“Serulah kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang


baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-
Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat
petunjuk.”
Ayat ini memberikan tuntunan bahwa umat Islam jika harus
membantah sesuatu, maka tetap dengan cara yang paling bagus, dan
menghadapi masalah dengan nilai-nilai Al-Qur’an. Misalnya, ketika
Nabi Muhammad dilecehkan, beliau menanggapinya dengan kesabaran
yang tinggi. Da’wah Nabi Muhammad mendapatkan tantangan sengit
dari warga kota Mekkah, terutama dari kelompok oligarki yang
menguasai kehidupan kota tersebut. Segala macam tuduhan
dilontarkan kepada beliau. Semakin hari tindakan tersebut menjadi
fitnah dan disertai penyiksaan yang tak kenal kasihan. Namun semua
itu dihadapi Nabi Muhammad dengan penuh kesabaran, dan ajaran
beliau sedikit demi sedikit disampaikan dengan cara yang baik dan
jelas.

7
Contoh lain, ketika Nabi Ibrahim berdebat dengan Raja
Namrud. Ketika Namrud mengaku sebagai tuhan, Ibrahim
menyuruhnya untuk berdebat secara logis. Jika tuhan telah
menerbitkan matahari dari arah timur, maka Ibrahim minta kepada
Raja Namrud supaya menerbitkan matahari dari arah barat. Inilah
contoh cara yang digunakan para Nabi ketika berdakwah. Menghadapi
rintangan tidak boleh ditanggapi dengan jalan kekerasan, namun
disikapi dengan baik, kecuali jika tidak ada pilihan dan cara lain.

c) Ishlah dan Perdamaian. Apabila hal yang bertentangan antar pelajar


tidak bisa dibantah dengan cara yang baik, namun berujung kepada
permusuhan, Al-Qur’an memerintahkan supaya mengadakan Ishlah
dan perdamaian. Ajaran Islam sangat mengecam konflik liar tanpa
kendali yang mengakibatkan perpecahan. Karena misi pokok dalam
islam yaitu, menumbuhkan dan memelihara perdamaian di dunia ini.
Sesuai dengan arti Islam menurut ilmu bahasa yang antara lain
bermakna damai, maka setiap Muslim haruslah memiliki sikap hidup
dan mental yang mengandung unsur untuk menciptakan perdamaian.
Ishlah terambil dari kata ashlaha-yushlihu-ishlahan yang berarti
perbaikan atau perdamaian. Ishlah juga diartikan sebagai yang
bermanfaat. Ayat-ayat mengenai Ishlah yang berisi perintah untuk
mendamaikan dan memperbaiki hubungan antara saudara yang
berselisih, yaitu dalam surat Al-Hujarat ayat 10 :

“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Maka


damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” Rasulullah
SAW melukiskan dampak perdamaian dalam bentuk manafikan hal-hal
buruk, antara lain bahwa seorang Muslim tidak saling menganiaya,
tidak saling membenci, dan berbagai larangan lainnya.

8
Di kesempatan lain dan dengan gaya tuntunan yang sama, Nabi Saw
bersabda :
‫المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده ( رواه البخاري و مسلم‬
( “Seorang Muslim adalah orang yang terhadap sesama Muslim/orang
lain dapat selamat dari lisan dan tangannya” ( HR. Bukhari dan
Muslim).

d) Menyelesaikan tawuran dengan jalan musyawarah. Jika pertikaian di


dalam masyarakat tidak bisa dilerai dan didamaikan, maka sebaiknya
diselesaikan dengan jalan musyawarah, bukan dengan tindakan
kekerasan seperti tawuran. Karena dengan musyawarah persoalan
dapat terselesaikan dengan baik. Kata musyawarah diambil dari akar
kata sya, waudan ra yang bermakna pokok mengambil sesuatu,
menampakkan dan menawarkan sesuatu. Dalam Al-qur’an kata
syawara dengan segala perubahannya terulang sebanyak empat kali;
asyarah, syawir , syûra dan tasyawur.

Salah satu ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai musyawarah


terdapat dalam surat Ali-Imran ayat 159 :

﴾ “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut


terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-
Nya.” Pakar-pakar Al-Qur’an sepakat berpendapat bahwa perintah
musyawarah ditujukan kepada semua orang, walaupun redaksinya
ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW.

9
Dalam ayat ini disebutkan tiga sifat dan sikap secara berurutan
diperintahkan kepada Muhammad SAW, untuk beliau laksanakan
ketika bermusyawarah. Ketiga sifat tersebut adalah berlaku lemah
lembut, tidak kasar dan tidak berhati keras. Seseorang yang melakukan
musyawarah harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras
kepala, karena masalah tidak akan selesai jika dihadapi dengan sikap
kasar. Musyawarah adalah solusi terbaik dalam menyelesaikan
masalah yang terjadi dikalangan masyarakat, karena dengan
musyawarah seseorang menjadi terbiasa dalam mengeluarkan pendapat
dengan baik untuk menuju masa depan yang lebih baik.
Hal ini dikuatkan dengan pendapat yang diberikan oleh
Muhammad Abduh yang menyatakan bahwa musyawarah secara
fungsional adalah untuk membicarakan kepentingan masyarakat dan
masalah-masalah masa depan umat.

e) Menjadi pribadi yang pema’af dan saling mengingatkan untuk berbuat


baik. Di dalam Al Qur'an surat Al-A’raf ayat 199, Allah memberikan
solusi untuk menjadi pribadi yang baik dalam menyikapi
permasalahan, yaitu menjadi pribadi yang pema’af dan saling
mengingatkan untuk berbuat baik serta berpaling dari orang-orang
yang tidak benar.

"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf,


serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh".

Permusuhan yang terjadi bisa berakhir dengan baik jika


manusia memiliki sifat pema’af dan saling mengingatkan kepada
kebaikan.
Dalam tafsirnya, Sya’rawi menuliskan: “ walaupun secara zahir
memaafkan orang yang menzalimu mengurangi harga diri, namun
ketahuilah bahwa maaf yang diberikan, manfaatnya akan kembali

10
kepadamu juga.” Dalam ayat yang dikaji ini Allah menjelaskan untuk
berpaling dari pada orang-orang yang jahil ( ‫(وأعرض عن الجاهلين‬.
Jahil ialah orang yang mengetahui masalah tapi jauh dari
kebenaran, dan lebih dari itu diapun fanatik dengan kesalahan yang
dimilikinya. Jika ada orang yang tidak mau mengaku salah dan tetap
mempertahankan keegoannya, maka biarkanlah dan jangan
mendebatnya. Karena perdebatan dengannya akan memperpanjang
masalah dan tidak memberikan hasil yang bermanfa’at. Inilah
pedoman yang sangat luar biasa, yang semua bermula dari masing-
masing individu yang dengan itu mengimbas pada lingkungan
masyarakat.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Faktor yang menjadi penyebab tawuran pada generasi muda
tidaklah hanya datang dati diri individu itu sendiri melainkan juga terjadi
karena faktor lainnya yang datang dari luar individu.
Para pelajar yang umumnya masih muda memiliki kecenderungan
melakukan hal-hal yang diluar dugaan yang mana kemungkinan dapat
merugikan dirinya sendiri dan orang lain maka inilah peran orang tua
dituntut untuk dapat mengarahkan dan mengingatkan anaknya jika
sewaktu-waktu melakukan kesalahan.
Keteladan seorang guru juga tidak dapat dilepaskan.Guru sebagai
pendidik bisa dijadikan instruktur dalam pendidikan kepribadian para
siswanya agar menjadi insan yang lebih baik.Begitupun dalam mencari
teman sepermainan.Sang anak haruslah diberikan pengarahan dari orang
dewasa agar mampu memilih teman yang baik. Selanjutnya masyarakat
sekitar pun harus bisa membatu para generasi muda ini mengembangkan
potensinya dengan cara mengakui eksistensinya.

B. Saran
Saran dalam menyikapi masalah tawuran ini terutama tawuran pelajar
diatas penulis memberikan saran diantaranya :
a) Lebih banyak menginggat Alloh SWT dan lebih mendekatkan diri
kepada-Nya sehingga terjauh dari segala perilaku yang menyimpang
dari agama
b) Keluarga sebagai awal pembentuk kepribadian seseorang harus mampu
membentuk pola perilaku dan pola pikir yang baik agar terciptanya
suatu lingkungan yang baik sekali untuk seorang remaja yang mencari
jati dirinya.

12
c) Masyarakat mesti menyadari akan perannya dalam menciptakan situasi
yang kondusif jauh dari kericuhan.
d) Pendidikan formal sudah semestinya memberikan pelayanan yang baik
untuk membantu para pelajar mengembangkan yang bukan hanya
dibidang intelektual saj tetapi dibidang lainnya agar potensi yang ada
dapat tersalurkan ke arah yang positif.

13
DAFTAR PUSTAKA

www.liputan6.com
Soetomo.”Masalah sosial dan Upaya pemecahannya” 2011:Pustaka pelajar.
http://daimadi.blogdetik.com/2010/04/27/tawuran-pelajar-comment-page-1/
Dessy anwar.”Kamus Lengkap Bahasa Indonesia”.2001.Karya
Abditama:Surabaya.
http://tawuranpelajardalamislam.blogspot.com/2017/05/tawuran-antar-
pelajar.htmlS

14

You might also like