You are on page 1of 5

Indonesia memiliki banyak jenis fauna endemik , yang salah satunya

adalah Burung Maleo khas Pulau Sulawesi. Burung Maleo yang dalam nama
ilmiahnya Macrocephalon maleo adalah sejenis burung yang berukuran sedang,
dengan panjang sekitar 55cm. Burung Maleo adalah satwa endemik Sulawesi,
artinya hanya bisa ditemukan hidup dan berkembang di Pulau Sulawesi,
Indonesia. Selain langka, burung ini ternyata unik karena anti poligami. Burung
ini tidak akan bertelur lagi setelah pasangannya mati.
Burung Maleo memiliki bulu berwarna hitam, kulit sekitar mata berwarna
kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi
bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas kepalanya terdapat tanduk atau
jambul keras berwarna hitam. Jantan dan betina serupa. Biasanya betina
berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding burung jantan.
Populasi terbanyaknya kini tinggal di Sulawesi Tengah. Salah satunya
adalah di cagar alam Saluki, Donggala, Sulawesi Tengah. Di wilayah Taman
Nasional Lore Lindu ini, populasinya ditaksir tinggal 320 ekor. Karena
populasinya yang kian sedikit, burung unik dan langka ini dilindungi dari
kepunahan. Maleo dikategorikan sebagai terancam punah di dalam IUCN Red
List. Spesies ini didaftarkan dalam CITES Appendix I
Populasi Maleo terancam oleh para pencuri telur dan pembuka lahan yang
mengancam habitatnya. Belum lagi musuh alami yang memangsa telur Maleo,
yakni babi hutan dan biawak. Habitatnya yang khas juga mempercepat
kepunahan. Maleo hanya bisa hidup di dekat pantai berpasir panas atau di
pegununungan yang memiliki sumber mata air panas atau kondisi geothermal
tertentu. Sebab di daerah dengan sumber panas bumi itu, Maleo mengubur
telurnya dalam pasir.
Anak maleo yang telah berhasil menetas harus berjuang sendiri keluar dari
dalam tanah sedalam kurang lebih 50cm (bahkan ada yang mencapai 1 m) tanpa
bantuan sang induk. Perjuangan untuk mencapai permukaan tanah akan
membutuhkan waktu selama kurang lebih 48 jam. Inipun akan tergantung pada
jenis tanahnya. Sehingga tak jarang beberapa anak maleo dijumpai mati “ditengah
jalan". Anak yang baru saja mencapai permukaan tanah sudah memiliki
kemampuan untuk terbang dan mencari makan sendiri (tanpa asuhan sang induk).

3.1 Klasifikasi Maleo

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Aves
Order : Galliformes
Family : Megapodiidae
Genus : Macrocephalon
Species : Macrocephalon maleo

3.2 Sifat Hidup


Maleo termasuk jenis satwa yang aneh kerena tak pernah memperhatikan
kelangsungan hidup dari keturunannya. Burung ini meletakkan telurnya didalam
pasir panas dan dibiarkan tanpa pengawasan sama sekali dari induknya sampai
telur menetas. Maleo kecil yang baru lahir harus mencari makan sendiri tanpa
bimbingan dari pengasuh untuk mulai hidup di alam bebas.
Meskipun memiliki sayap dengan bulu yang cukup panjang, namun lebih
senang jalan kaki dari pada terbang. Biasanya yang dewasa sering diketemukan
berpasangan ditempat terbuka dan berpasir panas. Dalam bertelur, Maleo jantan
dan betina secara bergantian menggali lubang untuk meletakkan telurnya. Telur
tadi ditimbun lagi dan ditinggalkan begitu saja dan tak pernah diurus lagi.
Maleo (Macrocephalon maleo) memakan aneka biji-bijian, buah, semut, kumbang
serta berbagai jenis hewan kecil.

3.3 habitat dan penyebaran


Habitat atau tempat hidup Maleo adalah daerah berpasir atau pada aliran
sungai yang berpasir maupun disekitar sumber-sumber air panas di dalam hutan
sampai daerah pasir pantai.
Burung maleo adalah jenis burung endemik yang hidup di pulau Sulawesi.
Di pulau Sulawesi burung ini menyebar sebagian besar di propinsi Sulawesi
Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Di Propinsi Sulawesi Selatan
Burung ini juga ditemukan, tetapi hanya dalam jumlah kecil (terbatas) di daerah
Mamuju dan Pasang Kayu. Di antara semua Propinsi, Propinsi Sulawesi Utara
paling banyak ditemukan tempat perteluran maleo, yaitu 35 tempat perteluran,
menyusul di Sulawesi Tengah sebanyak 17 tempat perteluran, di Sulawesi
Tenggara 5 tempat perteluran dan di Propinsi Sulawesi Selatan ditemukan hanya
dua tempat perteluran (Mallombasang,1995).
Penyebaran Maleo (Macrocephalon maleo) di Sulawesi Tengah relatif
luas namun saat ini mulai terancam punah karena habitat yang semakin sempit
dan telur-telurnya yang diambil oleh manusia. Diperkirakan jumlahnya kurang
dari 10.000 ekor saat ini. Maleo(Macrocephalon maleo)tergolong satwa liar yang
langka dan dilindungi
Lokasi kawasan konservasi yang telah ditunjuk/ditetapkan sebagai tempat
konservasi Maleo, diantaranya Suaka Margasatwa Bakiriang di Kabupaten
Banggai (Sulawesi Tengah, Suaka Margasatwa Pinjan-Tanjung Matop di
Kabupaten Toli-toli (Sulawesi Tengah), Cagar Alam (CA) Morowali di
Kabupaten Morowali (Sulawesi Tengah), Taman Nasional (TN) Lore Lindu di
Kabupaten Donggala (Sulawesi Tengah), dan Taman Nasional Bogani Nani
Wartabone di Kabupaten Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara) dan Kabupaten
Gorontalo (Gorontalo). Selain di tempat-tempat tersebut, maleo masih terdapat di
hutan-hutan yang ada di Sulawesi Tengah.
Sejak tahun 1990 berdasarkan SK. No. Kep. 188.44/1067/RO/BKLH
tanggal 24 Pebruari 1990 "Maleo" ditetapkan sebagai "Satwa Maskot" daerah
Sulawesi Tengah. Ini merupakan kebanggaan bagi masyarakat Sulawesi Tengah
dan Indonesia pada umumnya. Demikian juga menjadi citra bagi bangsa Indonesia
di dunia Internasional.

3.4 pemanfaatan
Maleo adalah jenis satwa yang peka terhadap gangguan. Gangguan di alam
bebas antara lain : terdesaknya habitat terutama yang berada di luar kawasan
konservasi, pemanfaatan telurnya oleh manusia serta predator antara lain : Biawak
(Varanus sp), Babi Hutan (Sus sp).
Upaya budi daya/penangkaran relatif masih sulit dan belum ada yang
berminat melakukannya. Namun demikian justru perkembangan populasi secara
alamiah pada habitat aslinya yang diutamakan. Apabila ini terjadi sudah tentu
akan menjamin kelangsungan hidupnya sepanjang masa.
Pemanfaatan yang dapat dilakukan antara lain untuk menunjang kegiatan
penelitian, ilmu pengetahuan/pendidikan budidaya. Pemanfaatan lain yakni
sebagai atraksi wisata secara terbatas, pada habitat alamnya baik di kawasan
konservasi (suaka alam) maupun diluar kawasan konservasi.
DAFTAR PUSTAKA
Addin, A., 1992. Karakteristik Mikro Habitat Tempat Bertelur Burung Maleo
(Macrocephalon maleo) pada Habitat Alami dalam Upaya Penangkaran di Suaka
Margasatwa Buton Utara. Sulawesi Tenggara. Jurusan Konservasi Sumberdaya
Hutan Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
Gunawan, H.,1974. Sedikit Keterangan Mengenai Burung Maleo (Macrocephalon
maleo Sal. Muller 1846). Majalah Kehutanan Indonesia, Tahun 1 Desember 1974.
Hafez, E.S.E., 1968. Adaptation of Domestics Animals. Lea Febiger,
Philadelphia.
Kophalindo., 1994. Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Kajian Lingkungan
Hidup.
Kinnaird, MF., 1997. Sulawesi Utara: Sebuah Panduan Sejarah Alam. Yayasan
Pengembangan Wallacea. GEF-Biodiversity Collections Project. SULUT.
MacKinnon, J., 1981. Methods for the Conservation of Maleo Birds,
Macrocephalon Maleo on the Island of Sulawesi, Indonesia. Biologi
Conservation.
Mallombasang, S. N., 1995. Pengelolaan Satwa Liar. PAU-IPB, Bogor.
Nurhayati, B.N.,1986. Masalah Pelestarian Burung Maleo. Makalah Pengelolaan
Suaka Alam dan Margasatwa; Program Studi Ilmu Lingkungan Ekologi Manusia.
Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Indonesia.
Priyono, A., 1997. Pengaruh Pencukuran dan Level Energi Ransum Terhadap
Performa Domba Lokal. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Padjajaran.
Bandung.
Rusiyantono,Y., I. Mumu and M. Tanari.,2011. Conservation of Maleo
(Macrocephalon maleo) Arrooght Regulation of Feeding Management J.
Biodiversitas. 11. 196-225.
Siregar, S.B., 1982. Pengaruh Ketinggian Tempat dan Penggunaan Makanan
terhadap Status Faali dan Pertumbuhan Kambing dan Domba Lokal. Thesis.
Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung.

Sumoprastowo, C.D.A., 1987. Beternak Kambing yang Berhasil. Bhrata Niaga


Mega, Jakarta.

Zulfikar., 2004. Karakteristik Fisik Lubang Bertelur Burung Maleo


(Macrocephalon maleo) di Suaka Margasatwa Tanjung Matop Kabupaten Tolitoli,
Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako.

You might also like