Professional Documents
Culture Documents
Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung
kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Resiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk prilaku maupun bertujuan melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis (keliat,2010)
American Psychological Association (2006 dalam Townsend, 2009) mengemukakan
bahwa kekerasan/kemarahan adalah keadaan emosional yang bervariasi dalam intensitas
ringan hingga kemarahan yang intens (berat), hal ini disertai dengan perubahan fisiologis
dan biologis, seperti peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan kadar hormone
epinerphrine dan norepinerphine.
B. Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptive
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan marah
mengungkapkan menapai tidak dapat mengekspesikan dan bermusuhan
rasa marah tanpa kepuasan saat mengungkapkan secara fisik tapi yang takut dan
menyalahkan marah dan tidak perasaannya masih terkontrol hilang control
orang lain dan dapat tidak berdaya mendorong disertai amuk,
memberikan menemukan dan menyerah orang lain merusak
kelegaan alternatifnya denganancaman lingkungan
a. Respon Adaptif
Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 96):
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
b. Respon Maladaptif
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan social
2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanifestasiakn dalam bentuk fisik
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 97).
1. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiapmorang yang merupakan faktor
predisposis, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor berikut dialami oleh individu:
1. Psikologis
Menurut Townsend(1996, dalam jurnal penelitian) Faktor psikologi perilaku
kekerasan meliputi:
a. Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kepuasan dan
rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan
dan meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
b. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku
kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhioleh peran eksternal
(Nuraenah, 2012: 31).
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
1) Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa terancam baik internal
dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lungkungan.
3) Lingkungan: panas, padat dan bising
D. Tahapan
c. Tahap 3 : Krisis
Perasaan : Peningkatan kemarahan dan agresi
Perilaku : Agitasi, gerakan mengancam, menyerang orang disekitar,
berkata kotor; berteriak
Tindakan perawat : Lanjutkan intervensi tahap 2, dalam menjaga jarak pribadi,
hangat (tidak mengancam) konsekuensi, cobalah untuk menjaga komunikasi
E. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah:
1) Teori Biologis
a) Neurologic Faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter,
dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat
rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik
sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012).
Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah antara
perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak
dimana terdapat interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus
frontal dapat menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah,
2012).
b) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi
perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007) dalam gen manusia
terdapat dorman (potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype
XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta
orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100).
c) Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian pada
jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja
ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah
bersikap agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
d) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya
epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan dalam
penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh. Apabila ada
stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan
akan dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya
melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepineprin
serta penurunan serotonin dan GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada
cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
2) Teori Psikogis
a) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase
oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap
agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan
rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti,
2012: hal 100 – 101)
Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya (Kartika Sari, 2015: 138) :
DS:
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
b. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa tercekik
dan bingung
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan
Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya.
G. Mekanisme Koping
Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untuk membantu klien
mengembangkan mekanisme koping yang konstrutif dalam mengekspresikan marahnya.
Secara umun, mekanisme koping yang sering digunakan antara lain mekanisme pertahanan
ego seprti displacemen, sublimasi, proyeksi, represi dan reaksi formasi
Menurut Stuart & Laraia (2005, hal : 69), mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain :
1. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada
obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman
dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan dengan temannya
H. Sumber Koping
Menurut Stuart & Laraia (2005, hal : 68), sumber koping dapat berupa aset
ekonomi,kemapuan dan keterlampilan, teknik defensif, dukungan sosial dan motifasi.
Hubungan antar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada
saat ini. Sumber koping lainnya termasuk kesehatan dan energi dukungan spiritual,
keyakinan positif, keterampilan menyelesaikan keterampilan menyelsaikan masalah dan
sosial, sumber daya sosial dan material, dan kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai dasar harapan dan
dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang paling buruk. Keterampilan
pemecahan masalah termasuk kemapuan untuk mencari informasi, mengidentifikasi
masalah, menimbang alternatif, dan melaksanakan rencana tindakan. Keterampilan sosial
memfasilitasi penyelesaian masalah yang melibatkan orang lain, meningkatkan
kemungkinan untuk mendapatkan kerja sama dan dukungan dari orang lain, dan
memberikan kontrol sosial individu yang lebih besar. Akhirnya, aset materi berupa barang
dan jasa yang bisa dibeli dengan uang. Sumber koping sangat meningkatkan pilihan
seseorang mengatasi dihampir semua situasi stress. Pengetahuan dan kecerdasan yang lain
dalam menghadapi sumber daya yang memungkinkan orang untuk melihat cara berbeda
dalam menghadapi stress, akhirnya sumber koping juga termasuk kekuatan ego untuk
mengidentifikasi jaringan sosial, starbilitas budaya, orientasi pencegahan kesehatan dan
konstitusional.
Dan bila klien dianggap hendak melakukan kekerasan, maka perawat harus :
1) Melaksanakan prosedur klinik yang sesuai untuk melindungi klien dan tenaga
kesehatan
2) Beritahu ketua tim
3) Bila perlu, minta bantuan keamanan
4) Kaji lingkungan dan perubahan yang perlu
5) Beritahu dokter dan kaji PRN untuk pemberian obat
Restrains
Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat restrain mekanik atau
restrain manual terhadap pergerakan klien. Dapatkan ijin dokter bila diharuskan
karena kebijakan insitusi.
lsolasi
Adalah menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat
keluar atas kemauannya sendiri.Tingkatan pengisolasian dapat berkisar dari
penempatan dalam ruangan yang tertutup tapi tidak terkunci sampai pada
penempatan dalam ruang terkunci dengan kasur tanpa sprei di Iantai, kesem patan
berkomunikasi yang dibatasi, dan klien memakai pakaian RS atau kain terpal yang
berat.
Indikasi penggunaan:
1. Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan klien atau orang
Iain dan tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan intervensi
pengendalian yang longgar, seperti kontak interpersonal atau pengobatan.
2. Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh klien
Evaluasi
Mengukur apakah tujuan dan kriteria sudah tercapai. Perawat dapat
mengobservasi perilaku klien. Dibawah ini beberapa perilaku yang dapat
mengidikasikan evaluasi yang postif:
1. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien
2. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut
3. Sudah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pad yang lain
4. Buat komentar yang kritikal
5. Apakah klien sudah mamou mengekpresikan sesuatu yang berbeda
6. Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk mengurangi
perasaan marahnya
7. Mampu mentoleransi rasa marahnya
8. Konsep diri klien sudah meningkat
9. Kemandirian dalam berpikir dan aktivitas meningkat
J. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan resiko perilaku kekerasan dirumuskan jika klien saat ini
tidak melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan dan
belum mampu mengendalikan perilaku kekerasan tersebut.
Pohon masalah diagnosis resiko perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan