Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Urin diekskresikan oleh ginjal. Unit fungsional dari ginjal adalah nefron, yang terdiri
dari glomerulus, tubulus proksimalis dan distalis, lengkung dan saluran pengumpul.
Diuretika mempengaruhi tiga proses fisiologis dalam pengangkutan elektrolit, yaitu pada
filtrasi glomerulus, absorpsi kembali di tubulus atau lengkung Henle dan sekresi di
tubulus.
Secara umum diuretika dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu diuretika osmotik,
diuretika pembentuk asam, diuretika merkuri organik, diuretika penghambat karbonik
anhidrase, diuretika turunan tiazida, diuretika hemat kalium dan diuretika loop.
1
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Selain itu kelebihan ion Cl- dalam urin akan mengikat ion Na+ membentuk garam
NaCl dan kemudian diekskresikan bersama-sama dengan sejumlah ekivalen air dan terjadi
diuresis.
Penggunaan amonium klorida dalam sediaan tunggal kurang efektif karena setelah 1-2
hari, tubuh (ginjal) mengadakan kompensasi dengan memproduksi amonia, yang akan
menetralkan kelebihan asam, membentuk NH4Cl dan kemudian diekskresikan, sehingga efek
diuretiknya akan menurun secara drastis. Oleh karena itu di klinik biasanya digunakan
bersama-sama dengan diuretik lain, seperti turunan merkuri organik. Dosis oral untuk
diuretik : 1-1,5 g 4 dd.
NH4Cl lebih sering digunakan sebagai ekspektoran dalam campuran obat batuk,
karena dapat meningkatkan sekresi cairan saluran napas sehingga mudah dikeluarkan.
Diuretik merkuri organik adalah saluretik karena dapat menghambat absorbsi kembali
ion – ion Na+, Cl-, dan air. Absorbsi pada saluran cerna rendah dan menimbulkan irirtasi
lambung sehingga pada umumnya diberika secara parental. Dibandingkan dengan obat
diuretik lain, penggunaan diuretika merkuri organik mempunyai beberapa keuntungan, antara
lain tidak menimbulkan hipokalemi, tidak mengubah keseimbangan elektrolit dan tidak
mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan asam urat.efek. Iritasi setempat besar dan
menimbulkan nekrosisi jaringan. Diuretika merkuri organik menimbulkan reaksi sistemik
yang berat sehingga sekarang jarang digunakan sebagai obat diuretik.
Mekanisme kerja :
Diuretika merkuri organik mengandung ion merkuri, yang dapat berinteraksi dengan
gugus SH enzim ginjal ( Na, K-dependent ATP – ase) yang berperan pada produksi energio
yang diperlukan untuk absorbsi kembali elektrolit dalam membran tubulus, sehingga enzim
menjadi tidak aktif. Akibatnya absorbsi kembali ion – ion Na+ dan Cl- ditubulus menururn,
kemudian dikeluarkan bersama – sama derngan sejumlah ekivalen air sehingga terjadi efek
diuresis.
4
Mekanisme reaksi diuretika merkuri organik dengan gugus SH enzim dijelaskan
sebagai berikut :
Keterangan :
GH dapat berupa gugus – gugus nukleufil, seperti OH, COOH, NH2, SH atau cincin imidazol.
Diuretika merkuri organik mempunyai rantai yang terdiri dari 3 atom C dan satu atom
Hg pada salah satu ujung rantai, yang mengikat gugus hidroksil X.
R : gugus aromatik, heterosiklik atau alisiklik yang terikat pada rantai propil melalui gugus
karbamoil. Gugus R sangat menentukan distribusi dan kecepatan eksresi diuretika.
Y : biasanya gugus metil, dapat pula gugus etil, secara umum pengaruh gugus terhadap sifat
senyawa adalah kecil.
X : subtituen yang bersifat hidrofil. Biasanya X adalah gugus teofilin, yang dapat
menurunkan toksisitas obat, mengurangi efek iritasi setempat, meningkat kan kecepat
absorbsi, dan juga mempunyai efek diuretik ( terjadi potensiasi ). Bila X dalah gugus tiol,
5
seperti asam merkaptoasetat atau tiosorbitol. Dapat mengurangi toksisitas terhadap jantung
dan efek iritasi setempat.
Mekanisme kerja
6
kemudian terdisosiasi menjadi H+ dan HCO-3. Ion H+ inilah yang digunakan sebagai
pengganti ion – ion Na+ dan K+ yang diabsorbi kembali dalam tubulus renalis.
Bila kerja enzim dihambat maka produksi asam karbonat akan menururn, sehingga jumlah
ion H+ sebagai pengganti Na+ juga menurun. Akibatnya, jmlah ion Na+ yang diabsorbsi
kembali akan menurun dan ion Na+ yang tertinggal, bersama – sama dengan HCO3- dan air,
akan meningkatkan volume urin, yang kemudian dikeluarkan dan menyebabkan efek diuresis.
Beberapa hipotesisi telah dikemukan untuk menjelaskan mekanisme pada tingkat molekul :
1. Karena gugus struktur sulfamil mirip dengan asam karbonat , diuretika yang
mengandung gugus silfamil, seperti turunan sulfonamidadan tiazida, dapat
menghambat enzim karbonik anhidrase dan antagonis ini bukan tipe kompetitif.
Gambar Hipotesis pembentukan kompleks dan penghambatan enzim karbonik
anhidrase.
7
2. Yonezawa dan kawan – kawan mengemukakan bahwa adanya atom nitrogen pada
gugus sulfonamida yang bersifat sangat nukleofil dapat bereaksi dengan karbonik
anhidrase dan menghambat kerja enzim.
3. Modifikasi yang lain dari struktur asetazolamid secara umum akan menurunkan
aktivitas. Deasetilasi akan menurunkan aktivitas dan perpanjangan gugus alkil pada
rantai asetil akan meningkatkan toksisitas.
Contoh :
a. Asetazoloamid (diamox, glaupax), diabsorbsi secara cepat dalam saluran cerna,
diekskresikan melalui urindalam bentuk tak berubah ± 70%. Kadar plasma
tertinggi obat dicapai dalam ± 2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro ±
5 jam. Asetazolamid juga digunakan untuk pengobatan glaukoma dan sebagai
penunjang pada pengobatan epilepsi mal, dikombinasi dengan obat antikejang,
seperti fenitoin. Dosis sebagai diuretik dan untuk pengobatan glaukoma : 250 mg
2-4 dd.
8
b. Metazolamid, dianjurkan sebagai penunjang pada pengobatan glaukoma kronik.
Penururnan tekanan intraokuler terjadi 4 jam setelah pemberian oral, dengan efek
puncak dalam 6-8 jam, dan masa kerja 10 – 18 jam. Dosis untuk pengobatan
glaukoma : 50-100 mg 2-3 dd.
c. Etoksolamid, mempunyai aktivitas diuretik dua kali lebih besar dibanding
asetazolamid, digunakan untuk pengobatan glaukoma dan mengontrol serangan
epilepsi. Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam ± 2 jam setelah pemberian
oral, dengan masa kerja 8-12 jam. Dosis sebagai diuretik dan unutk pengobatan
glaukoma : 125-250 mg 2-4 dd.
d. Diklorfenamid, aktivitas diuretiknya sama dengan metazolamid, digunakan untuk
pengobatan glaukoma dan mengontrol serangfan epilepsi. Dosis sebagai diuretik
dan pengobatan glaukoma : 25- 100 mg 2-4 dd.
Diuretika turunan tiazida adalah saluretik yang dapat menekan absorspsi kembali ion
–ion Na+, Cl- dan air. Turunan ini juga meningkatkan ekskresi ion-ion K+, Mg++, dan HCO3+
dan menurunkan ekskresi asam urat. Diuretika turunan tiazida terutama digunakan untuk
pengobatan sembab pada keadaan dekomposasi jantung dan sebagai penunjang pada
pengobatabatan hipertensi karena dapat mengurangi volume darah dan secara langsung
menyebabkan relaksasi otot polos arteriola. Turunan ini dalam sediaan sering dikombinasi
dengan obat-obat antihipertensi, seperti reserpin dan hidralazin. Untuk pengobatan hipertensi
karena menimbulkan efek potensiasi diuretika turunan tiazida menimbulkan efek samping
hipokalemi, gangguan keseimbangan elektrolit dan menimbulkan penyakit pirai yang akut.
Mekanisme Kerja :
9
menyertaimya pada loop of henle, dengan mekanisme yang belum jelas, Kemungkinan
karena peran prostaglandin. Turunan tiazid juga menghambat enzim karbonik anhidrase di
tubulus distalis tetapi efeknya relatif lemah.
1. Pada posisi 1 cincin heterosiklik adalah gugus SO2 atau CO2, gugus SO2 mempunyai
aktivitas yang lebih besar.
2. Pada posisi 2 ada substituent gugus alkil yang rendah biasannya gugus metil
3. Pada posisi 3 ada substituent lipofil, seperti alkil terhalogenasi (CH2Cl,
CH2SCH2CP3), CH2C3H5, dan CH2SCH2C3H5.
4. Ada ikatan C3-C4 jenuh. reduksi ikatan rangkap pada C3-C4 dapat meningkatkan
aktivitas diuretik ± 10 kali.
5. Substitusi langsung pada posisi 4,5 atau 8 dengan gugus alkil akan menurunkan
aktivitas diuretic.
6. Pada posisi 6 ada gugus penarik elektron yang sangat penting seperti Cl dan CF3-,.
Hilangnya gugus tersebut menyebabkan senyawa kehilangan aktivitas . penggantian
gugus cl dengan CF3-, dapat meningkatkan kelarutan senyawa dalam lemak sehingga
memperpanjang massa kerja obat.
7. Pada posisi 7 ada gugus sulfamil yang tidak tersubstitusi. Turunan mono dan
disubstitusi dari gugus sulfamil tidak mempunnyai aktivitas diuretik.
8. Gugus sulfamil pada posisi meta (1) davit diganti dengan gugus-gugus elektronegatif
lain, membentuk gugus induk baru yang dinamakan diuretika seperti tiazida (thiazide-
like diuretica) seperti pada turunan salisilanilid (xipamid), turunan benzhidrazid
(klopamid dan indapamid), dan turunan ptalimidin (klortalidon).
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas natriuretik ringan
dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+. Senyawa tersebut bekerja pada tubulus distalis
dengan cara memblok penukaran ion Na+ dengan ion H+ dan K+, menyebabkan retensi ion K+
dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan air. Aktivitas diuretiknya relatif lemah, biasanya
diberikan bersama-sama dengan diuretik turunan tiazid. Kombinasi ini menguntungkan
10
karena dapat mengurangi sekresi ion K+ sehingga menurunkan terjadinya hipokalemia dan
menimbulkan efek aditif. Obat golongan ini menimbulkan efek samping hiperkalemia, dapat
memperberat penyakt diabetes dan pirai, seta menyebabkan gangguan pada saluran cerna.
Mekanisme kerja
Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan mengubah kekuatan
pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion memblok absorbsi kembali ion Na+ dan ekskresi
ion K+ dan Cl- dalam urin.
Diuretik hemat kalium dibagi mejadi dua kelompok, yaitu diuretik dengan efek langsung dan
antagonis aldosteron.
11
Senyawa yang mempunyai struktur mirip dengan aldosteron, seperti spironolakton,
bekerja sebagai antagonis melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi
reseptor pada saluran pengumpul, dimana terjadi pertukaran ion Na+ dan K+.
Penghambatan tersebut menyebabkan peningkatan ekskresi ion Na+ dan Cl- serta
retensi ion K+.
Contoh :
Spironolakton (aldactone, idrollaton), diabsorpsi dengan baik dalam Saluran cerna
kurang lebih 98% terikat oileh protein plasma. Spironolakton cepat dimetabolisis di
hati menjadi kanrenon, yaitu bentuk yang bertanggung jawab terhadap 80% aktivitas
diuretiknya. Waktu parohnya cukup lama, antara 10-35 jam. Aktivitasnya meningkat
bila diberikan bersama-sama dengan diuretik turunan tiasida atau diuretik loop.
Dosis : 50-100 mg/hari
Mekanis Kerja
Model kerja diuretik loop pada tingkat molekul belum belum diketahui secara pasti,
tetapi ada tiga hipotesis yang kemungkinan dapat digunakan untuk menjelaskan model kerja
tersebut, yaitu;
1. Penghambatan enzim Na+-K+ ATP-ase,
2. Penghambat atau pemindahan siklik-AMP,
3. Penghambat glikolisis.
Diuretik loop menimbulkan efek samping yang cukup serius, seperti hiperurisemi,
hiperglikemi, hipotensi, hipokalemi, hipokloremik alkalosis, kelainan hematologis dan
dehidrasi. Biasanya digunakan untuk pengobatan sembab paru yang akut, sembab karena
kelainan jantung, ginjal atau hati, sembab karena keracunan kehamilan, sembab otak dan
untuk pengobatan hipertensi ringan. Untuk pengobatan hipertensi cukupan dan berat biasanya
dikombinasi dengan obat antihipertensi, seperti L-α-metildopa. Struktur kimia golongan ini
bervariasi dan secara umum dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu turunan asam
fenoksiasetat dan turunan sulfonamida.
12
1. Turunan Asam Fenoksiasetat
Contoh : asam etakrinat.
Asam etakrinat menimbulakn aktivitas diuretik karena dapat berinteraksi dengan
gugus sulfhidril enzim yang bertanggung jawab pada proses absorpsi kembali Na+ di
tubulus renalis. Yang berperan pada interaksi tersebut adalah gugus α ᵝ-ikatan rangkap
tidak jenuh.
Mekanisme reaksi asam etakrinat dengan gugus sulfhidril enzil dijelaskan sebagai
berikut:
Asam etakrinat mempunyai awal kerja yang cepat ± 30 menit setelah pemberian oral,
dan efeknya berakhir setelah 6-8 jam. Dosis : 50-100 mg 2-3 dd.
Aktivitas relatif beberapa turunan asam etakrinat dapat dilihat pada tabel 39.
Tabel 39. Aktivitas relatif analog asam etakrinat.
Struktur umum :
13
Keterangan :
Penghambatan sulfhidril dalam menit untuk 50% reaksi.
Penghambatan ATP-ase dari korteks renalis marmot (in vitro).,
14
Contoh turunan asam 5-sulfamoil-3-aminobenzoat : bumetanid, dan piretanid.
15
b. Bumetanid (burinex), merupakan diuretik yang kuat dengan masa kerja
pendek (± 4 jam). Bumetanid digunakan terutama untuk pengobatan
sembab yang berhubungan dengan penyakit jantung, hati dan ginjal.
Pemindahan gugus amin dari posisi 2 ke posisi 3, dapat meningkatkan
aktivitas diuretik sampai ± 50 kali, tetapi senyawa mempunyai masa kerja
yang pendek.
Bumetanid diabsorpsi dalam saluran cerna secara cepat dan sempurna, ± 98%
terikat oleh protein plasma. Efek maksimum dicapai ± 2 jam setelah
pemberian oral, dan waktu paronya ± 1 jam. Selain sebagai diuretik,
bumetanid juga mempunyai efek antihipertensi. Dosis : 1-2 mg/hari.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diuretika osmotik adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin dengan
mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan osmosa.
Diuretika pembentuk asam adalah senyawa anorganik yang dapat menyebabkan
urin bersifat asam dan mempunyai efek diuretik.
Diuretik merkuri organik adalah saluretik karena dapat menghambat absorbsi
kembali ion – ion Na+, Cl-, dan air.
Diuretik penghambat karbonik anhidrase adalah senyawa yang digunakan secara
luas untuk pengobatan sembab yang ringan dan moderat, sebelum diketemukan
diuretika tururnan tiazida.
Diuretika turunan tiazida adalah saluretik yang dapat menekan absorspsi kembali
ion –ion Na+, Cl- dan air.
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas natriuretik
ringan dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+.
Diuretik loop merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat, aktivitasnya jauh
lebih besar dibandingkan turunan tiazida dan senyawa saluretik lain.
3.2 Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18