You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Diuretika adalah senyawa yang dapat meningkatkan volume urin. Diuretika bekerja
terutama dengan meningkatkan ekskresi ion-ion Na+ , Cl- atau HCO3- . Yang merupakan
elektrolit utama dalam cairan luar sel. Diuretika juga menurunkan absorpsi kembali
elektrolit di tubulus renalis dengan melibatkan proses pengangkutan aktif. Diuretika
terutama digunakan untuk mengurangi sembab (edeme) yang disebabkan oleh
meningkatnya jumlah cairan luar sel, pada keadaan yang berhubungan dengan kegagalan
jantung kongestif, kegagalan ginjal, oligourik, sirosis hepatik, keracunan kehamilan,
glaukoma, hiperkalsemi, diabetes insipidus dan sembab yang disebabkan oleh
penggunaan jangka panjang kortikosteroid atau estrogen. Diuretika juga digunakan
sebagai penunjang pada pengobatan hipertensi.
Berdasarkan efek yang dihasilkan diuretika dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Diuretika yang hanya meningkatkan ekskresi air dan tidak mempengaruhi kadar
elektrolit tubuh.
2. Diuretika yang hanya meningkatkan ekskresi Na+ (Natriuretik)
3. Diuretika yang hanya meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- (Saluretik).

Urin diekskresikan oleh ginjal. Unit fungsional dari ginjal adalah nefron, yang terdiri
dari glomerulus, tubulus proksimalis dan distalis, lengkung dan saluran pengumpul.
Diuretika mempengaruhi tiga proses fisiologis dalam pengangkutan elektrolit, yaitu pada
filtrasi glomerulus, absorpsi kembali di tubulus atau lengkung Henle dan sekresi di
tubulus.

Secara umum diuretika dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu diuretika osmotik,
diuretika pembentuk asam, diuretika merkuri organik, diuretika penghambat karbonik
anhidrase, diuretika turunan tiazida, diuretika hemat kalium dan diuretika loop.

1
1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretika Osmotik ?


2. Bagaimana Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretika Pembentuk Asam ?
3. Bagaimana Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretika Merkuri Organik ?
4. Bagaimana Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretika Penghambat Karbonik
Anhidrase ?
5. Bagaimana Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretika Turunan Tiazida ?
6. Bagaimana Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretika Hemat Kalium ?
7. Bagaimana Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretika Loop ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretika Osmotik


2. Mengetahui Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretika Pembentuk Asam
3. Mengetahui Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretika Merkuri Organik
4. Mengetahui Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretika Penghambat Karbonik
Anhidrase
5. Mengetahui Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretika Turunan Tiazida
6. Mengetahui Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretika Hemat Kalium
7. Mengetahui Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretika Loop.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DIURETIKA OSMOTIK


Diuretika osmotik adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin dengan
mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan osmosa. Diuretika osmotik mempunyai
berat molekul rendah, dalam tubuh tidak mengalami metabolisme, secara pasif disaring
melalui kapsula Bowman ginjal, dan tidak diabsoprsi kembali oleh tubulus renalis. Bila
diberikan dalam dosis besar atau larutan pekat akan menarik air dan elektrolit ke tubulus
renalis, yang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan osmosa, sehingga terjadi diuresis.
Diuretika osmotik adalah natriuretik, dapat meningkatkan ekskresi natrium dan air.
Efek samping diuretik osmotik antara lain adalah gangguan keseimbangan elektrolit,
dehidrasi, mata kabur, nyeri kepala dan takikardia.
Contoh : manitol, glukosa, sukrosa dan urea. Manitol, adalah diuresis osmotik yang
digunakan untuk mengatasi berbagai keadaan sembab, bila turunan tiazida sudah tidak efektif
lagi. Manitol juga digunakan sebagai bahan diagnostik untuk mengukur kecepatan filtrasi
glomerulus. Dosis diuretik : 50-200 g/hari, diberikan melalui infus I.V.200 mg/kg bb dengan
kadar 15-25 %.
2.2 DIURETIKA PEMBENTUK ASAM
Diuretika pembentuk asam adalah senyawa anorganik yang dapat menyebabkan urin
bersifat asam dan mempunyai efek diuretik. Senyawa golongan ini efek diuretiknya lemah
dan menimbulkan asidosis hiperklorimetrik sistemik. Efek samping yang ditimbukan antara
lain adalah iritasi lambung, penurunan nafsu makan, mual, asidosis dan ketidaknormalan
fungsi ginjal. Contoh : amonium klorida, amonium nitrat dan kalsium klorida.
Mekanisme kerja :
Mekanisme terjadinya efek diuresis oleh amonium klorida digambarkan secara
skematik melalui reaksi sebagai berikut :

3
Selain itu kelebihan ion Cl- dalam urin akan mengikat ion Na+ membentuk garam
NaCl dan kemudian diekskresikan bersama-sama dengan sejumlah ekivalen air dan terjadi
diuresis.
Penggunaan amonium klorida dalam sediaan tunggal kurang efektif karena setelah 1-2
hari, tubuh (ginjal) mengadakan kompensasi dengan memproduksi amonia, yang akan
menetralkan kelebihan asam, membentuk NH4Cl dan kemudian diekskresikan, sehingga efek
diuretiknya akan menurun secara drastis. Oleh karena itu di klinik biasanya digunakan
bersama-sama dengan diuretik lain, seperti turunan merkuri organik. Dosis oral untuk
diuretik : 1-1,5 g 4 dd.
NH4Cl lebih sering digunakan sebagai ekspektoran dalam campuran obat batuk,
karena dapat meningkatkan sekresi cairan saluran napas sehingga mudah dikeluarkan.

2.3 DIURETIK MERKURI ORGANIK

Diuretik merkuri organik adalah saluretik karena dapat menghambat absorbsi kembali
ion – ion Na+, Cl-, dan air. Absorbsi pada saluran cerna rendah dan menimbulkan irirtasi
lambung sehingga pada umumnya diberika secara parental. Dibandingkan dengan obat
diuretik lain, penggunaan diuretika merkuri organik mempunyai beberapa keuntungan, antara
lain tidak menimbulkan hipokalemi, tidak mengubah keseimbangan elektrolit dan tidak
mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan asam urat.efek. Iritasi setempat besar dan
menimbulkan nekrosisi jaringan. Diuretika merkuri organik menimbulkan reaksi sistemik
yang berat sehingga sekarang jarang digunakan sebagai obat diuretik.

Mekanisme kerja :

Diuretika merkuri organik mengandung ion merkuri, yang dapat berinteraksi dengan
gugus SH enzim ginjal ( Na, K-dependent ATP – ase) yang berperan pada produksi energio
yang diperlukan untuk absorbsi kembali elektrolit dalam membran tubulus, sehingga enzim
menjadi tidak aktif. Akibatnya absorbsi kembali ion – ion Na+ dan Cl- ditubulus menururn,
kemudian dikeluarkan bersama – sama derngan sejumlah ekivalen air sehingga terjadi efek
diuresis.

4
Mekanisme reaksi diuretika merkuri organik dengan gugus SH enzim dijelaskan
sebagai berikut :

Keterangan :

GH dapat berupa gugus – gugus nukleufil, seperti OH, COOH, NH2, SH atau cincin imidazol.

Hubungan struktur – aktivitas:

Diuretika merkuri organik mempunyai rantai yang terdiri dari 3 atom C dan satu atom
Hg pada salah satu ujung rantai, yang mengikat gugus hidroksil X.

R : gugus aromatik, heterosiklik atau alisiklik yang terikat pada rantai propil melalui gugus
karbamoil. Gugus R sangat menentukan distribusi dan kecepatan eksresi diuretika.

Y : biasanya gugus metil, dapat pula gugus etil, secara umum pengaruh gugus terhadap sifat
senyawa adalah kecil.

X : subtituen yang bersifat hidrofil. Biasanya X adalah gugus teofilin, yang dapat
menurunkan toksisitas obat, mengurangi efek iritasi setempat, meningkat kan kecepat
absorbsi, dan juga mempunyai efek diuretik ( terjadi potensiasi ). Bila X dalah gugus tiol,

5
seperti asam merkaptoasetat atau tiosorbitol. Dapat mengurangi toksisitas terhadap jantung
dan efek iritasi setempat.

2.4 DIURETIK PENGHAMBAT KARBONIK ANHIDRASE

Senyawa penghambat karbonik anhidrase adalah saluretiki, digunakan secara luas


untuk pengobatan sembab yang ringan dan moderat, sebelum diketemukan diuretika tururnan
tiazida. Efek samping yang ditimbulkan golongan ini antara lain adalah gangguan saluran
cerna, menurunnya nafsu makan, parestesia, asedosis sistemik, alkalinasi urin dan
hipokalemia. Adanya efek asidosis sistemik dan alkalinasi urin dapat mengubah secara
bermakna perbandingan bentuk terionisasi dan yang tak terionisasi dari obat – obat lain
dalam cairan tubuh, sehingga mempengaruhi pengangkutan, penyimpanan, metabolisme,
ekskresi, dan aktivitas obat – obat tersebut. Penggunaan diuretik penghambat karbonik
anhidrase terbatas karena cepar menimbulkan toleransi. Sekarang, diuretika penghambat
karbonik anhidrase lebih banyak digunakan sebagai obat penunjang pada pengobatan
glaukoma, dikombinasi dengan niotik, seperti pilokarpin, karena dapat menekan
pembentukan aqueous humour dan menurunkan tekanan dalam mata.

Mekanisme kerja

Karbonik anhidrase adalah metaloenzim yang berperan dalam pembentukan asam


karbonat, sebagai hasil reaksi antara air dan gas asam arang. Asam karbonat yang terbentuk

6
kemudian terdisosiasi menjadi H+ dan HCO-3. Ion H+ inilah yang digunakan sebagai
pengganti ion – ion Na+ dan K+ yang diabsorbi kembali dalam tubulus renalis.

Mekanisme diatas digambarkan sebagai berikut:

Bila kerja enzim dihambat maka produksi asam karbonat akan menururn, sehingga jumlah
ion H+ sebagai pengganti Na+ juga menurun. Akibatnya, jmlah ion Na+ yang diabsorbsi
kembali akan menurun dan ion Na+ yang tertinggal, bersama – sama dengan HCO3- dan air,
akan meningkatkan volume urin, yang kemudian dikeluarkan dan menyebabkan efek diuresis.

Beberapa hipotesisi telah dikemukan untuk menjelaskan mekanisme pada tingkat molekul :

1. Karena gugus struktur sulfamil mirip dengan asam karbonat , diuretika yang
mengandung gugus silfamil, seperti turunan sulfonamidadan tiazida, dapat
menghambat enzim karbonik anhidrase dan antagonis ini bukan tipe kompetitif.
Gambar Hipotesis pembentukan kompleks dan penghambatan enzim karbonik
anhidrase.

7
2. Yonezawa dan kawan – kawan mengemukakan bahwa adanya atom nitrogen pada
gugus sulfonamida yang bersifat sangat nukleofil dapat bereaksi dengan karbonik
anhidrase dan menghambat kerja enzim.

Hubungan struktur – aktivitas

1. Yang berperan terhadap aktivitas diuretika penghambat karbonik anhidrase adalah


gugus sulfamil bebas. Mono dan disubstitusi pada gugus sulfamil akan
menghilangkan aktifitas diuretik karena pengikatan obat-resptor menjadi lemah.
2. Pemasukan gugus metil pada asetazolamid (metazolamid) dapat meningkatkan
aktivitas obat dan memperpanjang masa kerja obat. Hal ini disebabkan karena
metazolamid mempunyai kelarutan dalam lemak lebih besar, absorpsi kembali pada
tubulus menjadi lebih baik dan afinitas terhadap enzim lebih besar. Metazolamid
mempunyai aktivitas diuretik kurang lebih 5 kali lebih besar dibanding asetazolamid.

3. Modifikasi yang lain dari struktur asetazolamid secara umum akan menurunkan
aktivitas. Deasetilasi akan menurunkan aktivitas dan perpanjangan gugus alkil pada
rantai asetil akan meningkatkan toksisitas.
Contoh :
a. Asetazoloamid (diamox, glaupax), diabsorbsi secara cepat dalam saluran cerna,
diekskresikan melalui urindalam bentuk tak berubah ± 70%. Kadar plasma
tertinggi obat dicapai dalam ± 2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro ±
5 jam. Asetazolamid juga digunakan untuk pengobatan glaukoma dan sebagai
penunjang pada pengobatan epilepsi mal, dikombinasi dengan obat antikejang,
seperti fenitoin. Dosis sebagai diuretik dan untuk pengobatan glaukoma : 250 mg
2-4 dd.

8
b. Metazolamid, dianjurkan sebagai penunjang pada pengobatan glaukoma kronik.
Penururnan tekanan intraokuler terjadi 4 jam setelah pemberian oral, dengan efek
puncak dalam 6-8 jam, dan masa kerja 10 – 18 jam. Dosis untuk pengobatan
glaukoma : 50-100 mg 2-3 dd.
c. Etoksolamid, mempunyai aktivitas diuretik dua kali lebih besar dibanding
asetazolamid, digunakan untuk pengobatan glaukoma dan mengontrol serangan
epilepsi. Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam ± 2 jam setelah pemberian
oral, dengan masa kerja 8-12 jam. Dosis sebagai diuretik dan unutk pengobatan
glaukoma : 125-250 mg 2-4 dd.
d. Diklorfenamid, aktivitas diuretiknya sama dengan metazolamid, digunakan untuk
pengobatan glaukoma dan mengontrol serangfan epilepsi. Dosis sebagai diuretik
dan pengobatan glaukoma : 25- 100 mg 2-4 dd.

2.5 DIURETIKA TURUNAN TIAZIDA

Diuretika turunan tiazida adalah saluretik yang dapat menekan absorspsi kembali ion
–ion Na+, Cl- dan air. Turunan ini juga meningkatkan ekskresi ion-ion K+, Mg++, dan HCO3+
dan menurunkan ekskresi asam urat. Diuretika turunan tiazida terutama digunakan untuk
pengobatan sembab pada keadaan dekomposasi jantung dan sebagai penunjang pada
pengobatabatan hipertensi karena dapat mengurangi volume darah dan secara langsung
menyebabkan relaksasi otot polos arteriola. Turunan ini dalam sediaan sering dikombinasi
dengan obat-obat antihipertensi, seperti reserpin dan hidralazin. Untuk pengobatan hipertensi
karena menimbulkan efek potensiasi diuretika turunan tiazida menimbulkan efek samping
hipokalemi, gangguan keseimbangan elektrolit dan menimbulkan penyakit pirai yang akut.

Mekanisme Kerja :

Diuretika turunan tiazida mengandung gugus sulfamil sehingga dapat menghambat


enzim karbonik anhidrase. Juga diketahui bahwa efek saluretiknya terjdadi karena adanya
pemblokan proses pengangkutan aktif ion klorida dan absorpsi kembali ion yang

9
menyertaimya pada loop of henle, dengan mekanisme yang belum jelas, Kemungkinan
karena peran prostaglandin. Turunan tiazid juga menghambat enzim karbonik anhidrase di
tubulus distalis tetapi efeknya relatif lemah.

Hubungan Struktur Dan Aktivitas

Studi hubungan struktur-aktivitas diuretika turunan tiazida menunjukan bahwa


aktivitas diuretik meningkat bila senyawa mempunyai gambaran struktur sebagai berikut :

1. Pada posisi 1 cincin heterosiklik adalah gugus SO2 atau CO2, gugus SO2 mempunyai
aktivitas yang lebih besar.
2. Pada posisi 2 ada substituent gugus alkil yang rendah biasannya gugus metil
3. Pada posisi 3 ada substituent lipofil, seperti alkil terhalogenasi (CH2Cl,
CH2SCH2CP3), CH2C3H5, dan CH2SCH2C3H5.
4. Ada ikatan C3-C4 jenuh. reduksi ikatan rangkap pada C3-C4 dapat meningkatkan
aktivitas diuretik ± 10 kali.
5. Substitusi langsung pada posisi 4,5 atau 8 dengan gugus alkil akan menurunkan
aktivitas diuretic.
6. Pada posisi 6 ada gugus penarik elektron yang sangat penting seperti Cl dan CF3-,.
Hilangnya gugus tersebut menyebabkan senyawa kehilangan aktivitas . penggantian
gugus cl dengan CF3-, dapat meningkatkan kelarutan senyawa dalam lemak sehingga
memperpanjang massa kerja obat.
7. Pada posisi 7 ada gugus sulfamil yang tidak tersubstitusi. Turunan mono dan
disubstitusi dari gugus sulfamil tidak mempunnyai aktivitas diuretik.
8. Gugus sulfamil pada posisi meta (1) davit diganti dengan gugus-gugus elektronegatif
lain, membentuk gugus induk baru yang dinamakan diuretika seperti tiazida (thiazide-
like diuretica) seperti pada turunan salisilanilid (xipamid), turunan benzhidrazid
(klopamid dan indapamid), dan turunan ptalimidin (klortalidon).

2.6 DIURETIK HEMAT KALIUM

Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas natriuretik ringan
dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+. Senyawa tersebut bekerja pada tubulus distalis
dengan cara memblok penukaran ion Na+ dengan ion H+ dan K+, menyebabkan retensi ion K+
dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan air. Aktivitas diuretiknya relatif lemah, biasanya
diberikan bersama-sama dengan diuretik turunan tiazid. Kombinasi ini menguntungkan

10
karena dapat mengurangi sekresi ion K+ sehingga menurunkan terjadinya hipokalemia dan
menimbulkan efek aditif. Obat golongan ini menimbulkan efek samping hiperkalemia, dapat
memperberat penyakt diabetes dan pirai, seta menyebabkan gangguan pada saluran cerna.

Mekanisme kerja

Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan mengubah kekuatan
pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion memblok absorbsi kembali ion Na+ dan ekskresi
ion K+ dan Cl- dalam urin.

Diuretik hemat kalium dibagi mejadi dua kelompok, yaitu diuretik dengan efek langsung dan
antagonis aldosteron.

1. Diuretik dengan efek langsung


Contoh : amilorid dan triamteren
a. Amilorid HCL (puritrid), selain bekerja melalui mekanisme terjadi diatas
juga dapat mengubah permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan
menyebabkan retensi ion K+ dan H+. Amilorid digunakan untuk mengontrol
sembab dan hipertensi. Awal kerja amilorid terjadi 2-3 jam setelah pemberian
secara oral, kadar serum tertinggi dicapai dalam 3-4 jam, waktu paro kurang
lebih 6 jam dan mempunyai masa kerja cukup panjang kurang lebih 24 jam.
Penggunaan obat dapat dalam bentuk tunggal atau dikombinasi dengan
diuretik turunan tiazida. Dosis oral untuk diuretik : 5 mg 1-2 dd, untuk
mengontrol hipertensi : 5 mg 1 dd.
b. Triamteren adalah diuretik turunan pteridin, absorpsi dalam saluran cerna
cepat tetapi tidak sempurna. Ketersediaan hayatinya 30-70%, pada cairan
tubuh kurang lebih 45-75% terikat oleh protein plasma. Kadar plasma
tertinggi obat dicapai dalam 1-2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu
paroh biologis 2-4 jam. Dosis diuretik : 150-300 mg/hari.
2. Antagonis Aldosteron
Contoh : spironolakton
Aldosteron adalah mineral lokortikoid yang dikeluarkan oleh korteks adrenalis.
Meruoakan senyawa yang sangt aktif untuk menahan elektrolit, dapat meningkatkan
absorpsi kembali ion Na+ dan Cl- serta ekskeri ion K+ dalam saluran pengumpul.
(gambar)

11
Senyawa yang mempunyai struktur mirip dengan aldosteron, seperti spironolakton,
bekerja sebagai antagonis melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi
reseptor pada saluran pengumpul, dimana terjadi pertukaran ion Na+ dan K+.
Penghambatan tersebut menyebabkan peningkatan ekskresi ion Na+ dan Cl- serta
retensi ion K+.
Contoh :
Spironolakton (aldactone, idrollaton), diabsorpsi dengan baik dalam Saluran cerna
kurang lebih 98% terikat oileh protein plasma. Spironolakton cepat dimetabolisis di
hati menjadi kanrenon, yaitu bentuk yang bertanggung jawab terhadap 80% aktivitas
diuretiknya. Waktu parohnya cukup lama, antara 10-35 jam. Aktivitasnya meningkat
bila diberikan bersama-sama dengan diuretik turunan tiasida atau diuretik loop.
Dosis : 50-100 mg/hari

2.7 DIURETIK LOOP


Diuretik loop merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat, aktivitasnya jauh lebih
besar dibandingkan turunan tiazida dan senyawa saluretik lain. Turunan ini dapat memblok
pengangkutan aktif pada NaCl loop of Henle sehingga menurunkan absorpsi kembali NaCl
dan meningkatkan ekskresi NaCl lebih dari 25%.

Mekanis Kerja
Model kerja diuretik loop pada tingkat molekul belum belum diketahui secara pasti,
tetapi ada tiga hipotesis yang kemungkinan dapat digunakan untuk menjelaskan model kerja
tersebut, yaitu;
1. Penghambatan enzim Na+-K+ ATP-ase,
2. Penghambat atau pemindahan siklik-AMP,
3. Penghambat glikolisis.
Diuretik loop menimbulkan efek samping yang cukup serius, seperti hiperurisemi,
hiperglikemi, hipotensi, hipokalemi, hipokloremik alkalosis, kelainan hematologis dan
dehidrasi. Biasanya digunakan untuk pengobatan sembab paru yang akut, sembab karena
kelainan jantung, ginjal atau hati, sembab karena keracunan kehamilan, sembab otak dan
untuk pengobatan hipertensi ringan. Untuk pengobatan hipertensi cukupan dan berat biasanya
dikombinasi dengan obat antihipertensi, seperti L-α-metildopa. Struktur kimia golongan ini
bervariasi dan secara umum dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu turunan asam
fenoksiasetat dan turunan sulfonamida.

12
1. Turunan Asam Fenoksiasetat
Contoh : asam etakrinat.
Asam etakrinat menimbulakn aktivitas diuretik karena dapat berinteraksi dengan
gugus sulfhidril enzim yang bertanggung jawab pada proses absorpsi kembali Na+ di
tubulus renalis. Yang berperan pada interaksi tersebut adalah gugus α ᵝ-ikatan rangkap
tidak jenuh.
Mekanisme reaksi asam etakrinat dengan gugus sulfhidril enzil dijelaskan sebagai
berikut:

Asam etakrinat mempunyai awal kerja yang cepat ± 30 menit setelah pemberian oral,
dan efeknya berakhir setelah 6-8 jam. Dosis : 50-100 mg 2-3 dd.
Aktivitas relatif beberapa turunan asam etakrinat dapat dilihat pada tabel 39.
Tabel 39. Aktivitas relatif analog asam etakrinat.
Struktur umum :

R1 R2 Aktivitas Penghambatan sulfhidril Penghambat


diuretik pada Asam mer- Sistein ATP-ase
anjing Kaptoasetat
Cl Cl ++++++ 6 0,8 57
CH3 CH3 +++++ 45 5,5 47
H H ± > 90 18 0
Cl H ++++ 7 1,5 30
H Cl + 27 - -

13
Keterangan :
Penghambatan sulfhidril dalam menit untuk 50% reaksi.
Penghambatan ATP-ase dari korteks renalis marmot (in vitro).,

Pada turunan fenoksiasetat aktivitas optimal dicapai bila :


a. Gugus asam oksiasetat terletak pada posisi 1 cincin benzen.
b. Gugus alkriloil sulfhidril yang reaktif terletak pada posisi para dari gugus
asam oksiasetat.
c. Gugus aktivutas (CH3 atau Cl) terletak pada posisi 3 atau posisi 2 dan 3.
d. Substituen alkil dari posisi 2 samapai 4 panjang atom C terletak pada posisi a
dari karbonil pada gugus akriloil.
e. Atom-atom H terletak pada posisi ujung -C=C- dari gugus akriloil.

Hubungan Struktur dan Aktivitas


a. Reduksi gugus α ᵝ- keton tidak jenuh akan menghilangkan aktivitas, karena
senyawa tidak mampu berinteraksi dengan gugus SH enzim.
b. Substitusi H pada atom Cα dengan gugus alkil akan menurunkan aktivitas.
c. Adanya gugus etil pada atom Cᵝ membuat senyawa mempunyai aktivitas
maksimal. Makin besar jumlah atom C, aktivitasnya makin menurun.
d. Substitusi pada cincin aromatik. Adanya gugus Cl pada posisi orto cincin
aromatik, dapat meningkatkan aktivitas lebih besar dibandingkan substitusi
pada posisi meta, karena efek induktif gugus penarik elektron tersebut dapat
menunjang rangsangan nukleofil terhadap gugus SH. Disubstitusi Cl atau
metil pada posisi orto atau meta akan lebih meningkatkan aktivitas. Adanya
gugus pendorong elektron kuat pada cincin aromatik, seperti gugus amino atau
alkoksi, akan menurunkan aktivitas secara drastis.
e. Adanya gugus oksiasetat pada posisi para dapat menungkatkan aktivitas, letak
gugus pada posisi orto atau meta akan menurunkan aktivitas.

2. Turunan Sulfamoil Benzoat


Turunan ini dibagi menjadi dua golongan yaitu turunan asam 5-sulfamoil-2-
aminobenzoat dan 5-sulfamoil-3-aminobenzoat.
Contoh turunan asam 5-sulfamoil-2-aminobenzoat : furosemid, dan azosemid.

14
Contoh turunan asam 5-sulfamoil-3-aminobenzoat : bumetanid, dan piretanid.

Hubungan Struktur dan Aktivitas


a. Substituen pada posisi 1 harus bersifat asam, gugus karbksilat mempunyai
aktivitas diuretik optimum.
b. Gugus sulfamoil pada posisi 5 merupakan gugus fungsi untuk aktivitas
diuretik yang optimum.
c. Gugus aktivitas pada posisi 4 bersifat penarik elektron, seperti gugus-gugus
Cl, CF3, dapat pula diganti dengan gugus fenoksi (C6H5-O-), alkoksi, anilino
(C6H5-NH-), benzil, benzoil, atau C6H5-S-, dengan disertai penurunan
aktivitas.
d. Pada turunan asam 5-sulfamoil-2-aminobenzoat, substituen pada gugus 2
amino reatif terbatas, hanya gugus furfuril, benzil, dan tienilmetil yang
menunjukan aktivitas diuretik optimal.
e. Pada turunan asam 5-sulfamoil-3-aminobenzoat, substituen pada gugus 3
amino realif lebih banyak tanpa mempengaruhi aktivitas diuretik optimal.
Contoh :
a. Furosemid (Lasix, Farsix, Salurix, Impungan), merupakan diuretik
saluretik yang kuat, aktivitasnya 8-10 kali diuretika tiazida. Awal kerja
obat terjadi dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral, dengan masa kerja
relatif pendek ± 6-8 jam. Absorpsi furosemid dalam saluran cerna cepat,
ketersediaan hayatinya 60-69% pada subyek normal, dan ± 91-99% obat
terikat oleh plasma protein. Kadar darah maksimal dicapai 0,5-2 jam
setelah pemberian secara oral, dengan waktu paro ± 2 jam. Furosemid
digunakan untuk pengobatan hipertensi ringan dan moderat, karena dapat
menurunkan tekanan darah. Dosis : 20-80 mg/hari.

15
b. Bumetanid (burinex), merupakan diuretik yang kuat dengan masa kerja
pendek (± 4 jam). Bumetanid digunakan terutama untuk pengobatan
sembab yang berhubungan dengan penyakit jantung, hati dan ginjal.
Pemindahan gugus amin dari posisi 2 ke posisi 3, dapat meningkatkan
aktivitas diuretik sampai ± 50 kali, tetapi senyawa mempunyai masa kerja
yang pendek.
Bumetanid diabsorpsi dalam saluran cerna secara cepat dan sempurna, ± 98%
terikat oleh protein plasma. Efek maksimum dicapai ± 2 jam setelah
pemberian oral, dan waktu paronya ± 1 jam. Selain sebagai diuretik,
bumetanid juga mempunyai efek antihipertensi. Dosis : 1-2 mg/hari.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Diuretika osmotik adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin dengan
mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan osmosa.
 Diuretika pembentuk asam adalah senyawa anorganik yang dapat menyebabkan
urin bersifat asam dan mempunyai efek diuretik.
 Diuretik merkuri organik adalah saluretik karena dapat menghambat absorbsi
kembali ion – ion Na+, Cl-, dan air.
 Diuretik penghambat karbonik anhidrase adalah senyawa yang digunakan secara
luas untuk pengobatan sembab yang ringan dan moderat, sebelum diketemukan
diuretika tururnan tiazida.
 Diuretika turunan tiazida adalah saluretik yang dapat menekan absorspsi kembali
ion –ion Na+, Cl- dan air.
 Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas natriuretik
ringan dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+.
 Diuretik loop merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat, aktivitasnya jauh
lebih besar dibandingkan turunan tiazida dan senyawa saluretik lain.

3.2 Saran

Kami berharap melalui makalah “Hubungan Struktur-Aktivitas Senyawa Diuretik” ini


pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang Hubungan Struktur dan Interaksi Obat-
Reseptor, jika ada salah kalimat kami mohon kritik dan saran. Sekian dan terima kasih.

17
DAFTAR PUSTAKA

Siswandono, Bambang Seukardjo. 2011. Kimia Medisinal. Surabaya. Airlangga


University.

18

You might also like