Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
mengalami perubahan dalam nggunaan lahan. Hal ini disebabkan antara lain oleh
pengambilan kayu dan mudian oleh perluasan lahan pertanian yang terus meningkat
intensitas nggunaannya. Perluasan lahan pertanian untuk perkebunan merupakan bentuk
rubahan penggunaan lahan yang banyak ditemukan diberbagai daerah di wasan
hutan hujan tropis di Indonesia. Kementrian Kehutanan mencatat laju forestasi di
Indonesia kurang lebih 1 juta Ha per tahun pada periode tahun 2000 mpai dengan 2005.
Sementara Irwanto (2011) menyatakan laju deforestasi di donesia diperkirakan 1,6 juta
Ha per tahun. Kerusakan tersebut disebabkan oleh ngelolaan hutan yang tidak tepat,
penebangan liar, perambahan hutan, dan mbukaan hutan skala besar untuk perkebunan
serta kebakaran hutan.
Potensi pasar industri hilir kelapa sawit belum optimal dikembangkan pemerintah.
Menurut Said et al. (2013) nilai tambah produk olahan kelapa sawit Indonesia yang masih
rendah disebabkan beberapa permasalahan pada industri hilir kelapa sawit yakni
keterbatasan modal, infrastruktur, regulasi dan insentif. Di luar negeri, industri hilir
kelapa sawit harus menghadapi persaingan pasar yang tidak seimbang ditambah isu
kampanye negatif, sentimen pasar, kualitas dan standar produk. Indonesia tertinggal
dalam pengembangan industri hilir kelapa sawit dibandingkan dengan Malaysia. Sejak
tahun 2000-an, produk olahan sawit Malaysia memiliki porsi 88% dari total penjualan
ekspor produk kelapa sawitnya. Di sisi lain, porsi produk ekspor olahan sawit Indonesia
baru sebesar 39,3% (Amirudin, 2003).
2
pengembangan industri hilir kelapa sawit terbatas oleh pendanaan dan penyerapannya
oleh industri (Rai, 2010). Penelitian Pahan (2011) menunjukan terdapat kesenjangan yang
menghambat antara keinginan pemangku kepentingan dengan realisasi pembangunan
industri hilir kelapa sawit di Indonesia. Kesenjangan tersebut meliputi: 1) ketersediaan
dan efisiensi infrastruktur; 2) konsistensi kebijakan pemerintah dan efesiensi birokrasi; 3)
kemudahan investasi; 4) akses permodalan; dan 5) peningkatan penelitian dan
pengembangan.
Daya tarik dan dukungan yang kondusif seperti kondisi iklim serta didukung oleh
prasyarat ketersediaan lahan luas dan juga pertumbuhan yang selalu positif setiap
tahunnya inilah yang menjadikan perkebunan kelapa sawit berkembang dengan pesat di
Kecamatan Anggotoa dan telah membawa perkebunan sawit tersebut sebagai bentuk
usaha yang semula menjadi symbol enclave economy (tertutup), kini telah menjadi usaha
dengan beragam format dan corak pola pengusahaan. Bahkan, perkembangan
Industri berbasis sawit terakhir ini juga telah menghantar hingga berlakunya teori
dualisme ekonomi ala Boeke dimana dalam praktek pembangunan ekonomi ada
dua kelompok penting yang menjalankan roda perekonomian tersebut yaitu
kelompok ekonomi lemah (masyarakat yang hanya sebagai buruh sawit) dan kelompok
ekonomi kuat (baik investor asing maupun investor dalam negeri yang menguasai
perkebunan sawit). (Mubyarto, 2000).
B. Rumusan Masalah
3
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah tersebut, penulis memiliki tujuan supaya pembaca dapat
menggambarkan dan memahami mengenai: