You are on page 1of 5

Vandy, Raden, Rika dan Indra |Epilepsi Post Stroke

Epilepsi Post Stroke


1
Vandy Ikra, 2Raden A. Neilan, 1Rika Lisiswanti, 2Indra Faisal
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Bagian Saraf, Rumah Sakit Abdul Moeloek

Abstrak
Kejang merupakan gejala neurologis yang paling umum terjadi pada penderita stroke usia lanjut. Sekitar 10% dari semua
pasien stroke pernah mengalami kejang dan kejang pasca stroke pada umumnya dimulai beberapa tahun kemudian setelah
serangan stroke. Seorang wanita usia 43 tahun datang dengan keluhan kejang sejak empat jam sebelum masuk rumah sakit
(SMRS), kejang sebanyak dua kali, kejang berlangsung selama lima menit sebelum kejang pasien sadar, saat kejang pasien
tidak sadar, dan setelah kejang pasien tidak sadar selama sepuluh menit. Riwayat darah tinggi (+), riwayat penyakit dahulu
pada tahun 2013 pasien mengalami stroke dikatakan mengalami penyumbatan pembuluh darah otak. Riwayat kejang
sebelumnya sebanyak satu kali pada tahun 2013 setelah beberapa hari perawatan stroke di Rumah Sakit Abdul Moeloek
(RSAM). Pada tahun 2014 pasien kembali mengalami keluhan yang sama. Pemeriksaan fisik tanda vital tekanan darah (TD):
160/100, N: 82 x/menit, dan RR: 22 x/menit. Pemeriksaan nervus kranialis tidak ditemukan kelainan, sistem motoris
terdapat hemiparese ekstremitas sinistra, hiperrefleks pada ekstremitas sinistra, dan reflek patologis babinsky -/+. Pasien
didiagnosis dengan epilepsi post stroke dan diberikan terapi obat anti epilepsi (OAE) yaitu phenytoin 3x100 mg, asam folat
1x1 tablet.

Kata Kunci: epilepsi post stroke, hemiparese post stroke

Post Stroke Epilepsy


Abstract
Stroke is the most common cause of seizures in the elderly, which is one the rest of the most common neurological
symptoms of stroke. Approximately 10% of all stroke patients have experienced seizures, and post-stroke seizures usually
begin a few years later after the stroke attack. A woman aged 43 years present with seizures since four hours before
admitted to hospital, happens two times, seizures lasted for five minutes, before the seizure patient was conscious, during
and after seizure patient was conscious for 10 minutes. A history of high blood pressure (+), the medical history in 2013
patients experienced a stroke is said to have a blockage of blood vessels of the brain. Patient had a history of seizure,
happens once, in 2013 after a couple of days in hospital for stroke in Abdul Moeloek hospital.In 2014 the patient
experienced the same symptoms. From the physical examination the vital signs blood pressure: 160/100, pulse: 82 x/min,
and respiration rate: 22 x/min. There was no abnormality in cranial nerve examination, there was motor system
hemiparese of the left extremity, hyperreflexof the left extremity, and pathological reflexes babinsky -/+. Patients was
diagnosed with post stroke epilepsy and OAE therapy 3x100 mg was phenytoin, 1x1 folic acid tablets.

Keywords: epilepsy post stroke, hemiparese after stroke

Korespondensi: Vandy Ikra, S.Ked., alamat Perumahan Taman Kedamaian Asri Blok 1 No 23, Bandar Lampung, HP
081271416244, e-mail jhony.vandyikra@gmail.com

Pendahuluan Kejang sekunder pada penderita stroke


Kejang merupakan gejala neurologis telah ditemukan selama bertahun-tahun dan
yang paling umum terjadi pada penderita dianggap oleh beberapa pihak sebagai
stroke usia lanjut. Sekitar 10% dari semua penyebab utama epilepsi pada orang tua.
pasien stroke pernah mengalami kejang, dan Meskipun frekuensi kejang pasca stroke
kejang pasca stroke pada umumnya dimulai diperkirakan hanya berkisar antara 4% hingga
beberapa tahun kemudian setelah serangan 10%, namun banyak dari data ini hanya
stroke. Kejang pasca stroke dan epilepsi pasca didasarkan pada studi retrospektif dan tanpa
stroke merupakan penyebab tersering dari konfirmasi tomografi (CT) pada lesi atau
sebagian besar pasien yang masuk rumah jumlah pasien begitu kecil dan juga tidak
sakit, baik sebagai gejala klinis ataupun adanya analisis statistik yang dapat
sebagai komplikasi pasca stroke. Usia menjadi diandalkan. Hal ini sering terjadi pada pasien
faktor risiko independen untuk stroke, dengan dengan malformasi arteriovenosa, stroke
kecenderungan terjadinya peningkatan batang otak, perdarahan subarachnoid atau
kejadian dan prevalensi kejang pasca stroke riwayat kejang atau epilepsi. Asumsi
dan epilepsi pasca stroke.1 sebelumnya seperti kejang lebih sering pada

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|172


Vandy dan Raden |Epilepsi Post Stroke

perdarahan otak atau stroke kardioembolik ka/ki 5/3, ekstremitas inferior ka/ki 5/3.
tidak ditunjang dengan bukti-bukti yang kuat.2 Terapi pada pasien diteruskan dengan
pemberian phenytoin 3x100 mg dan asam
Kasus folat 1x1 tablet.
Seorang perempuan, Ny. ASN, 43 tahun
datang dengan keluhan kejang sejak empat Pembahasan
jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pada kasus pasien mengalami kejang
Kejang sebanyak dua kali, kejang berlangsung dua kali, berlangsung selama sepuluh menit,
selama lima menit. Sebelum kejang pasien kejang diawali dari sisi kiri kemudian menjalar
sadar dan dapat berkomunikasi, saat kejang ke seluruh tubuh. Lemah pada lengan dan
pasien tidak sadar mata mendelik ke atas. tungkai sebelah kiri. Riwayat stroke tahun
Kejang diawali pada tubuh sisi kiri 2013, dikatakan mengalami sumbatan
kemudian kejang seperti kaku dan kelonjotan pembuluh darah di otak. Beberapa hari
pada seluruh anggota gerak, setelah kejang setelah perawatan mengalami kejang satu
pasien tidak sadar selama sepuluh menit dan kali, kejang seperti kaku pada sebagian tubuh
kemudian kembali sadar. Riwayat darah tinggi sebelah kiri kemudian menjalar kebagian
sejak tahun 2010. Riwayat jatuh atau tubuh lainnya.
terbentur dibagian kepala disangkal, riwayat Kejang pasca stroke diklasifikasikan
diabetes melitus (DM) disangkal. sebagai kejang dengan onset cepat atau
Riwayat penyakit dahulu pada tahun lambat, sesuai waktu setelah terjadinya
2013 pasien mengalami serangan stroke dan iskemia serebral, sehingga dapat disamakan
dirawat di RSAM dan dikatakan mengalami dengan kejadian epilepsi pasca trauma.
penyumbatan pembuluh darah otak. Riwayat Periode terjadinya kejang pasca stroke
kejang sebelumnya sebanyak 1 kali pada diperkirakan sekitar dua minggu, dalam waktu
tahun 2013 setelah beberapa hari perawatan dua minggu dapat membedakan antara onset
stroke di RSAM. Pada tahun 2014 pasien cepat dan onset lambat kejang. Pada onset
kembali mengalami keluhan yang sama dan cepat terjadi dalam kurun waktu kurang dari
kembali dilakukan perawatan di RSAM. Pasien dua minggu dan lebih dua minggu pada onset
juga memiliki riwayat hipertensi yang tidak lambat. Perbedaan karakteristik dan
terkontrol. mekanisme kejang pasca stroke dapat sesuai
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda dengan terjadinya iskemia serebral, tetapi
vital tekanan darah (TD): 160/100 mmHg, tidak ada dasar yang jelas tentang
nadi: 82 x/menit, pernafasan: 22 x/menit, dan patofisiologi terjadinya kejang pasca stroke
suhu 36,7 oC. Pemeriksaan status neurologis dalam kurun waktu dua minggu.3
didapatkan nervus kranialis dalam batas Pada kejang onset lambat, terjadi
normal, pada pemeriksaan sistem motorik perubahan terus-menerus dalam rangsangan
didapatkan ekstremitas superior ka/ki 5/3 dan saraf. Terjadi pergantian parenkim yang sehat
ekstremitas inferior ka/ki 5/3. Tonus otot dengan sel-sel neuroglia dan sel imun. Sebuah
ka/ki +/+ meningkat. Refleks fisiologis biseps jaringan parut gliotik telah terlibat sebagai
ka/ki +/+ meningkat, triceps ka/ki +/+ nidus untuk kejang onset lambat, sama seperti
meningkat, patella ka/ki +/+ meningkat, siktariks meningocerebral yang mungkin
achilles ka/ki +/+ meningkat. Refleks patologis bertanggung jawab untuk kejadian onset
babinsky ka/ki -/+. lambat epilepsi pasca trauma.4
Pemeriksaan CT-Scan dan Sebuah lesi permanen muncul untuk
Electroesenphalography (EEG) tidak dilakukan. menjelaskan mengapa pada pasien epilepsi
Penatalaksanaan digolongkan menjadi tiga, dengan onset lambat, frekuensi kejadian
antara lain; penatalaksanaan umum, kejang lebih tinggi dibandingkan kejadian
medikamentosa, dan rehabilitasi. Umum yaitu dengan onset cepat. Seperti dalam epilepsi
tirah baring dan pantau tanda-tanda vital, pasca trauma, keterlambatan timbulnya
medikamentosa diberikan phenytoin 3x100 serangan dari kejang pertama membawa
mg, asam folat 1x1 tablet. Follow up hari risiko yang lebih tinggi untuk terjadi epilepsi.
pertama kejang pada pasien sudah tidak ada, Pada pasien dengan stroke iskemik
pemeriksaan nervus kranialis dalam batas didapatkan sekitar 35% pasien epilepsi muncul
normal, kekuatan otot ektremitas superior pada kejang onset cepat dan pada 90% pasien

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|173


Vandy, Raden, Rika dan Indra |Epilepsi Post Stroke

pada kejang onset lambat. Risiko epilepsi Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak
sebanding dengan pasien stroke hemoragik, diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai
sekitar 29% pasien dengan epilepsi muncul epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui
pada kejang onset cepat sedangkan 93% sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi
dengan kejang onset lambat.3,4 simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi,
Lokasi kortikal merupakan salah satu kongenital, lesi desak ruang, gangguan
faktor risiko yang paling dapat menyebabkan peredaran darah otak, toksik dan metabolik.
kejang pasca stroke. Kejang pasca stroke lebih Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai
mungkin untuk terjadi pada pasien dengan lesi simptomatik tetapi penyebabnya belum
yang lebih besar yang melibatkan beberapa diketahui, misalnya west syndrome dan lennox
lobus otak dibandingkan dengan keterlibatan gastaut syndrome.6
lobus tunggal. Namun, setiap stroke Klasifikasi epilepsi sendiri dikelompokan
subkortikal, kadang-kadang dapat dikaitkan menjadi tiga kelompok antara lain; epilepsi
dengan terjadinya kejang. Penelitian idiopatik, epilepsi kriptogenik, dan epilepsi
sebelumnya, mengandalkan pada teknik neuro simtomatik. Epilepsi idiopatik yaitu epilepsi
imaging yang masih kurang sensitifitasnya, dengan serangan kejang umum dengan
tidak dapat mendeteksi lesi kortikal yang kecil penyebab serangan kejang tidak diketahui.
yang menyebabkan terjadinya aktivitas Umumnya karena predisposisi genetik.
kejang. Mekanisme lesi subkortikal hemisfer Epilepsi kriptogenik yaitu epilepsi yang
otak, paling sering disebabkan oleh penyakit dianggap simptomatik tetapi penyebabnya
pada pembuluh darah kecil, oleh karena itu belum diketahui. Seperti pada west syndrome,
penyebab kejang tidak dapat diketahui.4 lennox gastaut syndrome, dan pada epilepsi
Diagnosis epilepsi didasarkan atas mioklonik. Epilepsi simtomatik yaitu terdapat
anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada lesi struktural di otak yang mendasari
pemeriksaan fisik sering tidak ditemukan misalnya sekunder dari trauma kepala, infeksi
kelainan kecuali pada epilepsi simptomatik. sistem saraf pusat (SSP), kelainan kongenital,
Sering dibutuhkan pemeriksaan penunjang proses desak ruang di otak, gangguan
EEG atau radiologis. Namun demikian, bila pembuluh darah diotak, toksik (alkohol, obat),
secara kebetulan melihat serangan yang gangguan metabolik dan kelainan
sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) neurodegenerative. Pada kasus didapatkan
sudah dapat ditegakkan.2,5 riwayat bahwa pasien pernah mengalami
Anamnesis yang cermat sangat penting serangan stroke sebelumnya, sehingga
untuk mengetahui jenis kejang karena epilepsi yang dialami pasien termasuk
pemeriksa hampir tidak pernah menyaksikan kedalam epilepsi jenis simtomatik.7,8
serangan yang dialami pasien. Anamnesis Bladin et al menemukan kejadian
dapat memunculkan informasi tentang kejang berkisar antara 10,6% dari 265 pasien
trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, dengan perdarahan intraserebral dan sekitar
gangguan aliran darah di otak (stroke), 8,6% dari 1632 pasien dengan stroke iskemik.
ensefalitis, meningitis, gangguan metabolik, Dalam penelitian lain, kejang terjadi pada
dan obat-obatan tertentu. Penjelasan dari 4,4% dari 1000 pasien, termasuk 15,4%
pasien mengenai segala sesuatu yang terjadi dengan perdarahan intraserebral lobar atau
sebelum, selama, dan sesudah serangan lebar, 8,5% dengan perdarahan subarachnoid,
(meliputi gejala klinis dan lamanya serangan) 6,5% dengan infark kortikal, dan 3,7% dengan
merupakan informasi yang sangat penting dan serangan transien iskemik pada hemisfer.
merupakan kunci diagnosis. Anamnesis Kejang yang merupakan gambaran dari
meliputi; pola/bentuk serangan, lama perdarahan intrakranial berkisar antara 30%
serangan, gejala sebelum, selama kejang, dan pada 1402 pasien. Pada 95 pasien dengan
sesudah kejang, frekuensi serangan, perdarahan subarachnoid, serangan kejang
ada/tidaknya penyakit yang diderita sekarang, yang terjadi pada saat pasien berada di rumah
riwayat penyakit, penyebab, dan terapi lebih tinggi (17,9%) dari pada serangan yang
sebelumnya, serta riwayat epilepsi dalam terjadi saat pasien berada di rumah sakit
keluarga.5 (4,1%).1
Epilepsi sebagai gejala klinis bisa Ada dua klasifikasi epilepsi yang
bersumber pada banyak penyakit di otak. direkomendasikan oleh International League

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|174


Vandy dan Raden |Epilepsi Post Stroke

Against Epilepsy (ILAE) yaitu pada tahun 1981 Phenobarbital, carbamazepine, dan
11, 12
dan tahun 1989. ILAE pada tahun 1981 oxcarbazepine.
menetapkan klasifikasi epilepsi berdasarkan Pada kasus diberikan fenitoin dengan
jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi); 1) dosis 300mg/ hari. Fenitoin dapat diberikan
Serangan parsial dibagi menjadi dua kelompok dengan; dosis awal: 15-25 mg/ kg; dosis
yaitu parsial sederhana dan parsial kompleks pemeliharaan: 300 mg/ hari atau 5-6 mg/ kg/
pada parsial sederhana kesadaran baik hari pada tiga dosis terbagi atau satu sampai
sedangkan pada parsial kompleks kesadaran dua dosis terbagi untuk pelepasan bertahap.
terganggu gejala meliputi motorik, sensorik, Fenitoin efektif untuk kejang fokal maupun
otonom, dan psikis; 2) Serangan kejang umum kejang tonik klonik umum. Kontraindikasi
(kesadaran terganggu) gejala meliputi pada tipe kejang mioklonik. Selain itu fenitoin
absans/lena, atonik, tonik, klonik, tonik-klonik, juga jarang menyebabkan kejadian steven
mioklonik. Pada kasus kejang diawali pada johnson syndrome dibanding dengan
satu ektremitas kemudian menjalar ke pemberian OAE seperti karbamazepin yang
ekstremitas lainnya sehingga tipe bangkitan menurut kepustakaan sering menyebabkan
kejang pada kasus yaitu kejang tipe parsial steven johnson syndrome.9-12
menjadi umum.9,10 Pemberian asam folat 1x1 tablet pada
Hemiparese pada pasien ini disebabkan kasus dimaksudkan untuk mengurangi efek
oleh kerusakan neuron-neuron di korteks samping dari obat fenitoin, sebagai mana
motorik hemisfer dekstra. Kerusakan tersebut diketahui bahwa fenitoin mempunyai efek
menyebabkan ketidakseimbangan antara samping depresi sumsum tulang.7 Prognosis
neuron eksitatori (glutamatergic) dan neuron quo ad vitam baik apabila pasien
inhibisi (GABAergic) yang merupakan dasar mengkonsumsi obat anti epilepsi secara
patogenesis terjadinya fokus epileptik. teratur. Quo ad functionam dubia dan quo ad
Neuron-neuron korteks yang tersisa diarea sanationam dubia.
otak yang rusak akan menjadi sangat peka
(hipereksitabilitas) dan inilah yang akan Simpulan
berkembang menjadi fokus epileptogenik. Kejang pasca stroke dan epilepsi pasca
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kasus stroke merupakan penyebab tersering dari
tersebut kemungkinan disebabkan oleh sebagian besar pasien yang masuk rumah
kelainan yang mendasari yaitu pasien pernah sakit, baik sebagai gejala klinis ataupun
mengalami serangan stroke.10 sebagai komplikasi pasca stroke. Memilih
Tujuan terapi pada kasus epilepsi suatu obat antikonvulsan harus dipandu oleh
adalah tidak ada gejala kejang dan sedikit efek karakteristik individu tiap pasien, termasuk
samping. Prinsip terapi epilepsi yaitu penggunaan obat-obatan secara bersamaan
menggunakan monoterapi.Rekomendasi ILAE dan komorbiditas medis.
untuk pemberian obat anti epilepsi (OAE)
untuk tipe kejang parsial, yaitu: Daftar Pustaka
carbamazepine, fenitoin, topiramate, 1. Bladin CF, Alexandrov AV, Bellavance A,
oxcarbazepine, levetiracetam, lamotrigin dan Bornstein N, Chambers B, Cote R, et al.
asam valproat. Pilihan lain termasuk Seizures after stroke: a prospective
phenobarbital dan primidone. Pada dewasa multicenter study. Arch Neurol. 2000;
dengan tipe kejang umum; asam valproat, 57(11):1617-22.
levetiracetam, topiramate, lamotrigin, 2. Epsztein J, Ben-Ari Y, Represa A, Crepel V.
Late-onset epileptogenesis and seizure
3. genesis: Lessons from models of cerebral Tersedia dari:
ischemia. Neuroscientist. 2008; 14(1):78- https://www.gmjournal.co.uk/uploadedfil
90. es/redbox/pavilion_content/our_content/
4. Stroke Assocoiation. Epilepsy after stroke. social_care_and_health/gm_archive/2012
London: Stroke Association; 2012. /october/gmoct2012p33.pdf.
5. Boovalingam P, Witherall R, HO CL, 6. Fisher RS, Acevedo C, Arzimanoglou A,
Nagarajan R, Ardron M. Post-stroke Bogacz A, Cross JH, Elger C, et al. ILAE
epilepsy [internet]. UK: GM Journal; 2012 official report: An operational clinical
[disitasi tanggal 29 November 2016]. definition of epilepsy. International

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|175


Vandy, Raden, Rika dan Indra |Epilepsi Post Stroke

League Against Epilepsy (ILAE). 2014; 11. Adrian T. Carbamazepine (anti konvulsi)
55(4):475-82. dalam terapi epilepsy sebagai penyebab
7. Harsono. Buku ajar neurologi klinis. eritema multiformis mayor. [skripsi].
Yogyakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Medan: Universitas Sumatera Utara;
Syaraf Indonesia bekerja sama dengan 2010.
Gadjah Mada University Press; 2005. hlm 12. Glauser T, Ben-Menachem E, Bourgeois B,
59-83. Cnaan A, Guerreiro C, Kalviainen R, et al.
8. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis Updated ILAE evidence review of
dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat; 2009. antiepileptic drug efficacy and
9. International League Against Epilepsy effectiveness as initial monotherapy for
(ILAE) and International Bureau for epileptic seizures and syndromes.
Epilepsy (IBE). Definition: Epilepstic Epilepsia. 2013; 54(3):551-63.
seizures and epilepsy. Geneva: ILAE and 13. Reuck JLD. Management of stroke-related
IBE; 2005. seizures. Acta Neurologica Belgica. 2009;
10. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep 109(4):271-6.
klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2006.

J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|176

You might also like