You are on page 1of 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium yaitu :
stadium inkubasi, stadium prodromal dan stadium erupsi (Rampengan, 1997: 90)
Campak adalah organisme yang sangat menular ditularkan melalui rute udara dari seseorang
yang terinfeksi pada orang lain yang rentan (Smeltzer, 2001:2443)
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu :
stadium kataral, stadium erupsi dan stadirum konvelensi. (Rusepno, 2002:624)
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium
kataral, stadium erupsi dan stadirum konvelensi. (Ngastiyah, 1997:351)
Campak, measles atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak.
(Hardjiono, 2004:95)
Campak adalah demam eksantematosa akut oleh virus yang menular ditandai oleh gejala
prodromal yang khas, ruam kulit dan bercak koplik. (Ovedoff, 1995:451)
Measles atau rubeola adalah penyakit infeksi tinggi akut melibatkan traktus respiratorius dan
dikarakteristikkan oleh ras makulopapuler confluent. (N. Clex, 2001:153).
Morbili adlah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh tiga stadium yaitu stadium kataral,
stadium erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi, 2001:211).
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu
stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. (Mansjoer, 2000 : 47).

B. Etilogi
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili paramyxovirus yaitu
genus virus morbili. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, dan dapat diinaktifkan
pada suhu 30oC dan -20oC, sinar matahari, eter, tripsin, dan beta propiolakton. Sedang formalin
dapat memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak mengganggu aktivitas komplemen.
(Rampengan, 1997 : 90-91)
Penyebab morbili adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama
masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak, cara penularan dengan droplet dan
kontak (Ngastiyah, 1997:351)
Campak adalah suatu virus RNA, yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus.
Dikenal hanya 1 tipe antigen saja; yang strukturnya mirip dengan virus penyebab parotitis
epidemis dan parainfluenza. Virus tersebut ditemukan di dalam sekresi nasofaring, darah dan air
kemih, paling tidak selama periode prodromal dan untuk waktu singkat setelah munculnya ruam
kulit. Pada suhu ruangan, virus tersebut dapat tetap aktif selama 34 jam. (Nelson, 1992 : 198).

C. Manesfestasi Klinik
Masa tunasnya adalah 10-20 hari, dan penyakit ini dibagi menjadi dalam 3 stadium yaitu:
1. Stadium Kataral ( Prodormal)
Berlangsung selama 4-5 hari dengan tanda gejala sebagai berikut:
a. Panas
b. Malaise
c. Batuk
d. Fotofobia
e. Konjungtivitis
f. Koriza
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik
berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema tapi itu sangat jarang
dijumpai. Diagnosa perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita
pernah kotak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.
2. Stadium Erupsi
Gejala klinik yang muncul pada stadium ini adalah:
a. Koriza dan Batuk bertambah
b. Kadang terlehat bercak koplik
c. Adanya eritema, makula, papula yang disertai kenaikan suhu badan
d. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
e. Splenomegali
f. Diare dan muntah
Variasi dari morbili disebut “Black Measles” yaitu morbili yang disertai pendarahan pada kulit,
mulut, hidung dan traktus digestivus.

3. Stadium konvalensensi
Erupsi mulai berkurang dengan meninggalkan bekas (hiperpigmentasi). Suhu menurun sampai
normal kecuali ada komplikasi.

D. Patofisiologi
Gejala awal ditunjukkan dengan adanya kemerahan yang mulai timbul pada bagian belakang
telinga, dahi, dan menjalar ke wajah dan anggota badan. Selain itu, timbul gejala seperti flu
disertai mata berair dan kemerahan (konjungtivis). Setelah 3-4 hari, kemerahan mulai hilang dan
berubah menjadi kehitaman yang akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila
sembuh, kulit akan tampak seperti bersisik. (Supartini, 2002 : 179). Penularannya sangat efektif,
dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang.
Penularan campak terjadi melalui droplet melalui udara, terjadi antara 1-2 hari sebelum timbul
gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggadaan virus sangat
minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk kedalam limfatik lokal, bebas
maupun berhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah bening lokal. Di tempat
ini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dari tempat ini mulailah penyebaran ke
sel jaringan limforetikular seperti limpa.
Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak
Sedangkan limfosit T meliputi klas penekanan dan penolong yang rentan terhadap infeksi, aktif
membelah. Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap,
tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika virus masuk kedalam
pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit,
kandung kemih, usus.Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel aluran nafas dan
konjungtiva, 1-2 lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk
kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinik dari sistem saluran napas
diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah.
Respon imun yang terjadi adalah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernapasan diikuti
dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan ruam yang
menyebar ke seluruh tubuh, tanpa suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak
koplik. Muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu
antibody humoral dapat dideteksi. Selanjutnya daya tahan tubuh menurun, sebagai akibat respon
delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah ruam pada kulit, kejadian ini tidak
tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke
pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil
tumbuh di kulit. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernapasan memberikan
kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-
lain. Dalam keadaan tertentu adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus
campak.
E Pemeriksaan Penunjang
1. Pada pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan leukopeni
2. Dalam spuntum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya
multinucleated giant cells yang khas
3. Pada pemeriksaan serologis dengan cara hemagglutination inhibition test dan
complemen fixation test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1-3 hari setelah
timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu kemudian. (Rampengan, 1997 : 94)
4. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglutination inhibition test dan
complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1 – 3 hari setelah
timbulnya ras dan mencapai puncaknya pada 2 – 4 minggu kemudian.

F. Komplikasi
1. Pneumonia
Perluasan infeksi virus disertai dengan infeksi sekunder. Bakteri yang menimbulkan pneumoni
pada mobili adalah streptokok, pneumokok, stafilokok, hemofilus influensae dan kadang-kadang
dapat disebabkan oleh pseudomonas dan klebsiela.
2. Gastroenteritis
Komplikasi yang cukup banyak ditemukan dengan insiden berkisar 19,1 – 30,4%
3. Ensefalitis
Akibat invasi langsung virus morbili ke otak, aktivasi virus yang laten, atau ensefalomielitis tipe
alergi.
4. Otitis media
5. Mastoiditis

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ANAK DENGAN MORBILI

A. Pengkajian
1. Biodata
Terdiri dari biodata pasien dan biodata penanggung jawab.
2. Proses keperawatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien dengan morbili yaitu demam terus-menerus berlangsung 2 – 4 hari.
(Pusponegoro, 2004 : 96)
b. Riwayat keperawatan sekarang
Anamnesa adanya demam terus-menerus berlangsung 2 – 4 hari, batuk, pilek, nyeri menelan,
mata merah, silau bila kena cahaya (fotofobia), diare, ruam kulit. (Pusponegoro, 2004 : 96)

c. Riwayat keperawatan dahulu


Anamnesa pada pengkajian apakah klien pernah dirawat di Rumah Sakit atau pernah mengalami
operasi (Potter, 2005 : 185).
d. Riwayat Keluarga
Dapatkan data tentang hubungan kekeluargaan dan hubungan darah, apakah klien beresiko
terhadap penyakit yang bersifat genetik atau familial. (Potter, 2005 : 185)
3. Pemeriksaan Fisik
a. Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
b. Kepala : sakit kepala
c. Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung
( pada stad eripsi ).
d. Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
e. Kulit : Permukaan kulit ( kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada
leher,muka, lengan dan, evitema, panas (demam).
f. Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi, sputum
g. Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
h. Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
i. Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan

B. Diagnosa Keperawatan (Doengoes, E Marylin,2000)


1. Gangguan rasa nyaman peningkatan suhu tubuh bd proses inflamasi
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd anoreksia.
3. Resiko kurang volume cairan bd kehilangan sekunder terhadap demam.
4. Gangguan pola nafas bd inflamasi saluran nafas.
5. Gangguan persepsi sensori bd radang konjungtiva.
6. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan proses penyakit morbili.
7. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi
trakeobronkial dan peningkatan produksi sputum.

C. Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman peningkatan suhu tubuh bd proses inflamasi.
a. Tujuan : Diharapkan suhu badan pasien berkurang
b. Kriteria hasil :
1) Suhu tubuh 36,6 – 37,4 0 C.
2) Bibir lembab.
3) Nadi normal.
4) Kulit tidak terasa panas.
5) Tidak ada gangguan neurologis ( kejang ).
c. Intervensi :
1) Monitor perubahan suhu tubuh, denyutan nadi.
2) Memberikan kompres dingin / hangat.
3) Berikan pakaian tipis dalam memudahkan proses penguapan
4) Libatkan keluarga dalam perawatan serta ajari cara menurunkan suhu dan
mengevaluasi perubahan suhu tubuh.
5) Kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik.

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia.
a. Tujuan : Diharapakan pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan
b. Kriteria hasil :
1) BB meningkat
2) Mual berkurang / hilang
3) Tidak ada muntah
4) Pasien menghabiskan makan 1 porsi
5) Nafsu makan meningkat
6) Pasien menyebutkan manfaat nutrisi
7) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
c. Intervensi :
1) Berikan sari buah yang banyak mengandung air.
2) Berikan susu atau makanan dalam keadaan hangat.
3) Berikan nutrisi bentuk lunak untuk membantu nafsu makan.
4) Berikan diet TKTP atau nutrisi yang adekuat.
5) Monitor perubahan berat badan, adanya bising usus, dan status gizi.

3. Resiko kurang volume cairan b.d kehilangan sekunder terhadap demam.


a. Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh
b. Kriteria hasil :
1) Turgor baik
2) Kulit lembab
3) TTV dalam batas normal
4) Mukosa mulut lembab
5) Cairan masuk dan keluar seimbang
6) Tidak pusing pada perubahan posisi
7) Tidak haus
8) Hb, Ht, dalam batas normal.
c. Intervensi :
1) Observasi penyebab kekurangan cairan : muntah, diare, kesulitan menelan,
kekurangan darah aktif, diuretic, depresi, kelelahan
2) Observasi TNSR.
3) Observasi tanda – tanda dehidrasi.
4) Observasi keadaan turgor kulit, kelembaban, membran mukosa.
5) Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan cairan terjadi secara
mendadak, ukur produksi urine setiap jam, berat jenis dan observasi warna urine.
6) Catat dan ukur jumlah dan jenis cairan masuk dan keluar perparetal. Perhatikan :
cairan yang masuk, kecepatan tetesan untuk mencegah edema paru, dispneu, bila pasien
terpasang infus.
7) Timbang BB setiap hari.

6. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan proses penyakit morbili.


a. Tujuan : Integritas kulit baik
b. Kriteria hasil :
1) Permukaan kulit utuh.
2) Tidak ada kemerahan dan luka.
c. Intervensi :
1) Observasi keadaan kulit selama masa perawatan.
2) Kaji pola nutrisi dan cairan anak.
3) Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
4) Ganti pakaian dan alat tenun bila basah.
5) Jaga kulit agar tetap bersih dan kering.
6) Beri terapi sesuai program medik.

7. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi


trakeobronkial dan peningkatan produksi sputum.
a. Tujuan :Bersihan jalan napas efektif
b. Kriteria hasil :
1) Tidak ada suara napas tambahan.
2) Anak bebas dari tanda hiperkapnea, hipexia.
3) Bebas dari sianosis, penggunaan otot dada untuk bernapas.
c. Intervensi :
1) Observasi pola napas anak, suara napas dan usaha anak untuk bernapas.
2) Catat dan laporkan gejala takipnea, napas cuping hidung.
3) Observasi warna kulit dan selaput lendir.
4) Observasi sputum : warna, bau, sifat.
5) Ajarkan napas mulut, teknik relaksasi dan latihan napas.
6) Isap lendir bila perlu.
7) Beri posisi semi fowler.

D. Evaluasi
1. Suhu tubuh 36,6 – 37,4 0 C.
2. Bibir lembab.
3. Nadi normal.
4. Kulit tidak terasa panas.
5. Tidak ada gangguan neurologis ( kejang )
6. BB meningkat
7. Mual berkurang / hilang
8. Tidak ada muntah
9. Pasien menghabiskan makan 1 porsi
10. Nafsu makan meningkat
11. Pasien menyebutkan manfaat nutrisi
12. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
13. Turgor baik
14. Kulit lembab
15. TTV dalam batas normal
16. Mukosa mulut lembab
17. Cairan masuk dan keluar seimbang
18. Tidak pusing pada perubahan posisi
19. Tidak haus
20. Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang
tidak berbahaya: ventulasi dan status tanda vital.
21. Menunjukkan status pernapasan: Ventilasi tidak terganggu, diotandai dengan
indikator gangguan sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5L ekstrem, kuat, sedang, ringan ,
tidak).
22. Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas. Ekspansi dada simetris.
23. Tidak ada penggunaan itot bantu.
24. Bunyi napas tambahan tidak ada.
25. Napas pendek tidak ada.
26. Permukaan kulit utuh.
27. Tidak ada kemerahan dan luka
28. Tidak ada suara napas tambahan.
29. Anak bebas dari tanda hiperkapnea, hipexia.
30. Bebas dari sianosis, penggunaan otot dada untuk bernapas.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium
kataral, stadium erupsi dan stadirum konvelensi. (Ngastiyah, 1997:351). Penyebab penyakit ini
adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili paramyxovirus yaitu genus virus morbili. Virus
ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, dan dapat diinaktifkan pada suhu 30oC dan -20oC,
sinar matahari, eter, tripsin, dan beta propiolakton. Sedang formalin dapat memusnahkan daya
infeksinya tetapi tidak mengganggu aktivitas komplemen. (Rampengan, 1997 : 90-91).
Manifestasi klinis Koriza dan Batuk bertambah, Kadang terlehat bercak koplik, Adanya eritema,
makula, papula yang disertai kenaikan suhu badan, Terdapat pembesaran kelenjar getah bening,
Splenomegali. Pada pemeriksaan serologis dengan cara hemagglutination inhibition test dan
complemen fixation test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1-3 hari setelah
timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu kemudian. (Rampengan, 1997 : 94).

DAFTAR PUSTAKA

Arief Manjoer. 2000. “Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II”. Jakarta: EGC
Behrman, Kliegnan, Arvin. 1999. “Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.2. Edisi 15.” Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynnm E. dkk. 1999. “Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3”. Jakarta: EGC
Ngastiyah. 1997. “Perawat Anak Sakit.” Jakarta: EGC.
Suryadi. 2010. “Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2”. Jakarta:
CV Sagung Seto
Wong’s & Whaley. 2010. “Nursing Care Of Infants And Children”. Jakarta: EGC

You might also like