You are on page 1of 17

SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan

Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan


Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

BAB IV

PEMODELAN STRUKTUR DAN PEMBEBANAN PADA STRUKTUR

4.1. Pemodelan Struktur

Struktur gedung menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah


(SRPMM) yang terbuat dari konstruksi beton bertulang. Analisis konstruksi
gedung ini dilakukan dengan menggunakan pemodelan struktur 3D dengan
bantuan software SAP2000. Kolom-kolom serta balok-balok dari struktur
gedung dimodelkan sebagai elemen frame sedangkan pelat lantai dimodelkan
sebagai elemen shell.
Untuk analisis terhadap beban gempa, struktur gedung dimodelkan sebagai
struktur bangunan geser (shear building), dimana lantai-lantai dari bangunan
dianggap sebagai diafragma kaku.
Dari hasil analisis struktur, akan diperoleh besarnya reaksi perletakan
untuk proses perhitungan struktur bawah selain itu dari hasil analisis struktur
juga akan diperoleh besarnya tegangan, deformasi dan gaya-gaya dalam yang
terjadi pada elemen shell yang akan digunakan untuk mendesain tulangan pelat
lantai serta pada kolom-kolom serta balok-balok untuk menentukan kebutuhan
tulangan kolom dan balok.
Gambar pemodelan struktur disajikan dalam Gambar 4.1 dibawah ini.

Gambar 4.1. Pemodelan struktur bangunan pada SAP2000

16
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

4.1.1. Pemodelan Balok Induk 1 (BI.1)

Seperti yang disudah dijelaskan sebelumnya balok dimedelkan sebagai


frame tetapi dengan kondisi desain adalah balok (beam). Dengan dimensi 350
mm x 750 mm, tebal selimut beton 40 mm, tulangan lentur menggunakan
BJTD40 dan tulangan sengkang menggunakan BJTP24. Berikut ini Gambar 4.2
menyajikan input Balok Induk 1 (BI.1) pada SAP2000.

Gambar 4.2. Input Balok Induk 1 (BI. 1) pada SAP2000

4.1.2. Pemodelan Balok Induk 2 (BI.2)

Seperti yang disudah dijelaskan sebelumnya balok dimedelkan sebagai


frame tetapi dengan kondisi desain adalah balok (beam). Dengan dimensi 250
mm x 450 mm, tebal selimut beton 40 mm, tulangan lentur menggunakan
BJTD40 dan tulangan sengkang menggunakan BJTP24. Berikut ini Gambar 4.3
menyajikan input Balok Induk 2 (BI.2) pada SAP2000.

Gambar 4.2. Input Balok Induk 2 (BI. 2) pada SAP2000

17
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

4.1.3. Pemodelan Balok Anak 1 (BA.1)

Seperti yang disudah dijelaskan sebelumnya balok dimedelkan sebagai


frame tetapi dengan kondisi desain adalah balok (beam). Dengan dimensi 200
mm x 300 mm, tebal selimut beton 40 mm, tulangan lentur menggunakan
BJTD40 dan tulangan sengkang menggunakan BJTP24. Berikut ini Gambar 4.4
menyajikan input Balok Anak 1 (BA.1) pada SAP2000.

Gambar 4.4. Input Balok Anak 1 (BA. 1) pada SAP2000

4.1.4. Pemodelan Balok Anak 2 (BA.2)

Seperti yang disudah dijelaskan sebelumnya balok dimedelkan sebagai


frame tetapi dengan kondisi desain adalah balok (beam). Dengan dimensi 250
mm x 500 mm, tebal selimut beton 40 mm, tulangan lentur menggunakan
BJTD40 dan tulangan sengkang menggunakan BJTP24. Berikut ini Gambar 4.5
menyajikan input Balok Anak 2 (BA.2) pada SAP2000.

Gambar 4.5. Input Balok Anak 2 (BA. 2) pada SAP2000

18
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

4.1.5. Pemodelan Balok Anak 3 (BA.3)

Seperti yang disudah dijelaskan sebelumnya balok dimedelkan sebagai


frame tetapi dengan kondisi desain adalah balok (beam). Dengan dimensi 200
mm x 300 mm, tebal selimut beton 40 mm, tulangan lentur menggunakan
BJTD40 dan tulangan sengkang menggunakan BJTP24. Berikut ini Gambar 4.6
menyajikan input Balok Anak 3 (BA.3) pada SAP2000.

Gambar 4.6. Input Balok Anak 3 (BA. 3) pada SAP2000

4.1.6. Pemodelan Balok Anak 1 (BA.4)

Seperti yang disudah dijelaskan sebelumnya balok dimedelkan sebagai


frame tetapi dengan kondisi desain adalah balok (beam). Dengan dimensi 200
mm x 300 mm, tebal selimut beton 40 mm, tulangan lentur menggunakan
BJTD40 dan tulangan sengkang menggunakan BJTP24. Berikut ini Gambar 4.7
menyajikan input Balok Anak 4 (BA.4) pada SAP2000.

Gambar 4.7. Input Balok Anak 4 (BA. 4) pada SAP2000

19
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

4.1.7. Pemodelan Pelat Lantai

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pelat lantai dimodelkan sebagai


shell dengan jenis shell-thin. Berdasarkan perhitungan sebelumnya tebal pelat
adalah 120 mm dan tulangan lentur pada pelat menggunakan BJTP24. Berikut
ini Gambar 4.8 menyajikan input pelat lantai pada SAP2000.

Gambar 4.8. Input Pelat Lantai (S1) pada SAP2000

Gambar pemodelan balok dan pelat lantai pada lantai dasar sampai dengan
lantai atap disajikan dalam Gambar 4.9 dan 4.10 dibawah ini.

Gambar 4.9. Gambar penempatan balok dan plat lantai pada lantai dasar
sampai lantai 2

20
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

Gambar 4.10. Gambar penempatan balok dan pelat lantai pada lantai atap

4.1.8. Pemodelan Kolom (K1)

Seperti yang disudah dijelaskan sebelumnya kolom dimedelkan sebagai


frame tetapi dengan kondisi desain adalah kolom (column). Dengan dimensi 400
mm x 400 mm, tulangan lentur menggunakan BJTD40 dan tulangan sengkang
menggunakan BJTP24. Berikut ini Gambar 4.11 menyajikan input Kolom (K1)
pada SAP2000.

Gambar 4.11. Input Kolom (K1) pada SAP2000

21
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

4.2. Pembebanan pada Struktur

Pembebanan yang digunakan dalam melakukan analisis struktur sesuai


dengan kriteria desain dari data perencanaan. Beban-beban ini sesuai dengan
Pedoman Pembebanan Indonesia Untuk Rumah dan Gedung 1987 (PPIURG
Tahun 1987) berdasarkan fungsi dari masing-masing elemen struktur. Adapun
jenis-jenis beban yang bekerja pada struktur adalah sebagai berikut.

4.2.1. Beban Mati (Dead Load, DL)

Beban mati adalah beban dengan besar yang konstan dan berada pada
posisi yang sama setiap saat. Beban ini terdiri dari berat sendiri struktur dan
beban lain yang melekat pada struktur secara permanen.
Beban mati pada struktur saat input di SAP2000 dibedakan menjadi beban
yang berasal dari berat sendiri komponen struktur (Self Weight Load) dan beban
mati tambahan (Super Imposed Dead Load). Berat sendiri elemen struktur terdiri
dari berat sendiri elemen kolom, balok dan pelat lantai. Berat sendiri elemen
struktural tersebut akan dihitung otomatis sebagai self weight oleh software
SAP2000. Berikut ini pendefinisian beban mati akibat berat sendiri disajikan
dalam Gambar 4.12 berikut ini.

Gambar 4.12. Pendefinisian beban mati akibat berat sendiri struktur

Salah satu beban mati tambahan pada struktur gedung berupa beban
dinding. Dinding pada gedung menggunakan bata merah dengan konfigurasi
setengah bata. Berikut ini pendefinisian beban mati akibat berat dinding
disajikan dalam Gambar 4.13 berikut ini.

22
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

Gambar 4.13. Pendefinisian beban mati akibat berat dinding

Jadi berat pasangan dinding bata merah adalah 250 kg/m2 menurut
PPIURG 1987. Dengan kurang lebih ketinggian dinding pasangan bata merah
3,6 m, maka didapat beban dinding merata per meter panjang adalah 3,6 m x 250
kg/m2 = 900 kg/m. Input pemodelan pembebanan dinding pada struktur disajikan
dalam Gambar 4.14 dibawah ini.

Gambar 4.14. Pemodelan beban mati akibat berat dinding

Selain berat dinding, pada beban mati tambahan juga terdapat beban mati
lain yang berasal dari elemen arsitektural bangunan. Beban mati ini dimodelkan
pada SAP2000 sebagai beban area yang bekerja pada pelat lantai yaitu berat
plumbing, berat spesi, berat plafond dan berat keramik. Berikut ini pendefinisian
beban mati akibat berat dinding disajikan dalam Gambar 4.15 berikut ini.

23
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

Gambar 4.15. Pendefinisian beban mati akibat beban mati tambahan lainnya

Adapun input nilai beban mati tambahan pada lantai dasar dan pemodelan
pada SAP2000 disajikan dalam Gambar 4.16 berikut ini.
- Spesi per cm tebal (misal 2 cm) : 2 x 21 kg/m2 = 42 kg/m2
- Penutup lantai, keramik : 24 kg/m2 = 24 kg/m2
- Instalasi plumbing : 50 kg/m2 = 20 kg/m2
+
2
Beban mati total pada lantai 1 = 86 kg/m

Gambar 4.16. Pemodelan beban mati tambahan pada lantai dasar

Adapun input nilai beban mati tambahan pada lantai 1 sampai dengan
lantai atap dan pemodelan pada SAP2000 disajikan dalam Gambar 4.17 berikut
ini.

24
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

- Spesi per cm tebal (misal 2 cm) : 2 x 21 kg/m2 = 42 kg/m2


- Penutup lantai, keramik : 24 kg/m2 = 24 kg/m2
- Plafond dan penggantung : 20 kg/m2 = 20 kg/m2
- Instalasi plumbing : 20 kg/m2 = 20 kg/m2
+
Beban mati total pada lantai 2 dan 3 = 106 kg/m2

Gambar 4.17. Pemodelan beban mati tambahan pada lantai 1 sampai lantai
atap

4.2.2. Beban Hidup (Live Load, LL)

Beban hidup lantai menurut PPIURG 1987 didasarkan pada fungsi


masing-masing lantai gedung dan fungsi gedung. Adapun pendefinisian beban
hidup pada Gambar 4.18 dibawah ini.

Gambar 4.18. Pendefinisian beban hidup

25
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

Gedung berfungsi sebagai rumah tinggal jadi beban hidup pada lantai
dasar sampai dengan lantai 2 adalah sebesar 250 kg/m2 sedangkan beban lantai
atap adalah sebesar 100 kg/m2 serta pemodelan beban hidup lantai dasar sampai
dengan lantai 2 dan lantai atap disajikan dalam Gambar 4.19 dan Gambar 4.20
berikut ini.

Gambar 4.19. Pemodelan beban hidup pada lantai dasar sampai lantai 2

Gambar 4.20. Pemodelan beban hidup pada lantai atap

26
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

4.2.3. Beban Gempa (Earthquake, E)

Analisis struktur terhadap beban gempa mengacu pada Tata Cara


Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non-
Gedung (SNI 1726-2012). Analisis struktur terhadap beban gempa pada gedung
dilakukan dengan Metode Analisis Dinamik Spektrum Respon dengan dua arah
beban yaitu arah-x dan arah-y yang pada umumnya berkriteria desain yang
sama. Adapun pendefinisian beban gempa pada Gambar 4.21 dibawah ini.

Gambar 4.21. Pendefinisian beban gempa arah-y

Letak bangunan berada di Jakarta diambil asumsi bahwa titik berdiri


bangunan berada tepat di Jakarta. Maka dari Peta Hazard Gempa Indonesia
Tahun 2010 halaman 14 sampai 15 berdasarkan probabilitas terlampaui 2%
dalam 50 tahun di batuan dasar (SB) dengan redaman 5% didapat percepatan
tanah Ss = 0,65g dan S1 = 0,27g. Gambar lokasi bangunan untuk penentuan Ss
dan S1 disajikan dalam Gambar 4.22 dan Gambar 4.23 berikut ini.

27
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

Gambar 4.22 Spektra percepatan 0,2 detik (Ss)

Gambar 4.23 Spektra percepatan 1,0 detik (S1)

Adapun Faktor Keutamaan Gempa yang ditentukan oleh SNI 1726-2012


pada halaman 14-15 (Gambar 4.24) berdasarkan fungsi struktur bangunan
sebagai perumahan termasuk Kategori Resiko I bernilai 1,0 (Ie = 1,0).

Gambar 4.25. Penentuan nilai Ie berdasarkan SNI 1726-2012

28
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

Selain itu karena stuktur merupakan Sistem Rangka Pemikul Momen


Menengah terbuat dari beton bertulang yang berdiri pada jenis tanah B (site plan
B) yaitu tanah merupakan batuan, maka berdasarkan SNI 1726-2012 pada
halaman 36 (Gambar 4.25) didapat Koefisien Modifikasi Respon (Ra) = 5,
Faktor Kuat Lebih Sistem (0g) = 3 dan Faktor Perbesaran Defleksi (Cdb) = 4,5.

Gambar 4.25. Penentuan nilai Ra, 0g dan Cdb berdasarkan SNI 1726-2012

Peraturan yang digunakan sebagai bahan acuan pemodelan analisis


spektrum pada SAP2000 adalah IBC 2006 dengan kriteria desain yang telah
dijelaskan sebelumnya. Gambar input beban gempa pada SAP2000 adalah
disajikan dalam Gambar 4.26 dibawah ini.

29
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

Gambar 4.26. Input beban gempa arah-y

Setelah itu pada pemodelan SAP2000 dibuat Load Case untuk menentukan
intensitas beban gempa yang bekerja digunakan nilai scale factor. Intensitas
pada arah-x dan arah-y bernilai sama yaitu bernilai Ie/Ra = 1,982 dengan nilai
redaman 5%. Load Case pada beban gempa disajikan dalam Gambar 4.27
dibawah ini.

Gambar 4.27. Load Case beban gempa arah-y

30
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

4.2.4. Kombinasi Pembebanan

Berdasarkan SNI 03-2847-2002 (Beton), untuk menghindari arah gempa


yang acak maka pada arah utama effektifitas gempa 100% sedangkan pada arah
tegak lurusnya efektifitas 30%. Jadi didefinisikan semua kombinasi pembebanan
adalah sebagai berikut.
COMB 1. 1,4 DL
COMB 2. 1,2 DL + 1,6 LL
COMB 3. 1,2 DL + 0,5 LL + 1,0 EX + 0,3 EY
COMB 4. 1,2 DL + 0,5 LL + 1,0 EX  0,3 EY
COMB 5. 1,2 DL + 0,5 LL  1,0 EX + 0,3 EY
COMB 6. 1,2 DL + 0,5 LL  1,0 EX  0,3 EY
COMB 7. 1,2 DL + 0,5 LL + 0,3 EX + 1,0 EY
COMB 8. 1,2 DL + 0,5 LL + 0,3 EX  1,0 EY
COMB 9. 1,2 DL + 0,5 LL  0,3 EX + 1,0 EY
COMB 10. 1,2 DL + 0,5 LL  0,3 EX  1,0 EY
COMB 11. 0,9 DL + 1,0 EX + 0,3 EY
COMB 12. 0,9 DL + 1,0 EX  0,3 EY
COMB 13. 0,9 DL  1,0 EX + 0,3 EY
COMB 14. 0,9 DL  1,0 EX  0,3 EY
COMB 15. 0,9 DL + 0,3 EX + 1,0 EY
COMB 16. 0,9 DL + 0,3 EX  1,0 EY
COMB 17. 0,9 DL  0,3 EX + 1,0 EY
COMB 18. 0,9 DL  0,3 EX  1,0 EY

Dimana
DL = Dead Load, Beban Mati
= Self Weight + Dinding + Super Imposed Dead Load
LL = Live Load, Beban Hidup
EX = Earthquake Load arah-x, Beban Gempa arah-x
EY = Earthquake Load arah-y, Beban Gempa arah-y

31
SI - 417 Perancangan Bangunan Gedung dan Jembatan
Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Nasional
Jl. PHH. Mustapa No. 23 Bandung 40124

Input kombinasi beban pada SAP2000 dilakukan pada Load Combinations


dengan banyaknya kombinasi beban 18 buah kombinasi pembebanan dapat
dilihat pada Gambar 4.28 berikut ini.

Gambar 4.28. Input kombinasi pembebanan pada SAP2000

32

You might also like