You are on page 1of 58

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN /


JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL
PERTANIAN/ S1
Jl. Flora, Bulaksumur Yogyakarta 55281
Telp: (0274) 589797; Fax: (0274) 589797

Buku 2: Bahan Ajar


<Modul Pembelajaran Pertemuan ke 1-16>
ANALISIS PANGAN DAN HASIL PERTANIAN I
(Semester genap/3 SKS/TPP- 2112)

oleh
Prof. Dr. Ir. Umar Santoso, M.Sc.
Ir. Sudarmanto, MS.
Dr. Ir. Sri Naruki, MS.
Dwi Larasatie Nur Fibri, STP., M.Sc.

Didanai dengan dana BOPTN P3-UGM


Tahun Anggaran 2012
Desember 2012
DAFTAR MATERI BAHAN AJAR
ANALISA PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

Pertemuan ke-:
1. PENDAHULUAN
2. SAMPLING DAN PENANGANAN SAMPEL
3. PENANGANAN DAN EVALUASI DATA ANALISIS
4. KOMPOSISI PROKSIMAT
5. LIPIDA
6. PROTEIN
7. CONTOH SOAL UJIAN SISIPAN
8. PROTEIN (LANJUTAN)
9. ABU DAN MINERAL
10. KARBOHIDRAT
11. KARBOHIDRAT (LANJUTAN)
12. SENYAWA-SENYAWA FENOLIK DAN TANNIN
13. KAFEIN, HCN
14. SULFIT
15. CONTOH SOAL UJIAN AKHIR

TINJAUAN MATA KULIAH

Analisis Pangan dan Hasil Pertanian I merupakan salah satu mata kuliah wajib dalam
kurikulum program studi strata 1 Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian. Mata kuliah
ini mempunyai 3 SKS (satuan kredit semester), diberikan bagi mahasiswa semester
ke-empat. Isi mata kuliah ini berupa bahasan tentang sampling dan penanganan
sample, evaluasi data analisis, analisis proksimat, prinsip-prinsip yang mendasari
penentuan kadar air, abu, protein, lipida, karbohidrat, serta komponen-komponen
minor bahan pangan/ hasil pertanian termasuk vitamin, mineral, total fenolat dan
tannin, serta , senyawa-senyawa toksik (asam sianida, dan residu sulfit).

Tujuan
Setelah selesai mengikuti keseluruhan materi kuliah ini diharapkan mahasiswa
mampu menjelaskan tentang prinsip-prinsip analisis kimia bahan pangan meliputi
analisis proksimat (air, abu, protein, lipida, karbohidrat) dan analisis komponen-
komponen minor meliputi vitamin, mineral, total fenolat dan tannin, senyawa-
senyawa toksik (asam sianida dan residu sulfit).

Untuk memudahkan mahasiswa mengikuti/ memahami materi kuliah, maka


disusunlah buku bahan ajar ini. Bahan ajar ini terdiri atas 10 Bab (Modul), masing-
masing berisi bahasan sebagai berikut.

Bab I : Sampling dan Preparasi Sample


Bab ini terdiri atas 2 sub-pokok bahasan (kegiatan belajar), yaitu
pertama tentang teknik sampling yaitu cara-
cara untuk mendapatkan sample yang representatif, yang kedua
tentang preparasi dan perlindungan sample.

Bab II : Penanganan dan Evaluasi Data Analisis


Terdiri dari 2 sub-pokok bahasan, yaitu pertama tentang reliabilitas
analisis dan kedua tentang pelaporan
data analisis.

Bab III : Analisis kadar air dan total padatan


Terdiri atas 2 sub-pokok bahasan, yaitu pertama tentang pentingnya
diketahui kadar air dan total padatan
bahan pangan bahan, dan kedua tentang metode-metode penentuan
kadar air.

Bab IV : Analisis Lipida


Terdiri atas 4. sub-pokok bahasan, yaitu pertama keberadaan lipida
dalam bahan pangan, kedua metode-
metode analisis kuantitatif lilida total , ketiga karakteristik alami
lemak/ minyak termasuk analisis komposisi asam- asam lemak, dan
ke-empat tentang parameter-parameter tingkat kerusakan lemak/
minyak.

Bab V : Analisis Protein


Terdiri atas 4 sub-pokok bahasan, yaitu pertama tentang keberadaan /
kimiawi protein dalam bahan pangan,
kedua analisis kuantitatif protein dengan penentuan total nirogen,
ketiga penentuan protein speketrofotometri,
keempat tentang analsis komposisi asam-asam amino.

Bab VI : Analisis Karbohidrat


Terdiri atas 4 sub-pokok bahasan, pertama tentang keberadaan /
kimiawi karbohidrat dalam bahan pangan,
kedua analisis gula reduksi, ketiga analisis pati dan amilosa, dan
keempat tentang analisis serat (dietary fiber).

Bab VII : Analisis Abu dan Mineral


Terdiri atas 2 sub-pokok bahasan, yaitu pertama tentang keberadaan
abu (ash) dalam bahan pangan dan metode-
metode penentuannya, dan kedua tentang analisis mineral.
Bab VIII : Analisis Vitamin
Terdiri atas 4 sub-pokok bahasan, yaitu pertama tentang keberadaan
vitamin dalam bahan pangan dan klasifikasi, kedua tentang metode
analisis vitamin-vitamin larut air, ketiga metode-metode analisis
vitamin larut lemak, dan keempat analisis vitamin secara
mikrobiologis.

Bab IX : Total Senyawa-senyawa Fenolat dan Tannin.


Terdiri atas 2 sub-pokok bahasan, yaitu pertama tentang keberadaan
senyawa-senyawa polifenol dan tannin dalam
bahan pangan dan fungsi/ manfaatnya, dan kedua tentang metode-
metode analisis total fenolat dan tannin.

Bab X : Senyawa-senyawa toksik (asam sianida dan residu sulfit)


Terdiri atas 2 sub-pokok bahasan, yaitu pertama tentang macam-
macam senyawa toksik dalam bahan pangan
baik alami (asam sianida) maupun BTP (residu sulfit), kedua tentang
metode-metode analisis asam sianida (HCN) dan residu sulfit.

Petunjuk penggunakan bahan ajar.

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik maka buku bahan ajar ini dapat
dipelajari dengan cara sebagai berikut.
 Membaca bahan ajar ini dengan seksama dan memahami alur logika serta
menghubungkan dengan materi kuliah Kimia Pangan dan Hasil Pertanian
sesuai komponen kimia yang dibahas.
 Membuat catatan-catatan ringkas untuk membantu memudahkan mengingat
materi.
 Mengerjakan pertanyaan atau contoh-contoh soal yang ada.
 Jika mendapatkan kesulitan untuk memahami suatu pokok atau sub-pokok
bahasan jangan segan-segan menanyakan kepada teman yang sekiranya sudah
faham atau menanyakan langsung kepada dosen pengampu.

BAB I. Sampling dan Preparasi Sample

PENDAHULUAN

Deskripsi singkat: Dalam Bab I ini dibahas tentang perlunya rencana


sampling, prosedur atau cara-cara mendapatkan sample yang representative,
cara preparasi sample, dan perlindungan sample dari kontaminasi dan
perubahan-perubahan kimiawi selama penyimpanan menunggu analisis.

Manfaat: mahasiswa memahami cara menyusun rencana sampling,


menjelaskan cara mendapatkan sample yang representative, cara preparasi
sample, dan cara melindungi sample dari kontaminasi dan perubahan-
perubahan selama penyimpanan.

Relevansi : Sampling dan preparasi sample ini penting dalam persiapan


analisis pangan, karena dapat mempengaruhi keakuratan data hasil analisis
dan informasi yang dihasilkan.

Learning outcomes: Setelah mengikuti kuliah / membaca bagian ini


mahasiswa diharapkan akan mampu menyusun rencana sampling,
menjelaskan cara mendapatkan sample yang representative, cara preparasi
sample, dan cara melindungi sample dari kontaminasi dan perubahan-
perubahan selama penyimpanan.

Bahan : Nielson, 2010, Food Analysis, hal. 68-81.

Sampel:
- Bahan padat (solid)
- Cair
- Gas

Sumber acuan utama: AOAC:


 Association of Official Analytical Chemists
 Diganti -- Association Of Analytical Communities (2002)

1.2. Proses analitik


Analisa kuantitatif melibatkan beberapa tahap dan prosedur.
Serangkaian pelaksanaan:

1) Menentukan masalah
2) Memperoleh sampel yang representatif
3) Menyiapkan sampel
4) Melaksanakan pemisahan kimia seperlunya
5) Melaksanakan pengukuran, dan
6) Melakukan penghitungan hasil dan penyajian data

Menentukan problem
Sebelum seorang merencanakan suatu prosedur analisa, harus mengetahui informasi
yang diperlukan, dan tipe sampel apa yang akan dianalisa. Ini menentukan:
 Bagaimana sampel harus diperoleh
 Seberapa banyak sampel yang diperlukan
 Seberapa sensitif metode yang harus digunakan
 Seberapa tinggi ke-akurat-an atau ketepatan yang dikehendaki
 Pemisahan yang bagaimana yang dikehendaki untuk menghilangkan senyawa-
senyawa pengganggu (interference).

Apabila pengukuran yang diperlukan telah diketahui, metode analitik yang digunakan
akan tergantung beberapa faktor: a.l.
 skill yang ada
 fasilitas
 peralatan-peralatan yang tersedia
 sensitivitas dan presisi yang diinginkan
 biaya yang ada, dan
 kecapatan analisa yang diinginkan

Macam analisis yang akan dilakukan tergantung pada informasi yang


diperlukan.
Bagaimana cara Anda melaksanakan suatu analisis tergantung pada
pengalaman, peralatan yang tersedia, dana, dan waktu yang dikehendaki.

Mendapatkan sampel yang representatif


Analisa kimia biasanya hanya memerlukan sedikit bahan yang akan dianalisa. Jika
bahannya hanya ada sedikit dan sudah tak akan digunakan lagi, maka semua dapat
digunakan sebagai sampel semuanya. Jika bahan sangat mahal, maka sesedikit
mungkin digunakan sebagai sampel.

Bahan (solid, liquid, gas):


Homogen : sederhana
Heterogen : perlu teknik khusus untuk sampling, - untuk mendapatkan
sampel yang representatif.

Contoh: Dalam analisa protein biji-bijian, perlu diambil sedikit sampel dari tiap
karung (tergantung jumlah bahan yang ada), kemudian digabungkan untuk
memperoleh gross sample. Gross sample harus dikecilkan ukurannya untuk
mendapatkan laboratory sample (beberapa puluh atau ratus gram), dari sini akan
diambil beberapa gram atau miligram untuk dianalisa (sebagai analysis sample).
Pengecilan ukuran sampel ini dapat dilakukan berbagai cara misalnya dengan
mengambil bagian-bagiannya kemudian mencampur, dalam beberapa tahap, demikian
juga dengan menggiling dan mengayak untuk mendapatkan bubuk yang seragam
untuk dianalisis.
Istilah : Gross Sample, Sample lab., Aliquot (Analysis Sample).
Sample laboratorium yang kering digiling dengan Sample Mill , dan diayak 35 mesh.
Untuk bahan-bahan biologis biasanya perlu penanganan khusus. Sampel darah untuk
analisa gula darah, harus mengalami perlakuan pemisahan dari plasma dan serumnya.
Stabilitas sampel harus dipertimbangkan. Glukosa dalam darah tidak stabil maka
kadang dalam sample ditambahkan NaF sebagai pengawet. Bahan pengawet yang
digunakan tentu saja harus yang tidak mempengaruhi analisa.

Untuk sample bahan biologis- perlu dijaga supaya bahan tidak mengalami
perubahan atau kontaminasi.

Menyiapkan sampel untuk analisis


Tahap pertama dalam menganalisa suatu sampel adalah mengukur jumlah sampel
yang dianalisa (volume atau berat sampel)  untuk perhitungan.

Perlu ditentukan derajad presisi dan akurasinya.


Timbangan analitik (Analytical balance) biasanya sensitivitasnya paling tidak 0.1mg.
Sampel bentuk solid biasanya dinyatakan sebagai dry basis.
Perlu ulangan untuk memberikan data yang lebih meyakinkan.

Analisa:
 Destruktif
 Non-destruktif

Konstituen bahan pangan/ hsl. pertanian secara garis besar dibagi dua yaitu: bahan
organik dan bahan anorganik.
Bahan-bahan organik yang akan dianalisa konstituen anorganiknya, perlu dilakukan
pengabuan kering (dry ashing).
Cara lain, bahan organik dilakukan digesti basah (wet digestion) dengan memanaskan
menggunakan asam-asam pengoksidasi. Asam nitrat atau sulfat atau kombinasinya.
Untuk memisahlan protein dapat dilakukan dengan presipitasi menggunakan berbagai
reagensia dan menyaring atau sentrifugasi, sehingga diperoleh protein-free filtrate
(PFF).

Bila berupa larutan, biasanya pH harus diatur. Misalnya pada analisis


menggunakan pewarnaan, pH dapat menutupi (me-masking) warna yang tidak
dikehendaki. Pada analisis gravimetri besi, sebagai Fe2O3, memerlukan bahwa semua
besi berada dalam bentuk feri (Fe3+). Pada penentuan volumetrik dengan reaksi ion
dikromat, diperlukan bahwa semua besi harus dikonversi menjadi fero (Fe2+) sebelum
reaksi, dan tahap reduksi harus akan termasuk dalam preparasi sampel.
Istilah Analyte (“analait”), adalah zat yang dianalisa.
Reagensia harus dengan kemurnian tinggi. Meskipun demikian, masih tetap
diperlukan blanko terutama untuk analisa senyawa kelumit, trace. Blanko
mengandung semua bahan-bahan kimia yang digunakan dalam suatu analisis dalam
jumlah sama (termasuk air), dikerjakan pada seluruh prosedur analisa. (Siapkan dan
kerjakan analisa ulangan blanko).

Menyiapkan separasi kimia seperlunya


Untuk dapat meng-eliminate bahan-bahan pengganggu, untuk dapat membuat
selectivity yang sesuai dalam pengukuran, atau untuk pra-pemekatan senyawa yang
akan dianalisa untuk pengukuran yang lebih sensitif dan akurat, seorang analist
biasanya harus melakukan satu atau lebih tahap pemisahan. Misalnya dengan
presipitasi, ekstraksi ke dalam pelarut immiscible, kromatografi, dialisa, dan distilasi.

Melakukan pengukuran
Metode yang digunakan untuk pengukuran kuantitatif tergantung sejumlah faktor:
Yang utama tergantung jumlah senyawa yang akan dianalisa, akurasi, dan presisi
yang dikehendaki. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan adalah derajad
 Selektivitas (selectivity)
 Sensitivitas (sensitivity)
 Akurasi (accuracy)
 presisi (precision)
 Beaya (cost)
 Kecepatan (rapidity)

Analisa gravimetri: biasanya melibatkan pemisahan selektif dengan presipitasi,


diikuti pengukuran non-selektif massa (presipitat).
Dalam analisa volumetrik, atau titrimetrik, senyawa yang dianalisa bereaksi dengan
sejumlah volume reagensia yang terukur dan diketahui konsentrasinya, yang
prosesnya disebut titrasi.
Dengan demikian, titrasi adalah proses analisis volumetrik dengan mereaksikan
sejumlah volume regansia yang terukur dan diketahui konsentrasinya.
Gravimetri dan volumetri dapat memberikan hasil yang akurat dan presisi tinggi
sampai bagian perseribu (ppt, parts per thousand) atau lebih baik lagi. Tapi analisis
ini perlu jumlah analyte yang cukup besar, sehingga cocok untuk analisa major
components. Volumetrik umumnya lebih cepat daripada gravimetrik.

Teknik instrumental.
Analisis instrumental umumnya berdasarkan sifat fisik sample, misalnya sifat
elektrik, absorpsi radiasi elektromagnetik. Misalnya spektrophotometri, fluorometri,
dengan alat NMR (Nuclear Magnetic Resonance), AAS (Atomic Absorbance
Spectrophotometer), dll.

Instrumen adalah lebih selektif dan sensitif daripada gravimetri dan volumetri;
tapi mungkin kurang presisi.
Istilah Spesifik & Selektif
Reaksi atau test spesifik adalah reaksi yang terjadi hanya dengan zat yang dituju,
sedangkan reaksi selektif adalah reaksi yang dapat terjadi dengan zat-zat lain tetapi
menunjukkan derajad preferensi untuk zat yang dituju.
Sedikit reaksi-reaksi yang spesifik tetapi banyak yang menunjukkan selektif. Yang
spesifik misalnya pada analisa menggunakan enzim.

Menghitung hasil dan melaporkan data


Apabila konsentrasi analyte dalam larutan sample telah diketahui, hasilnya digunakan
untuk menghitung jumlah senyawa itu dalam sample aslinya. Laporkan data dalam
bentuk tabel atau grafik sebaik/ seinformatif mungkin.

Istilah: reproducibility, repeatability, sample random, dll.


Reproducibility (reprodusibilitas): adalah daya ulang, reprodusibiltas tinggi yaitu jika
metode itu dilakukan lagi di laboratoirum lain atau di waktu lain lagi akan
memberikan data yang sama atau mendekati sama.
Prosedur Sampling
 Penggunaan data yg diperoleh menentukan prosedure sampling yg akan
dilakukan.
 Contoh:
 Metode untuk sampling terigu dari karung-karung.
 Jumlah karung yg harus di-sampled ditentukan dengan akar jumlah
karung dalam lot.
x = ÖE

Manual Vs Continous sampling


 Harus berusaha mengambil “random sample”
 menghindari bias
Sample diambil dari berbagai lokasi dlm populasi (di-”campur”/ aduk dulu)
Untuk liquid dlm wadah kecil  hrs digojog.
Liquid bisa di-pipet, dipompa, atau dicelupkan alat.

Untuk Biji-bijian (Manual)


Untuk biji-bijian dalam wadah (box) besar, tak mungkin dg pengadukan, maka
sampling dg cara mendapatkan dg probe (probing) dari bbrp titik scr random dalam
wadah tsb.
Untuk bahan granular dan bubuk biasanya dg alat Trier atau Probe yg dimasukkan ke
dalam populasi pada bbrp lokasi.

Continous Sampling
 Dilakukan dengan alat (mekanis)
 Bisa bentuk liquid atau solid
 Human bias lebih rendah dari pada manual sampling.

Problem-problem dalam Sampling


 Data analisis VS teknik sampling.
 Kemungkinan terjadi error karena tdk diketahui distribusi populasinya, dan
pengambilan sample tdk representatif.
 Unreliable data (data yg tak meyakinkan) jg dimungkinkan karena akibat
degradasi sample karena kondisis penyimpanan yg tak tepat.
 Sample harus disimpan wadah yg melindungi dari lembab, sinar, udara) yg
dapat mempengaruhi perubahan sample.
  wadah kedap udara.
  wadah dg kaca gelap, atau bungkus dg alumunium foil untuk menghindari
pengaruh sinar.
  Wadah diberi gas N2
  simpan pada suhu dingin
 (untuk sample bentuk emulsi , jangan simpan di Freezer)
 Harus diberi identitas / label jelas. Jangan sampai terjadi kesalahan pelabelan
 Tulisan/ tinta label jangan terhapus.
 Pengecilan ukuran (umum)
 Penggilingan (grinding)
 Alat
 Ukuran partikel
 Inaktivasi enzim
 Pencegahan oksidasi lemak
 Pencegahan kontaminasi mikrobia.

Pengecilan Ukuran
 Jika ukuran partikel atau massa sample terlalu besar untuk analisis, maka
harus dilakukan pengecilan ukuran.
 Untuk mendapatkan jumlah yg lebih kecil , sample dihamparkan pada suatu
permukaan (mis.kain lebar), kmd dibagi menjadi empat. Kedua bagian
perempat yang bersebarangan digabung. Jika masih terlalu besar, dibagi
empat lagi, digabung lagi, dmk seterusnya sampai didapat sample laboratory
yg representative.
Untuk sample liquid yg homogen, bs dilakukan dg menuang ke dalam 4 botol

Penggilingan (Grinding)
 Penting untuk preparasi sample.
 Banyak macam alat  mengecilkan ukuran dan menghomogenkan/
menyeragamkan.
 Untuk menghomogenkan sample yg berair (moist), gunakan blender, meat
mincer, tissue grinder dll.
 Untuk dry sample mortar, mill.
 Yg perlu diperhatikan:
- waktu menggiling, hindari timbulnya panas.
- hindari kontak langsung dg logam yg kemungkinan akan menkontaminasi pd
sample.
 Untuk sample kering, ukuran partikel untuk analisis k. air, protein dan abu
adalah 20 mesh,
 Untuk lipid dan karbohidrat 40 mesh.

Inaktivasi Enzim
 Bahan2 pangan sering mengandung enzim yg dapat mendegradasi komponen2
yg akan dianalisis.
 Karena itu, perlu dikendalikan/ diinaktivasi, sesuai dg jenis bahannya.
 Mis, dg perlakuan panas, dengan pembekuan suhu -20 atau -30oC, atau
dengan pengaturan pH.

Melindungi Oksidasi Lipida


 Dalam preparasi sample, kandungan lipid menimbulkan problem khusus.
 Bahan dg kandungan lipida tinggi sulit digiling, perlu digiling keadaan beku.
 Lipida yang tak jenuh jg rentan mengalami oksidasi, selama penyimpanan
perlu kondisi vakum atau dberi gas N2.
 Sinar juga mempengaruhi oksidasi.
 Kadang bisa ditambahkan antioksidan jika tdk mengganggu analisis.
 Lipid dalam intact tissue relatif lebih stabil dari pada setelah diekstrak.
 Simpan dingin lebih aman thd oksidasi.

Pertumbuhan Mikrobia dan Kontaminasi


 Mikroorganisme terdapat hampir pada semua bahan pangan, dan dapat
merubah komposisinya.
 Bisa cross contamination  tangani dg cermat.
 Sample harus dilindungi dengan;
 Simpan beku
 Tambahkan zat antimikrobia jk memungkinkan (tdk mengganggu
analisis)
Bab II. Penanganan dan Evaluasi Data Analisis

PENDAHULUAN

Deskripsi singkat : Dalam Bab II ini dibahas tentang tentang perlunya ulangan
analisis, akurasi dan presisi hasil analisis, sumber-sumber kesalahan analisis,
pelaporan hasil, dan Uji Q untuk penolakan data ulangan analisis.

Manfaat : mahasiswa memahami tentang pentingnya melakukan ulangan


dalam analisis, mencegah terjadinya kesalahan (error) dalam analisis sehingga
menghasilkan data dengan presisi dan akurasi yang tinggi, dapat menjelaskan
cara pelaporan hasil analisis termasuk menentukan untuk menolak atau
menerima data hasil ulangan yang dicurigai nilainya.

Relevansi : pelaksanaan analisis akan menghasilkan data-data dan informasi


yang dapat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan dalam
menentukan mutu pangan, baik selama tahap-tahap proses maupun produk
akhir serta keamannanya. Oleh karena itu analisis di laboratorium harus
dilakukan dengan baik dan benar sehingga data yang diperoleh mempunyai
presisi dan akurasi tinggi. Di samping itu data-data yang diperoleh harus
dilaporkan sesuai kaidah yang ada agar tidak menimbulkan kesalahan
interpretasi.

Learing outcomes : Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa


mampu menjelaskan tentang pentingnya melakukan ulangan dalam analisis,
mencegah terjadinya kesalahan (error) dalam analisis sehingga menghasilkan
data dengan presisi dan akurasi yang tinggi, dapat menjelaskan cara pelaporan
hasil analisis termasuk menentukan untuk menolak atau menerima data hasil
ulangan yang dicurigai nilainya.

Bahan : Nielson, 2010, Food Analysis, hal. 52-64.

Akurasi dan Presisi

Jumlah pengukuran yang diperlukan tergantung pada akurasi yang dikehendaki dan
pada reproducibility metode yang diketahui.
PRESISI VS AKURASI
Presisi: adalah derajad kesesuaian antar hasil ulangan.
Akurasi: adalah derajad kesesuaian antara rata-rata nilai terukur dengan nilai yang
benar (atau yang dianggap benar).

Contoh: Ada tiga Peneliti, A, B dan C mengukur kadar glukosa dalam

minuman dengan 6 ulangan.


A B C
10.0 % 8.1 13.0
10.2 8.0 9.2
10.0 8.3 10.3
10.2 8.2 11.1
10.1 8.0 13.1
10.1 8.0 9.3

X = 10.1 8.1 11.0


Kesalahan = 0.0 2.0 0.9
Kesimpulan:
A : Akurasi tinggi & presisi tinggi
B : Presisi tinggi tetapi akurasi rendah
C : Akurasi tinggi tetapi presisi rendah

Significant figures
Angka signifikan
Pembulatan angka
7,437  menjadi 7,44
7,475  7,48
7,665  7,66

Blanko reagensia
Suatu ulangan yang tidak menggunakan sample tetapi menggunakan semua
reagensia (termasuk air) yang jumlahnya sama. (untuk pengendalian).
2.4. Kesalahan determinate (sistematik)

2.5. Kesalahan indeterminate (non-sistematik, random)

2.6. Deviasi standar & uji statistik

2.7. Penolakan hasil: Q-test (Uji Q)

Q = a/w

w
a

x x x x x

Gb. Ilustrasi penghitungan Q

Contoh:
Data analisis Cl dalam sample, 4 ulangan

n %Cl

1 56.46
2 56.77 ← dicurigai
3 56.50
4 56.47s
Data analisis Fe dalam darah tikus, 5 ulangan

n mg Fe3+/100mL

1 4.20
2 4.28
3 4.45 ← dicurigai
4 4.17
5 4.30

Nilai yg. Dicurigai - Nilai Terdekat


Q Hitung = ------------------------------------------
Nilai Terbesar - Nilai Terkecil

Jika Q Hitung > Q Tabel ----- Data dapat ditolak


Q Hitung < Q Tabel ----- Data tidak dapat ditolak

Tabel Q pada tingkat signifikansi 90%.

n Q

3 0.94
4 0.76
5 0.64
6 0.56
7 0.51
8 0.47
9 0.44
10 0.41
~ 0.00

Untuk data kadar Cl dalam sample tersebut:

56.77 – 56.50
Q Hitung = ---------------- = 0.87
56.77 – 56.46

0.87 > 0.76


 Nilai 56.77% dapat ditolak

Untuk data kadar Fe dalam sampel


Q Hitung = 0.54
0.54 < 0.64  Nilai 4.45mg tidak dapat ditolak.

------
Bagian 3. STOIKIOMETRI

Stoikiometri adalah aspek kimia analit yang berkenaan dengan pengukuran


dan konsentrasi larutan, yang dapat digunakan untuk menghitung massa, atau
sebaliknya. Karena itu kita menyiapkan larutan-larutan yang diketahui
konsentrasinya untuk kalibrasi response alat, atau untuk titrasi larutan sample. Kita
menghitung massa suatu senyawa (zat yang dianalisa) dalam suatu larutan dari
konsentrasi dan volumenya. Kita menghitung massa suatu produk yang diharapkan
dari massa-massa reaktan-nya. Semuanya ini memerlukan pengetahuan
STOIKIOMETRI, yaitu perbandingan-perbandingan di mana senyawa-senyawa
kimia bereaksi, di mana faktor-faktor konversi yang sesuai diterapkan untuk sampai
pada hasil perhitungan yang dikehendaki.
Yang dibicarakan berikut ini adalah konsep-konsep dasar: massa, mole, dan
equivalent. Sangat erat berhubungan dengan titrasi.
Yang harus diingat kembali: Berat atom, berat molekul, dan rumus kimianya.
Formula weight (berat rumus, Berat Atom, Berat Molekul)
Menyatakan gram per mole.

Dalton: 1.661 x 10-24 g (kebalikan angka Avogadro)

Dalam 1 mole ( atom, molekul atau ion)


ada 6.022 x 1023 atom (angka Avogadro)

gram
mole = ------------------------------
Berat Formula (g/mol)

milligrams
Millimole = --------------------------------
Berat Formula (mg/mmol)

KONSENTRASI

Molaritas

moles = (moles/L) x liter


= molaritas x liter
millimoles = molaritas x milliliter
(atau mmol = M x mL)

Normalitas:

Berat ekivalen (atau jumlah unit yang bereaksi) tergantung reaksi kimia. Ini
dapat bervariasi paling sering pada reaksi redoks, bila didapat produk-produk
berlainan.

Berat (g)
Angka equivalen (eq) = -------------- = normalitas (eq/L) x volume (L)
BE (g/eq)

Berat (mg)
meq = -------------- = normalitas (meq/mL) x volume (mL)
BE (mg/meq)

Molalitas

Untuk menyatakan konsentrasi digunakan juga molalitas (m). Suatu larutan satu-
molal berarti larutan yang mengandung satu mole per 1000gram pelarut. Ini berguna
untuk pengukuran fisikokimia sifat-sifat koligatif zat (titik beku, penurunan vapor
pressure, dan takanan osmotik. Konsentrasi molal tidak tergantung suhu (tidak seperti
halnya molar dan normalitas, karena volume pelarut tergantung suhu).

Densitas

g/mL larutan (20 °C)


Spec. Gravity (Berat Jenis) = -----------------------------------
g/mL air (4 °C)

Pada suhu 20 °C densitas air adalah 0.99823g/mL.

Jika berat jenis (specific gravity) diacu ke air suhu 20°C, maka densitas sama
dengan berat jenis x 0.99823.

Densitas = BJ x 0.99823

Pengenceran:
Analisis volumetrik:

Perhitungan stoikiometrik
Prinsip titrasi

Larutan standard
Standar primer

Klasifikasi Metode-metode volumetrik


1) Asam-basa
2) Presipitasi
3) Complexiometric
4) Reduksi-oksidasi.

Titrasi balik (Back-titration): yang dititrasi adalah sisa yang tdk bereaksi.

Perhitungan Volumetrik Normalitas

eq meq
N = -------- = -------------
L mL

Hubungan berat : Analisa gravimetrik

Pada argentometri

BA Cl
g Cl- = g AgCl x ------------ (g Cl/g AgCl)
BM AgCl
GRAVIMETRI

ASAM – BASA

IODOMETRY

REDOKS TITRATION

PENOLAKAN PENGAMATAN, Uji Q

Nilai yg. Dicurigai - Nilai Terdekat


Q Hitung = ------------------------------------------------
Nilai Terbesar - Nilai Terkecil

Jika Q Hitung > Q Tabel  Data dapat ditolak


Q Hitung < Q Tabel  Data tidak dapat ditolak
UJI Q (The Q Test)
-------------------------------------------------
Tabel. 2.3. Quosien Penolakan, Q
Rejection Quotient, Q at Different Confidence Limits

No. of Confidence level


Q90 Q95 Q99
Observations
3 0.941 0.970 0.994
4 0.765 0.829 0.926
5 0.642 0.710 0.821
6 0.560 0.625 0.740
7 0.507 0.568 0.680
8 0.468 0.526 0.634
9 0.437 0.493 0.598
10 0.412 0.466 0.568
15 0.338 0.384 0.475
20 0.300 0.342 0.425
25 0.277 0.317 0.393
30 0.260 0.298 0.372

Sumber: Christian, 1994. ANALYTICAL CHEMISTRY. John Wiley & Sons, Inc.
BAB III . Air dan Total Padatan

PENDAHULUAN
Deskripsi singkat: Dalam Bab III ini dibahas tentang tentang
keberadaan air dalam bahan pangan dan pentingnya diketahui kadar air dan
total padatan, dan tentang metode-metode penentuan kadar air.

Manfaat: mahasiswa memahami tentang pengaruh kadar air terhadap sifat


dan daya awet bahan pangan, menjelaskan tentang perlunya diketahui kadar
air, dan metode-metode penentuan kadar air.

Relevansi: Air dalam bahan pangan menentukan mutu dan daya awet bahan
pangan. Dalam industri pangan dan perdagangan maka kadar air perlu
diketahui karena menentukan mutu dan nilai ekonomi bahan pangan karena
berhubungan dengan total padatan yang ada.
Learning Outcomes : Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa
mampu menjelaskan tentang pengaruh kadar air terhadap sifat dan daya awet
bahan pangan, menjelaskan tentang perlunya diketahui kadar air, dan metode-
metode penentuan kadar air.

Bahan : Nielson, 2010, Food Analysis, hal. 81-91.

Analisis Proksimat
Adalah penentuan persentase komponen-komponen utama (y.i., air, lemak
kasar, protein kasar, abu, dan karbohidrat) bahan pangan.

Karbohidrat by difference = 100% – (Air + Lemak + Protein + Abu).

I. Penentuan k. air

1. Metode Gravimetri:
 Air oven method
 Vacuum oven method
2. Metode distilasi
3. Lyophilization (Freeze drying)
4. Metode Fischer (Kimia)
Analisis Proksimat
Adalah penentuan persentase-persentase komponen-komponen utama (y.i., air,
lipida, protein, abu, dan karbohidrat) bahan pangan.

Karbohidrat by difference = 100% – (Air + Lipida + Protein + Abu)

Penentuan k. air

1. Metode thermogravimetri:
a. Air oven method
b. Vaccum oven
2. Metode distilasi
3. Lyophilization (Freeze drying)
4. IR moisture tester
5. Metode Fischer

AIR
Pendahuluan
Penentuan kadar air merupakan analisis paling penting dan paling luas
dilakukan dalam pengolahan dan pengujian pangan. Karena jumlah bahan kering
(dry matter) dalam pangan adalah kebalikan dari jumlah air yang dikandung, maka
kadar air secara langsung bekaitan dengan kepentingan ekonomi baik bagi pengolah
(produsen) maupun konsumen. Kepentingannya yang lain lebih besar adalah :
- Pengaruh kadar air terhadap stabilitas dan kualitas pangan.

Biji-bijian yang mengandung kadar air tinggi sangat mudah rusak oleh jamur,
pemanasan, serangga, dan perkecambahan. Laju pencoklatan sayur dan buah yang
dikeringkan dan absorpsi oksigen oleh bubuk telur makin meningkat dengan makin
tingginya kadar air.

Penentuan kadar air sangat penting dalam banyak masalah industri, mis. dalam
evaluasi materials’ balance atau kehilangan-kehilangan selama pengolahan. Kita
harus tahu kandungan air (dan kadang juga distribusi air) untuk pengolahan optimum,
mis., dalam penggilingan serealia, pencampuran adonan sampai konsistensi tertentu,
dan produksi roti dengan daya awet dan tekstur tinggi.

Kadar air harus diketahui dalam penentuan nilai gizi pangan, untuk memenuhi
standard komposisi dan peraturan-peraturan pangan. Kepentingan yang lain adalah
bahwa kadar air diperlukan untuk penentuan mengetahui pengolahan terhadap
komposisi kimia yang sering dinyatakan pada dasar dry matter.

Kandungan air dalam pangan


Kandungan air dalam pangan bervariasi sangat luas.
Produk-produk susu cair 87-91%, Susu bubuk + 4%, mentega 15%, cream 60-70%,
ice cream: 65%.
Buah-buahan (bdd) > 90% air. Melon 92-94%, jeruk 86-89%, jambu 81%, fruit juice
dan nectar 85-93%.
Serealia umumnya rendah. Gabah kering 10-14%, breakfast cereals 4%, macaroni
6%.
Ikan dan daging – tergantung kandungan lemaknya, bervariasi terhadap umur,
sumber, dan musimnya. Kadar airnya berkisar antara 50-70%. Unggas bervariasi,
angsa 50%, ayam 75%. Telur segar sekitar 74%, telur kering 5%.
Ubi jalar mengandung air sekitar 69%, kentang 78%, lobak 93%, mentimun 96%.
Pertimbangan dasar
Penentuan kadar air yang cepat dan akurat bervariasi
tergantung strukture, komposisinya.
Dari segi analisis pangan, kandungan air dalam pangan dapat dibagi menjadi tiga
macam bentuk.
1. Air bebas. Air dalam bentuk sebagai air bebas dalam ruang intergranular dan
dalam pori-pori bahan. Air demikian ini berlaku sebagai agensia pendispersi
bahan-bahan koloidal dan sebagai solven senyawa-senyawa kristalin.
2. Air yang terserap (teradsorpsi) pada permukaan koloid makromolekular (pati,
pektin, cellulosa, protein). Air ini berkaitan erat dengan makromolekul-
makromolekul yang meng-adsorpsi dengan gaya absorpsi, yang diatributkan
dengan gaya Van der Waals atau dengan pembentukan ikatan hidrogen.
3. Air terikat, berkombinasi dengan berbagai substansi, sebagai air hidrat.

Klasifikasi tersebut tidak mutlak. Istilah air bebas, terabsorpsi, dan terikat itu relatif.

Metode untuk penentuan kadar air dapat dibagi menjadi 4 macam:


1. Metode pengeringan (drying method)
2. Metode distilasi (distillation method)
3. Pengujian kimiawi (chemical method)
4. Cara fisik (physical method)

METODE PENGERINGAN
Melibatkan metode thermal drying.
Bahan dikeringkan pada kondisi tertentu dan perngurangan berat dianggap sebagai
pengukuran kandungan air dalam sample.
Idealnya: pengurangan air hanya berasal dari penguapan air saja.
Akurasi penentuan kadar air dipengaruhi:
 Suhu pengeringan
 Suhu dan RH ruang pengeringan
 Ke-vakuman dalam ruang
 Kedalaman dan ukuran partikel sample
 Konstruksi oven
 Jumlah dan posisi sample dalam ruang, serta
 Permukaan bahan dan laju difusi uap air.

Two stages method – for damp samples.

Yang perlu diperhatikan:


 Bentuk dan ukuran sample
 Botol timbang (atau Aluminum dish)
 Suhu oven
 Desiccator (desiccant)
 Timbangan

Sample: serealia di-giling 18 mesh, umumnya bahan 40mesh.


Ditaburkan dalam cawan alumunium secara merata (permukaan luas), 2-3 gram
sample.
Untuk sample berair (cairan) perlu dipanaskan / diupkan dalam water-bath dulu.

Suhu dan waktu


Pada dasarnya bervariasi 70-155°C. Umumnya suhu 105°C, waktu bervariasi 1-6 jam
atau lebih.
Jangan sampai terjadi crust.

AIR-OVEN METHODS

Vacuum-Oven Methods
Biasanya pengeringan sampai berat konstan pada tekanan di bawah 50 (sekitar
25) mm Hg. Perlu waktu agak lebih lama (16jam). Suhu 98-102°C).

Metode distilasi
Menggunakan cairan yang immiscible dengan air.
Biasanya xylene, toluene.

Metode kimiawi
Titrasi Karl Fischer
Digunakan untuk sampel yang dapat menimbulkan hasil error jika dipanaskan atau
dikenakan vakum. Digunakan untuk bahan-bahan dengan kadar air relatif sangat
rendah, kopi, kakao sangrai dll.
Dasar Reaksi (Bunsen, 1853):

2 H2O + SO2 + I2  H2SO4 + 2 HI

Karl Fischer (1935) memodifikasi prosedur dan menetapkan kondisi untuk


menkuantifikasi reaksi. Digunakan metanol dan piridin dalam sistem empat
komponen untuk melarutkan iodine dan sulfur dioksida. Reaksi dasar ada 2 tahap:

C5H5N.I2 + C5H5N.SO2 + C5H5N + H2O  2 C5H5N.HI + C5H5N.SO2

dan
C5H5N.SO3 + CH3OH  C5H5N(H)SO4CH3

Untuk tiap mole air, dibutuhkan 1 mol iodine, 1 mol SO2, 3 mol piridin dan 1 mol
metanol. Dalam praktek, digunakan SO2, piridin dan metanol berlebihan, dan
kekuatan reagen tergantung konsentrasi iodine. Untuk pekerjaan analisa umumnya,
digunakan suatu larutan metanol mengandung komponen lain dalam rasio 1 iodine, 3
SO2, 10 piridin, dan pada konsentrasi ekuivalen sekitar 3.5 mg air/mL.
Dalam titrasi dengan reagen Karl Fischer, iodine dan SO2 ditambahkan dalam
bentuk yang sesuai pada bahan pangan. Iodine yang berlebihan yang tidak dapat
bereaksi dengan air ada dalam bentuk bebas. Jumlah yang diperlukan untuk titrasi
dapat ditentukan secara visual, sampai berwarna coklat-kekuningan (mahagony).
Penambahan beberapa tetes methylene blue ke dalam sistem memberikan endpoint
biru. Reagensia dan labu titrasi serta buret harus terlindung dari uap air udara
atmosfir. fotometrik.

_____________________________________________________________

KADAR AIR
(Moisture)

Air dalam bahan pangan/ hsl. pertanian

1. Air bebas.
2. Air yang terserap (teradsorpsi) pada permukaan koloid makromolekular (pati,
pektin, selulosa, protein).
3. Air terikat (bound water).

Metode untuk penentuan kadar air dapat dibagi menjadi 4 macam:


1. Metode pengeringan (drying method)
2. Metode distilasi
3. Metode kimiawi
4. Metode fisik (physical)

Penentuan kadar air metode drying dipengaruhi


 Suhu pengeringan
 Suhu dan RH ruang pengeringan
 Ke-vakuman dalam ruang
 Kedalaman dan ukuran partikel sample
 Konstruksi oven
 Jumlah dan posisi sample dalam ruang, serta
 Permukaan bahan dan laju difusi uap air.

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN:


______________________________________________
KADAR AIR (lanj.)
 Metode termogravimetri (Air-oven dan Vacuum-Ovenmethod )
 Metode liofilisasi (Lyophilization method)
 Metode Distilasi (Distillation)
 Metode Fischer

Vacuum-Oven method
Alat-alat:
1. Gunakan cawan aluminium 15mm x 55mm (D), dengan penutup.
2. Desicator dengan dessicant (CaO kering) di dalamnya.
3. Vacuum oven dengan suatu pompa yang mampu memberikan tekanan 25mmHg.
Alat monitor suhu diletakkan dekat sample. Hanya udara kering yang boleh lewat
pada waktu penggembosan vakum, untuk ini diberikan botol berisi H2SO4 yang dapat
mengeringkan udara.

Cara:
Keringkan cawan dan timbang. Timbang 0.1g sample (tepung). Keringkan
pada suhu 100°C dengan tekanan 25mmHg sampai berat konstant. Gemboskan
tekanan dengan udara kering yang masuk. Pindahkan segera ke desiccator. Setelah
suhunya mencapai suhu kamar, timbang.

Metode distilasi
Digunakan untuk bahan-bahan yang berkadar air rendah dan mengandung
senyawa-senyawa mudah menguap. Cara ini menggunakan pelarut yang immicsible
dengan air. Pelarut yang digunakan misalnya toluene dan xylene, yang memiliki titik
didih sedikit lebih tinggi dari pada air. Toluene : t.d. 110.7°C, dengan berat jenis 0.89.
Cara:
Pasanglah rangkaian alat distilasi untuk peneraan kadar air, dengan penampung
distilat Bidwel-Sterling.
Timbang 2-5g sampel dalam labu, tambahkan batu-didih, Tambahkan secukupnya
toluene sampai sample terendam. Hubungkan labu dengan tangan tabung Bidwel-
Sterling. Kucurkan toluene melalui condenser sampai tabung penambung terpenuhi.
Panaskan labu sampai mendidih dan distilasikan secara lambat (2 tetes/detik), sampai
most water tertampung dalam penampung Bidwel-Sterling. Tingkatkan laju distilasi 4
tetes/detik sampai tak ada air yang menetes (yakinkan). Baca banyaknya air dalam
penampung.

Metode Karl Fischer


Digunakan untuk bahan-bahan yang kadar airnya relatif sangat rendah, dan akan
memberikan hasil yang salah jika dipanaskan. Misalnya untuk bubuk kakao, kopi,
minyak, dried fruits & vegetables, candy dll.
Dasarnya adalah reaksi: Reduksi I2 oleh SO2 dalam air dengan persamaan

2 H2O + SO2 + I2  H2SO4 + 2 HI

Karl Fischer memodifikasi dan men-kuantifikasi prosedur dengan memasukkan I 2,


SO2, piridin, dan metanol dalam sistem empat komponen.
Reaksinya adl.
C5H5N.I2 + C5H5N.SO2 + C5H5N + H2O  2 C5H5N.HI + C5H5N.SO3
dan
C5H5N.SO3 + CH3OH  C5H5N(H)SO4CH3

Titrasinya dilakukan dengan alat titrimeter komersial yang dilengkapi dengan


elektroda platina. Ekstraksi air dilakukan dengan pelarut-pelarut seperti metanol,
formamida, piridin dioksan dan dimetilformamida.

Alat & reagensia


1. Titrimeter komersial
2. Reagen Karl Fischer dengan ekivalen air sekitar 5mg H2O/mL
3. Air dalam standar metanol, dengan 1ml = 1 + 0.01mg H2O pada 25°C.

CARA:
Timbang 3.0g sample bubuk masukkan dalam labu 50ml bertutup. Tambahkan 20ml
N,N-dimetilformamida. Tutup bagian atas dan di-seal. Tempatkan dalam oven 90°C 1
jam, goyang-goyang 10 mnt. Dinginkan sampi 25°C. Tempatkan supernatan dalam
labu sentrifugasi bertutup dan kemudian disentrifugasi untuk menghilangkan bagian-
bagian kecil yang tak digunakan. Tempatkan 100ml formamida ke dalam labu 250-
ml, titrasilah sampai titik akhir reagen Karl Fischer. Tambahkan 15mL supernatan
dari sample ke dalam labu 250-ml yang sama, titrasilah sampai titik-akhir. Tentukan
blanko dimetil formamida (15ml). Hitung persentase air dalam sample:

%H2O = {[(mgH2O dalam 15ml supernatan – mg H2O dalam 15ml blanko (20/15)] :
mg sample} x 100

BAB IV . Lipida

PENDAHULUAN
Deskripsi singkat: Dalam Bab IV ini dibahas tentang kandungan lipida
dalam bahan pangan, kimia lipida, metode-metode analisis kuatitatif lemak
kasar, karakteristik alami lemak/ minyak meliputi angka saponifikasi, angka
iodine, dan komposisi asam- asam lemak, dan metode-metode penentuan
parameter-parameter tingkat kerusakan lemak/ minyak seperti angka asam,
angka peroksida, angka anisidine, angka karbonil, totox value,

Manfaat: mahasiswa memahami tentang kandungan lipida dalam bahan


pangan, kimia lipida, metode-metode analisis kuatitatif lemak kasar ,
karakteristik alami lemak/ minyak meliputi angka saponifikasi, angka iodine,
dan komposisi asam- asam lemak, dan metode-metode penentuan parameter-
parameter tingkat kerusakan lemak/ minyak seperti angka asam, angka
peroksida, angka anisidine, angka karbonil, totox value,

Relevansi: kandungan lipida dalam bahan pangan/ hasil pertanian menentukan


nilai ekonomi, berkaitan juga dengan standar identitas dan peraturan
pelabelan, berhubungan dengan kesehatan, kualitas bahan pangan, dan kondisi
proses pengolahan. Oleh karena itu kadar lipida dalam bahan pangan perlu
ditentukan, demikian juga karaketeristik dan parameter-parameter tingkat
kerusakannya.

Learning outcomes :

Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan


tentang kandungan lipida dalam bahan pangan, kimia lipida, metode-metode
analisis kuatitatif lemak kasar , karakteristik alami lemak/ minyak meliputi
angka saponifikasi, angka iodine, dan komposisi asam- asam lemak, dan
metode-metode penentuan parameter-parameter tingkat kerusakan lemak/
minyak seperti angka asam, angka peroksida, angka anisidine, angka karbonil,
totox value.

Bahan : Nielson, 2010, Food Analysis, hal. 113-130, dan hal. . 239-246.
LIPIDA

1. PENGERTIAN
2. PENAMAAN/ KLASIFIKASI
3. PROSEDUR UMUM EKSTRAKSI LIPIDA
a. Penyiapan sample
b. Pelarut (Solvent)
c. Pemurnian
d. Alat-alat
4. Penentuan lipida total (metode Soxhlet, Mojonnier,
Babcock, Folch)
5. FRAKSIONASI LIPIDA
a. Kromatografi kolom
b. Kromatografi lapis tipis (TLC)
c. Kromatografi gas (GC) untuk komp. asam2 lemak
6. METODE-METODE PENGUJIAN KIMIAWI
a. Penentuan ketidakjenuhan
b. Angka saponifikasi
7. STABILITAS LEMAK dan RANCIDITY
a. Angka asam dan %ALB
b. Deteksi produk oksidasi: Angka peroksida
c. Uji stabilitas lemak: Oven Schaal Method dan AOM
d. Nilai TBA
________________________________________________

LIPIDA

Penentuan lipida total

1. Metode Soxhlet
Prinsip: minyak/ lemak diekstrak dengan eter (dietil eter atau petroleum eter)
dalam alat soxhlet, kemudian pelarut diuapkan sehingga didapatkan lemak/minyak
yang banyaknya dapat ditentukan secara gravimetri.
2. Metode Babcock
Prinsip : Sample berlemak/ minyak dicerna (digest) dengan asam sulfat pekat
panas, maka protein akan mengendap dan kemudian larut, sehingga lemak akan
terpisah dari fase berair dan berada di bagian atas, banyak minyak dapat diukur pada
botol yang mempunyai skala volume. Metode ini digunakan untuk penentuan secara
cepat untuk sampel-sample berupa ikan, produk susu dan lain-lainnya (untuk
menentukan lemak kasar).

3. Metode Mojonnier
Prinsip : Minyak/ lemak dibebaskan dari sample dengan perlakuan
menggunakan ammonium hidroksida dan etanol, kemudian dilarutkan dalam
campuran dietil- dan petroleum eter. Lapisan eter didekantasi, dimasukkan dalam
cawan aluminium, eter kemudian dievaporasi, cawan berisi minyak ditimbang,
sehingga banyaknya minyak dapat diketahui.

4. Metode Folch
Prinsip : Sample – biasanya bahan-bahan jaringan hewan, dihancurkan
(dikecilkan ukurannya) kemudian diekstrak dengan pelarut berupa campuran
Chloroform : Methanol (2/1). Ekstrak berupa lipida dapat diketahui banyaknya secara
gravimetri.

Uji Ketengikan Oksidatif (Oxidative Rancidity)

Prinsip: Pada reaksi oksidatif minyak terbentuk peroksida-peroksida yang kemudian


mengalami pemecahan lanjut menjadi senyawa-senyawa rantai pendek berupa
aldehid-aldehid, keton-keton dan lain-lainnya yang mudah menguap dan
menimbulkan bau “tengik” (rancid) yang tak diinginkan.

1. Uji Kreist
Pembentukan warna merah jika lemak yang teroksidasi direaksikan dengan
asam klorida pekat dan larutan floroglusinol dalam eter.
Senyawa yang berperan dalam pembentukan warna merah adalah epihydrin
aldehyde (2,3-epoxy-propionaldehyde).
2. Uji asam tiobarbiturat (TBA)
Malonaldehida dengan asam tiobarbiturat (2-thiobarbituric acid) membentuk
warna merah jika dipanaskan dalam suasana asam.

3. Angka peroksida
Senyawa-senyawa peroksida ditentukan dengan mereaksikan lemak yang
telah teroksidasi dengan larutan KI, kemudian I2 yang ditimbulkan dititrasi
dengan natrium tiosulfat menggunakan amilum sebagai indikator.

ANALISIS
Untuk analisa sifat fisik maupun sifat kimia lemak, umumnya lemak yang berbentuk
padat perlu dicairkan dulu dan bila minyak itu keruh perlu disaring.

Analisis sifat fisik


1. Kadar air dan bahan volatil
5.0 + 0.2g minyak dimasukkan dalam cawan aluminium , dikeringkan dalam
oven suhu 100 – 125 °C sampai berat konstan.

2. Berat jenis

Dengan piknometer

Berat pikno berisi minyak – Berat pikno kosong


BJ = --------------------------------------------------------------
Berat H2O pada 25°C
3. Refraksi indeks
Dengan Refraktometer, yang kemudian dikalibrasi suhunya.

R = R1 + K (T1 – T)

R : Pembacaan yang dikurangi pembacaan pd. suhu standard


R1: Pembacaan yang diperoleh pada suhu T1
T : Suhu standard
K : 0.55 untuk lemak, dan 0.58 untuk minyak

4. Titik leleh
Salah satu cara adalah dengan metode pipa kapiler.

Analisa sifat kimia

1. Nilai saponifikasi atau angka sapomifikasi (SV, saponification value) dan ekivalen
saponifikasi (S.E, saponification equivalent)

(Titrasi blanko – Titrasi sample)  N Asam  56.1


S.V = ----------------------------------------------------------------
Berat sample (gram)

(Berat sampel x 3000)


S.E. lemak = --------------------------------------------------
Titrasi blanko – Titrasi sampel  N Asam
(Berat sampel  1000)
S.E. ester sederhana = ---------------------------------------------------
(Titrasi blanko – Titrasi sample) N Asam

2. Nilai Iodine atau angka iodin (Iodine value, I.V)


Jumlah iodine (g) yang diserap 100g lemak.

ICl + KI  I2 + KCl Metode Wijs

IBr + KI  I2 + KBr Metode Hanus

a. Metode Hanus

(Titrasi blanko – Titrasi sample)  N Na2S2O3  12.69


angka iodin = ------------------------------------------------------------------------
Berat sample (gram)

b. Metode Wijs

Pada prinsipnya sama dengan metode Wijs.

Untuk minyak murni nilai iodin (angka iodin) teoretis dapat dihitung sbb.:

2  126.92  Jumlah ikatan rangkap  100


Angka iodin = -------------------------------------------------------
Berat molekul
Dengan demikian, prediksinya:

I.V  Berat Molekul


Juml. Ikatan rangkap = ----------------------------
2  126.92  100

ANALISA MUTU MINYAK/ LEMAK – Deteksi tingkat kerusakan lemak karena


hidrolsis

Angka Asam

Angka asam = banyaknya mg KOH yang diperlukan untuk menetralisir asam-asam


lemak dalam 1 g minyak atau lemak.

FFA : persentase berat asam lemak tertentu (yang dominan) terhadap minyak/ lemak.

Untuk asam oleat:

Angka asam = 1.99  % FFA

%FFA = 0.503 angka asam

PENGGUNAAN HASIL ANALISIS


1. Minyak biji kapas
2. Minyak kacang tanah
3. Minyak jagung
4. Minyak babi
5. Minyak wijen
6. Minyak rape seed
7. Minyak kelapa

BM NaOH = 40
KOH = 56.1
Palmitat =…

Tabel 5.3. Sifat kimia beberapa macam minyak

No Angka Iod Angka saponifikasi Titik leleh


Parameter (Iodine (Saponification (Melting
MINYAK value) value) point)
(mg Iod/g) (mg KOH/g) (°C)
1 Kelapa 7.5-10.5 250-264 23 − 26
2 Jagung 103-128 187-193 -12 − -10
3 Biji kapas 99-113 189-198 -2 − 2
4 Biji anggur (grapeseed) 135 190 -10
5 Linseed 155-205 188-196 -20
6 Olive (zaitun) 80-88 188-196 -3 − 0
7 Palm oil (sawit) 44-54 195-205 27 − 50
8 Kedelai 120-141 189-195 -23 − -20
9 Butter (mentega) 25-42 233-240 28 − 35
10 Lard (minyak babi) 53-77 190-202 33 − 46
11 Kacang tanah 93
BAB V. Protein

PENDAHULUAN
Deskripsi singkat: Dalam Bab V ini dibahas tentang keberadaan /
kimiawi protein dalam bahan pangan, analisis kuantitatif protein dengan
penentuan %N total, penentuan protein speketrofotometri, dan tentang analsis
komposisi asam-asam amino.

Manfaat: mahasiswa memahami tentang kandungan protein dalam bahan


pangan, kimia protein, metode-metode analisis kuantitatif protein dengan
penentuan %N total, penentuan protein secara speketrofotometri, dan analsis
komposisi asam-asam amino.

Relevansi: kandungan protein dalam bahan pangan/ hasil pertanian


menentukan mutu dan nilai ekonomi, berkaitan juga dengan standar identitas
dan peraturan pelabelan, berhubungan dengan nilai gizi, dan kondisi proses
pengolahan. Oleh karena itu kadar protein dalam bahan pangan perlu
ditentukan, demikian juga karakteristik/ komposisi asam-asam aminonya.

Learning outcomes :
Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan
tentang kandungan keberadaan / kimiawi protein dalam bahan pangan,
metode-metode analisis kuantitatif protein dengan penentuan %N total,
penentuan protein speketrofotometri, dan tentang analsis komposisi asam-
asam amino.

Bahan : Nielson, 2010, Food Analysis, hal. 131-142.

Fungsi gizi : as. Amino esensial, non esensial, nilai gizi.


Cara Analisa Protein
1. Kualitatif  menentukan ada tidaknya protein
A. Reaksi biuret  protein murni + CuSO4 dalam suasana basa (NaOH) 
ungu/violet (secara umum)  ada ikatan peptida
B. Reaksi Millon  protein dg as. Amino gugus fenolik (e.g. tyrosine,
FENILALANIN) + reagen Millon (mercury dan natrium nitrit)  merah
C. Reaksi Ninhidrin  utk meneteksi asam amino/protein ; kromatografi
lapis tipis disemprot ninhidrin (0,2%) - dipanaskan  yg meninggalkn
bercak warna biru sampai merah lembayung  protein; kecuali prolin n
hidroksi prolin mnghasilkan warna kuning.
Bias juga metoe ini sbg uji kuantitatif  dilihat dari intensitas warnanya
 warna makin kuat berarti konsentrasi makin tingggi.
2. Kuantitatif 
A. M. Kjedahl  total nitrogen  dianggap smua nitrogen dr proteinnya 
prinsipnya menentukan banyaknya nitrogen dalam sampel tsb. (dalam
protein n terdapat antara 13,4% – 19 %  diambil rata2 16%)  factor
konversi =
100/16 x total N yang diperoleh = 6,25 x total N.
Sampel yang mengandung protein di breakdown (destruksi/ digesti)  utk
menghancurkan sampel shg N lepas  dididihkan mnggunakan H2SO4
pekat dalam labu Kjedahl. Ditambah K2SO4 dan HgO (katalisator) dan
direbus/dididihkankan (destruksi) sampai suhunya 300-400 C 
membentuk amonium sulfat (NH4)2SO4  didinginkan dalam labu
destilasi utk mendera /mengeluarkan dlm bentuk NH3  + NaOH
(suasana basa  supaya NH3 out) dan Natrium Thiosulfat (Na2S2O3)
atau K2S (Kalium sulfide) utk mengikat Hg, klo tidak ditangkap
mengganggu penguapan  dibilas dengn akuades & diembunkan
didinginkan (destilasi) NH3  ditangkap oleh
1. HCl standard (sudah diketahuai Normal nya) NH3(gas) basa ketemu
HCl  NH4Cl; sisa HClstandard yang tidak bereaksi dgn NH3 akan
dititrasi dengan NaOH (titrasi balik/ indirect titration)
2. Boric acid / H3BO3 (tidak harus standard) (titrasi langsung) dalam
Erlenmeyer yg sudah diisi indicator untuk menampung destilat, masuk
ke larutan asam borat tadi. Krn ammonia bentuknya gas dan langsung
ditangkap. Destilasi teruus mpe NH3 habis. (akhiri destilasi bila
destilat tidak bersifat basa)  NH3 dengan asam borat membentuk
ammonium borat.  titrasi dengan HCl 0,02N standard.
NH3 + H3BO3  NH4H2BO3 + H3BO3 -
NH4H2BO3 + HCl  NH4Cl + H3BO3-

3. Catatan:
1. K2SO4 atau Na2SO4 ditambahkan untuk meningkatkan titik didih
2. HgO sbg katalisator, tp skrg dihindari krn bila dibuang kelimbah
akan berbahaya
3. Se meningkatkan disgesti lebih cepaat
4. K2S atau natrium thiosulfat untuk mngendapkan Hg, sebelum
destilasi, krn Hg dgn NH3 membentuk kompleks yg mengganggu,
distilasi mjd tidak sempurna n berpengaruh terhadap nilai total N.

Prinsip : destruksi, distilasi & titrasi.


FAKTOR KONVERSI KE % N PROTEIN
Telur dagiung : 6,25
Dairy product …. SLIDE! - beda beda soalnya kandunga N nya
berbeda.

KANDUNGAN PROTEIN
Beras, protein: 7,1% wb
Kedelai 36, 5% wb
Tahu 15,8% wb
Daging sapi 18, 5% wb
Susu segar :3,3% wb
Apel: 0,2% wb
STANDAR PANGAN DAN KEAMANAN SUSU
Komposisi susu segar (%)
Total padatan lemak protein laktosa(special KH di susu) abu
Sapi 12.6 3.8 3.35 4.75 0.70 
total padatan non lemak : 8,8  parameter kualitas susu segar adalah total
lemaknya (minimal 3,25) dan total padatan non fat minimal (8,25).  kl
kadar air terlalu tinggi ada bahaya pemalsuan.

PNENTUAN PROTEIN DG METODE LOWRY


1. Prinsip spektro
2. Direaksikan dengan Cu  pembentukan komplek Cu denga reaksi
biuret. (reagen Lowry)
3. Reduksi reagen Folin-Ciocalteau oleh gugus tyrosine dan triptofan
 biru  ukur absorbandinya

Tahap
1. Buat kurva standar dengan lar. BSA (protein larut air dr serumnya si
sapi). Gradient konsentrasi : 20, 40, 60, 80, 100
Dan 120 mikro g/ ml (12 mg/100ml)(120mg/L)
2. Sampel direaksikan dg reagen lowry -- direduksi dg reagen folin 
biru  spektro  plot absorbansi dg kurva standar  konsentrasi.

B. Spektrofotometer
Biuret
Lowry
Braford
langsungs
C. Lain2
BAB VI . Karbohidrat

PENDAHULUAN
Deskripsi singkat: Dalam Bab VI ini dibahas tentang kandungan
karbohidrat dalam bahan pangan, kimia karbohidrat, metode-metode
analisis kuatitatif gula reduksi, analisis pati dan amilosa, serta analisis
serat pangan.

Manfaat: mahasiswa memahami tentang kandungan karbohidrat


dalam bahan pangan, metode-metode analisis kuatitatif gula reduksi,
analisis pati dan amilosa, serta analisis serat pangan.

Relevansi: kandungan karbohidrat dalam bahan pangan/ hasil


pertanian menentukan nilai ekonomi, berkaitan juga dengan standar
identitas dan peraturan pelabelan, berhubungan dengan kesehatan,
kualitas bahan pangan, dan kondisi proses pengolahan. Oleh karena
itu kadar karbohidrat, termasuk serat dalam bahan pangan perlu
ditentukan,
Learning outcomes :

Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu


menjelaskan tentang kandungan karbohidrat dalam bahan pangan,
metode-metode analisis kuatitatif gula reduksi, analisis pati dan
amilosa, serta analisis serat pangan.

Bahan : Nielson, 2010, Food Analysis, hal. 143-174.

BAB VII. Abu dan mineral

PENDAHULUAN
Deskripsi singkat: Dalam Bab VII ini dibahas tentang kandungan
abu (ash) dalam bahan pangan dan metode-metode penentuannya, dan
tentang analisis mineral.
Manfaat: mahasiswa memahami tentang kandungan abu (ash)
dalam bahan pangan, perlunya dilakukan analisis, dan metode-
metode penentuannya, dan tentang analisis mineral.

Relevansi: kandungan abu dan mineral dalam bahan pangan/ hasil


pertanian berhubungan dengan nilai gizi, dengan standar identitas
dan peraturan pelabelan, berhubungan dengan kesehatan, kualitas
bahan pangan. Oleh karena itu kadar karbohidrat, termasuk serat
dalam bahan pangan perlu ditentukan,

Learning outcomes :

Setelah mengikuti kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu


menjelaskan tentang kandungan kandungan abu (ash) dalam bahan
pangan, perlunya dilakukan analisis, dan metode- metode
penentuannya, dan tentang analisis mineral.

Bahan : Nielson, 2010, Food Analysis, hal. 103-112 dan hal . 189-203..

Mineral dalam Bahan Pangan

*NaCl
*Kalium
*Calsium
*Fosfor
*Magnesium
*Sulfur
*Besi
*Iodium
*Zink
*Flour
Ulasan:
1. Jenis dan jumlah mineral pada bahan pangan sangat beragam
sesuai dengan jenis dan sumber bahan.
2. Ketersediaan mineral dalam bahan pangan dipengaruhi oleh
kondisi mineral suatu bahan pangan serta perlakuan pada
proses penanganan maupun pengolahan.
3. Beberapa mineral seperti timah hitam,cadmium, raksa dan
alumunium bersifat toksik
4. Baik mineral makro maupun mikro mempunyai sifat
fungsional yang sangat dibutuhkan bagi tubuh dan defisiensi
dari mineral-mineral tersebut dapat memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kesehatan dan pertumbuhan.

Analisis Kadar Abu


Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran
atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari
suatu bahan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat
dalam bahan tersebut, kemurnian serta kebersihan suatu bahan
yang dihasilkan.
Pengabuan dapat dilakukan dengan metode langsung dan
tidak langsung. Pengabuan langsung pada umumnya adalah
pengabuan dengan cara kering pengeringan dengan oven suhu
tinggi, dan pengabuan basah dengan menggunakan oksidator-
oksidator kuat. Pengabuan tidak langsung dilakukan engan
metode konduktometri dan metode penukar ion.

1. Pengabuan Kering
Sampel ditempatkan dalam suatu cawan pengabuan yang terbuat dari kuarsa,
porselen, besi, dsb tergantung pada jenis bahan. Cawn porselen paling umum
digunakan.
Prinsip
Abu dalam bahan ditetapkan dengan menimbang residu hasil pembakaran
komponen bahan organik pada sushu sekitar 550 derajad Celsius.

Peralatan
Tanur pengabuan (furnace), cawan bertutup, desikator, penjepit cawan, pemanas
dan neraca analitik.

Prosedur Kerja
Cawan pengabuan dipersiapkan dengan cara dibakar di dalam tanur pada suhu
100-105 derajad Celcius, didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan
ditimbang. Sebanyak 5-10 g sampel dibakar diatas pembakar burner dengan api
sedang untuk menguapkan sebanyak mungkin zat organik yang ada. Cawan
dipindahkan ke dalam tanur dan dipanaskan pada suhu 300 derajad Celcius hingga
550 derajad Celcius selama 5 – 7 jam. Selanjutnya tanir dimatikan. Cawan diambil
dan ditimbang.

Perhitungan

Kadar abu dalam sampel:


%abu = (W2 – W0 /W1 – W0) x 100
Keterangan :
W2 = berat cawan dan sampel setelah pengabuan (g)
W0= berat cawan kosong (g)
W1= berat cawan dan sampel sebelum pengabuan (g)

2. Pengabuan Basah
Prinsip
Abu sampel diperoleh dengan cara mengksidasi komponen organik menggunakan
kombinasi asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4)

Bahan dan peralatan


HNO3, H2SO4, aquades. Peralatan: labu kjedahl, pemanas, batu didih, neraca
analitik, dan peralatan gelas.

Prosedur kerja
Sejumlah sampel yang mengandung 5-10 g padatan dimasukkan ke dalam labu
kejdahl. Ke dalam lanu ditambahn 10 ml H2SO4, 10 ml HNO3, dan batu didih.
Labu dipanaskan perlahan-lahan sampai berwarna gelap, selama pemanasan harus
menghindari pemebntukan buih yang berlebihan. Ke dalam labu ditambahkan
HNO3, dipanskan 5-10encerkan menit, ditambah 10 ml akuades, dipanaskan
sampai berasap. Larutan didinginkan kembali dan ditambah 5 ml akuades,
dipanaskan sampai berasap. Sampel didinginkan dan diencerkan sampai volume
tertentu. Sampel ini siap dianalisis kadar mineralnya.

3. Pengabuan Tidak Langsung


Penetapan abu tidak langsung dapat dilakukan untuk menghitung kandungan total
elektrolit total di dalam bahan pangan.
Analisis Abu Terlarut dan Abu Tidak Terlarut
Analisis abu larut air digunakan untuk indeks kandungan buah di dalam produk jam
dan jelly. Kandungan abu larut air yang lebih rendah menandakan buah yang
ditambahkan lebih banyak.

Prinsip
Total abu yang diperoleh dilarutkan dengan sejumlah ir kemudian dilewatkan pada
kertas saring bebas abu. Abu yang tertinggal pada kertas saring adalah abu yang tidak
larut.

Bahan dan peralatan


Bahan yang digunakan antara lain abu total, air distilat dan kertas saring bebas abu.
Sedangkan alat yang digunakan antara lain tanur, neraca analitik, cawan bertutup,
pemanas, oven dan alat gelas.

Prosedur Kerja
Pengabuan
Abu total dalam cawan ditimbang kemudian ditambah 10 ml air distilat.
Cawan ditutup dan dipanaskan sampai hampur mendidih. Sampel dilewatkan pada
kertas saring bebas abu sambil dibilas dengan air disilat panas beberapa kali. Kertas
saring dikeringkan dan diabukan kembali. Hasil pengabuan ditimbang dan hasil
penimbangan dinyatakan sebagai abu tidak larut.

Perthitungan
%ATL = W3 x 100 / W1
Kadar abu larut air:
%AL = W2 – W3 x 100 / W1

Keterangan:
W1 = berat sampel awal
W2 = berat abu total
W3= berat abu tidak larut air

You might also like